Anda di halaman 1dari 9

SEMINAR NASIONAL

TEKNOLOGI TERAPAN INOVASI DAN REKAYASA (SNT2IR) 2019


PROGRAM PENDIDIKAN VOKASI UNIVERSITAS HALU OLEO

PEMODELAN POTENSI GERUSAN DASAR PADA STRUKTUR BAWAH


JEMBATAN
Oki Setyandito, Andrew John Pierre, Juliastuti, Adelia D Nataatmadja, Alexander Michael
Jurusaan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Bina Nusantara, Jl. K.H. Syahdan No.9,
Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat 11480
E-mail: osetyandito@binus.edu ; yuliastuti@binus.edu

ABSTRAK
Beberapa jembatan telah mengalami kerusakan akibat adanya gerusan lokal pada struktur bawah
jembatan. Hal ini diantaranya adalah akibat menyempitnya alur sungai di sekitar jembatan dan bentuk
struktur bawah jembatan yang dapat menimbulkan perubahan pola arus sehingga menjadi pemicu
terjadinya gerusan dasar disekitar struktur. Oleh karena itu, tujuan studi ini adalah memodelkan gerusan
disekitar struktur bawah atau abutment jembatan. Dengan teridentifikasinya gerusan sejak awal, dapat
segera dilakukan penanganan untuk mencegah terjadi gerusan yang lebih parah. Metodologi yang
digunakan dalam melakukan penelitian adalah dengan uji model fisik 2D dan numeris karakteristik aliran
dasar aliran terhadap pola gerusan yang terjadi disekitar variasi model struktur bawah / abutment
jembatan. Kedalaman karakteristil gerusan dapat dianalisa dan dihitung berdasarkan karakteristik dan
pola aliran dasar yang terjadi disekitar variasi struktur abutment (semi-circular-end abutment dan wing-
wall abutment). Penelitian ini dilakukan dengan kondisi aliran clear-water scour. Hasil penelitian
menunjukkan gerusan maksimum terjadi pada sisi samping bagian depan abutment daerah hulu.
Perkembangan gerusan minimum terjadi pada bagian belakang abutment daerah hulu maupun hilir.
Kecepatan aliran berpengaruh terhadap kedalaman gerusan. Pola gerusan yang terjadi di semua abutment
dengan berbagai kecepatan aliran relatif sama menghasilkan lebar dan kedalaman gerusan yang berbeda.

Kata kunci : jembatan, sungai, abutment, kecepatan aliran, gerusan lokal

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Beberapa jembatan telah mengalami kerusakan akibat adanya gerusan lokal pada struktur bawah
jembatan. Penyebab utamanya adalah adanya gerusan lokal di sekitar pilar dan abutment jembatan akibat
menyempitnya alur sungai di sekitar jembatan. Penyebab ini baru disadari setelah jembatan tersebut
mengalami kegagalan. Pada kasus kerusakan Jembatan Comal, Pekalongan, Jawa Tengah pada tahun 2014,
perubahan morfologi sungai yang berubah setiap tahunnya disebabkan oleh tikungan yang berada sebelum
jembatan. Tikungan tersebut menyebabkan distribusi kecepatan alirannya menjadi tidak merata sehingga
terjadi gerusan pada sisi kiri tikungan dan terjadi sedimentasi pada sisi kanan tikungan. Perubahan
morfologi Sungai Comal dapat dilihat pada area tikungan, di mana terjadi proses erosi atau penggerusan
material dasar pada sisi kiri penampang saluran yang menyebabkan pelebaran pada sisi kiri sungai.
Kemudian pada sisi kanan penampang, terjadi proses deposisi atau sedimentasi sehingga pada sisi kanan
sungai mengalami penyempitan setiap tahunnya.
Abutment merupakan bangunan jembatan yang terletak di pinggir sungai, yang dapat mengakibatkan
perubahan pola aliran (Hanwar, 1999: 5). Bangunan seperti abutment jembatan selain dapat merubah pola
aliran juga dapat menimbulkan perubahan bentuk dasar saluran seperti penggerusan. Untuk menghindari
kerusakan dari pada jembatan tersebut, maka diperlukan adanya pengukuran potensi gerusan lokal pada
struktur bawah jembatan, sehingga dapat mengurangi resiko kerusakan dan menghindari keruntuhan pada
jembatan yang berbahaya. Oleh karena itu telah dilakukan beberapa penelitian terkait hal tersebut yang
dilakukan beberapa peneliti, seperti penelitian mengenai gerusan material dasar di sekitar abutment
menggunakan software FLOW-3D (Yildiz, 2014). Pada penelitian ini akan dilakukan uji model fisik 2D
dan pemodelan numeris dengan menggunakan software CFD (Computational Fluid Dynamic) yaitu
FLOW-3D dengan variasi debit dan bentuk abutment, sehingga dapat diperoleh potensi dan nilai kedalaman
gerusan. Oleh karena itu studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi terjadinya gerusan disekitar
pilar dan abutment jembatan, yaitu: 1) mengidentifikasi lokasi gerusan maksimum yang terjadi dan, 2)
menentukan kedalaman gerusan local maksimum.

