Anda di halaman 1dari 8

Judul : Palatabilitas rumput, konsentrat, dan silase

Format laporan
Pendahuluan
- latar belakang
- tujuan
Mamed
Hasil & pembahasan
Dapus
Lampiran

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Hijauan merupakan sumber pakan utama yang mengandung serat kasar untuk ternak
ruminansia sehingga agar produksi ternak meningkat, peternak harus meingkatkan penyediaan
hijauan yang cukup baik dalam kuantitas ataupun kualitas. Ada beberapa faktor yang
menghambat penyediaan hijauan yakni terjadinya perubahan fungsi lahan yang sebelumnya
sumber tumbuhnya hijauan. Hijauan asal pertanian dan perkebunan merupakan sumber energi
dan protein yang dibutuhkan untuk menunjang produktivitas ternak ruminansia. (Afrizal et al
2014). Faktor keberhasilan usaha peternakan yaitu 30% dari genetik dan lingkungan yaitu 70%
(Parakkasi 1999).. Pakan berkontribusi paling tinggi yaitu sekitar 60-70% karena pakan
merupakan sumber utama energi pagi ternak walaupun pada umumnya hijauan akan
ditambahkan dengan konstrat agar dapat memenuhi kebutuhan hidup ternak. Kebutuhan pakan
sapi perah 3% dari bobot badan.Kandungaan serat kasar dalam pakan sapi perah sangat penting
karena serat kasar dalam pakan digunakan sebagai sumber energi. Kualitas susu dapat
ditingkatkan melalui peningkatan jumlah dan mutu konsentrat merupakan salah satu alternatif
solusi yang dilakukan peternak
Bahan baku pakan lokal dapat diolah dengan menggunakan teknologi fermentas anaerob
menjadi silase ransum komplit merupakan alternatif teknologi pengolahan pakan serta
menjanjikan utnuk diterapkan di Indonesia.Selain lebih menghemat waktu dan biaya pakan
karena tidak perlu mengeringkan, silase juga dapat dijadikan sebagai sumber probiotik dan asam
organik serta dapat dipakai sebagai alternatif antibiotik. Keuntungan yang lain yaitu daya
penyimpanan lebih tahan lama karena adanya bakteri pembusuk yang tidak tahan terhadap pH
rendah akan menghambat pertumbuhannya sehingga ketersediaan, kualitas dan harga pakan
dapat terjamin. Silase sudah umum digunakan untuk ternak ruminansia, dengan cara
mengawetkan hijauan segar, tetapi penggunaan sampah organik primer sebagai bahan baku silase
masih sangat terbatas. (Yusmadi, Nahrowi, Muhammad Ridla 2008) Mikroba yang paling
dominan dalam proses pembuatan silase yaitu bakteri dari golongan asam laktat homofermentatif
yang mampu melakukan fermentasi dari keadaan aerob sampai anaerob. Asam laktat yang
dihasilkan selama proses fermentasi akan berperan sebagai zat pengawet sehingga dapat
menghindarkan dari bakteri pembusuk (Ridwan et al.,2005).

Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengetahui cara pembuatan silase yang benar dan baik untuk
pakan ternak ruminansia khususnya sapi perah, dengan konsentrasi setiap bahan pakan yang
telah ditentukan setiap kelompok.

MATERI DAN METODE

Materi
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu ember, timbangan, stopwatch,
rumput, silase, konsentrat, dan sapi perah.

