PENDAHULUAN
1
5. Bagaimanakah tanda dan gejala yang menunjukkan anak menderita ADHD?
6. Bagaimanakah tumbuh kembang anak ADHD?
7. Bagaimanakah pendidikan kesehatan pada orangtua yang memilki anak ADHD?
8. Bagaimankah peran perawat pada anak ADHD?
9. Pemeriksaan apa sajakah yang dapat menegakkan diagnosa seorang anak
menderita ADHD?
10. Komplikasi apa saja yang dapat ditimbulkan dari anak yang menderita ADHD?
11. Bagaimanakah penatalaksanaan pada anak ADHD?
12. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada anak ADHD?
1.3 Tujuan
2. Tujuan Umum
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kesehatan
Jiwa II , serta untuk mengetahui pemberian asuhan keperawatan pada pasien
dengan Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD).
3. Tujuan Khusus
a. Bagi pembaca : diharapkan dengan paparan materi yang diberikan dapat
memberika pengetahuan mengenai anak dengan ADHD.
b. Bagi penyusun : setelah penyusunan makalah ini diharapkan penyusun dapat
lebih memahami materi mengenai anak ADHD, yaitu :
- Untuk mengetahui definisi ADHD
- Untuk mengetahui penyebab seorang anak menderita ADHD
- Untuk mengetahui patofisiologi dari ADHD
- Untuk mengetahui tanda dan gejala yang menunjukkan anak menderita
ADHD
- Untuk mengetahui tumbuh kembang anak ADHD
- Untuk mengetahui pemberian Nutrisi yang tepat pada anak ADHD
- Untuk mengetahui pendidikan kesehatan pada orangtua yang memilki anak
ADHD
- Untuk mengetahui bagaimankah peran perawat pada anak ADHD
- Untuk mengetahui pemeriksaan apa sajakah yang dapat menegakkan
diagnosa seorang anak menderita ADHD
- Untuk mengetahui komplikasi apa saja yang dapat ditimbulkan dari anak
yang menderita ADHD
2
- Untuk mengetahui penatalaksanaan pada anak ADHD
- Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak ADHD
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
2.2 Etiologi
Berbagai penelitian menunjukkan penyebab terjadinya gangguan ini, meliputi
berbagai faktor yang berpengaruh terhadap fungsi otak.
1. Faktor Penyebab
a. Faktor Genetik
Hier (1980) telah menunjukkan adanya hubungan anatara faktor genetik
dan penyebab gangguan ini, yaitu pada anak laki-laki dengan kelebihan Y
kromosom (XYY) menunjukkan peningkatan kejadian hiperaktivitas yang
menyertai kemampuan verbal dan performance rendah. Masalah kesulitan
memusatkan perhatian dan kesulitan belajar juga diakibatkan adanya cacat
genetik. Pada anak perempuan dengan kromosom 45, XO juga menunjukkan
kesulitan memusatkan perhatian dan kesulitan menulis dan menggambar ulang.
b. Faktor Neurologik dan Proses dalam Otak
Rutter berpendapat bahwa ADHD adalah gangguan fungsi otak, oleh
karena itu didapatkan defisit aktivasi yang disebabkan oleh adanya patologi di
area prefrontal dan atau sagital frontal pada otak dengan predominasi pada
korteks otak. Adanya kerusakan otak merupakan resiko tinggi terjadinya
gangguan psikiatrik termasuk ADHD. Kerusakan otak pada janin dan neonatal
paling sering disebabkan oleh kondisi hipoksia. Keadaan hipoksia memiliki
kecenderungan menyebabkan terjadinya patologi yang merata pada korteks otak
yang menimbulkan gangguan fungsi integrasi koordinasi dan pengendalian
kortikal. Korteks frontal dianggap memiliki peran penting dalam aktivasi dan
integrasi lebih lanjut dari bagian otak lain. Oleh karena itu, patologi yang merata
pada korteks otak dianggap sebagai penyebab terjadinya gejala lobus frontalis.