PROSIDING
265
ISBN: 978-602-51407-1-6
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN INOVASI DAN REKAYASA (SNT2IR) 2019
PROGRAM PENDIDIKAN VOKASI UNIVERSITAS HALU OLEO

1.2. Tinjauan Pustaka


Menurut Yildiz (2014), Penelitian awal tentang masalah gerusan abutment jembatan adalah studi
eksperimental. Secara umum, studi eksperimental dapat diklasifikasikan dalam 4 kelompok dalam konteks
tujuan penelitian. Kelompok pertama dari penelitian adalah orang-orang yang mengkaji mekanisme
gerusan, yaitu Kwan (1988), Molinas (1998), Dey dan Barbhuiya (2006a), Chrisohoides dan Sotiropoulos
(2003), Chrisohoides et.al (2003), Melville dan Coleman (2000). Kelompok penelitian ini pada umumnya
menggunakan temuan eksperimen yang dilakukan di saluran dengan dasar yang datar. Dalam hal ini
termasuk penelitian yang menyelidiki distribusi kecepatan, perkembangan vortex dan tegangan geser di
sekitar abutment. Kelompok penelitian kedua mencoba untuk mendapatkan hubungan antara parameter
penelitian dan kedalaman gerusan keseimbangan (equilibrium), dsb. Penelitian yang berurusan dengan efek
kontraksi berbeda dari penelitian yang lain, karena sebagian besar studi dalam literatur hanya menganalisis
pengaruh gerusan lokal. Penelitian yang meneliti gerusan kontraksi dikelompokkan secara terpisah dalam
ulasan pada subbab ini. Kelompok penelitian eksperimental lain dapat diklasifikasikan sebagai studi yang
mencari perkembangan temporal kedalaman gerusan. Pada kenyataannya, dalam praktiknya kedalaman
gerusan keseimbangan tidak pernah tercapai, jadi pentingnya kelompok yang terakhir memberikan lebih
banyak hasil yang berlaku. Pada diskusi Melville (1992), Richardson dan Richardson (1993) menyatakan,
dengan mengandalkan pengalaman atau penelitian lapangan mereka tersebut, metode yang diusulkan
adalah konservatif sebagai efek karakteristik geometris sungai tidak dimasukkan dengan tepat ke dalam
desain metode. Setelah itu, analisis untuk saluran majemuk dilakukan oleh Melville (1995) dan Cardoso
dan Bettess (1999). Melville (1997) membuat beberapa perkembangan metodologi prediksi gerusan
abutment yang dikemukakan oleh Melville (1992). Dengan bantuan percobaan tambahan, metode ini
dikembangkan sebagian besar mempertimbangkan efek ukuran butir sedimen. Melville dan Coleman
(2000) telah meningkatkan model ini dengan memperbanyak variasi abutment. Lim (1997) mengusulkan
pendekatan semi empiris untuk gerusan lokal di sekitar abutment kasus clear-water. Analisis didasarkan
pada persamaan kontinuitas, geometri gerusan, hukum resistensi pada saluran aluvial dan hasil
eksperimennya bersama dengan hasil eksperimen terdahulu. Suatu persamaan dikembangkan termasuk efek
dari mendekati kedalaman aliran, ukuran partikel sedimen, panjang abutment, mendekati kecepatan aliran
dan viskositas. Efek bentuk abutment dimasukkan ke dalam persamaan oleh metode yang dikembangkan
oleh Melville (1992). Kemampuan metodologi ini terbatas rentang percobaan. Kayatürk (2005)
menunjukkan bahwa perubahan lebar abutment, sejajar dengan arah aliran, tidak memiliki efek signifikan
pada pengembangan gerusan. Sementara itu, Kothyari dan Raju (2001) memperkenalkan istilah ‘pier
analog', yang didefinisikan sebagai pier yang memiliki kedalaman gerusan setimbang yang sama dengan
pembangungan abutment di bawah kondisi hidrolik yang sama. Simulasi non-erodible bed dilakukan untuk
memodelkan bidang aliran di sekitar abutment jembatan. Studi awal menangani masalah dengan model 2-
D, meskipun harus ditangani dengan model 3-D karena tingginya masalah tiga dimensi.
Menurut Morales dan Ettema (2013); Model 2-D memberikan gagasan tentang beberapa parameter
terbatas dengan menggunakan jumlah rata-rata kedalaman dan model ini memiliki keunggulan praktis
karena berkurangnya jumlah ukuran sel dibandingkan dengan model 3-D. Morales dan Ettema (2013)
membandingkan output simulasi 2-D dengan data eksperimental saat tumpahan melalui abutment dalam
saluran gabungan. Mereka menyelidiki kecepatan dan nilai unit discharge di bagian yang dikontrak dan
mengamati korelasi kuat dengan data eksperimen. Mereka menggunakan perangkat lunak komputer
FESWMS yang dikembangkan oleh Federal Highway Administration AS untuk memodelkan simulasi rata-
rata kedalaman. Kayser dan Gabr (2013) telah membuat analisis untuk gerusan pier menggunakan FLOW-
3D. Mereka menggunakan mesh dengan 48000 sel tanpa perbaikan di sekitar rintangan. Mereka mencari
nilai-nilai optimal dari koefisien yang digunakan dalam model dan mereka berakhir dengan 0,018 dan 5,7
untuk koefisien entrainment dan bed. Mereka telah membandingkan nilai kedalaman gerusan maksimum
dengan pengukuran in situ dan persamaan empiris. Mereka telah mengamati korelasi yang baik dengan
nilai-nilai tersebut. FLOW – 3D adalah perangkat lunak komputasi fluida dinamis yang umum digunakan
karena teknik perhitungan numeriknya dikembangkan secara khusus untuk menyelesaikan persamaan gerak
fluida agar diperoleh solusi dalam tiga dimensi.

