Anda di halaman 1dari 16

BAB II

ARTI, PRINSIP, JENIS, & PENDEKATAN EVALUASI

1. Pengertian Evaluasi dalam Pendidikan

‘Evaluasi’ dalam konteks pendidikan mempunyai makna ganda, yaitu

‘pengukuran’ dan ‘penilaian’. Dimana kedua makna tersebut terkait satu

sama lain.

Pengukuran bersifat kuantitatif, sedangkan penilaian lebih bersifat

kualitatif. Dapat dilihat bahwa penilaian hanya dapat dilakukan secara

obyektif bila terlebih dahulu disiapkan bahan baku/data berupa hasil

pengukuran, dimana data kuantitatif baru bermakna jika dimanfaatkan untuk

proses penilaian.

Ilustrasi, bila seorang guru seb5elum menentukan bahwa anak didiknya

berhasil atau belum berhasil, maka guru tersebut terlebih dahulu melakukan

pengukuran terhadap setiap aspek hasil proses pembelajaran anak didik

tersebut. Guru tersebut menggunakan alat ukur berupa tes ataupun non tes.

Setelah hasil pengukuran terkumpul, barulah guru tersebut memberikan

penilaian dan keputusan, untuk memberikan keputusan bahwa apakah anak

didiknya itu ‘berhasil’ atau ‘belum berhasil’

Apakah sebenarnya yang disebut ‘pengukuran’? John R. Hills dalam

buku Measurement and Evaluation in The Classroom menyatakan bahwa:

Measurement is the assigning of numbers to attributes of objects, event or

people according to rules. Charles D. Hopkins dan Richard L. Antes dalam

4
buku Classroom Measurement and Evaluation menyatakan bahwa:

Measurement is a process to assigns by rule a numerical description to

observation of some attribute of an object, person, or event. Norman E.

Gronlund & Robet L. Linn dalam buku Measurement and Evaluation in

Teaching memberikan batasan bahwa Measurement is the process of

obtaining a numerical description of degree to which an individual possesses

a particular charactristis. Evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis

untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauhmana tujuan atau

program telah dicapai.

Berdasarkan tiga definisi tersebut dapat diketahui bahwa pengukuran

baru merupakan proses (belum final) dengan mengkuantitatifkan gejala

atribut dari obyek yang diobservasi berdasarkan aturan tertentu. ‘Atribut’

perlu digaris bawahi karena yang dikuantitatifkan bukan obyek, orang, atau

kejadian, melainkan atribut yang merupakan elemen, sifat, atau karakteristik

yang ada. Jadi evaluasi merupakan proses yang menyatu dalam siklus

proses pembelajaran. Karena evaluasi dipakai untuk menentukan kualitas

proses dan hasil pembelajaran, yang menentukan keberhasilan proses dan

hasil pembelajaran.

Conny Semiawan dalam buku ‘Prinsip dan Teknik Pengukuran dan

Penilaian di Dalam Dunia Pendidikan’ memberi batasan-batasan dalam

istilah yang digunakan, yaitu: harus disadari bahwa alat ukur merupakan alat

bantu dalam tujuan keseluruhan penyelidikan psikologis dan tidak boleh

5
diabaikan, bahwa harus alat bantu tersebut tidak berharga apabila lepas dari

keseluruhan tujuan penyelidikan.

Jadi alat ukur sebagai alat bantu pengukuran. Yang menandakan

bahwa proses pengukuran harus memiliki kelanjutan. Pengukuran didasari

adanya tujuan. Oleh karena itu, pengukuran yang dilakukan tanpa adanya

tujuan, maka pengukuran tidak berharga (hanya pemborosan saja). Wayan

Wida dalam ‘Evaluasi Hasil Belajar PMP’ mendefinisikan bahwa pengukuran

adalah kegiatan mengkuantitaskan suatu benda atau keadaan, sehingga

dengan demikian keadaan sesungguhnya dari benda atau keadaan tersebut

dapat diketahui dengan benar. Jadi mengukur berarti menentukan keadaan

suatu benda/keadaan secara kuantitatif.

