Anda di halaman 1dari 12

KELOMPOK 6

TES TRANSAKSI

NAMA :
YOSI ANITA PUTRI (145020300111017)
YOHANA HILLARY (145020300111033)
DYAH RETNO A (145020301111028)
Standar pekerjaan lapangan ketiga IAPI (2011 : 326.1) berbunyi:
“Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan auditan”.

Pekerjaan auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan
terdiri atas usaha untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit. Bukti audit sangat
bervariasi pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh auditor independen.
Relevansi, objektivitas, ketepatan waktu dan keberadaan bukti audit lain yang menguatkan
kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi bukti.

6.1 SIFAT BUKTI AUDIT (AUDIT EVIDENCE)


Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri atas data akuntansi dan semua
informasi penguat yang tersedia bagi auditor.
Berikut adalah bukti yang mendukung laporan keuangan (data akuntansi):
- Jurnal
- Buku besar dan buku pembantu
- Buku pedoman akuntansi yang berkaitan
- Catatan (work sheet dan spread sheet) yang mendukung alokasi biaya,
perhitungan, dan rekonsiliasi.
Data akuntansi ini seringkali dalam bentuk elektronik. Data akuntansi saja tidak dapat
dianggap sebagai pendukung yang cukup bagi suatu laporan keuangan. Tanpa cukup
perhatian atas kewajaran dan kecermatan data akuntansi yang melandasinya, pendapat
auditor atas laporan keuangan tidak akan terjamin.
Bukti audit penguat (informasi tertulis maupun elektronik)
- Cek
- Catatan electronic fund system
- Faktur
- Surat kontrak
- Notulen rapat
- Konfirmasi dan representasi tertulis dari pihak yang mengetahui
- Informasi yang diperoleh auditor melalui permintaan keterangan, pengamatan,
inspeksi, dan pemeriksaan fisik
- Informasi lain yang dikembangkan oleh atau tersedia bagi auditor yang
memungkinkannya menarik kesimpulan berdasarkan alasan yang kuat
Suatu bukti audit dikatakan kompeten jika bukti tersebut sah dan relevan. Suatu bukti
yang absah sangat bergantung atas keadaan yang berkaitan dengan pemerolehan bukti
tersebut. Bukti ekstern yang diperoleh dari pihak independen diluar perusahaan
dianggap lebih kuat, dalam arti dapat lebih diandalkan/ dipercaya keabsahannya
daripada bukti yang diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri (bukti intern).
Semakin efektif pengendalian intern, semakin besar jaminan yang diberikan mengenai
keandalan data akuntansi dan laporan keuangan. Pengetahuan auditor secara pribadi
dan langsung yang diperoleh melalui inspeksi fisik, pengamatan, perhitungan, dan
inspeksi, lebih bersifat menyimpulkan (persuasive evidence) daripada bukti yang
bersifat meyakinkan (convincing evidence).
Menurut Konrath (2002: 114 & 115) teerdapat enam tipe bukti audit, yaitu:
1. Physical Evidence
Terdiri atas segala sesuatu yang bisa dihitung, dipelihara, diobservasi, atau
diinspeksi, dan terutama berguna untuk mendukung tujuan eksistensi atau
keberadaan. Contohnya adalah bukti-bukti fisik yang diperoleh dari kas opname,
observasi dari perhitungan fisik persediaan, pemeriksaan fisik surat-surat berharga
dan inventarisasi aset tetap.
2. Evidence Obtain Through Confirmation
Bukti yang diperoleh mengenai eksistensi, kepemilikan, atau penilaian, langsung
dari pihak ketiga diluar klien. Contohnya adalah jawaban konfirmasi piutang,
utang, barang konsinyasi, surat berharga yang disimpan biro administrasi efek dan
konfirmasi dari penasihat hukum klien,
3. Documentary Evidence
Terdiri atas catatan-catatan akuntansi dan seluruh dokumen pendukung transaksi.
Contohnya adalah faktur pembelian, copy faktur penjualan, journal voucher,
general ledger, dan sub ledger. Bukti ini berkaitan dengan asersi manajemen
mengenai completeness dan eksistensi dan berkaitan dengan audit trail yang
memungkinkan auditor untuk mentrasir dan melakukan vouching atas transaksi-
transaksi dan kejadian-kejadian dari dokumen ke buku besar dan sebaliknya.
4. Mathematical Evidence
Merupakan perhitungan, perhitungan kembali dan rekonsiliasi yang dilakukan
auditor. Misalnnya footing, cross footing, dan extension dari rincian persediaan,
perhitungan dan alokasi beban penyusutan, perhitungan beban bunga, laba/rugi
penarikan aset tetap, PPh dan accruals. Untuk rekonsiliasi misalnya pemeriksaan
rekonsiliasi bank, rekonsiliasi saldo piutang usaha dan utang menurut buku besar
dan sub buku besar, rekonsiliasi inter company accounts dan lain-lain.
5. Analytical Evidence
Bukti yang diperoleh melalui penelaahan analitis terhadap informasi keuangan
klien. Penelaahan analitis ini harus dilakukan pada waktu membuat perencanaan
audit, sebelum melakukan substantive test dan pada akhir pekerjaan lapangan
(audit field work). Prosedur analitis bisa dilakukan dalam bentuk:
- Trend (Horizontal) Analysis
Yaitu membandingkan angka-angka laporan keuangan tahun berjalan
dengan tahun-tahun sebelumnya dan menyelidiki kenaikan/penurunan yang
signifikan baik dalam jumlah rupiah maupun persentase.
- Common Size (Vertical) Analysis
- Ratio Analysis
Misalnya menghitung rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio leverage
dan rasio manajemen aset
6. Hearsay Evidence
Merupakan bukti dalam bentuk jawaban lisan dari klien atas pertanyaan-
pertanyaan yang diajuakn editor. Misalnya pertanyaan-pertanyaan auditor
mengenai pengendalian intern, ada tidaknya contigent liabilities, persediaan yang
bergerak lambat atau rusak, kejadian penting sesudah tanggal neraca dan lain-lain.
Urutan reliabilitas dari keenam tipe bukti audit.
Reliabilitas Tertinggi Reliabilitas Terendah