1.3. Metodologi Penelitian


Penelitian dibagi menjadi penelitian fisik (eksperimental di laboratorium), dan numerical (pemodelan
dengan program computer). Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hidraulika Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Bina Nusantara. Urutan penelitian dilakukan menjadi dua bagian utama, yaitu:
secara fisik dilakukan di Laboratorium Hidraulika Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Bina
Nusantara dengan pengamatan dan pencatatan fenomena yang terjadi pada proses simulasi model (running);
secara numerik dilakukan menggunakan program FLOW-3D di Laboratorium Hidraulika Jurusan Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Bina Nusantara bertujuan untuk validasi analisa hasil model fisik.

PROSIDING
266
ISBN: 978-602-51407-1-6
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN INOVASI DAN REKAYASA (SNT2IR) 2019
PROGRAM PENDIDIKAN VOKASI UNIVERSITAS HALU OLEO

Penelitian fisik menyangkut tahapan studi literatur, persiapan alat, persiapan bahan, pembuatan model dan
pengumpulan data dari penyajian model. Sedangkan penelitian hipotetik dan analitik berupa analisis data
dan membuat kesimpulan hasil penelitian secara ringkas. Tahapan penelitian ditunjukkan pada Gambar 1
dalam bentuk diagram alir penelitian.

Mulai

Identifikasi Masalah

Studi Kepustakaan

Penentuan Bentuk dan Dimensi Abutment, Variasi Debit, dan Non-sedimen/Sedimen (3.2)

Pemodelan Fisik (3.3) Pemodelan Numerik (3.4) Perhitungan Manual


ds/B berdasarkan
persamaan empiris
Simulasi Model peneliti terdahulu (3.5)
Simulasi Model Fisik
menggunakan Program
dengan variasi bentuk,
FLOW-3D dengan variasi
debit, dan sedimen/non-
bentuk, debit, dan
sedimen
sedimen/non-sedimen
(3.3.1)
(3.4.1)

Karakteristik Aliran Karakteristik Aliran


laboratorium (3.3.2) FLOW-3D (3.4.2)

Analisa Data (3.6)

tidak Validasi ds/B hasil fisik


terhadap numerik (3.7)

ya

Perbandingan ds/B hasil fisik terhadap hasil perhitungan manual (3.8)