Mengukur tidak ditujukan pada benda atau obyek itu sendiri,

melainkan kepada sifat-sifat (properties) atau ciri-ciri dari benda/obyek

tersebut. Dengan kata lain bahwa pengukuran ditujukan pada pemberian

atribut pada benda, orang, kejadian (event). Contoh, apabila kita mengukur

sebuah tongkat dengan panjang 75 cm, ini berarti bahwa atribut panjang

pada tongkat itu adalah 75 cm. Selain panjangnya pada tongkat tersebut

masih dapat diberi atribut-atribut lain yang dapat diukur, misalnya berat (kg)

tongkat, diameter (cm) tongkat, dan sebagainya.

Berdasarkan contoh-contoh tersebut, maka disimpulkan bahwa

pengukuran adalah suatu proses atau kegiatan mengkuantitaskan sebagai

atribut dari obyek, orang atau kejadian menurut suatu jenjang (skala) tertentu

sehingga dapat dibedakan antara obyek yang satu dengan obyek lainnya.

6
Apa yang dimaksud dengan ‘penilaian’? Kegiatan penilaian didahului

dengan proses pengukuran. Dengan demikian berdasarkan hasil dari proses

pengukuran, seorang guru dapat melakukan penilaian terhadap hasil belajar

para siswanya. Jika seorang guru memberi skor tes maka ia melakukan

pengukuran. Berdasarkan skor tes tersebut, guru menyatakan level

kemampuan siswa yang bersangkutan maka guru telah melakukan penilaian.

Dalam proses pembelajaran dalam dunia pendidikan, penilaian

memegang peranan penting, bahkab sebagai suatu keharusan. Aktivitas

dalam proses tersebut baik sederahana mapun kompleks diperlukan adanya

evaluasi. Berbagai kebijakan perlu diambil. Sebelum melaksanakan penilaian

guru perlu mengetahui prosedur atau langkah-langkah yang sistematis agar

evaluasi dapat diteliti, relevan dan menyeluruh.

Menurut Norman E. Gronlund & Robert L. Linn dalam ‘Measurement

and Evaluation in Teaching” berpendapat bahwa evaluasi/penilaian adalah

Evaluation a systematics process of determining the event to which

instructional objectives are achieved by pupils. Penilaian merupakan suatu

proses yang sistematis dalam menentukan ‘event’ sejauh mana tujuan

pembelajaran yang berhasil dicapai oleh siswa. Dapat diketahui

Ada dua aspek penting dari definisi tersebut. Pertama, evaluasi

adalah suatu proses yang sistematis. Berarti evaluasi bukan kegiatan yang

final, tetapi masih berkelanjutan. Artinya setelah evaluasi selanjutnya diserat

tindakan lain, berdasar hasil evaluasi tersebut. Sistematis berarti ada

langkah-langkah dalam melaksanakan evaluasi yang disusun menurut

7
prosedur atau kaidah tertentu. Tanpa ada kriteria yang telah ditetapkan

sebagai standar, guru tidak dapat melakukan evaluasi. Kedua, dalam proses

pembelajaran ada kemampuan yang dicapai siswa, sebagaimana dengan

rumusan tujuan khusus pembelajaran (TKP) yang disampaikan pada awal

pertemuan.

Pengukuran selalu berorientasi pada aspek kuantitatif, memiliki satu

dimensi dari suatu situasi dan bersifat fact oriented. sedangkan penilaian

selain mempunyai deskripsi kuantitatif juga disertai dimensi kualitatif yang

lebih luas dan bersifat decision oriented.

(a) Tujuan pembelajaran, (b) proses pembelajaran, dan (c) evaluasi

hasil pembelajaran merupakan tiga titik yang saling terkait satu

sama lain. Tujuan pembelajaran menjadi dasar dalam mendisain

(merancang) proses dan pengalaman belajar, dan sekaligus

menjadi dasar dala menentukan prosedur dan alat evaluasi.