c. Faktor Neurotransmitter
Berbagai penelitian menunjukkan hasil bahwa gejala aktivitas motorik
yang berlebihan pada ADHD secara patofisiologi disebabkan oleh fungsi
norepinefrin abnormal. Sedangkan gejala lain , yang tidak mampu memusatkan
perhatian dan penurunan vigilance disebabkan oleh fungsi dopaminerjik
abnormal. Gangguan pada sistem norepinefrin berpean pada terjadinya gejala
ADHD, tetapi tidak menjadi penyebab tunggal. Terjadinya ADHD disebabkan
oleh beberapa sistem yang berbeda tetapi memiliki hubungan yang erat. Sistem
tersebut memiliki peran yang berbeda terhadap metabolisme dopamin atau
norepinefrin. Meskipun berbagai obat anti ADHD memiliki komposisi kimiawi
5
berbeda, mekanisme kerja obat tersebut sama baik dengan dopaminerjik ataupun
norepinefrinerjik. Norepinefrin dan dopamin adalah poten agonis pada reseptor
D4 di celah pascasinaptik, gen reseptor dopamin D4 (DRD 4) sampai saat ini
telah dianggap sebagai penyebab gangguan ini ( Landau et al., 1997 ;
Biederman, 2000)
d. Faktor Psikososial
Willis dan Lovaas berpendapat bahwa perilaku hiperaktivitas disebabkan
oleh buruknya rangsang pengendalian oleh perintah dari ibu, dan pengaturan
perilaku yang buruk pada anak timbul dari manjemen pengasuhan orangtua
yang buruk.
Berbagai penelitian juga menunjukkan adanya pengaruh faktor lingkungan
terhadap terjadinya gangguan ini seperti stimulasi berlebihan oleh orangtua pada
waktu mengasuh anak dan masalah psikologis yang terjadi pada orngtua.
e. Faktor Lingkungan
Berbagai toksin endogen juga pernah dianggap sebagai penyebab
ADHD. Seperti keracunan timbal, aditif makanan, dan reaksi alergi. Akan tetapi
berbagai penelitian terhadap faktor tersebut belum ada yang menunjukkan bukti
adanya hubungan yang bermakna antara faktor tersebut dengan ADHD.
2. Faktor Predisposisi
a. Teori psikodonamika.
Teori Mahler (1975) mengusulkan bahwa anak dengan ADHD adalah
tetap pada fase simbiotik dari perkembangan dan belum membedakan diri
dengan ibunya. Perkembangan ego mundur, dan dimanifestasikan perilaku
impulsif dan diperintahkan oleh id.
b. Teori biologia.
DSM-III-R menyatakan bahwa abnormalitas sistem saraf pusat (SSP),
seperti adnya neurotoksin-neurotoksin, serebral palsi, epilepsi, dan perilaku-
perilaku neurologis yang menyimpang lainnya, disebut sebagai faktor
predisposisi. Lingkungan-lingkungan yang tidak teratur atau semrawut serta
penyiksaan dan pengabaian terhadap anak dapat merupakan faktor-faktor
predisposisi pada beberapa kasus.
c. Teori dinamika keluarga.
6
Bowen (1978) mengusulkan bahwa bila ada hubungan pasangan
disfungsional, fokus dari gangguan dipindahkan pada anak, dimana perilakunya
lambat laun mulai mencerminkan pola-pola dari gangguan fungsi system.
2.3 Patofisiologi
Patofisiologi ADHD atau di indonesia dikenal dengan GPPH (Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif) memang tak jelas. Ada sejumlah teori yang
membicarakan patofisiologi ADHD. Penelitian pada anak ADHD telah menunjukkan
ada penurunan volume korteks prefrontal sebelah kiri, Penemuan ini menunjukkan
bahwa gejala ADHD inatensi, hiperaktivitas dan impulsivitas menggambarkan adanya
disfungsi lobus frontalis, tetapi area lain di otak khususnya cerebellum juga terkena.
Penelitian “neuroimaging” pada anak ADHD tak selalu memberikan hasil
yang konsisten, pada tahun 2008 hasilnya neuroimaging hanya digunakan untuk
penelitian, bukan untuk membuat diagnosa. Hasil penelitian “neuroimaging”,
neuropsikologi genetik dan neurokimiawi mendapatkan ada 4 area frontostriatal yang
memainkan peran patofsiologi ADHD yakni : korteks prefrontal lateral, korteks
cingulate dorsoanterior, kaudatus dan putamen. Pada sebuah penelitian anak ADHD
ada kelambatan perkembangan struktur otak tertentu rata-rata pada usia 3 tahun, di
mana gejala ADHD terjadi pada usia sekolah dasar.
Kelambatan perkembangan terutama pada lobus temporal dan korteks frontalis
yang dipercaya bertanggung jawab pada kemampuan mengontrol dan memusat-kan
proses berpikirnya. Sebaliknya, korteks motorik pada anak hiperaktif terlihat
berkembang lebih cepat matang daripada anak normal, yang mengakibatkan adanya
perkembangan yang lebih lambat dalam mengontrol tingkah lakunya, namun ternyata
lebih cepat dalam perkembangan motorik, sehingga tercipta gejala tak bisa diam, yang
khas pada anak ADHD. Hal ini menjadi alasan bahwa pengobatan stimulansia akan
mempengaruhi faktor pertumbuhan dari susunan saraf pusat.