Simpulan dan Saran

Selesai

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

Pemodelan fisik yang dilakukan mengacu pada jurnal Mellvile (1997) dan thesis Yildiz (2014). Simulasi
model fisik (eksperimental) di laboratorium dilakukan melalui tahapan persiapan dan tahapan penelitian.
Pengamatan karakteristik aliran di sekitar abutment dilakukan dengan meninjau kedalaman aliran (d0)
terhadap 3 sumbu arah x, y, dan z dengan jarak antar titik semakin mengecil yang mendekati abutment.
Sumbu x berjarak 0,00 m sampai dengan 2,00 m, sumbu y berjarak 0,00 m sampai dengan 0,15 m,
sedangkan sumbu z berjarak 0,00 m sampai dengan 0,20 m. Konfigurasi sumbu tersebut disinkronisasi
dengan dimensi flume (Gambar 2) pada laboratorium. Pada pelaksanaan penelitian direncanakan dengan
menggunakan model Semi-Circular-End abutment, Wing-Wall abutment, dan Spill-Through abutment
dengan 3 variasi debit aliran.

PROSIDING
267
ISBN: 978-602-51407-1-6
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN INOVASI DAN REKAYASA (SNT2IR) 2019
PROGRAM PENDIDIKAN VOKASI UNIVERSITAS HALU OLEO

Gambar 2. Flume untuk simulasi model fisik di laboratorium

(a) (b) (c )
Gambar 3. Variasi struktur abutment untuk pemodelan fisik: (a) Semi-circular-end abutment, (b)
spill through abutment dan (c) wing wall abutmeng

Peralatan untuk membuat model numerik adalah komputer dengan sistem operasi windows 10 dan
dilengkapi dengan program FLOW-3D v11.12 (CFD). Pemodelan Numerik dilakukan dengan
menggunakan software Autodesk Inventor yang kemudian hasilnya diimport kedalam software FLOW-3D.
tahapan untuk melakukan analisa kecepatan dan karakteristik aliran di sekitar abutment menggunakan
software FLOW-3D:
a. Pemindahan model abutment ke software FLOW-3D
Model abutment yang telah dibuat menggunakan program Autodesk Inventor dipindahkan ke dalam
software FLOW-3D untuk dianalisa. Kemudian tambahkan dasar flume dengan cara membuat box
subcomponent berukuran 2000 mm × 150 mm × 20 mm dan tipe subcomponent adalah solid pada tools.
Hasil dari pembuatan geometri dapat dilihat pada Gambar 3.27. Kemudian abutment diletakkan di tengah-
tengah dasar flume atau di posisi x sama dengan 1000 mm.

Gambar 4. Bentuk Geometri 3D Model Semi-Circular-End Abutment

PROSIDING
268
ISBN: 978-602-51407-1-6
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN INOVASI DAN REKAYASA (SNT2IR) 2019
PROGRAM PENDIDIKAN VOKASI UNIVERSITAS HALU OLEO

Gambar 5. Tampilan mesh grid

Gambar 6. Hasil mesh FAVOR model numerik

Gambar 7. Kondisi batas model numerik FLOW – 3D

PROSIDING
269
ISBN: 978-602-51407-1-6
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN INOVASI DAN REKAYASA (SNT2IR) 2019
PROGRAM PENDIDIKAN VOKASI UNIVERSITAS HALU OLEO

b. Pembuatan mesh grid


Setelah pembuatan geometri, dilanjutkan dengan pembuatan mesh untuk tahap perhitungan seperti pada
Gambar 5. Dari gambar tersebut terlihat bahwa ukuran mesh di sekitar abutment lebih kecil agar hasil
analisa kecepatan di sekitar abutment lebih akurat. Semua persamaan yang digunakan untuk memodelkan
daerah geometris kompleks diformulasikan dengan fungsi luas dan fungsi porositas volume yang disebut
Fractional Area Volume Obstacle Representation (FAVOR). Salah satu keunggulan dari aplikasi FLOW-
3D dibandingkan dengan aplikasi CFD lainnya adalah kemampuannya untuk mendefinisikan dan
membentuk mesh dengan baik dari geometri model dengan penerapan FAVOR (Abrari et.al, 2015).