Metode

Renggutan, kunyahan dan waktu makan sapi


Pada praktikum ini dilakukan dengan metode pengamatan padan sapi untuk perhitungan
renggutan, kunyahan serta waktunya. Pakan rumput, silase, dan konsentrat ditimbang sebanyak
1kg, untuk rumput ditimbang bersamaan dengan batangnya. Silase dan konsentrat yang sudah
ditimbang dimasukkan ke dalam ember. Setelah itu, pakan diberikan kepada masing-masing sapi
yang telah ditentukan dengan perlakuan pakannya. Perlakuan pakan yaitu pakan rumput, pakan
konsentrat dan pakan silase. Setelah pakan diberikan, jumlah renggutan dan kunyahan setiap
renggutan diamati dan dihitung. Stopwatch dinyalakan pada renggutan pertama. Renggutan
beserta jumlah kunyahan sapi per renggutan dihitung sampai pakan yang diberikan habis. Saat
pakan habis, Stopwatch dimatikan dan diamati sapi membutuhkan waktu berapa sampai pakan
habis. Waktu dan seluruh pengamatan dicatat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rumput gajah memiliki bentuk menyerupai tebu dan dapat tumbuh mencapai 2-5m,
rumput ini tumbuh tegak, mudah berkembang biak, berdaun lebar, tipis dan mempunyai tulang
daun. Rumput gajah mempunyai batang bulat berkayu dan berbuku-buku dimana dari buku
tersebut nantinya akan kelar tunas baru yang kemudian yang akan menjadi batang baru.
(Manglayang 2005)
Hasil pengamatan yang dilakukan kepada masing-masing sapi dengan perlakuan dengan
jenis pakan yang berbeda menghasilkan perbedaan renggutan, kunyahan dan waktu yang
berbeda. Perlakuan dengan jenis pakan rumput gajah yaitu kelompok 3 dan 4 terjadi 7 Kali
renggutan dengan total kunyahan yaitu 593 dengan waktu sekitar kurang lebih 563 detik
sedangkan kelompok 7-8 terjadi 10 kali renggutan dengan total kunyahan yaitu 266 dengan
waktu 300 detik. Perbedaan antara 2 sapi ini terdapat renggutan pada saat sapi makan. Sapi pada
kelompok 3 dan 4 terjadi 7x renggutan dengan kunyahan per renggutannya cukup banyak dan
memakan waktu yang lebih lama. Hal ini kemungkinan terjadi karena renggutan yang dilakukan
sapi untuk mengambil makanannya cukup banyak sehingga lama kunyahan juga lebih lama
berbeda dengan kelompok 7 dan 8. Renggutan rumput pada sapi yang digunakan kelompok 7
dan 8 sekitar 10 kali, dengan kunyahan per renggutannya cukup cepat, hal ini merupakan timbal
balik dari sapi kelompok 3 dan 4.
Prinsip pembuatan silase yaitu mempertahankan kondisi kedap udara dalam silo dengan
maksimal, dilakukan pemadatan yang maksimal dan penambahan sumber karbohidrat
fermentabel. Penggunaan additif pada pakan yang akan dijadikan silase lebih baik dengan
molases dibanding penggunaan additif bakteri asam laktat (Hidayat 2011). Hijauan yang bagus
untuk digunakan sebagai silase adalah hijauan yang mengandung karbohidrat seperti hijauan
jenis rumput, sorgum, jagung, tanaman tebu, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nanas dan
jerami padi serta pakan lain yang digemari oleh ruminansia (Direktorat Pakan Ternak 2011).
Bahan hijauan yang akan difermentasi untuk dijadikan silase merupakan bahan yang
mengandung karbohidrat terlarut berupa gula atau Water Soluble Carbohydrates yang cukup
(Lunggani 2007). Silase memiliki sedikit bau ammonia. Aroma asam yang ada dihasilkan dari
bakteri penghasil asam laktat atau aroma tersebut berasal dari fermentasi bakteri clostridia,
aroma yang bagus yaitu adanya bau asam dan tidak adanya bau amonia (Hidayat 2012).
Perlakuan jenis pakan silase dilakukan pada 3 sapi dengan renggutan yang sama yaitu 4 dengan
rataan waktu kunyahan per renggutan yaitu 150,3 detik dan rataan kunyahan dari 3 sapi tersebut
yaitu hampir mencapai 34 kali kunyahan dengan kunyahan terbanyak yaitu 62 kali dan yang
terendah yaitu 18 kali.
Konsentrat yang diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah produksi pada susu
sapi perah. Konsentrat berfungsi member tambahan energy dan protein yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan produksi, yang tidak dapat dipenuhi oleh hijauan (Siregar 2003). Perlakuan
pakan konsentrat dilakukan apda 2 sapi dengan renggutan dan kunyahan yang cukup dengan
rataan 562,5 dengan waktu rataan yaitu 500,5 detik. Konsentrat merupakan perlakuan pakan
dengan renggutan dan kunyahan terbesar, hal ini dikarenakan partikel dari konsentrat cukup
kecil, hal ini sesuai dengan literatur yaitu konsumsi pakan dapat mempengaruhi aktivitas
mengunyah (Chumpawadee dan Pimpa, 2009). dengan ukuran partikel konsentrat yang kecil
maka aktivitas pada mulut sapi tidak banyak namun tingkah laku sapi mengambil konsentrat
cukup sulit karena hanya menggunakan baskom yang membuat mulut sapi susah menangkap
konsentrat sehingga renggutan pada konsentrat sangat banyak (Kononoff et al., 2003). Kualitas
dan komposisi bahan pakan dapat mempengaruhi kecepatan mengunyah (Johansson, 2011).
Jumlah pemberian konsentrat yang semakin meningkat dalam pakan dapat menurunkan waktu
makan dan jumlah kunyahan.
Perbedaan yang cukup mencolok dari 3 perlakuan terjadi karena partikel pakan yang
dikonsumsi oleh ternak berbeda-beda. Ruminansia memiliki palatabilitas dalam penciuman dan
penglihatan, sehingga pada perlakuan silase, sapi memakan pakannya dengan renggutan cukup
sedikit karena silase yang diberikan merupakan silase dengan kualitas yang baik yang
menimbulkan palatabilitas sapi akan silase. Konsentrat tidak memiliki aroma yang terlalu
menyengat sehingga konsentrat dikunyah lebih lama daripada perlakuan lain. Konsentrat
memiliki serta tinggi sehingga sapi akan mencerna konsentrat terlebih dahulu lalu mencoba
untuk memakan konsentrat itu kembali. Palatabilitas pada sapi dicerminkan dari penampilan atau
kenampakan, aroma, rasa dan tekstur, sehingga hal tersebut menunjukkan daya tarik yang dapat
merangsang ternak untuk mengonsumsinya (Alvianto et al 2015).