7
Pada pemeriksaan laboratorium telah didapatkan bahwa adanya 7 repeat allele
DRD4 gene (Dopamine 04 receptor gene) di mana merupakan 30% risiko genetik
untuk anak ADHD di mana ada penipisan korteks sebelah kanan otak, daerah otak ini
penebalannya jadi normal sesudah usia 10 tahun bersamaan dengan kesembuhan
klinis gejala ADHD.
Dari aspek patofisiologik, ADHD dianggap adanya disregulasi dari
neurotransmitter dopamine dan norepinephrine akibat gangguan metabolisme
catecholamine di cortex cerebral. Neuron yang menghasilkan dopamine dan
norepinephrine berasal dari mesenphalon. Nucleus sistem dopaminergik adalah
substansia nigra dan tigmentum anterior dan nucleus sistem norepinephrine adalah
locus ceroleus.
8
d. Segera tidak mendengar sewaktu diajak bicara
e. Sering tidak mengikuti perintah/cenderung menentang dan tidak memahami
perintah
f. Sering tidak dapa mengorganisir / mengatur tugas-tugas / aktivitasnya
g. Sering menolak, tidak menyenangi untuk terikat pada tugas-tugas yang
menuntut ketahanan mental
h. Sering kehilangan barang
i. Perhatiannya mudah beralih
j. Pelupa
2. Hiperaktivitas
Yaitu anak ADHD juga menunjukkan aktivitas yang sangat berlebihan atau tidak
sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik aktivitas motorik maupun verbal.
Berikut merupakan perilaku anak yang menunjukkan hiperaktivitas:
a. Kaki dan tangan tidak dapat tenang
b. Berteriak-teriak di tempat duduknya
c. Sering meninggalkan tempat duduknya sewaktu di kelas
d. Berlari kesana kemari
e. Sulit melakukan aktivitas/bermain dengan tenang
f. Ada saja hal yang dilakukan
g. Seringkali berbicara dengan suara yang keras
3. Impulsivitas atau Perilaku Impulsif
Anak yang menderita ADHD pada umumnya tidak mampu menghambat tingkah
lakunya pada waktu memberikan respon terhadap tuntutan situasional
dibandingkan dengan anak normal dengan umur dan jenis kelamin yang sama.
Berikut merupakan perilaku impulsif yang mencirikan sebagai anak penderita
ADHD:
a. Menjawab sebelum selesai pertanyaan
b. Sulit menunggu giliran
c. Sering menginterupsi atau mengintrusi orang lain (misal orang lain
sedang berbicara atau bermain)
9
2.5 Tumbuh Kembang Anak ADHD
1. ADHD sebagai Gangguan Perkembangan
Gangguan perilaku ADHD merupakan gangguan perkembangan yang berawal dari
masa kanak-kanak dengan manifestasi gangguan perilaku yang kadang justru
semakin jelas pada usia-usia sesudahnya (Durand & Barlow, 2006). Gangguan
ADHD akan mengganggu kapasitas untuk mengatur dan mencegah perilaku yang
tidak semestinya, serta mengganggu atensi dalam melaksanakan tugas
perkembangan secara semestinya (Rief, 2008). Anak dengan ADHD akan
mengalami hambatan dalam prinsip sekuensial perkembangan manusia. Prinsip
sekuensial sendiri adalah kemampuan yang dicapai pada fase sebelumnya yang
akan menjadi pijakan perkembangan pada masa sesudahnya dengan tidak
menghilangkan kemampuan sebelumnya tersebut, dan sebaliknya (Taylor &
Houghton, 2008).
2. ADHD sebagai Gangguan Maladaptive
Jika dilihat dari perilaku yang ditunjukkan oleh anak ADHD, maka termasuk
dalam gangguan perilaku maladaptive. Maksudnya adalah perilaku-perilaku yang
muncul pada ADHD, yakni terlalu banyak bergerak, kehilangan perhatian, dan
impulsif akan menyebabkan hambatan penyesuaian diri dengan lingkungan
(maladaptif). Hal tersebut dapat terjadi karena anak kesulitan memilah stimulus
yang semestinya direspon dan diabaikan. Perilaku maladaptif pada anak ADHD
dikarenakan tidaka adanya kemampuan untuk mengontrol aktivitasnya sesuai
permintaan lingkungan. Adapun pada gejala impulsifitas, perilaku maladaptive
muncul karena mereka terlalu cepat an tidak terarah dalam merespon stimulasi
lingkungannya (Hardman, 1990)
3. ADHD sebagai Permasalahan Akademik
Hubungan anatara ADHD dengan gangguan belajar sangat bisa dimengerti ketika
anak dengan ADHD kehilangan perhatian dan konsentrasi pada pelajarannya, dan
justru beralih perhatian pada situasi-situasi umum di lingkungan belajarnya seperti
gambar di dinding. Pada siswa hiperaktif-impulsif memiliki kecenderungan yang
selalu bergerak dan berpindah tempat, serta perilaku yang terburu – buru dan tidak
bisa dikendalikan yang mengahambat proses belajarnya. Secara umum gangguan
belajar anak ADHD dalam membaca dan menulis adalah kehilangan konsentrasi
dan tidak bisa fokus. Dalam matematika, anak ADHD seringkali kesulitan dalam
10
membaca tanda operasi hitungan dan kesulitan dalam memahami dan
mengerjakan soal cerita.