c. Mendefinisikan properties fluida dan material kondisi batas lainnya


Pendefinisian dilakukan dengan memberikan kondisi batas dan jenis material. Jenis material yang
dimasukkan adalah air pada suhu 20ºC seperti pada Gambar 7. Kemudian kondisi batas yang digunakan
adalah kecepatan aliran pada bagian saluran masuk (inlet) sebesar 0,57 m/s dan elevasi permukaan air
setinggi 0,076 m. Pada saluran keluar (outlet) berada ditandai dengan notasi O yang artinya outflow.
Kondisi batas model pada sumbu z maksimum adalah tekanan udara ditandai dengan notasi huruf P,
sedangkan notasi huruf W menandakan kondisi batas dinding. Arah gravitasi dimasukkan sebesar 9,81 m/s2
dan searah dengan sumbu z negatif.

2. PEMBAHASAN
2.1. Analisis Karakteristik Aliran di sekitar Abutmnet
Hasil analisa karakteristik aliran di sekitar abutment terdiri dari tiga bagian penelitian yang dibedakan
berdasarkan model abutmentnya yaitu bentuk semi-circular-end abutment, bentuk spill-through abutment,
dan yang terakhir yaitu bentuk wing-wall abutment. Berdasarkan data-data hasil penelitian yang telah
dilakukan di laboratorium, maka dapat diketahui besarnya kecepatan aliran (U), bilangan Froude (Fr), dan
bilangan Reynolds (Re). Hasil analisa fisik tersebut kemudian divalidasi menggunakan analisa dari aplikasi
FLOW-3D.

01
Kecepatan Aliran, U (m/s)

01
01
00
00
00
00 00 00 01 01 01 01 01 02 02 02
Jarak Memanjang, x (m)
Q1 Q2 Q3
Gambar 8. Grafik Hubungan Kecepatan Aliran (U) terhadap Jarak Memanjang (x) di Sekitar
Semi-Circular-End Abutment pada Uji Model Fisik Aliran tanpa Sedimen

Gambar 8 menunjukkan hubungan antara hasil kecepatan aliran maksimal (Umax) terhadap jarak
memanjang (x) pada model semi-circular-end abutment. Kecepatan aliran (U) akan meningkat seiring
dengan menyempitnya luas penampang saluran (A) yang terjadi akibat adanya hambatan dari bangunan
hidraulik dimana dalam kasus ini ialah model abutment. Dari hasil pengamatan di laboratorium, kecepatan
aliran yang paling rendah (Umin) sebesar 0,391 meter per detik terjadi pada aliran sebelum model abutment,
pada jarak memanjang (x) sama dengan 0,2 meter sampai 0,6 meter, dan debit aliran (Q) sama dengan
0,00252 meter kubik per detik dengan kedalaman aliran (d0) sama dengan 0,043 meter dari dasar aliran
searah sumbu z. Kecepatan aliran yang paling tinggi (Umax) adalah 0,954 meter per detik yang terjadi pada
aliran setelah melewati model abutment, pada jarak memanjang (x) sama dengan 1,2 meter dan debit aliran
(Q) sama dengan 0,00644 m3/s dengan kedalaman aliran (d0) sama dengan 0,045 meter dari dasar aliran
searah sumbu z. Hal ini menunjukkan terjadinya lonjakan kecepatan pada saat aliran menabrak struktur
hidrolik, yang pada kasus ini adalah model abutment.

PROSIDING
270
ISBN: 978-602-51407-1-6
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN INOVASI DAN REKAYASA (SNT2IR) 2019
PROGRAM PENDIDIKAN VOKASI UNIVERSITAS HALU OLEO

01
01

Kecepatan Aliran, U
01
00

(m/s)
00
00
00 00 00 01 01 01 01 01 02 02 02
Jarak Memanjang, x (m)
Q1 Q2 Q3
Gambar 9. Grafik Hubungan Kecepatan Aliran (U) terhadap Jarak Memanjang (x) di Sekitar
Spill-Through Abutment pada Uji Model Fisik Aliran tanpa Sedimen