Proses pembelajaran merupakan rakaian kegiatan yang perlu

dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Seberapa jauh pengalaman belajar telah berhasil mencapai

tujuan, dapat diketahui melalui pelaksanaan evaluasi. Keterkaitan

ketiga komponen pendidikan tersebut dapat digambarkan sebagai

berikut

8
a

b c
Pembahasan tentang evaluasi pengajaran berarti di dalamnya mencakup

pengukuran dan penilaian pengajaran yang tidak terpisahkan.

2. Prinsip-Prinsip Evaluasi

Evaluasi merupakan suatu proses, yakni proses penentuan

sejauhmana kemampuan (kompetensi) sebagai Tujuan Khusus

Pembelajaran (TKP) dapat dicapai oleh siswa dalam proses pembelajaran.

TKP yang diharapkan tersebut sebelumnya sudah ditetapkan secara

operasional. Selanjutnya ditetapkan patokan pengukuran, sehingga dapat

diperoleh penilaian. Oleh karena itu, dalam evaluasi diperlukan prinsip-

psinsip sebagai petunjuk agar pelaksanaan evaluasi dapat lebih efektif.

Menurut Joesmani dalam buku Pengukuran dan Evaluasi Dalam Pengajaran

bahwa prinsip-prinsip dalam evaluasi adalah:

a. Kepastian dan kejelasan

b. Teknik evaluasi

c. Komprehensif

d. Evaluasi alat dan bahan

e. Kesadaran adanya kesalahan pengukuran

9
3. Fungsi, Sasaran, dan Ciri Penilaian

Pada dasarnya fungsi penilaian dapat dikelompokkan ke dalam tiga

hal, yaitu:

a. Untuk mengetahui perubahan tingkatan siswa dalam:

- pembuatan dan penyapaian laporan ke orang tua/wali peserta didik

- penentuan kenaikan kelas

- penentuan siswa berhasil/tidak berhasil dalam Ujian Akhir

b. Sebagai balikan kepada guru, untuk:

- mengevaluasi efektivitas proses belajar-mengajar

- membandingkan metode-metode mengajar

- mengetahui tingkat kemajuan

- mendiagnosa kesulitan-kesulitan belajar

- menentukan peringkat (ranking) keberhasilan siswa dalam kelas

c. Untuk mengelompokkan siswa sesuai dengan:

- situasi belajar-mengajar yang lebih tepat

- tingkat kemampuannya

- karateristik pribadi peserta didik

Sasaran penilaian mencakup semua komponen yang menyangkut

proses dan hasil belajar peserta didik dalam kegiatan belajar-mengajar, baik

kegiatan intrakurikuler, ko-kurikuler maupun ekstra-kurikuler, meliputi:

10
a. Penilaian hasil belajar yang dilakukan terhadap hasil belajar dalam bentuk:

- setiap satuan pelajaran atau tes sub sumatif, formatif atau ulangan

harian

- setiap akhir semester, tes akhir semester

- setiap khir kelas/tingkat/tes sumatif

b. Penilaian Proses Kegiatan Belajar yang dilakukan berupa tugas-tugas,

seperti: kunjungan (widya/studi-wisata), membaca buku, diskusi,

membuat klipping menyusun karangan. Hasil belajar tersebut dapat dinilai

dari laporan yang disusun oleh siswa

c. Penilaian kreativitas antara lain dapat berwujud menciptakan sesuatu atau

mengubah sesuatu menjadi lebih baik.

d. Penilaian prilaku siswa, yang dapat dibedakan dalam tiga kemampuan,

yaitu kognitif, affetif, dan psikomotorik.

Ciri penilaian hendaknya mengikuti kriteria penilian sebagai berikut:

a. Penilaian hendaknya berkesinambungan, yaitu terencana, terus-menerus,

dan bertahap untuk mendapatkan gambaran tentang perubahan prilaku

siswa sebagai hasil kegiatan proses belajar-mengajar

b. Penilaian bersifat menyeluruh yang meliputi seluruh hasil belajar yang

menyangkut perilaku, peran serta dalam kegiatan belajar dan kreativitas

siswa

c. Penilaian dilakukan secara obyektif dengan menggunakan kriteria atau

patokan yang jelas.