11
konsep diri yang negatif. Anak akan merasa bahwa dirinya buruk, selalu gagal,
tidak mampu, dan ditolak.
3. Masalah bicara
Anak hiperaktif biasanya suka berbicara, dia banyak berbicara, namun
sesungguhnya kurang efisien dalam berkomunikasi. Gangguan pemusatan
perhatian membuat dia sulit melakukan komunikasi yang timbal balik, anak
ADHD cenderung banyak bergerak sehingga kurang mampu merespon lawan
bicara secara tepat.
4. Masalah fisik
Secara umum anak hiperaktif memiliki tingkat kesehatan fisik yang tidak
sebaik anak lain, beberapa gangguan seperti asma, alergi, dan infeksi
tenggorokan sering dijumpai. Pada saat tidur biasanya juga tidak setenang
anak-anak lain. Banyak anak hiperaktif yang sulit tidur dan sering terbangun
pada malam hari. Selain itu, tingginya tingkat aktivitas fisik anak juga
beresiko tinggi untuk mengalami kecelakaan seperti terjatuh, terkilir, dan
sebagainya.
12
4. Mengatur rutinitas sehari-hari
a. Tetapkan jadual sehari-hari
b. Minimalkan perubahan
5. Penyuluhan dan dukungan kepada klien/keluarga dengan mendengarkan perasaan
dan frustasi orang tua
6. Berikan nutrisi yang adekuat pada anak yang mengalami ADHD
Selain itu juga ada pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa ADHD
yaitu dengan Skrining DDTK pada anak pra sekolah dengan ADHD. Tujuannya
adalah untuk mengetahui secara dini anak adanya Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas (GPPH) pada anak umur 36 bulan ke atas.
Jadwal deteksi dini GPPH pada anak prasekolah dilakukan atas indikasi atau bila
ada keluhan dari orang tua/pengasuh anak atau ada kecurigaan tenaga kesehatan,
kader kesehatan, BKB, petugas PADU, pengelola TPA, dan guru TK.Keluhan
tersebutdapat berupa salah satu atau lebih keadaan di bawah ini :
1. Anak tidak bisa duduk tenang
13
2. Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah
3. Perubahan suasan hati yang yang mendadak/impulsive
Alat yang digunakan adalah formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatian
dan Hiperaktivitas/GPPH (Abbreviated Conners Ratting Scale) yaitu formulir yang
terdiri dari 10 pertanyaan yang ditanyakan kepada orangtua / pengasuh anak / guru
TK dan pertanyaan yang perlu pengamatan dari pemeriksa.
1. Cara menggunakan formulir deteksi dini GPPH :
a. Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu persatu perilaku
yang tertulis pada formulir deteksi dini GPPH. Jelaskan kepada orangtua /
pengasuh anak untuk tidak ragu-ragu atau takut menjawab.
b. Lakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan pertanyaan pada
formulir deteksi dini GPPH.
c. Keadaan yang ditanyakan/diamati ada pada anak dimanapun anak
berada,missal ketika di rumah, sekolah, pasar, toko, dll. Setiap saat dan ketika
anak dengan siapa saja.
d. Catat jawaban dan hasil pengamatan perilaku anak selama dilakukan
pemeriksaan. Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab
14
9 Suasana hatinya mudah berubah dengan cepat dan drastis
10 Ledakkan kekesalan, tingkah laku eksplosif dan tak terduga
Jumlah
Nilai total :
3. Interpretasi :
a. Nilai 0 : jika keadaan tersebut tidak ditemukan pada anak
b. Nilai 1 : jika keadaan tersebut kadang-kadang ditemukan pada anak
c. Nilai 2 : jika keadaan tersebut sering ditemukan pada anak
d. Nilai 3 : jiak keadaan tersebut selalu ada pada anak.
Bila nilai total 13 atau lebih anak kemungkinan dengan GPPH.
4. Intervensi :
a. Anak dengan kemungkinan GPPH perlu dirujuk ke Rumah Sakit
yangmemiliki: fasilitas kesehatan jiwa/tumbuh kembang anak untuk konsultasi
lebih lanjut.
b. Bila nilai total kurang dari 13 tetapi anda ragu-ragu, jadwalkan pemeriksaan
ulang 1 bulan kemudian. Ajukan pertanyaan kepada orang-orang terdekat
dengan anak (orang tua, pengasuh, nenek, guru,dsb).
