Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Surveilans epidemiologi adalah suatu proses pengamatan yang terus

menerus dan sistematis serta berkesinambungan dalam pengumpulan data, analisis

dan interpretasi data kesehatan dalam upaya untuk menguraikan dan memantau

suatu peristiwa kesehatan agar dapat dilakukan penanggulangan yang efektif dan

efisien terhadap masalah kesehatan masyarakat tersebut (Hasmi, 2011).

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang langsung disebabkan oleh

kuman Mycobaceterium tuberculosis. Pada penyakit tuberkulosis jaringan yang

paling sering diserang adalah paru - paru (95,9 %), tetapi dapat juga mengenai

tubuh lainnya. Gejala yang biasanya muncul adalah demam, batuk darah, batuk

yang biasanya berlangsung lama dan produktif yang berdurasi lebih dari 3 minggu

(Price dan Wilson, 2005).

Sekitar 75% pasien tuberkulosis (TB) adalah kelompok usia yang paling

produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB

dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut

berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 –

30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar

15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk

lainnya secara sosial – stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat (DEPKES RI,

2006).

1
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.

Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India

dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia.

Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian

101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk

(DEPKES RI, 2006).

Cara penularan melalui ludah atau dahak penderita yang mengandung basil

tuberkulosis paru. Pada waktu batuk butir-butir air ludah beterbangan diudara dan

terhisap oleh orang yang sehat dan masuk kedalam parunya yang kemudian

menyebabkan penyakit tuberkulosis paru (TB Paru). Pecegahan penyakit TBC ini

dapat dilakukan dengan pencegahan primer (imunisasi aktif, kemoprofilaksis, obat

anti tuberkulosis, pengontrolan faktor prediposisi, yang mengacu pada

pencegahan dan pengobatan diabetes, silicosis, malnutrisi, sakit kronis dan

mental), pencegahan sekunder (melalui usaha pembatasan ketidakmampuan,

kontrol pasien dan deteksi dini), dan pecegahan tersier (rehabilitasi). Cara

mencegah terinfeksi penyakit ini adalah menjaga pola hidup yang sehat, dengan

memenuhi kebutuhan cairan, vitamin, nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh.

1. 2 Tujuan Pembuatan Laporan

1. 2. 1. Tujuan Umum

Diperolehnya gambaran surveilans epidemiologi penyakit tuberkulosis

paru yang ada di wilayah kerja Puskesmas Kemlagi tahun 2015.

2
1. 2. 2. Tujuan Khusus

1. Diperolehnya distribusi penyakit tuberkulosis paru menurut kelompok

umur di wilayah kerja Puskesmas Kemlagi tahun 2015.

2. Diperolehnya distribusi penyakit tuberkulosis paru menurut jenis kelamin

di wilayah kerja Puskesmas Kemlagi tahun 2015.

3. Diperolehnya distribusi penyakit tuberkulosis paru menurut wilayah di

wilayah kerja Puskesmas Kemlagi tahun 2015.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis

2.1.1 Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang langsung disebabkan oleh

kuman Mycobaceterium tuberculosis. Pada penyakit tuberkulosis jaringan yang

paling sering diserang adalah paru - paru (95,9 %), tetapi dapat juga mengenai

tubuh lainnya (Price dan Wilson, 2005).

2.1.2 Cara Penularan dan Faktor Risiko Tuberkulosis (DEPKES RI, 2006)

Cara penularan:

 Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

 Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam

bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan

sekitar 3000 percikan dahak.

 Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada

dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,

sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan

dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan

lembab.

 Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil

pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.

4
 Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh

konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Risiko penularan

 Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.

Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko

penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.

 Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of

Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko

terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh)

orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.

ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.

 Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi

positif.

Risiko menjadi sakit TB

 Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.

 Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata

terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi

sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA

positif.

 Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB

adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan

malnutrisi (gizi buruk).

 HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB

menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya

5
tahan tubuh seluler (Cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi

oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi

sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang

terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat,

dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

Faktor risiko kejadian TB, secara ringkas digambarkan pada gambar

berikut:

Gambar 2.1 Faktor risiko kejadian tuberkulosis


(DEPKES RI, 2006)

Riwayat alamiah pasien TB yang tidak diobati.

Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan:

 50% meninggal

 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi

 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular

6
2.1.3 Epidemiologi Tuberkulosis (DEPKES RI, 2006)

Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh

Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB

baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB

dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang.

Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian

karena kehamilan, persalinan dan nifas.

Gambar 2.2 Insidens tuberkulosis paru didunia (WHO, 2004)


(DEPKES RI, 2006)

Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara

ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan

kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada

kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 – 30%. Jika ia

meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun.

Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya

secara sosial – stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.

7
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.

Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India

dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia.

Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian

101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000

penduduk.

2.1.4 Prinsip Dasar Tatalaksana Pasien Tuberkulosis (DEPKES RI, 2006)

Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang

dikelola dengan menggunakan strategi DOTS.

Tujuan utama pengobatan pasien TB adalah menurunkan angka kematian

dan kesakitan serta mencegah penularan dengan cara menyembuhkan pasien.

Penatalaksanaan penyakit TB merupakan bagian dari surveilans penyakit; tidak

sekedar memastikan pasien menelan obat sampai dinyatakan sembuh, tetapi juga

berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang dibutuhkan, petugas yang terkait,

pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana tindak lanjutnya.

1. Penemuan pasien TB

Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,

penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien.

Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program

penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara

bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan

TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB

yang paling efektif di masyarakat.

8
Strategi penemuan

 Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif.

Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan; didukung

dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun

masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB.

 Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang BTA positif,

yang menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.

 Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif.

Gejala klinis pasien TB

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu

atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur

darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan

menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang

lebih dari satu bulan.

Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain

tb, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.

Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang

yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang

tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara

mikroskopis langsung.

Pemeriksaan dahak mikroskopis

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai

keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.

9
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan

mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan

yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS),

S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung

pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk

mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera

setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di

UPK.

S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat

menyerahkan dahak pagi.

2.1.5 Diagnosis Tuberkulosis Paru (DEPKES RI, 2006)

• Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu

sewaktu - pagi -sewaktu (SPS).

• Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya

kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui

pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan

lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai

penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

• Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto

toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada

TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.

• Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas

penyakit.

10
Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.

Gambar 2.3.Alur diagnosis tuberculosis paru


(DEPKES RI, 2006)

Pada keadaan-keadaan tertentu dengan pertimbangan kegawatan dan medis spesialistik, alur
tersebut dapat digunakan secara lebih fleksibel.

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan

pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun

pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan

indikasi sebagai berikut:

11
• Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini

pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis ‘TB

paru BTA positif. (lihat bagan alur)

• Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak

SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada

perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. (lihat bagan alur)

• Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang

memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis

eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang

mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau

aspergiloma).

12
BAB 3

DATA PEMANTAUAN WILAYAH

3.1 Gambaran Umum Puskesmas Kemlagi

3.1.1 Profil Puskesmas Kemlagi

UPT Puskesmas Kemlagi merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas

Kesehatan Kabupaten Mojokerto yang bertanggung jawab terhadap pembangunan

kesehatan di wilayah kerjanya.

UPT Puskesmas Kemlagi berperan menyelenggarakan upaya kesehatan

untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

penduduk agar memperoleh derajaat kesehatan yang optimal.

Dengan demikian UPT Puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak

pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga dan

masyarakat serta pusat pelayanan kesehatan strata pertama.

Dalam perjalanan kedepan UPT Puskesmas Kemlagi sudah mempunyai

Rawat Inap sehingga pelayanan kesehatan dapat terlaksana secara menyeluruh

sesuai fungsinya yaitu : Promotif, Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif tentunya

dengan keterbatasan sarana dan prasarana yang tersedia.