11
d. Penialaian hendaknya bersifat pedagogis/mendidik. Dalam arti me-

ngarahkan pada peningkatan tingkah laku dan kepribadian yang positif

e. Penilaian harus dapat dipercaya memiliki reliabilitas (keterandalan) yang

tinggi

f. Penilaian harus bersifat valid/sahih. Mengukur apa yang sebenarnya yang

mau diukur

4. Jenis-Jenis Evaluasi

Dalam upaya meningkatkan kemampuan siswa dalam proses

pembelajaran maka evaluasi dapat dibagi beberapa macam. Wayan Wida

(1985) dalam ‘Evaluasi Hasil Belajar PMP’ bahwa melakukan evaluasi

berdasar pada tujuan untuk apa evaluasi dilakukan. Berikut ada beberapa

contoh dari jenis evaluasi.

a. Evaluasi Formatif, yaitu evaluasi yang digunakan untuk memonitor

kemajuan belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung

dalam satu segment (misalnya satu pokok bahasan. Tujuannya untuk

mendapatkan umpan balik bagi siswa atau guru guna perbaikan

proses pembelajaran. Ulangan harian dan kuis mingguan termasuk

evaluasi formatif.

b. Evaluasi Sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan pada akhir sebuah

program, kwartal, catur wulan, semester, atau tahunan (UAN).

Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa jauh siswa dapat

12
menguasai program pengajaran yang diberikan. Hasil evaluasi ini juga

manjadi variabel keberhasilan sekolah.

c. Evaluasi Diagnostik, yaitu evaluasi yang digunakan untuk mendeteksi

kesulitan-kesulitan belajar yang dialami oleh siswa, selanjutnya dicari

upaya/solusi pemecahannya agar siswa dapat keluar dari masalah

kesulitan belajar yang dialaminya.

d. Evaluasi Selektif, yaitu evaluasi yang bertujuan untuk memilih siswa

karena keterbatasan-keterbatasan fasilitas yang ada, terutama

keterbatasan sarana pendidikan. Jumlah peminat tidak seimbang

dengan saran/fasilitas yang tersedia, sehingga dengan terpaksan

dilakukan penyaring/seleksi. Seleksi ini dapat berupa tes kecakapan,

minat, bakat, dan potensi diri lainnya.

5. Pendekatan dalam Evaluasi (Pengukuran dan Penilaian)

Penggunaan pendekatan dalam melaksanakan pengukuran dan

penilaian yaitu pengukuran/penilaian acuan patokan (PAP) dan acuan norma

(PAN) mempunyai konsekwensi terhadap tujuan, fungsi, sifat, dan kriteria

yang digunakan. Kedua istilah tersebut termasuk dalam pendekatan

pengukuran dan penilaian (measurement and evaluation approach).

Perbedaan penggunaan kedua pendekatan tersebut meliputi:

a. Pengukuran/Penilaian Acuan Patokan (PAP)

Konsep pendekatan pengukuran adalah pengukuran keberhasilan

belajar didasarkan atas penafsiran dari tingkah laku (performance) yang

13
didasarkan atas kriteria atau standar khusus. Artinya derajat penguasaan

yang ada didasarkan pada tingkat tertentu yang harus dicapai. Jadi

standarnya penguasaan mutlak.

Pengukuran hasil belajar didasarkan atas adanya rentangan suatu

garis dari titik tanpa adanya penguasaan sama sekali sampai pada suatu

penguasaan terakhir (mutlak). Tingkat pencapaian didasarkan atas suatu titik

tertentu yang harus dikuasai oleh testee (siswa yang diuji). Pengertian

tingkat pencapaian sebagai kriteria ini tidak mutlak 100% tetapi bervariasi

sesuai dengan ketentuan, namun ketentuan tersebut telah ditetapkan

sebelumnya sebagai patokan.