2.8 Komplikasi
1. Diagnosis sekunder-gangguan konduksi, depresi, dan penyakit ansietas.
2. Pencapaian akademik kurang, gagal di sekolah, sulit membaca dan mengerjakan
aritmatika (seringkali akibat abnormalitas konsentrasi).
3. Hubungan dengan teman sebaya buruk (seringkali akibat perilaku agresif dan
kata-kata yang diungkapkan).
1. Perawatan
Menurut Baihaqi dan Sugiarmin (2006) perawatan yang dapat dilakukan orang tua
terhadap anak yang menderita ADHD antara lain :
a. Terapi medis : Mengendalikan simptom-simptom ADHD di sekolah dan
rumah
15
b. Pelatihan manajemen orang tua : Mengendalikan perilaku anak yang merusak
di rumah, mengurangi konflik antara orangtua dan anak serta meningkatkan
pro-sosial dan perilaku regulasi diri
c. Intervensi pendidikan : Mengendalikan perilaku yang merusak di kelas,
meningkatkan kemampuan akademik serta mengajarkan perilaku pro sosial
dan regulasi diri
d. Merencanakan program-program bulanan : Melakukan penyesuaian di rumah
dan keberhasilan ke depan di sekolah dengan mengombinasikan perlakukan
tambahan dan pokok dalam program terapi
e. Melakukan konseling keluarga : Coping terhadap stres keluarga dan individu
yang berkaitan dengan ADHD, termasuk kekacauan hati dan permasalahan
suami istri
f. Mencari kelompok pendukung : Menghubungkan anak dewasa dengan orang
tua anak ADHD lainnya, berbagi informasi dan pengalaman mengenai
permasalahan umum dan memberi dukungan moral
g. Melakukan konseling individu : Memberi dukungan di mana anak dapat
membahas permasalahan dan curahan hati pribadinya
2. Pengobatan
Pengobatan terhadap anak dengan ADHD umumnya dilakukan dengan berbagai
pendekatan termasuk program pendidikan khusus, modifikasi perilaku,
pengobatan melalui obat-obatan dan konseling. Disamping pendekatan yang
kontroversial antara lain melakukan diet khusus dan penggunaan obat-obatan serta
vitamin-vitamin tertentu (Delphie, 2006).
Menurut Videbeck (2008) obat stimulan yang sering digunakan untuk mengobati
ADHD antara lain :
a. Metilfenidat (Ritalin)
Dosis 10-60 dalam 2 – 4 dosis yang terbagi. Intervensi keperawatan pantau
supresi nafsu makan yang turun, atau kelambatan pertumbuhan, berikan
setelah makan, efek obat lengkap dalam 2 hari.
b. Dekstroamfetamin (Dexedrine) amfetamin (Adderall)
16
Dosis 3-40 dalam 2 atau 3 dosis yang terbagi. Intervensi keperawatan, pantau
adanya insomnia, berikan setelah makan untuk mengurangi efek supresi nafsu
makan, efek obat lengkap dalam 2 hari
c. Pemolin (Cylert)
Dosis 37,5-112,5 dalam satu dosis harian. Intervensi keperawatan pantay
peningkatan tes fungsi hati dan supresi nafsu makan, dapat berlangsung 2
minggu untuk mencapai efek obat yang lengkap
Sebagian orang tua merasa khawatir bahwa obat yang diminum akan
memgakibatkan si anak menjadi lebih agresif atau nantinya akan membuat dia
ketagihan obat atau minuman beralkohol. Kekhawatiran ini tidak dapat
dibenarkan. Pada kenyataannya, anak dengan ADHD yang tidak mendapatkan
penanganan yang baik cenderung lebih agresif atau menjadi ketagihan obat-
obatan dan minuman beralkohol
17
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN ADHD
3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
ADHD terjadi pada anak usia 3 tahun, anak laki – laki cenderung memiliki
kemungkinan4x lebih besar dari perempuan untuk menderita ADHD.
2. Keluhan utama
Keluarga mengatakan anaknya tidak bisa diam, kaki atau tangannya
bergerak terus
3. Riwayat penyakit sekarang
Orang tua atau pengasuh melihat tanda – tanda awal dari ADHD :
a. Anak tidak bisa duduk tenang
b. Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah
c. Perubahan suasan hati yang yang mendadak/impulsive
4. Riwayat penyakit sebelumnya
Tanyakan kepada keluarga apakah anak sebelumnya pernah mengalami cedera
otak.
5. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada faktor genetik yang diduga
sebagai penyebab dari gangguan hiperaktivitas pada anak.
