Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

PSYCHIATRY

BIPOLAR DEPRESI

OLEH:

DELA HESTI PRATIWI

201710330311089

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2020
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gangguan bipolar adalah gangguan mental yang menyebabkan perubahan
yang tidak biasa dalam suasana hati, energi, tingkat aktivitas, dan kemampuan
untuk melakukan tugas sehari-hari. Gejala-gejala gangguan bipolar dapat
bermanifestasi sebagai episode manik, hipomanik, atau depresi berat. Episode
manik adalah periode kebahagiaan ekstrem, perilaku ekstrovert, atau lekas marah
ekstrem yang terkait dengan peningkatan energi yang biasanya berlangsung satu
minggu atau lebih dan dapat menyebabkan rawat inap dan menyebabkan
masalah di tempat kerja atau dalam kehidupan pribadi. Episode hipomanik
memiliki gejala yang mirip dengan episode mania yang berlangsung selama
setidaknya empat hari dan tidak menyebabkan banyak masalah dalam pekerjaan
atau kehidupan pribadi sebagai episode mania. Episode depresi utama biasanya
berlangsung setidaknya dua minggu dan mencakup beberapa tanda depresi yang
mengganggu pekerjaan atau hubungan. Seseorang dalam episode depresi mayor
mungkin merasa sedih atau putus asa, menarik diri dari situasi sosial dan
mungkin juga kehilangan minat pada orang-orang dan kegiatan yang biasanya
mereka nikmati.
Gangguan bipolar dapat terjadi dengan berbagai cara tergantung pada jenis
dan intensitas episode suasana hati. Meskipun ada ketidakkonsistenan dalam
tingkat prevalensi, penelitian menunjukkan bahwa prevalensi episode manik /
hipomanik menurun dan episode depresi utama meningkat. Bahkan, gangguan
bipolar dapat dikonseptualisasikan sebagai gangguan depresi yang dominan,
berdasarkan pada waktu di mana pasien mengalami gejala depresi. Rata-rata,
rasio episode depresi berat terhadap manik / hipomanik adalah 3: 1 untuk
gangguan bipolar I (setidaknya satu episode manik diperlukan untuk diagnosis),
dan rasio depresi berat hingga episode hipomania adalah 39: 1 untuk bipolar II
(setidaknya satu episode hipomanik dan satu episode depresi mayor yang
diperlukan untuk diagnosis).