Berdasarkan grafik pada gambar 9, dapat dilihat bahwa kecepatan aliran (U) akan meningkat seiring
dengan menyempitnya luas penampang saluran (A) yang terjadi akibat adanya hambatan dari bangunan
hidraulik dimana dalam kasus ini ialah model abutment. Kecepatan aliran yang paling rendah (Umin) sebesar
0,311 meter per detik terjadi pada aliran sebelum model abutment, pada jarak memanjang (x) sama dengan
0,80 meter dan debit aliran (Q) sama dengan 0,00252 meter kubik per detik, dengan kedalaman aliran (d0)
sebesar 0,054 m searah sumbu z. Kecepatan aliran yang paling tinggi (Umax) adalah sebesar 0,954 meter per
detik yang terjadi pada aliran setelah melewati model abutment, pada jarak memanjang (x) sama dengan
1,2 meter dan debit aliran (Q) sama dengan 0,00644 meter kubik per detik dengan kedalaman aliran (d0)
sebesar 0,045 meter searah sumbu z. Hal ini menunjukkan terjadinya lonjakan kecepatan pada saat aliran
menabrak struktur hidrolik, yang pada kasus ini adalah model abutment.

01
01
01
Kecepatan Aliran, U (m/s)

01
01
01
01
00
00
00
00
00
00 00 00 01 01 01 01 01 02 02 02
Jarak Memanjang, x (m)
Q1 Q2 Q3
Gambar 10. Grafik Hubungan Kecepatan Aliran (U) terhadap Jarak Memanjang (x) di Sekitar
Wing-Wall Abutment pada Uji Model Fisik Aliran tanpa Sedimen

Kecepatan aliran (U) akan meningkat seiring dengan menyempitnya luas penampang saluran (A) yang
terjadi akibat adanya hambatan dari bangunan hidraulik dimana dalam kasus ini ialah model abutment
(Gambar 10). Kecepatan aliran terendah (Umin) adalah 0,343 meter per detik yang terjadi pada aliran
sebelum abutment, pada jarak memanjang (y) sama dengan 0,2 meter sampai 0,4 meter dan debit aliran (Q)
sama dengan 0,00252 meter kubik per detik, dengan kedalaman aliran (d0) 0,049 meter dari dasar saluran
searah sumbu z. Kecepatan aliran yang tertinggi (Umax) sebesar 0,998 meter per detik terjadi setelah aliran
melewati bangunan hidraulik atau abutment, pada jarak memanjang (y) sama dengan 1,4 meter, dan debit
aliran (Q) sama dengan 0,00644 meter kubik per detik, dengan kedalaman aliran (d0) 0,043 meter dari dasar
saluran searah sumbu z. Hal ini menunjukkan terjadinya lonjakan kecepatan pada saat aliran menabrak
struktur hidrolik, yang pada kasus ini adalah model abutment.

2.2. Hasil Perhitungan Kedalaman Gerusan Lokal Maksimum


Berikut disajikan data hasil perhitungan kedalaman gerusan lokal maksimum dari hasil pengamatan
fisik.

PROSIDING
271
ISBN: 978-602-51407-1-6
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN INOVASI DAN REKAYASA (SNT2IR) 2019
PROGRAM PENDIDIKAN VOKASI UNIVERSITAS HALU OLEO

Tabel 1. Perbandingan Hasil Penelitian Terdahulu mengenai Gerusan Lokal


ds/b
Karakteristik ds/b (Pers. Empiris)
Peneliti Jenis Abutment
Aliran (lab)
Garde dan
Laursen Froehlich Melville
Raju
Semi-Circular-End
dengan variasi
M. Risyal Q = 3,78 l/s kedalaman aliran.
Affandi d50 = 0,49 m 1. d0 = 0,09 m 1,40 - 3,33 1,44 -
(2007) Gs = 2,99 2. d0 = 0,10 m 1,03 - 2,70 1,23 -
3. d0 = 0,11 m 0,83 - 2,23 1,10 -
4. d0 = 0,12 m 0,53 - 1,86 1,025 -
Gerusan lokal dengan
Q = 0,5 l/s
variasi bentuk
Afriansyah d0 = 0,055d
abutment
(2009) d50 = 0,51 mm
1. Vertical wall 1,70 - 4,02 4,09 -
Gs = 2,65
2. Wing-wall 1,20 - 3,84 2,80 -
Gerusan lokal dengan
Ahmad Q = 0,5 l/s
variasi bentuk
Fauzan d0 = 0,055d
abutment
Nasution d50 = 0,51 mm
(2009) 1. Vertical wall 1,75 - 4,02 4,09 -
Gs = 2,65
2. Wing-wall 1,15 - 2,80 3,84 -
Pengaruh debit
Fuad terhadap pola gerusan
d0 = 0.0644 m
Halim di sekitar abutment.
(2014)
d50 = 2,4 mm
1. Q = 1,434 lt/s 1,45 - - - -
2. Q = 0,703 lt/s 1,09 - - - -
1. Q = 0,25 lt/s
Semi-Circular- End 5,72 1,40 4,68 2,83 0,33
Spill-Through 4,69 1,38 4,35 2,38 0,18
Wing-Wall 5,90 1,43 2,88 2,70 0,30
2. Q = 0,43 lt/s
Hasil d50 = 5.3 mm Semi-Circular- End 5,73 1,55 6,23 3,23 0,60
Penelitian Gs = 2,99 Spill-Through 4,71 1,60 5,78 2,80 0,30
Wing-Wall 5,93 1,75 3,93 3,73 0,63
3. Q = 0,64 lt/s
Semi-Circular- End 5,74 1,88 8,60 4,15 1,05
Spill-Through 4,72 1,80 7,85 3,30 0,50
Wing-Wall 6,00 1,93 5,38 4,03 1,03
(Sumber: Hasil Penelitian)