Dengan demikian, pengkuran hasil belajar didasarkan pada standar

atau kriteria yang dapat memberikan keterangan mengenai taraf kemampuan

yang dicapai.

b. Pengukuran/Penilaian Acuan Norma (PAN)

Pengukuran acuan norma sering juga disebut sebagai pengukuran

acuan relatif, dimana adanya ukuran relatif dari individu-individu berdasarkan

hasil pencapaian masing-masing individu dalam tes tersebut. Standar

penguasaan yang digunakan adalah norma kelompok, dengan demikian

merupakan standar yang relatif. Pengukuran ini mendudukkan individu pada

kelompoknya, membandingkan penguasaan individu terhadap rata-rata

penguasaan kelompok.

14
Menurut Joemasni dalam ‘Pengukuran dan Evaluasi dalam

Pengajaran’ bahwa sebenarnya penggunaan kedua pengukuran tersebut

mempunyai berbagai implikasi antara lain: variabilitas, pembuatan soal tes,

validitas, reliabilitas, analisis butir dan penafsiran hasil tes.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa pengukuran dengan

pendekatan acuan patokan sangat baik digunakan untuk pengukuran

keberhasilan pengajaran. Mutu proses pembelajaran dapat ditetapkan

berdasarkan standar tertentu yan digali dari kurikulum yang ada.

Keberhasilan pembelajaran bukan semata-mata ditentukan olh penguasaan

rata-rata kelas tetapi kemampuan tiap-tiap individu atas standar (mutu) yang

telah ditetapkan.

Conny Semiawan dalam ‘Prinsip dan Teknik Pengukuran dan

Penilaian di dalam Dunia Pendidikan’ membandingkan antara pendekatan

pengukuran tersebut atas 5 (lima) aspek, yaitu tujuan, fungsi, penggunaan

dan standar, lihat gambar/skema berikut ini.

c. Kelebihan dan Kekurangan Penilaian Acuan Patokan

Kelebihan:

a. Dapat digunakan untuk mengevaluasi domain kognitif siswa, karena

mereka harus menguasai suatu materi tertentu yang diharapkan.

b. Baik digunakan untuk mengevaluasi domain afektif dan psikomotor.

Penggunaan satu patokan sebagai ukuran sikap dan skill sangat

diperlukan dalam suatu penampilan (performance).

15
c. Dapat menginterpretasi secara langsung kemampuan siswa secara

individu tanpa membandingkan dengan teman-teman sekelompoknya.

Selain itu, kemampuan khusus siswa dapat pula diketahui

d. Dapat digunakan untuk mendiagnosis kelemahan/kesulitas belajar

siswa, selanjutnya guru dapat melakukan pengajaran remedial

e. Dapat digunakan untuk menentukan standar pendidikan secara

nasional, regional, dan lokal. ` `

Kekurangan:

a. Karena kedudukan skor siswa tidak dibandingkan terhadap

kelompoknya, dimana kondisi ini kurang menguntungkan siswa

karena tidak menimbulkan motivasi untuk berkompetisi. Sehingga

siswa tidak berupaya menunjukkan kemapuan maksimalnya

b. Menetapkan patokan kemampuan yang dicapai siswa secara kaku

(rigid), yang tidak dapat diubah oleh situasi belajar bagaimanapun. Hal

ini menyebabkan proses pembelajaran sangat terikt oleh seperangkat

tujuan khusus yang telah ditetapkan. Kebebasan guru dalam

mengajar sangat terbatas

c. Masih menjadi bahan diskusi oleh para ahli, karena pengukuran

psikologis bukanlah pengukuran yang pasti (eksakt) tetapi bersifat

relatif

d. Penyusunan tes untuk PAP sulit dikerjakan, teristimewa bagi guru

yang belum berpengalaman. Tes yang baru disusun memerlukan

16
proses uji coba untuk mengetahui validitas dan reliabilitas yang

memenuhi syarat, sehingga membutuhkan waktu yang lama.