3.1.2 Geografi dan Wilayah Kerja

Letak geografis kecamatan Kemlagi adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Kecamatan Dawar Blandong

b. Sebelah Timur : Kecamatan Jetis

c. Sebelah Selatan : Kecamatan Gedeg

d. Sebelah Barat : Kecamatan Kudu

13
Gambar 3.1 Batas wilayah Kecamatan Kemlagi
(Industri Kabupaten Mojokerto, 2016)

Luas wilayah Kecamatan Kemlagi adalah 35.000km2. Dengan wilayah

dataran rendah100%, wilayah dataran tinggi 0%, dan jumlah desa/ kelurahan

12desa/kelurahan.

Pembagian wilayah kerja Puskesmas Kemlagi meliputi: Kelurahan/ Desa

Kemlagi, Mojowatesrejo, Mojokumpul, Mojowono, Mojopilang, Mojokusumo,

Mojodowo, Pandan Krajan, Japanan, Tanjungan, Mojorejo, dan Mojodadi.

3.1.3 Demografi

Jumlah penduduk seluruhnya di wilayah kerja Puskesmas Kemlagi adalah

35210 orang, dengan jumlah penduduk laki laki 17253 orang, jumlah penduduk

perempuan 17957 orang. Jumlah kepala keluarga 7935 KK (kepala keluarga).

Tingkat kepadatan penduduk mencapai 1.006/km2.

14
Tabel 3.1 Distribusi jumlah penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin (Profil
Puskesmas Kemlagi, 2015)
Laki-laki Umur Perempuan
289 0-1 277
1157 1-4 1109
1169 5-9 1013
1411 10-14 997
1116 15-19 1769
1374 20-24 1808
1426 25-29 1726
1378 30-34 1762
1448 35-39 2242
1001 40'44 1002
1140 45-49 1020
1126 50-54 812
1063 55-59 901
1109 60-64 811
1046 > 65 708

Dari data diatas, yang ditunjukkan oleh Tabel 2.2, maka jumlah penduduk

usia produktif merupakan jumlah paling banyak (20-54 tahun) sebesar 19.265

jiwa, jumlah penduduk usia non produktif 0-19 tahun sebanyak 10.307 jiwa, dan >

54 tahun sebesar 5.638 jiwa.

Sedangkan data penduduk berumur 10 tahun ke atas yang melek huruf dan

ijazah tertinggi yang diperoleh menurut jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas

Kemlagi tahun 2015 adalah sebagai berikut:

15
Tabel 3.2 Data penduduk berumur 10 tahun ke atas yang melek huruf dan ijazah tertinggi
yang diperoleh menurut jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas Kemlagi tahun 2015
(Kantor Desa)
JUMLAH PERSENTASE
NO VARIABEL
L P L+P P P L+P
PENDUDUK BERUMUR 10
1 15,569 15,658 31,227
TAHUN KE ATAS
PENDUDUK BERUMUR 10
2 TAHUN KE ATAS YANG MELEK 14,562 14,625 29,187 93.53 93.40 93.47
HURUF
PERSENTASE PENDIDIKAN
3 TERTINGGI YANG
DITAMATKAN:
a. TIDAK MEMILIKI IJAZAH SD 2,207 1854 4,061 14.18 11.84 13.00

b. SD/MI 3,929 3812 7,741 25.24 24.35 24.79

c. SMP/ MTs 3,592 3925 7,517 23.07 25.07 24.07

d. SMA/ MA 3,655 3888 7,543 23.48 24.83 24.16


e. SEKOLAH MENENGAH
740 667 1,407 4.75 4.26 4.51
KEJURUAN
f. DIPLOMA I/DIPLOMA II 102 99 201 0.66 0.63 0.64

g. AKADEMI/DIPLOMA III 184 164 348 1.18 1.05 1.11

h. UNIVERSITAS/DIPLOMA IV 203 149 352 1.30 0.95 1.13

i. S2/S3 (MASTER/DOKTOR) 13 4 17 0.08 0.03 0.05

3.1.4 Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat penting

dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Dengan pemberian

pelayanan kesehatan dasar secara cepat dan tepat, diharapkan sebagian besar

masalah kesehatan masyarakat sudah dapat diatasi. Berbagai pelayanan kesehatan

dasar yang dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:

1. Kunjungan Ibu Hamil (K4)

2. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan

Pada Ibu Nifas

3. Bumil Mendapatkan Fe

16
4. Imunisasi TT pada Bumil dan WUS (Wanita Usia Subur)

5. Komplikasi Kebidanan Dan Neonatal Risiko Tinggi/Komplikasi Ditangani

6. Kunjungan Neonatus

7. Pelayanan Keluarga Berencana

8. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

9. ASI Eksklusif

ASI Eksklusif adalah pemberian ASI pada bayi mulai 0 – 6 bulan dalam

rangka mencukupi kebutuhan gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan

perkembangan bayi.