Physical
Evidence

Confirmation
Evidence

Mathematical
Evidence

Analytical
Evidence

Internal
Documents Under
Conditions of
Strong Internal
Control

Internal
Documents Under
Conditions of
Weak Internal
Control

Hearsay
Evidence
6.2 COMPLIANCE TEST AND SUBSTANTIVE TEST
Tujuan utama auditor dalam suatu penugasan audit adalah untuk memberikan
pendapat atas kewajaran penyajian laporan keuangan perusahaan. Untuk mencapai
tujuan tersebut auditor harus memperoleh bukti audit yang memadai melalui
pelaksanaan dua jenis prosedur pengujian audit, yaitu:
 Prosedur Ketaatan (Compliance Procedures)
 Prosedur Substantif (Substantive Procedures)

1. Tes Ketaatan (Compliance Test) atau Test of Recorded Transactions adalah tes
terhadap bukti pembukuan yang mendukung transaksi yang dicatat perusahaan
untuk mengetahui apakah setiap transaksi yang terjadi sudah diproses dan dicatat
sesuai dengan sistem dan prosedur yang telah ditetapkan manajemen. Jika terjadi
penyimpangan dalam pemrosesan dan pencatatan transaksi, walaupun jumlah
(rupiah) nya tidak material, auditor harus memperhitungkan pengaruh dari
penyimpangan tersebut terhadap efektivitas pengendalian intern dan juga harus
dipertimbangkan apakah kelemahan dalam salah satu aspek pengendalian intern
bisa diatasi dengan suatu "Compensating Control". Misalnya:

Kesalahan yang Kelemahan I/C Compensating Control


ditemukan
1. Bukti pengeluaran kas Timbul kemungkinan 1. Subledger utang selalu
dan bukti-bukti bukti pendukung di update dan setiap
pendukung tidak dicap digunakan untuk akhir bulan direconcile
lunas. pembayaran yang dengan saldo utang
kedua kalinya dibuku besar
2. Perusahaan memiliki
bagian internal audit
yang cukup kuat dan
setiap bulan memeriksa
kelengkapan bukti-bukti
pengeluaran kas