6. Riwayat psiko,sosio, dan spiritual
Anak mengalami hambatan dalam bermain dengan teman dan membinahubungan
dengan teman sebaya nya karena hiperaktivitas dan impulsivitas
7. Riwayat tumbuh kembang
a. Prenatal : Ditanyakan apakah ibu ada masalah asupan alcohol atau obat-obatan
selama kehamilan
b. Natal : Ditanyakan kepada ibu apakah ada penyulit selama persalinan.
lahir premature, berat badan lahir rendah (BBLR)
c. Postnatal : Ditanyakan apakah setelah lahir langsung diberikan imunisasi
apatidak.8.Riwayat imunisasiTanyakan pada keluarga apakah anak mendapat
imunisasi lengkap.Usia <7 hari anak mendapat imunisasi hepatitis B Usia 1
18
bulan anak mendapat imunisasi BCG dan Polio IUsia 2 bulan anak mendapat
imunisasi DPT/HB I dan Polio 2 Usia 3 bulan anak mendapat imunisasi
DPT/HB II dan Polio 3 Usia 4 bulan anak mendapat imunisasi DPT/HB III
dan Polio 4 Usia 9 bulan anak mendapat imunisasi campak
8. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang biasanya ditemukan pada anak dengan gangguan
hiperaktif mencakup :
a. Rambut yang halus
b. Telinga yang salah bentuk
c. Lipatan-lipatan epikantus
d. Langit-langit mulut yang melengkung tinggi
e. Kerutan-kerutan telapak tangan yang hanya tunggal saja
f. Terdapat gangguan keseimbangan, astereognosis, disdiadokhokinesis serta
permasalahan-permasalahan di dalam koordinasi motorik yang halus.
9. Activity daily living ( ADL )
a. Nutrisi
Anak nafsu makan nya berkurang (anarexia).
b. Aktivitas
Anak sulit untuk diam dan terus bergerak tanpa tujuan
c. Eliminasi
Anak tidak mengelamai ganguan dalam eliminasi
d. Istirahat tidur
Anak mengalami gangguan tidur
e. Personal Higiane
Anak kurang memperhatikan kebersihan diri nya sendiri dan sulit di atur
19
3.3 Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa 1 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif
a. Tujuan :
Anak mampu untuk mencapai tidur tidak terganggu selama 6 sampai 7 jamn
setiap malam
b. Kriteria hasil:
1) Anak mengungkapkan tidak adanya gangguan-gangguan pada waktu tidur
2) Tidak ada gangguan-gangguan yang diamati oleh perawat
3) Anak mampu untuk mulai tidur dalam 30 menit dan tidur selama 6 sampai 7
jam tanpa terbangun
c. Intervensi :
1) Amati pola tidur anak, catat keadaan-keadaan yang menganggu tidur
Rasional : Masalah harus diidentifikasi sebelum bantuan dapat diberikan
2) Kaji gangguan-gangguan pola tidur yang berlangsung berhubungan
dengan rasa takut dan ansietas-ansietas tertentu
Rasional : Ansietas yang dirasakan oleh anak dapat mengganggu pola tidur
anak sehingga perlu diidentifikasi penyebabnya
3) Duduk dengan anak sampai dia tertidur
Rasional : kehadiran seseorang yang dipercaya memberikan rasa aman
4) Pastikan bahwa makanan dan minuman yang mengandung kafein
dihilangkan dari diet anak
Rasional : Kafein adalah stimulan SSP yang dapat mengganggu tidur
5) Berikan sarana perawatan yang membantu tidur (misalnya : gosok
punggung, latihan gerak relaksasi dengan musik lembut, susu hangat dan
mandi air hangat)
Rasional : Sarana-sarana ini meningkatkan relaksasi dan bisa membuat
tidur
6) Buat jam-jam tidur yang rutin, hindari terjadinya deviasi dari jadwal ini
Rasional : Tubuh memberikan reaksi menyesuaikan kepada suatu siklus
rutin dari istirahat dan aktivitas
20
7) Beri jaminan ketersediaan kepada anak jika dia terbangun pada malam hari
dan dalam keadaan ketakutan
Rasional : Kehadiran seseorang yang dipercaya memberikan rasa aman
21
Rasional : Aspek positif yang dimiliki anak dapat mengembangkan
rencana-rencana untuk merubah karakteristik yang dilihatnya sebagai hal
yang negatif.
5) Bantu anak mengurangi penggunaan penyangkalan sebagai suatu
mekanisme bersikap membela. Memberikan bantuan yang positif untuk
identifikasi masalah dan pengembangan dari perilaku-perilaku koping
yang lebih adaptif.
Rasional : Memberikan bantuan yang positif untuk identifikasi amsalah
dan pengembangan dari perilaku-perilaku koping yang lebih adaptif.