10. Pelayanan Kesehatan Bayi, Anak Balita

11. Pelayanan Imunisasi

12. Pemberian Vitamin A Pada Bayi, Anak Balita, dan Ibu Nifas

13. Status Gizi Balita

14. Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat

15. Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut

16. Pelayanan Kesehataan Usia Lanjut (Usila)

3.1.5 Sarana Pelayanan Kesehatan

Sarana pelayanan kesehatan yang terdapat di wilayah kerja UPT

Puskesmas Kemlagi terdiri dari: 1 Puskesmas Rawat Inap, 2 Puskesmas

Pembantu, 2 Polindes, 7 Ponkesdes, 2 Balai Pengobatan / Klinik Swasta, 1

praktek dokter perorangan, 3 apotik, 14 bidan praktek swasta.

Sebagai salah satu Puskesmas induk di Mojokerto, maka Puskesmas

Kemlagi memiliki fasilitas laboratorium klinis yang melayani pemeriksaan darah,

urine, feses, BTA dan pemeriksaan kimia klinik.

17
3.1.6 Tenaga Kerja

Tabel 3.3 Daftar ketenagaan berdasarkan jenis pekerjaan di Puskesmas Kemlagi


Tahun 2015 (Profil Puskesmas Kemlagi, 2015)
No Ketenagaan Jumlah
1 Dokter : 2 orang
2 Dokter gigi : 1 orang
3 Jumlah dokter mahir jiwa : 0 orang
4 Sarjana Kesehatan Masyarakat : 0 orang
5 Bidan : 1 orang
- P2B 0 orang
- D4 Kebidanan 1 orang
6 Bidan di desa : 12 orang
7 Perawat Kesehatan : 12 orang
- SPK 1 orang
- D3 Keperawatan 10 orang
- S1 Keperawatan 1 orang
8 Perawat Gigi : 1 orang
9 Perawat mahir jiwa : 0 orang
10 Sanitarian/D3 Kesling : 0 orang
11 Petugas Gizi/ D3 Gizi : 1 orang
12 Asisten Apoteker : 0 orang
Analis laboratorium/D3
13 Laboratorium : 1 orang
14 Juru Imunisasi / juru malaria : 1 orang
15 Tenaga Administrasi : 8 orang
16 Sopir , penjaga : 0 orang
Lain lain (Juru masak, Petugas
17 kebersihan ) : 3 orang

3.1.7 Pemukiman dan Sanitasi

3.1.7.1 Pemukiman

Data mengenai pemukiman masyarakat tidak dapat dikaji karena belum

ada data prosentasi rumah sehat di wilayah kerja Puskesmas Kemlagi. Sedangkan

cakupan sanitasi di wilayah kerja Puskesmas Kemlagi meliputi sarana air bersih,

sarana jamban keluarga dan tempat pembuangan sampah yang dapat di lihat pada

tabel-tabel di bawah ini.

18
Tabel 3.4 Penggunaan sumber air bersih di wilayah kerja Puskesmas Kemlagi
tahun 2015 (Profil Puskesmas Kemlagi, 2015)
Penggunaan Air Bersih Jumlah Penduduk Persentase
Sumur gali terlindung 380 1,15%
Sumur gali dengan pompa 59 0,18%
Sumur bor dengan pompa 30668 93,20%
Terminal air 0 0%
Mata air terlindung 0 0%
PAH (penampung air hujan) 0 0%
Perpipaan (PDAM, 1801 5,47%

BPSPAM)

Sumur gali terlindung


Sumur gali dengan pompa
Sumur bor dengan pompa
Terminal air
Mata air terlindung
PAH (penampung air hujan)
Perpipaan (PDAM, BPSPAM)

Diagram 3.1 Prosentase penggunaan air bersih di wilayah kerja Puskesmas Kemlagi
tahun 2015
(Profil Puskesmas Kemlagi, 2015)

Berdasarkan tabel dan diagram diatas penggunaan air bersih terbanyak

yaitu menggunakan sumur bor dengan pompa sebanyak 30668 penduduk

(93,20%).