2. Bukti pengeluaran kas Timbul kemungkinan Perusahaan


tidak bernomor urut penyalahgunaan bukti menggunakan imprest
tercetak tersebut untuk fundsystem untuk
kepentingan pribadi pengeluaran ≤
Rp750.000 untuk
jumlah >Rp750.000
dibayar dengan giro,
yang urutan nomornya
selalu diawasi

 Compliance Test biasanya dilakukan untuk transaksi berikut ini :

Jenis transaksi Jenis Compliance Sampel yang digunakan


Test
 Penjualan Sales Test Faktur penjualan
 Penerimaan kas Cash Receipt Test Kwitansi

 Pengeluaran kas Cash Disbursement Nomor check/giro

 Pembelian Test Purchase order


Purchase Test Daftar gaji
 Pembayaran gaji dan upah
Payrol Test Jurnal voucher
 Jurnal
Journal Voucher Test
koreksi/penyesuaian

Dalam melaksanakan Compliance Test, auditor harus memperhatikan hal-hal berikut:


a. kelengkapan bukti pendukung (Supporting Documents
b. Kebenaran perhitungan mathemathis (Footing, Cross Footing, Extension)
c. Otorisasi dari pejabat perusahaan yang berwenang
d. kebenaran nomor perkiraan yang didebet/kredit
e. Kebenaran posting ke buku besar dan sub buku besar

Compliance Test bisa dilakukan pada waktu interim audit dan dilanjutkan setelah
perusahaan melakukan penutupan buku pada akhir tahun.

2. Substantive Test adalah tes terhadap kewajaran saldo-saldo perkiraan laporan


keuangan (Laporan Posisi Keuangan dan Laporan Laba Rugi Komprehensif).
Prosedur pemeriksaan yang dilakukan dalam Substantive Test, antara lain :
 Inventarisasi aset tetap
 Observasi atas stock opname
 Konfirmasi piutang, utang dan Bank
 Subsequent collection dan subsequent payment
 Kas opname
 Pemeriksaan rekonsiliasi bank dan lain-lain

Jika pada waktu melakukan substantive test, auditor menemukan kesalahan-kesalahan,