Penguatan positif membantu meningkatkan harga diri dan meningkatkan
penggunaan perilaku-perilaku yang dapat diterima oleh pasien.
6) Memberi dorongan dan dukungan kepada anak dalam menghadapi rasa
takut terhadap kegagalan dengan mengikuti aktivitas-aktivitas terapi dan
melaksanakan tugas-tugas baru. Beri pangakuan tentang kerja keras yang
berhasil dan penguatan positif untuk usaha-usaha yang dilakukan
Rasional : Pengakuan dan pengyatan positif meningkatkan harga diri
7) Beri umpan balik positif kepada klien jika melakukan perilaku yang
mendekati pencapaian tugas.
Rasional : Pendekatan ini yang disebut shaping adalah prosedur perilaku
ketika pendekatan yang beturut-turut akan perilaku yang diinginkan,
dikuatkan secara positid. Hal ini memungkinkan untuk memberikan
penghargaan kepada klien saat ia menunjukkan harapan yang sebenarnya
secara bertahap.
3. Diagnosa 3 : Isolasi sosial menarik diri berhubungan harga diri rendah sekunder
terhadap prestasi yang buruk
a. Tujuan :
Anak dapat mengembangkan hubungan dengan orang lain atau anak lain
b. Kriteria hasil :
1) Berhasil menyelesaikan kewajiban atau tugas dengan bantuan
2) Menunjukkan keterampilan sosial yang dapat diterima ketika berinteraksi
dengan staf atau anggota keluarga
3) Berhasil berpartisipasi dalam lingkungan pendidikan
4) Menunjukkan kemampuan menyelesaikan satu tugas secara mandiri
22
5) Menunjukkan kemampuan menyelesaikan tugas dengan diingatkan
6) Mengungkapkan pernyataan positif tentang dirinya
7) Menunjukkan keberhasilan interaksi dengan anggota keluarga
c. Intervensi :
1) Identifikasi faktor yang memperburuk dan mengurangi perilaku klien.
Rasional : Stimulus eksternal yang memperburuk masalah klien dapat
diidentifikasi dan diminimalkan. Demikian juga stimulus yang
mempengaruhi klien secara positif dapat digunakan dengan efektif
2) Berikan lingkungan yang sedapat mungkin bebas dari distraksi. Lakukan
intervensi satu pasien-satu perawat dan secara bertahap tingkatkan jumlah
stimulus lingkungan
Rasional : Kemampuan klien untuk menghadapi stimulus eksternal
terganggu
3) Tarik perhatian klien sebelum memberikan instruksi (yaitu panggil nama
klien dan lakukan kontak mata)
Rasional : Klien harus mendengarkan instruksi sebagai langkah awal untuk
patuh]
4) Berikan instruksi secara secara berlahan dengan menggunakan bahasa
yangs ederhana dan petunjukk yang kongkret
Rasional : Kemampuan klien dalam memahami instruksi terganggu
(terutama jika instruksi tersebut kompleks dan abstraks)
5) Minta klien untuk mengulangi instruksi sebelum memulai tugas
Rasional : Pengulangan menunjukkan bahwa klien menerima informasi
yang akurat
6) Bagi tugas yang kompleks menjadi rugas-tugas kecil
Rasional : Kemungkinan untuk berhasil akan meningkat dengan kurangnya
komponen tugas yang rumit
7) Berikan umpan balik positif untuk pencapaian setiap tahap
Rasional : Kesempatan klien untuk mendapatkan keberhasilan dapat
meningkat dengan memperlakukan setiap tahap sebagai kesempatan untuk
berhasil
8) Izinkan berisitirahat klien dapat berjalan-jalan
23
Rasional : Energi kegelisahan klien dapat disalurkan melalui cara yang
tepat/dapat diterima sehingga ia dapat menyelesaikan tugas yang akan
datang dengan lebih efektif
24
mencoba untuk bunuh diri telah menyampikan maksudnya baik secara
verbal atau nonverbal.
3) Tentukan maksud dan alat - alat yang memungkinkan untuk bunuh diri.
Tanyakan “apakah anda memiliki rencana untuk bunuh diri?” dan
“bagaimana rencana anda untuk melakukannya?”
Rasional : Pertanyaan-pertanyaan yang langsung menyeluruh dan
mendekati adalah cocok untuk hal seperti ini. Anak yang memiliki
rencana yang dapat digunakan adalah beresiko lebih tinggi dari pada
yang tidak.
4) Dapatkan kontrak verbal atau tertulis dari anak yang menyatakan
persetujuannya untuk tidak mencelakakan diri sendiri dan menyetujui
untuk menemukan orang lain pada kondisi dimana pemikiran kearah
tersebut muncul.