Berdasarkan Tabel 1, hasil perhitungan kedalaman gerusan berdasarkan persamaan empiris dari
penelitian terdahulu yang mendekati hasil pengamatan di laboratorium bervariasi, hal ini disebabkan oleh
kemungkinan seperti adanya faktor kalibrasi yang berbeda, skala hidrolik kesebangunan model, dimensi
flume, kapasitas pompa, dan human error pada saat pengamatan, pengambilan, dan perhitungan data.

3. KESIMPULAN
Penambahan kedalaman gerusan pada menit-menit awal terjadi secara cepat pada variasi debit aliran.
Berdasarkan bilangan Froude dan bilangan Reynolds aliran yang terjadi untuk Fr <1 dan Re >1000 adalah
termasuk aliran turbulen sub kritis. Hasil kecepatan aliran akan semakin besar seiring dengan pembesaran
debit dan berbanding lurus dengan bilangan Froude. Kedalaman gerusan maksimum dari semua abutment
dengan berbagai kecepatan aliran terjadi pada debit aliran 0,00644 m, sedangkan kedalaman gerusan
minimum dari terjadi pada debit aliran 0,00242 m. Pada debit maksimum (Q3), kedalaman gerusan
maksimum terjadi pada abutment bentuk wing-wall sedalam 0,23 m pada bagian hulu abutment, sedangkan
kedalaman gerusan minimum terjadi pada abutment bentuk spill-through dengan kedalaman gerusan
sebesar 0,18 m pada bagian tengah abutment. Pola gerusan yang terjadi di semua abutment dengan berbagai
kedalaman aliran relatif sama meskipun dengan lebar dan kedalaman gerusan yang berbeda.
Hasil analisa pengaruh bentuk abutment terhadap kecepatan dan karakteristik aliran dasar menunjukkan
bahwa bentuk spill-through abutment merupakan bentuk yang paling efektif untuk menjaga stabilitas
kecepatan di sekitar abutment karena kecepatan aliran yang dihasilkan pada lokasi penyempitan lebih kecil
dibandingkan dengan bentuk wing-wall dan semi circular end abutment. Hasil analisa pengaruh kecepatan
aliran terhadap karakteristik material dasar menunjukkan bahwa pada kondisi diameter material dasar di
sekitar abutment sebesar 0,53 mm, pola transpor sedimen pada seluruh variasi model abutment yang diteliti
bersifat erosi atau terletak di atas ambang kecepatan erosi. Hal ini menunjukkan bahwa material dasar dapat
tergerus secara intensif dan kemudian terangkut ke lokasi lain. Faktor kecepatan aliran mempunyai

PROSIDING
272
ISBN: 978-602-51407-1-6
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN INOVASI DAN REKAYASA (SNT2IR) 2019
PROGRAM PENDIDIKAN VOKASI UNIVERSITAS HALU OLEO

hubungan yang sebanding dengan kedalaman gerusan. Semakin besar kecepatan, maka gerusan yang terjadi
juga semakin dalam. Hasil model numerik telah menunjukkan validasi terhadap model fisik, sehingga
simulasi numerik dapat dilakukan dalam skala penelitian studi kasus.
Gerusan minimum terjadi di sekitar spill-through abutment pada debit aliran maksimum, hal ini
menunjukkan bahwa abutment dengan bentuk spill-through merupakan pilihan yang sangat
direkomendasikan dibandingkan dengan bentuk lainnya, untuk dijadikan pedoman dalam merencanakan
(design) dan atau membangun abutment jembatan di atas lintas aliran air.
Disarankan untuk penelitian kedepan tentang pemodelan gerusan pada struktur bawah jembatan,
disarankan untuk memperluas analisi tentang interaksi gerusan lokal dan kontraksi. Uji model fisik harus
dilakukan dengan lebar abutment yang lebih bervariasi, untuk mendapatkan hubungan yang lebih general.
Penggunaan alat seperti Accoustic Doppler Velocimeter (ADV) sangat dibutuhkan untuk membantu
mempersingkat dalam pengambilan data kecepatan skala laboratorium.