3.1.7.2 Sanitasi

19
Data kepemilikan sarana sanitasi dasar tempat sampah di wilayah kerja

Puskesmas Kemlagi tidak dapat dikaji karena belum ada data tercantum.

3.2 Data Distribusi Frekuensi Penyakit Tuberkulosis Paru

3.2.1 Distribusi Frekuensi Penyakit Tuberkulosis Paru Puskesmas Kemlagi Tahun

2015 Menurut Golongan Umur

Tabel 3.5 Distribusi Frekuensi Penyakit Tuberkulosis Paru Puskesmas Kemlagi Tahun


2015 Menurut Golongan Umur (UPT Puskesmas Kemlagi, 2015)
Golongan umur %
(tahun) Frek
<15
15-19 1 5.6
20-24 2 11
25-29
30-34 4 22
35-39 1 5.6
40-44
45-49 3 17
50-54
55-59 2 11
60-64 2 11
> 64 3 17
Jumlah 18 100

Berdasarkan data diatas bahwa penderita penyakit TB Paru terbanyak di

Puskesmas Kemlagi tahun 2015 terdapat pada golongan umur usia produktif 15-

54 tahun sebanyak 11 orang (61,16%).

3.2.2 Distribusi Frekuensi Penyakit Tuberkulosis Paru Puskesmas Kemlagi Tahun

2015 Menurut Jenis Kelamin

20
Tabel 3.6 Distribusi Frekuensi Penyakit Tuberkulosis Paru Puskesmas Kemlagi
Tahun 2015 Menurut Jenis Kelamin (UPT Puskesmas Kemlagi, 2015)
No Jenis Kelamin Frek %
1 Laki-laki 11 61
2 Perempuan 7 39
Jumlah 18 100

Laki-laki
Perempuan

Diagram 3.2 Distribusi Frekuensi Penyakit Tuberkulosis Paru Puskesmas Kemlagi Tahun


2015 Menurut Jenis Kelamin

Berdasarkan data diatas penderita TB Paru terbanyak di Puskesmas

Kemlagi menurut jenis kelamin tahun 2015 diderita oleh laki-laki sebesar 11

orang (61%).

3.2.3 Distribusi Frekuensi Penyakit Tuberkulosis Paru Puskesmas Kemlagi Tahun

2015 Menurut Wilayah

Tabel 3.7 Distribusi Frekuensi Penyakit Tuberkulosis Paru Puskesmas Kemlagi Tahun


2015 Menurut Wilayah (UPT Puskesmas Kemlagi, 2015)
No Kelurahan Frek %
1 Kemlagi
2 Mojowatesrejo 1 5.6
3 Mojokumpul 2 11
4 Mojowono
5 Mojopilang 2 11
6 Mojokusumo
7 Mojodowo 4 22
8 Pandan Krajan 4 22
9 Japanan 4 22
10 Tanjungan 1 5.6
11 Mojorejo
12 Mojodadi
Jumlah 18 100

21
Berdasarkan data diatas penderita penyakit TB Paru tertinggi terdapat pada

kelurahan Mojodowo, Pandan Krajan, dan Japanan yaitu masing-masing sebanyak

4 orang (22%).