Rasional : Diskusi tentang perasaan-perasaan untuk mencelakai diri
sendiri dengan seseorang yang dipercaya memberikan suatu derajat
perasaan lega pada anak. Suatu perjanjian membuat permasalahan
menjadi terbuka dan menempatkan beberpa tanggung jawab untuk
keamanan dengan anal. Suatu sikap menerima anak sebagai seseorang
yang patut diperhatikan telah disampaikan
5) Bantu anak mengenali kapan kemarahan terjadi dan untuk menerima
perasaan- perasaan tersebut sebagai miliknya sendiri. Apakah anak telah
menyimpan suatu buku catatan kemarahan dimana catatan yang dialami
dalam 24 jam disimpan.
Rasional : Informasi tentang sumber tambahan dari marahan, respon
perilaku dan persepsia anak terhadapa situasi ini harus dicatat. Diskusikan
apapun data dengan anak anjurkan juga respon - respon perilaku
alternatif yang diidentifikasi sebagai maladaptif
6) Bertindak sebagai model peran untuk ekspresi yang sesuai dari
percobaan.
Rasional : Hal ini vital bahwa anak mengekspresikan perasaan - perasaan
marah, karena mencelakai diri dan perilaku merusak diri sendiri lainnya
seringkali terlihat sebagai suatu akibat dari kemarahan diarahkan pada diri
sendiri
7) Singkirkan semua benda- benda yang berbahaya dari lingkungan anak.
25
Rasional : Keamana fisik anak adalah prioritas dari keperawatan, dan juga
untuk menhindari anak melakukannya pada orang lain.
8) Usahakan untuk bisa tetap bersama anak jika tingkat kegelisahan dan
tegangan mulai meningkat.
Rasional : Hadirnya seseorang yang dapat dipercaya memberikan rasa
aman.
26
Rasional : penghargaan terhadap prestasi anak akan meningkatkan
kepercayaan diri anak
5) Ajarkan kepada orang tua tentang hal-hal penting dalam perkembangan
anak.
Rasional : Pengetahuan dari orang terdekat akan membantu anak dalam
mencapai tahapan perkembangan yang sesuai dengan umurnya.
3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995). Jenis tindakan pada
implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri, saling ketergantungan / kolaborasi, dan
tindakan rujukan / ketergantungan.Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan
dengan rencana tindakan keperawatan. Pelaksanaan / tindakan disesuaikan dengan
intervensi yang telah ditentukan.
27
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder, suatu
kondisi yang pernah dikenal sebagai Attention Deficit Disorder (Sulit
memusatkan perhatian), Minimal Brain Disorder (Ketidak beresan kecil di otak),
Minimal Brain Damage (Kerusakan kecil pada otak), Hyperkinesis (Terlalu
banyak bergerak / aktif), dan Hyperactive (Hiperaktif). Ada kira-kira 3 - 5% anak
usia sekolah menderita ADHD (Permadi, 2009).
Belum ada kepastian faktor apa yang menyebabkan seorang anak dapat
menderita ADHD, namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik,
neurologik dan proses dalam otak, neurotransmitter, lingkungan, psikososial
merupakan faktor penyebab dari gangguan ini.
Adapun diagnosa yang yang muncul pada pasien dengan ADHD antara lain :
Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif,
ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan dukungan sosial yang tidak
adekuat, isolasi sosial menarik diri berhubungan harga diri rendah sekunder
terhadap prestasi yang buruk, resiko cedera berhubungan dengan psikologis
(orientasi tidak efektif), resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan
gangguan perilaku.
3.2 Saran
Setelah mengetahui banyak hal mengenai ADHD yang telah dipaparkan dia
tas, sudah sepantasnya sebagai mahasiswa calon tenaga kesehatan
mengaplikasikan ilmu tersebut untuk melakukan asuhan keperawatan pada pasien
berkebutuhan khusus seperti pasien ADHD. Bukanlah hal yang mudah untuk
melakukan asuhan keperawatan pada pasien ADHD mengingat mereka kurang
konsentrasi dan memiliki perilaku maladaptif. Maka dari itu diperlukan
pengetahuan yang lebih luas dan ketrampilan yang mendukung agar dapat
melakukan asuhan keperawatan dengan baik.
28
DAFTAR PUSTAKA
Logaritma, Nia. 2012. Laporan Pendahuluan dan Askep Anak Hiperaktif.
http://www.academia.edu/6559812/Laporan_Pendahuluan_dan_Askep_Anak_Hiperaktif
.
Meliastari. 2012. Mengurangi Hiperaktifitas Pada Anak Attention Deficit/Hiperactivity
Disorder (Adhd) Melalui Permainan Tradisional Teropa Tempurung (Single Subject
Research Kelas Iii Di Slb Negeri Lima Kaum).
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=24428&val=1496.
29