“REKONSILIASI FISKAL”
Dosen Pengampu:
DEDY DJEFRIS
Disusun Oleh:
2A D3 AKUNTANSI
JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI PADANG
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt yang telah senantiasa memberikan rahmat dan nikmat
yang tiada terkira bagi kami. Oleh karena itu,tiada kata yang terindah selain ucapan
syukur tak terhingga karena saya dapat menyelesaikan tugas ini yang berjudul
"REKONSILIASI FISKAL".
Dalam penulisan tugas ini tentunya saya tidak bekerja sendiri, melainkan banyak
mendapat bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak.
Maka dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu, khususnya kepada dosen mata kuliah perpajakan yang telah
memberikan tugas mengenai materi Komunikasi Data sehingga saya lebih mengerti
dan memahami bahwasanya komunikasi data itu sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari.
Dalam menyusun tugas ini, walaupun telah berusaha semaksimal mungkin untuk
mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya, namun demikian saya menyadari bahwa tugas ini
masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan akan kemampuan, pengalaman dan
pengetahuan saya. Oleh karena itu saya mengharapkan saran-saran dan kritik yang bersifat
membangun dari pembaca, sehingga penulisan ini menjadi lebih baik lagi.
Padang 11/Maret/2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pajak merupakan salah satu penerimaan negara yang memegang peranan penting
karena merupakan komponen yang terbesar dan sumber dana dalam negeri untuk
membiayai berbagai keperluan pembangunan nasional. Menurut Dr. N. J Feldmann,
definisi pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan atau terutang pada
penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya
kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran
umum (Siti Resmi, 2014).
Trade off adalah situasi dimana seseorang harus membuat keputusan terhadap dua
hal atau lebih, mengorbankan/kehilangan suatu aspek dengan alasan tertentu untuk
memperoleh aspek lain dengan kualitas yang berbeda sebagai pilihan yang diambil.
Ketika laba perusahaan tinggi maka di sisi akuntansi bersifat menguntungkan, sebab
akan menarik minat pemegang saham potensial. Perusahaan terbuka akan
memprioritaskan kepentingan ini. Namun dari sisi perpajakan bersifat tidak
menguntungkan, sebab meningkatkan beban pajak yang harus dibayar. Trade off ini
akan semakin kecil untuk perusahaan terbuka, karena kepentingan pemegang saham
menginginkan laba yang tinggi sehingga pajak tidak dapat dikecilkan.
Wajib Pajak dengan pemerintah memiliki kepentingan yang berbeda dalam hal
pembayaran pajak. Wajib Pajak berusaha membayar pajak sekecil mungkin karena
dengan membayar pajak berarti mengurangi kemampuan ekonomis Wajib Pajak. Di
lain pihak, pemerintah memerlukan dana sebanyak-banyaknya dari penerimaan pajak
untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan koreksi fiskal atas laporan laba rugi
komersialmenurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dengan laporan laba rugi
menurut Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
REKONSILIASI FISKAL
PENGERTIAN REKONSILIASI FISKAL
Wajib pajak menggunakan metode pencatatan yang berbeda dengan ketentuan pajak
Rekonsiliasi fiskal memiliki tujuan utama yaitu untuk menyajikan informasi sebagai
bahan menghitung besarnya penghasilan kena pajak sesuai dengan self-assessment.
Koreksi fiskal adalah koreksi perhitungan pajak yang diakibatkan oleh adanya
perbedaan pengakuan metode, manfaat, dan umur, dalam menghitung laba secara
komersial atau dengan secara fiskal. Koreksi fiskal dilakukan karena adanya
perbedaan antara laba atau rugi menurut perhitungan akuntansi komersial dengan
akuntansi fiskal ( berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 dan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2000 ), maka sebelum menghitung Pajak Penghasilan yang
terutang, terlebih dahulu laba/rugi komersial tersebut harus dilakukan koreksi-
koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
Dengan demikian, untuk keperluan perpajakan wajib pajak tidak perlu membuat
pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan berdasarkan Standar
Akuntansi Keuangan (SAK), dan pada waktu mengisi SPT Tahunan PPh terlebih
dahulu harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal. Koreksi fiskal tersebut dilakukan baik
terhadap penghasilan maupun terhadap biaya-biaya (pengurang penghasilan bruto).
Laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang disusun sesuai peraturan
perpajakan dan digunakan untuk keperluan penghitungan pajak. Rekonsiliasi fiskal
dilakukan oleh Wajib Pajak karena terdapat perbedaan penghitungan, khususnya laba
menurut akuntansi (komersial) dengan laba menurut perpajakan (fiskal). Laporan
keuangan fiskal disusun berdasarkan Undang-undang dan Peraturan Perpajakan.
Ketentuan pajak secara dominan mewarnai praktek akuntansi, Dalam pendekatan ini
laporan keuangan fiscal murni disusun atas dasar perpajakan. Dengan demikian
dalam melakukan pembukuan perusahaan menyusun laporan harus menurut
ketentuan perpajakan dan menurut praktek pembukuan.
Jenis kebijakan fiscal dilihat dari segi perbandingan jumlah pengeluaran dengan
jumlah penerimaan :
Kebijakan Anggaran Seimbang
Kebijakan anggaran yang menyusun laporan seimbang antara jumlah penerimaan dan
jumlah pengeluaran.
Kebijakan Anggaran Surplus
Kebijakan anggaran dengan menyusun jumlah pengeluaran lebih kecil dibanding
jumlah penerimaan.
Kebijakan Anggaran Deficit
Kebijakan anggaran dengan menyusun jumlah pengeluaran lebih besar dibanding
jumlah penerimaan.
Kebijakan Anggaran Dinamis
Kebijakan anggaran yang dilakukan dengan cara terus menambah jumlah
pengeluaran dan jumlah penerimaan sehingga semakin lama semakin besar jumlah
penerimaan dan pengeluaran negara.
Secara umum terdapat dua perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya
antara akuntansi komersial dengan perpajakan (fiskal) yang menyebabkan terjadinya
koreksi fiskal, yaitu:
Beda tetap merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara
akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya permanen
artinya koreksi fiskal yang dilakukan tidak akan diperhitungkan dengan laba kena
pajak tahun pajak berikutnya. Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda
tetap terjadi karena :
Koreksi atas beda tetap penghasilan akan menyebabkan koreksi negatif atau koreksi
positif. Koreksi negatif artinya penghasilan yang diakui oleh akuntansi komersial
namun secara fiskal harus dikoreksi baik itu karena bukan merupakan objek pajak
maupun karena telah dikenakan PPh final, menyebabkan laba kena pajak berkurang
yang akhirnya akan menyebabkan PPh terutang lebih kecil. Sedangkan koreksi atas
beda tetap biaya akan menyebabkan koreksi positif artinya biaya yang diakui oleh
akuntansi komersial namun secara fiskal harus dikoreksi, akan menyebabkan laba
kena pajak bertambah yang akhirnya akan menyebabkan PPh terutang menjadi lebih
besar.
Koreksi atas beda waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi positif pada saat
penghasilan diterima dan akan menyebabkan koreksi negatif pada tahun-tahun
berikutnya. Koreksi positif ini akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah,
sedangkan koreksi negatif tahun-tahun berikutnya akan menyebabkan laba kena
pajak akan berkurang.
Koreksi atas beda waktu biaya dapat menyebabkan koreksi positif maupun koreksi
negatif tergantung dari metode yang digunakan.
Koreksi Positif
Koreksi positif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya pengurangan biaya
yang telah diakuai dalam laporan laba rugi secara komersial menjadi semakin kecil
apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya penambahan
Penghasilan Kena Pajak. Koreksi fiskal positif diantaranya:
Pajak Penghasilan
Penyusutan/amortisasi
Koreksi negatif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya penambahan biaya
yang telah diakui dalam laporan laba rugi secara komersial sehingga semakin besar
apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya pengurangan
Penghasilan Kena Pajak. Koreksi fiskal negatif diantaranya:
Penyusutan/amortisasi
Penghasilan
Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui menurut fiskal,
rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah penghasilan tersebut dari
penghasilan menurut akuntansi, yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi.
Jika suatu penghasilan tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui menurut
fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah penghasilan tersebut
pada penghasilan menurut akuntansi, yang berarti menambah laba menurut
akuntansi.