3.2.4 Distribusi Frekuensi Penyakit Tuberkulosis Paru Puskesmas Kemlagi Tahun

2015 Menurut Waktu

Tabel 3.8 Distribusi Frekuensi Penyakit Tuberkulosis Paru Puskesmas Kemlagi


Tahun 2015 Menurut Waktu
No Triwulan Frek %
1 I (Januari-Maret) 4 22.22
2 II (April-Juni) 6 33.33
3 III (Juli-September) 5 27.78
4 IV (Oktober-Desember) 3 16.67
Jumlah 18 100

Distribusi Frekuensi Penyakit Tuberkulosis Paru Wilayah Kerja


Puskesmas Kemlagi Menurut Waktu Tahun 2015

I (Januari-Maret)
II (April-Juni)
III (Juli-September)
IV (Oktober-Desember)

Grafik 3.3 Distribusi Frekuensi Penyakit Tuberkulosis Paru Puskesmas


Kemlagi Tahun 2015 Menurut Waktu

Berdasarkan data grafik diatas penderita TB Paru terbanyak berdasarkan data

triwulan terdapat pada triwulan II sebesar 6 kasus (33,33%).

22
BAB 4

PEMBAHASAN

4.1    Penyakit Tuberkulosis Paru Menurut Variabel Golongan Umur

Berdasarkan data di Puskesmas Kemlagi, diketahui bahwa penderita

tuberkulosis paru terbanyak pada tahun 2015 terdapat pada golongan umur usia

15-54 tahun sebesar 61,16%. Menurut data WHO bahwa 75% penderita TB

adalah usia produktif yaitu umur 15-50 tahun. Hal ini disebabkan oleh berbagai

faktor seperti aktifitas yang berlebihan, pendidikan yang rendah.

Variabel umur berperan dalam kejadian penyakit tuberculosis. Risiko

untuk terjangkit penyakit TB dapat dikatakan seperti halnya kurva normal

terbalik, yaitu tinggi ketika awalnya, menurun karena di atas 2 tahun hingga

dewasa mempunyai daya tangkal terhadap TB dengan baik. Puncaknya tentu

dewasa muda, dan menurun kembali ketika seseorang atau kelompok menjelang

usia tua (Warrwn, 1994, Daniel dalam Harisson, 1991).

4.2    Penyakit Tuberkulosis Paru Menurut  Variabel Jenis Kelamin

Seperti halnya dengan variabel umur, faktor jenis kelamin merupakan

salah satu variabel deskriptif yang dapat memberikan perbedaan angka/rate

kejadian pada pria dan wanita. Berdasarkan data di Puskesmas Kemlagi, diketahui

bahwa penderita TB Paru terbesar berdasarkan variabel jenis kelamin pada tahun

2015 terdapat pada laki-laki. sebesar 61%.

Penderita TB-paru cenderung lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan

perempuan. Menurut Hiswani yang dikutip dari WHO, pada jenis kelamin laki-

23
laki penyakit ini lebih tinggi terkena penyakit TB-Paru karena merokok tembakau

dan minum alkohol, sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh,

sehingga lebih mudah terpapar dengan agent penyebab TB-paru. (Helper, 2010)

Lingkungan sekitar juga menjadi faktor eksternal terjadinya penyakit TB

Paru yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, sikap dan tindakan. Penyakit

TB Paru menular dengan cepat pada orang yang berkontak langsung dengan

penderita TB Paru melalui udara khususnya pada laki-laki.

4.3    Penyakit TB Paru Menurut Variabel  Wilayah

Variabel wilayah merupakan salah satu indikator dari faktor risiko.

Peranan karakteristik faktor tempat dalam studi epidemiologi erat hubungannya

dengan lokasi fisik seperti sifat geologi dan keadaan tanah, keadaan iklim

setempat yang erat hubungannya dengan tropis, subtropis. Adapun faktor

penyebab dari variabel tempat ini yaitu kebiasaan hidup sehat, kepadatan

penduduk, kepadatan hunian rumah tangga dan keadaan sosial ekonomi.

Berdasarkan data di Puskesmas Kemlagi, diketahui bahwa penderita

tuberkulosis paru terbesar pada tahun 2015 yaitu terdapat pada Kelurahan

Mojodowo, Pandan Krajan, dan Japanan yaitu masing-masing sebanyak 4 orang

(22%).