harus dipertimbangkan apakah kesalahan tersebut jumlahnya material atau tidak. Jika
permasalahannya material, auditor harus mengusulkan audit adjusment secara tertulis
(dalam bentuk daftar audit adjusment). Jika usulan adjusment tidak disetujui klien,
dan auditor yakin usulan adjusment tersebut benar, maka auditor tidak boleh
memberikan unqualified opinion.
Untuk kesalahan yang jumlahnya tidak material (immaterial), auditor tetap perlu
mengajukan usulan adjusment, tetapi tidak perlu dipaksakan karena tidak akan
mempengaruhi opini akuntan publik. Dalam melakukan Substantive test, auditor perlu
membuat kertas kerja dalam bentuk Working Balance Sheet, Working Profit and Loss,
Top Shcedule dan Supporting Schedule.
6.3 CARA PEMILIHAN SAMPEL
Pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan publk diharapkan terlaksana dalam waktu
singkat dengan biaya yang cukup rendah. Oleh sebab itu, seorang akuntan publik
harus mampu membuat kesuluruhan transaksi dan bukti-bukti yang terdapat dalam
perusahaan diperiksa secara test basis atau secara sampling. Dimana yang perlu
dilakukan ialah mengambil beberapa sampel dari keseluruhan universe kedalam
sebuah test yang kemudian hasil pemeriksaannya dapan ditarik kesimpulan oleh
auditor mengenai universe secara keseluruhan tersebut.
Dalam menarik kesimpulan, cara pemilihan sampelnya tidaklah boleh sembarangan
sebab sampel ini harus mampu mewakili universe yang tepat sehingga kesimpulan
yang ditarik pun dapat sesuai dengan sampel yang tepat itu. Cara pemilihan sampel
tersebut pun harus mampu dipertanggungjawabkan oleh akuntan publik agar betul-
betul sesuai dengan prinsipnya yaitu sampel yang representative atas
keseluruhannya.
Terkait hal ini, PSA No. 26 menjelaskan secara jelas mengenai pengertian sampling
audit itu sendiri. Sampling audit adalah penerapan prosedur audit terhadap unsur-
unsur suatu saldo akun atau kelompok transaksi yang kurang dari seratus persen
dengan tujuan untuk menilai beberapa karakteristik saldo akun atau kelompok
transaksi tersebut.
Dalam sampling audit terdapat dua pendekatan umum sesuai PSA No. 26, yaitu
nonstatistik dan statistik. Keduanya mengharuskan seorang auditor melakukan
pertimbangan secara professional dalam hal perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian
sampel, serta menghubungkan bukti audit yang dihasilkan dari sampel yang ada
dengan bukti audit lain dalam hal menarik kesimpulan atas saldo akun kelompok
transaksi yang berkaitan sesuai dengan pengertian sampling audit itu sendiri. Dengan
penerapan yang tepat dan semestinya maka kedua pendekatan mampu menghasilkan
bukti audit yang cukup.
Metode sampling apapun yang digunakan, auditor dianjurkan memilih cara
pemilihan sampel dalam menyusul sampling plan dengan cara-cara yang sering
digunakan sebagai berikut.
a. Random/Judgement Sampling
Pemilihan sampel yang dilakukan ialah secara random dengan
menambahkan judgement dari akuntan publik itu sendiri. Selain itu,
auditor juga dapat menggunakan random sampling table dalam pemilihan
sampelnya atau dapat pula dengan menggunakan komputer.
Salah satu cara, misalnya: dalam melakukan tes transaksi atas pengeluaran
kas, auditor menentukan bahwa semua pengeluaran kas yang lebih besar
atau sama dengan Rp5.000.000,- harus di vouching, ditambah dua setiap
bulan yang berjumlah di bawah Rp5.000.000,-.
b. Block Sampling
Pemilihan sampel dilakukan dengan memilih transaksi di bulan-bulan
tertentu sebagai sampel. Akan tetapi, hal yang paling penting ialah
judgement dari auditor yang berpengalaman, sebab pengalaman seorang
auditor sangat berpengaruh terkait sampel yang dipilih serta mampu benar-
benar representative. Dua cara awal inilah yang paling mudah, selanjutnya
merupakan cara yang lebih sulit, yaitu statistical sampling.
c. Statistical Sampling
Pemilihan sampel yang dilakukan ialah secara ilmiah dimana dalam
pemilihannya memerlukan waktu yang lebih banyak sehingga lebih sulit
walaupun lebih sulit dari cara yang lainnya. Oleh karena itu, hanya
perusahaan yang sangat besar dan mempunyai internal control yang cukup
baik.
Contoh Tes Transaksi Pengeluaran Kas
TGL No. Keterangan Jumlah No. A B C D E
Bukti Perkiraa
(Check n
)
5/1/10 BK Pembayaran Rp5.000.000,- 402 v v v v v
001250 utang PT
Duratex.
Invoice # 1013, Rp500.000,- 215 v v v v v
tanggal
13/12/11
Termasuk PPN
Rp500.000,-

15/1/1 BK Pembelian 1
0 001301 buah kendaraan
Toyota Kijang
No. B 8877 SA Rp25.700.000,- 310 v v v v v
Tahun 2011

31/1/1 BK Pembayaran
0 001275 uang muka
mesin ke PT Rp57.000.000,- 315 v v v v v
Sukaku

13/2/1 BK Pembayaran Rp35.500.000,- 630 v v v v v


0 02052 bonus tahun
2010

22/2/1 BK Pembayaran Rp25.000.000,- 627 v v v v v


0 012105 gaji bulan
Februari 2011

Sampel dipilih dalam bentuk no.


check
Untuk semua pengeluaran kas di
atas Rp5.000.000,-
a. Kelengkapan Supporting
document
b. Kebenaran perhitungan
matematik
c. Otorisasi
d. Kebenaran no perkiraan
e. Kebenaran posting ke buku
besar dan sub buku besar
DIBUAT OLEH: Di-review OLEH: CLIENT: PT ABC PERI INDEX:
(TTD+TGL) (TTD+TGL) SCHEDULE: ODE: KKP: B
Transaksi th
Pengeluaran Kas 2010

Anda mungkin juga menyukai