d. Kelebihan dan Kekurangan Penilaian Acuan Norma

Kelebihan:

a. Baik digunakan untuk mengevaluasi kemapmpuan kognitif siswa,

setiap siswa berkesempatan untuk menapilkan kemampuannya

secara maksimal. Sangat baik dalam upaya untuk meningkatkan

motivasi belajar

b. Sangat tepat digunakan untuk evaluasi yang membandingkan

penampilan individu yang satu dengan lainnya. Dengan sendirinya

penampilan yang terbaik antara kelompok tersebut yang mendapatkan

nilai tertinggi

c. Memungkinkan terjadi pengembangan proses pembelajaran yang

lebih luas. Karena batas patokan yang diberikan bersifat relatif,

sehingga situasi belajar-mengajar dapat diatur dengan mudah. Guru

dapat meningkatkan kreasi mengajar, siswa mudah meningkatkan

kemampuan belajar

d. Baik untuk memilih siswa yang mempunyai kemampuan tinggi. Dalam

upaya memperoleh bibit unggul untuk jabatan-jabatan tertentu sangat

tepat jika menggunakan pendekatan PAN.

Kekurangan:

17
a. Tidak dapat digunakan untuk menilai kemampuan penguasaan suatu

materi tertentu atau skill tertentu

b. Tidak dapat digunakan untuk menilai bila topik/materi bersifat

sequenced, dalam arti ada prerequisit dan requisit

c. Guru tidak dapat langsung memberi interpretasi terhadap skor yang

diperoleh siswa, sebelum dilakukan komparasi dengan peserta

lainnya. Apabila siswa cukup banyak, maka pengelolaan nilai cukup

memakan waktu

d. Untuk daerah yang cukup luas tidak mungkin dapat menggunakan

PAN untuk menyamakan mutu pendidikan. Karena evaluasi

didasarkan atas perbandingan kemampuan secara lokal, sehingga

mutu pendidikan akan bervariasi.

Penggunaan PAP atau PAN tergantung dari keperluan evaluasi. Bila

diinginkan penampilan kemampuan siswa secara maksimal, tepat

menggunakan PAN. Namun jika diinginkan penampilan khusus yang dimiliki

siswa sesuai dengan yang diharapkan, tepat menggunakan PAP.

Pengukuran/penilaian dengan PAN berorientasi pada kompetensi

domain yang bersifat umum, sedangkan pengukuran PAP berorientasi pada

perilaku yang dikhususkan pada domain tertentu.

18
2. Evaluasi Formatif

Jawablah pertanyaan di bawah ini

a. Jelaskan perbedaan antara pengukuran dan penilaian dalam konteks

evaluasi pengajaran? Sertakan masing-masing contoh dalam kegiatan

pembelajaran.

b. Jelaskan dan gambarkan keterkaitan antara tujuan pembelajaran,

proses pembelajaran dan evaluasi pembelajaran

c. Jelaskan perbedaan evaluasi formatif, evaluasi sumatif, dan evaluasi

diagnostik dalam kontek pendidikan. Berikan masing-masing dua

contoh jenis evaluasi tersebut dalam pendidikan!

d. Jelaskan, pada kondisi yang bagaimana guru menentukan

penggunaan pengukuran/penilaian dengan pendekatan PAP atau

PAN?

e. Jelaskan kelebihan pendekatan PAP dan PAN.

6. Daftar Bacaan Pendalaman

Joemani. 1988. Pengukuran dan Evaluasi Dalam Pengajaran. Jakarta:


Ditjen Dikti Depdikbud, P2LPTK.
N. F. Gronlund & R.L. Linn. 1990. Measurement and Evaluation in
Teaching. New York: MacMillan Pub.Co.
Oemar Hamalik. 1989. Teknik Pengukuran dan Evaluasi Pendidikan.
Bandung: Mandar Maju.
Suharsimi Arikunto. 1989. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Bina Aksara.

19

Anda mungkin juga menyukai