Data mengenai jumlah rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan

sehat serta angka kepadatan penduduk berdasarkan wilayah di Puskesmas

Kemlagi masih belum ada, sehingga belum bisa dikaji bagaimana hubungan

berperilaku hidup bersih dan sehat serta angka kepadatan penduduk dengan

tingginya angka kejadian TB paru di wilayah tersebut.

24
4.4    Penyakit Tuberkulosis Paru Menurut Variabel Waktu

Proses perubahan yang berhubungan dengan perjalanan waktu

membutuhkan pertimbangan tentang variabel ini dalam analisis berbagai faktor

yang berhubungan dengan tempat dan orang. Di samping itu, faktor waktu

merupakan faktor yang cukup penting dalam menentukan definisi setiap ukuran

epidemiologis dan merupakan komponen dasar dalam konsep penyebab.

Perubahan frekuensi penyakit dalam masyarakat menurut waktu, dapat

berlangsung dalam waktu singkat, secara periodik maupun sekular. Dalam hal ini,

waktu dapat diukur dengan satuan apapun yang diinginkan, sesaat, tahunan,

puluhan tahun bahkan berabad.

Berdasarkan data di Puskesmas Kemlagi, diketahui bahwa angka kejadian

terbanyak penderita TB Paru pada tahun 2015 adalah di triwulan II sebesar

33,33%.  

Meningkatnya kasus TB paru di Indonesia, salah satunya dipengaruhi oleh

faktor lingkungan seperti keadaan cuaca atau iklim lembab yang mempermudah

berkembangnya bakteri microbacterium tuberkulosa. Selain faktor iklim, keadaan

lingkungan yang buruk seperti kebiasaan hidup bersih dan sehat dan kepadatan

penduduk juga merupakan faktor terjangkitnya penyakit TB.

25
BAB 5

KESIMPULAN

5.1    Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data surveilans epidemiologi penyakit

tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Kemlagi tahun 2015, dapat

disimpulkan bahwa :

1. Penderita tuberkulosis paru terbanyak pada tahun 2015 terdapat pada golongan

umur usia 15-54 tahun sebesar 61,16%.

2. Penderita tuberkulosis paru terbesar berdasarkan variabel jenis kelamin pada

tahun 2015 terdapat pada laki-laki sebesar 61%.

3. Penderita tuberkulosis paru terbesar pada tahun 2015 yaitu terdapat pada

Kelurahan Mojodowo, Pandan Krajan, dan Japanan yaitu masing-masing

sebanyak 4 orang (22%). Data mengenai jumlah rumah tangga yang berperilaku

hidup bersih dan sehat serta angka kepadatan penduduk berdasarkan wilayah di

Puskesmas Kemlagi masih belum ada, sehingga belum bisa dikaji bagaimana

hubungan berperilaku hidup bersih dan sehat serta angka kepadatan penduduk

dengan tingginya angka kejadian TB paru di wilayah tersebut.

4. Angka kejadian terbanyak penderita tuberkulosis paru pada tahun 2015 adalah di

triwulan II sebesar 33,33%.  

26
5.2    Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, adapun saran yang dapat kami berikan,

yaitu sebagai berikut :

1.  Petugas kesehatan memberikan penyuluhan dan informasi tentang penyakit

tuberkulosis paru terutama pada kelompok umur 15-54 tahun. Karena lebih dari

separuh penderita terjadi pada kelompok usia produktif.

2.  Memberikan penyuluhan kepada masyarakat terutama pada jenis kelamin laki-

laki, seperti menghindari kebiasaan merokok, minum-minuman beralkohol,

pergaulan bebas, khususnya mengenai cara pencegahan dan penanganan

tuberkulosis paru.

3.  Melakukan evaluasi dan monitoring terhadap perkembangan penyakit tuberkulosis

paru di kelurahan binaan yang berisiko tinggi terpapar penyakit.

4. Melaksanakan program penyehatan perumahan dan sanitasi dasar yang meliputi

pembinaan sanitasi perumahan dan sanitasi dasar serta pemeriksaan rumah yang

memenuhi syarat kesehatan.

27
LAMPIRAN

REKAP PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS KEMLAGI TAHUN 2015

28
29

Anda mungkin juga menyukai