DAFTAR PUSTAKA

Afrizal, Rudy Sutrisna dan Muhtarudin. 2014. POTENSI HIJAUAN SEBAGAI PAKAN
RUMINANSIA DI KECAMATAN BUMI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR. Jurnal
Ilmiah Peternakan Terpadu. 1(2):93-100.

Parakkasi, A.1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia.Universitas Indonesia


Press. Jakarta
.Rizka Muizzu Aprilia , Hartutik , dan Marjuki. 2018. EVALUASI KANDUNGAN NUTRIEN
KONSENTRAT SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN MALANG. Vol 1 No 1 pp 54-59.

Yusmadi , Nahrowi , Muhammad Ridla. 2008. Kajian Mutu dan Palatibilitas Silase dan
Hay Ransum Komplit Berbasis Sampah Organik Primer pada Kambing Peranakan Etawah
. Agripet : Vol (8) No. 1: 31-38.

Ridwan R, Ratnakomala S, Kartina G, Widyastuti Y. 2005. Pengaruh penambahan dedak


padi dan Lactobacillus planlarum lBL-2 dalam pembuatan silase rumput gajah
(Pennisetum purpureum). Jurnal Media Peternakan. 28(3): 117 – 123.

Manglayang. 2005. Arachis pintoi. http://manglayang.blogsome.com/2005/11/14/ arachis-


pintoi/. [2 September 2010].

Hidayat N, Indrasanti D. 2011. Kajian Metode Modified Atmosfir dalam Silo dan
Penggunaan Berbagai Additif Pada Pembuatan Silase Rumput Gajah. Purwokerto(ID):
Universitas Jendral Soedirman, Fakultas Peternakan.

[Direktorat Pakan Ternak]. 2011. Pedoman Umum Pengembangan Lumbung Pakan


Ruminansia. Jakarta(ID): Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Aryantha , I. N. P. dan A. T. Lunggani. 2007. Suppresion on the Aflatoxin-B production


and the growth of Aspergillus flavus by Lactic acid bacteria (Lactobacillus delbrueckii,
Lactobacillus fermentum, and Lactobacillus plantarum). Biotechnology 6 (2) : 257-262

Hidayat N, Suprapto, Hudri A. 2012. Kajian Karbohidrat Fermentabel Sebagai Additif dan
Bakteri Asam Laktat Pada Pembuatan Silase Rumput Gajah. Purwokerto(ID): Universitas
Jendral Soedirman, Fakultas Peternakan.

Siregar, S.B. 2003. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta


Chumpawadee, S. and O. Pimpa. 2009. Effect of Fodder Tree as Fiber Sources in
Total Mixed Ration on Feed Intake, Nutrient Digestibility, Chewing
Behavior and Ruminal Fermentation in beef Cattle. Journal Amin. Vet.
Adv. 8(7). Hal 1297-1284.

Kononoff PJ et al. 2005. The effect of a leptin single nucleotide polymorphism on quality
grade, yield grade, and carcass weight of beef cattle. J Anim Sci 83:927-932.

Johansson, A. 2011. Aggregatibacter actinomycetemcomitans Leukotoxin: A Powerful


Tool with Capacity to Cause Imbalance in the Host Inflammatory Response. Toxins,
3:242-259.
Alvianto, Angga, Muhtarudin , dan Erwanto. 2015. PENGARUH PENAMBAHAN
BERBAGAI JENIS SUMBER KARBOHIDRAT PADA SILASE LIMBAH SAYURAN
TERHADAP KUALITAS FISIK DAN TINGKAT PALATABILITAS SILASE . Jurnal Ilmiah
Peternakan Terpadu Vol. 3(4): 196-200,.Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(4): 196-
200,

Anda mungkin juga menyukai