Pasal 4 ayat (1) yang berisi : yang menjadi objek pajak adalah
penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan konomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
laba usaha;
premi asuransi;
Pasal 4 Ayat (2) yang berisi Penghasilan di bawah ini dapat dikenai
pajak bersifat final:
Pasal 4 Ayat (3) yang berisi Yang dikecualikan dari objek pajak
adalah:
warisan;
bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan
yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima
persen) dari jumlah modal yang disetor;
dihapus;
Beban (Biaya)
Jika suatu biaya atau pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui
sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan
mengurangkan sejumlah biaya atau pengeluaran tersebut dari biaya menurut
akuntansi, yang berarti menambah laba menurut akuntansi.
Jika suatu biaya atau pengeluaran tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui
sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan
menambahkan sejumlah biaya atau pengeluaran teersebut pada biaya menurut
akuntansi yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi.
Pasal 6 Ayat (1) berisi tentang Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto
dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
termasuk:
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha,
antara lain:
kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan;
Pasal 9 Ayat 1 berisi tentang besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:
pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk
dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi;
cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan
konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri
untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar
oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak
yang bersangkutan;
penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman
bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan
kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan
yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan;
harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang
diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah;
Pajak Penghasilan;
biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau
orang yang menjadi tanggungannya;
gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham;
sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
1. Penjualan Neto
b. Potongan Penjualan
c. Retur Penjualan
a. Penilaian Persediaan
> Cost xx - xx
b. Metode Pencatatan
> FIFO xx - xx
> LIFO xx xx -
> Average xx - xx
c. Sistem
> Physical xx - xx
> Perpetual xx - xx
3. Bunga:
> Keuntungan xx - xx
bursa efek
7. Penghasilan Royalti xx - xx
8. Penghasilan Sewa:
> Penghargaan xx - xx
BEBAN USAHA
PPh
> conservatism/penyisihan xx xx -
1. Gaji/upah xx - xx
2. PPh 21:
perusahaan
10. Pengobatan :
> Cuma-Cuma xx xx -
> Penggantian xx - xx
jemput karyawan
hubungan kerja
olahraga
Retained Earning
Pegawai
telpon, dll
AKUNTANSI KOREKSI MENURUT
KETERANGAN
- Biaya Pemeliharaan xx xx -
- Biaya Penyusutan xx xx -
- Tunjangan sewa xx - xx
- Biaya Penyusutan xx xx -
- Biaya Pemeliharaan xx xx -
b. Olahragawan
moderator
telekomunikasi
f. Korpotir iklan
pelanggan
perolehan investasi
Saham)
dapat dikurangkan
istimewa
> tanah/bangunan xx - xx
> PPh xx xx -
> PBB xx - xx
> penyisihan xx xx -
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Rekonsiliasi Fiskal, yaitu suatu mekanisme untuk menyesuaikan laporan keuangan komersial
perusahaan menjadi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
2. Secara umum terdapat dua perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara
akuntansi komersial dengan perpajakan (fiskal) yang menyebabkan terjadinya koreksi fiskal,
yaitu beda tetap (permanen) dan beda waktu (sementara). Beda waktu dibedakan menjadi koreksi
positif dan negatif.
3. Teknik rekonsiliasi fiskal dilakukan dengan cara; Jika suatu penghasilan diakui menurut
akuntansi tetapi tidak diakui menurut fiskal, maka kurangkan sejumlah penghasilan tersebut dari
penghasilan menurut akuntansi, begitupun sebaliknya, dan Jika suatu biaya atau pengeluaran
diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal
rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah biaya atau pengeluaran tersebut dari
biaya menurut akuntansi, yang berarti menambah laba menurut akuntansi, begitupun sebaliknya.
4. Formulir SPT Tahunan PPh Badan ada dua jenis; yaitu SPT dengan kode 1771 dan SPT
berkode 1771/$. SPT 1771 diperuntukkan untuk WP Badan pada umumnya yang meliputi WP
Badan yang berbentuk hukum : PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/D, koperasi, yayasan dan
lain-lain.
3.2 Saran
Dengan adanya Rekonsiliasi Fiskal diharapkan para Wajib Pajak dapat memenuhi kewajiban
perpajakannya sesuai dengan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.Sedangkan bagi
pemerintah diharapakan dapat meningkatkan pengawasan dalam penyelenggaraan pembayaran
pajak.
DAFTAR PUSTAKA