PUSTAKA

Abrari, L., Talebbeydokhti, N., dan Sahraei, S., 2015, Investigation of Hydraulic Performance of Piano
Shaped Weirs Using Three Dimensional Numerical Modeling, Iranian Journal of Science and
Technology, Transactions of Civil Engineering Volume 39 Number C2 pp 539-558, Iran: Shiraz
University.
Cardoso, A.H. and Bettess R. (1999) “Effects of Time and Channel Geometry on Scour at Bridge
Abutments”, Journal of Hydraulic Engineering, ASCE Vol. 125 No. 4, pp 388–399
Chrisohoides, A. and Sotiropoulos, F. (2003) “Experimental visualization of Lagrangian coherent structures
in aperiodic flows”, Physics of Fluids, Vol. 15, No. 3, pp 25-28
Chrisohoides, A., Sotiropoulos, F. and Strum, T. W. (2003) “Coherent structures in flatbed abutment flow:
computational fluid dynamics simulations and experiments”, Journal of Hydraulic Engineering, Vol.
129, No. 3,pp 177-186
Dey, S. and Barbhuiya, A. K. (2006a) “Velocity and turbulence in a scour hole at a vertical-wall abutment”,
Flow Measurement and Instrumentation, 17, pp 13-21
Hanwar, S. 1999. Gerusan Lokal di Sekitar Abutment Jembatan. Tesis. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada.
Kayatürk, Ş. Y. (2005) “Scour and Scour Protection at Bridge Abutments” PhD Thesis submitted to METU
Graduate School of Natural and Applied Sciences, Ankara, Turkey
Kayser, M. and Gabr, M.A. (2013) “Scour Assessment of Bridge Foundations Using an In-Situ Erosion
Evaluation Probe (ISEEP)” Proc. of 92nd Transportation Research Board Annual Meeting, January
13-17, Washington, D.C.
Kothyari, U.C. and Ranga Raju, K.G. (2001) “Scour Around Spur Dikes and Bridge Abutments”, Journal
of Hydraulic Research, IAHR, Vol. 39, No.4, pp367-374
Kwan, T. F. (1988) "A study of abutment scour", Rep. No. 451, School of Engineering, University of
Auckland, Auckland, New Zealand
Lim, S. (1997) “Equilibrium clear-water scour around an abutment”, Journal of Hydraulic Engineering,
Vol.123, No. 3, pp 237-243
Melville, B. W. (1992) “Local scour at bridge abutments” Journal of Hydraulic Engineering, Vol. 118, No.
4, pp 615-631
Melville, B. W. (1995) “Bridge Abutment Scour in Compound Channels”, Journal of Hydraulic
Engineering, Vol. 121, No. 12, pp 863-868
Melville, B. W. (1997) “Pier and abutment scour: integrated approach” Journal of Hydraulic Engineering,
Vol. 123, No. 2, pp 125-136
Melville, B. W. and Coleman, S. E. (2000) “Bridge Scour” Water Resources Publications, LLC, Colorado,
U.S.A.
Molinas, A., Kheireldin, K. and Wu, B. (1998) “Shear Stress around Vertical Wall Abutments”, Journal of
Hydraulic Engineering, Vol. 124, No. 8, pp 822-830
Morales, R. and Ettema, R. (2013) “Insights from Depth-Averaged Numerical Simulation of Flow at Bridge
Abutments in Compound Channels”, Journal of Hydraulic Engineering, Vol. 139, No. 5, pp 470–
481
Richardson, J.R. and Richardson, E.V. (1993) “Discussion of Melville (1992)”, Journal of Hydraulic
Engineering, Vol. 119, pp 1069-1071.

PROSIDING
273
ISBN: 978-602-51407-1-6

Anda mungkin juga menyukai