1.2. Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang penyakit Bipolar
depresi yang meliputi definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis penyakit
tersebut.
1.3. Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan dapat menambah pemahaman dan memperluas
wawasan penulis ataupun pembaca mengenai penyakit bipolar depresi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Bipolar merupakan gangguan suasana perasaan yang ditandai dengan
hilangnya kontrol penderita terhadap mood atau afek disertai perubahan tingkat
aktivitas, kemampuan kognitif, bicara, dan vegetatif. Bipolar depresi memiliki
gejala berupa afek depresif, hilangnya minat dan kegembiraan (anhedonia), serta
mudah lelah dan penurunan aktivitas yang nyata. Dapat pula ditemukan gejala
tambahan lain, seperti: gangguan pemusatan perhatian, berkurangnya rasa percaya
diri, ide mengenai perasaan bersalah, dan rasa tidak berguna bagi lingkungan.
2.2 Epidemiologi
Gangguan bipolar I dimulai rata-rata pada usia 18 tahun dan gangguan bipolar
II pada usia 22 tahun. Sebuah studi komunitas menggunakan Mood Disorder
Questionnaire (MDQ) mengungkapkan prevalensi 3,7%. Studi Komorbiditas
Nasional menunjukkan onset biasanya antara usia 18 dan 44 tahun, dengan angka
yang lebih tinggi antara 18 dan 34 dari 35 dan 54. Gangguan bipolar belum secara
konsisten dikaitkan dengan faktor sosiodemografi. Laki-laki dan perempuan
sama-sama dipengaruhi oleh bipolar I, sedangkan bipolar II lebih sering terjadi
pada wanita. Tidak ada hubungan yang jelas antara ras / etnis, status sosial
ekonomi, dan lokasi tempat tinggal (mis. pedesaan atau perkotaan).
2.3 Etiologi
 Lingkungan
Gangguan bipolar lebih sering terjadi pada negara berpendapatan tinggi
daripada di negara berpenghasilan rendah. Individu-individu yang terpisah,
disvorsi, atau duda memiliki tingkat gangguan bipolar I yang lebih tinggi
daripada individu yang menikah atau belum pernah menikah, tetapi arahan
dari asosiasi tersebut tidak jelas.
 Genetik dan fisiologis
Riwayat keluarga dengan gangguan bipolar adalah salah satu faktor risiko
terkuat dan paling konsisten untuk gangguan bipolar. Ada peningkatan risiko
rata-rata 10 kali lipat di antara kerabat dengan gangguan bipolar I dan bipolar
II. Besarnya risiko meningkat dengan tingkat kekerabatan. Skizofrenia dan
gangguan bipolar cenderung bersifat genetik, tercermin dalam koagregasi
keluarga skizofrenia dan gangguan bipolar.
2.4 Patofisiologi
Kerusakan neurokimia dan aktivitas sirkuit otak bertanggung jawab atas
perubahan suasana hati yang ekstrem, tingkat energi, dan fungsi yang menjadi ciri
gangguan bipolar. Studi radiologi saraf telah memverifikasi kelainan struktur dan
fungsi otak. Magnetic resonance imaging (MRI) telah mengidentifikasi
penampakan lesi yang berbeda pada white matter orang dengan gangguan bipolar.
Meskipun patologi didokumentasikan di banyak bagian otak pada orang dengan
penyakit bipolar, mereka cenderung berkerumun di daerah yang berhubungan
dengan pemrosesan emosional. Kelainan ini muncul lebih sering daripada yang
diperkirakan pada pasien muda. Karena lesi white matter seperti itu tidak muncul
pada semua pasien bipolar dan ditemukan pada beberapa individu sehat,
signifikansinya masih belum pasti.
Pemindaian positron emission tomography (PET) pada pasien bipolar telah
mengidentifikasi aktivitas abnormal di berbagai area otak, termasuk korteks
prefrontal, ganglia basal, dan lobus temporal selama episode manik dan depresi.
Masih belum dipahami apakah perubahan fungsional ini merupakan penyebab
atau hasil dari gangguan mood. Gangguan bipolar terkait dengan faktor genetik
meskipun transmisinya tidak dipahami. Data dari keluarga, kembar, dan studi
adopsi memvalidasi peran warisan pada gangguan bipolar. Para peneliti mencoba
mengidentifikasi gen yang menyebabkan kerentanan terhadap gangguan bipolar
dan neuroprotein yang menjadi kode mereka. Hal ini memungkinkan untuk
mengembangkan prosedur diagnostik yang lebih baik dan perawatan yang lebih
spesifik serta menawarkan tindakan pencegahan yang berfokus pada patologi
yang mendasarinya. Gangguan mood dihubungkan dengan disregulasi heterogen
dari amino biogenik. Sementara serotonin dan norepinefrin adalah dua
neurotransmiter yang paling sering terlibat, dikatakan pula bahwa dopamin juga
berperan. Para peneliti telah menemukan bahwa aktivitas dopamin dapat
dikurangi selama episode depresi.
2.5 Manifestasi Klinis
 Suasana hati yang tertekan hampir sepanjang hari
 Minat berkurang dalam sebagian besar kegiatan
 Penurunan berat badan yang signifikan atau kenaikan atau perubahan nafsu
makan
 Insomnia atau hypersomnia hampir setiap hari
 Agitasi atau keterbelakangan psikomotorik
 Kelelahan atau kehilangan energi
 Perasaan tidak berharga atau bersalah hampir setiap hari
 Berkurangnya konsentrasi atau keraguan
 Pikiran berulang tentang kematian, ide bunuh diri berulang, baik upaya bunuh
diri atau rencana spesifik untuk bunuh diri
 Lima dari sembilan gejala muncul selama periode dua minggu
2.6 Diagnosis
Pedoman Diagnostik menurut Buku Pedoman Praktis Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ) III:
 F31.3. Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau
Sedang.
Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi
ringan (F32.0) ataupun sedang (F32.1); dan
(b) harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau.
 F31.4. Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat tanpa
Gejala Psikotik
Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
(b) harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau.
 F31.5 Gangggan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan
Gejala Psikotik
Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
berat dengan gejala psikotik (F32.3); dan
(b) harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau.
2.7 Diagnosis Banding
 Skizofrenia Simpleks
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas.
Gejala utamanya adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berfikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan
halusinasi jarang sekali didapatkan. Jenis ini timbul secara perlahan. Pada
permulaan mungkin penderita kurang memperhatikan keluarganya atau
menarik diri dari pergaulan. Makin lama penderita semakin mundur dalam
hal pekerjaan atau pelajaran dan pada akhirnya menjadi pengangguran,
dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi
pengemis atau penjahat.
2.8 Tata Laksana
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI), bupropion, anti-depresan
trisiklik, dan inhibitor monoamine oksidase semuanya merupakan antidepresan
yang efektif dalam pengelolaan depresi bipolar. Obat golongan trisiklik antara
lain amitriptilin, dan imipramine, sedangkan obat-obatan golongan SSRI adalah
sertraline, fluoxetine, fluvoxamine, dan paroxetine. Mood stabilizer, lithium,
carbamazepine, dan valproate semisodium (divalproex sodium) memiliki sifat
antidepresan akut sederhana. Di antaranya, lithium didukung oleh data terkuat,
tetapi penggunaan lithium dalam pengobatan depresi bipolar sebagai agen
monoterapi dibatasi oleh mekanisme kerjanya yang lambat. Baru-baru ini, ada
semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa lamotrigin mungkin memiliki
efektivitas tertentu dalam manajemen akut dan profilaksis depresi bipolar.
Manajemen klinis bipolar depresi melibatkan berbagai kombinasi
antidepresan dan mood stabilizer dan sebagian ditentukan oleh konteks di mana
episode depresi terjadi. Secara umum bipolar depresi dapat berhasil dikelola
dengan memulai monoterapi mood stabilizer, di mana antidepresan atau mood
stabilizer kedua dapat ditambahkan di kemudian hari, jika perlu. Episode depresi
bipolar yang terjadi pada pasien yang menerima terapi kombinasi (dua mood
stabilizer atau mood stabilizer plus antidepresan) memerlukan pengalihan obat
yang sedang berlangsung atau augmentasi lebih lanjut. Jika ini gagal, maka
strategi baru atau ECT harus dipertimbangkan.
2.9 Komplikasi
Komplikasi utama gangguan bipolar, atau manic-depressive disease (MDI),
adalah bunuh diri, pembunuhan, dan kecanduan. Pasien yang memiliki ide bunuh
diri yang sebelumnya atau saat ini tetap berisiko melakukan bunuh diri.
2.10 Prognosis
Prognosis buruk pada depresi berat, adanya komorbiditas dengan gangguan
psikiatri lain, dan adanya episode depresi lebih dari satu kali.
Pengobatan gangguan bipolar secara konvensional berfokus pada stabilisasi
akut, di mana tujuannya adalah untuk membawa pasien dengan mania atau
depresi ke pemulihan gejala dengan suasana hati euthymic (stabil) dan pada
pemeliharaan, di mana tujuannya adalah mencegah kekambuhan, pengurangan
gejala subthreshold, dan peningkatan fungsi sosial dan pekerjaan. Mengobati
kedua fase penyakit cukup rumit, karena perawatan yang sama yang mengurangi
depresi dapat menyebabkan mania, hipomania, atau siklus cepat (didefinisikan
sebagai empat atau lebih episode dalam 12 bulan), dan perawatan yang
mengurangi mania dapat menyebabkan rebound depresi.
BAB 3
KESIMPULAN

Gangguan bipolar adalah masalah kesehatan masyarakat utama yang terkait


dengan morbiditas yang signifikan dan risiko kematian yang tinggi. Beberapa faktor
membuat pengobatan menjadi kompleks, termasuk fluktuasi episode suasana hati dan
efek episode ini pada kesejahteraan pasien, ketidakpatuhan pengobatan, dan
gangguan kejiwaan komorbiditas. Farmakoterapi merupakan terapi pilihan untuk
mengatasi depresi berat. Obat-obatan yang digunakan adalah golongan trisiklik dan
SSRI. Perawatan di rumah sakit atau rawat inap dapat dipertimbangkan pada kasus
tertentu, misalnya pada pasien yang mengancam orang lain di sekitarnya, adanya
risiko percobaan bunuh diri atau pembunuhan, perburukan gejala dengan cepat, tidak
adanya dukungan sosial maupun tempat perlindungan bagi pasien, pasien kurang atau
tidak mampu menjalani aktivitas sehari-hari, dan sebagainya. Gangguan depresi berat
memiliki prognosis buruk dengan adanya komorbiditas dengan gangguan psikiatri
lain dan seringkali menjadi kronik maupun kambuh pada periode waktu tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision. Washington, DC: American
Psychiatric Association: 356.

Chang, J. S., Kyooseob, H. 2011. Management of Bipolar Depression. Indian Journal


Psychological Medicine. doi: 10.4103/0253-7176.85390 available from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3195149/

Chris, Tanto, et al., 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Ed IV, Jilid II. Jakarta : Media
Aeskulapius
John R. G. and David, J. M. 2013. Treatment of Bipolar Disorder. HHS Public
Access. Lancet. 2013 May 11; doi: 10.1016/S0140-6736(13)60857-0

Malhi, G.S., Mitchell, P.B. & Salim, S. 2003. Bipolar Depression. Mol Diag
Ther 17, 9–25. https://doi.org/10.2165/00023210-200317010-00002

Pary, R., Paul, R., and Matuschka. 2006. Managing Bipolar Depression. Psychiatry
(Edgmont). 2006 Feb; 3(2): 30–41. Available from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2990551/

Shen, Yu-Chih. 2018. Treatment of Acute Bipolar Depression. Tzu Chi Medical
Journal 2018 Jul-Sep; 30(3): 141–147. doi: 10.4103/tcmj.tcmj_71_18 available
from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6047324/
Stephen, Soreff. 2019. Bipolar Disorder Treatment & Management. Medscape
Available from

Walter, M., Genest, P. 2006. Complications of bipolar disorder. Service Hospitalo-


Universitaire de Psychiatrie d'Adultes et de Psychologie Médicale, Secteur
1, 2006 Sep;32 Pt 2:S515-8. doi:10.1016/s0013-7006(06)76196-6 Available from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17099566
Zahnia, S., Dyah, W. S. 2016. Kajian Epidemiologis Skizofrenia. Fakultas
Kedokteran, Universitas Lampung, Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas dan Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung. MAJORITY
I Vol. 5 No.5

Anda mungkin juga menyukai