Anda di halaman 1dari 10

JURNAL DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR

VOLUME 7, NO 2, SEPTEMBER 2015: 21 - 30

KONSEP DIRI DAN PRESTASI BELAJAR

Subaryana
subaryanas@gmail.com
IKIP PGRI, Yogyakarta

Abstract. The self-concept is an individual view of themselve , the more positive their self-
concept, the more positive the individual sees themselve and also the view of themselve and
their environment. Students who have a positive self-concept tend to view learning as a
necessity or study because of the motivation comes from themselves, so their study results tend
to be the maximum. While students who have a negative self-concept study tend to view it as
an obligation to do or because others assured that learning is beneficial, so they study because
of the element of compulsion to obtain value or graduation , therefore their study results tend to
be less than the maximum or lower. Thus the self-concept has a very significant correlation to
learning achievement. Based on the situation it has become an obligation for teachers and
parents to help students to develope their positive self-concept .

Keyword: self-concept, learning achievement

21
JURNAL DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR
VOLUME 7, NO 2, SEPTEMBER 2015: 21 - 30

Pendahulan meliputi: motivasi belajar, emosi,


Setiap manusia memiliki potensi kecerdasan, persepsi, konsep diri, kondisi
masing-masing, potensi yang mereka miliki fisik dan psikologis, dan lain-lain. Dalam
akan berkembang sesuai dengan artikel yang ringkas ini penulis akan
kemampuan dan keinginan mereka untuk mencoba untuk membahas tentang
mengembangkannya. Begitu pula dengan hubungan antara konsep diri dengan
siswa yang sedang belajar untuk mencapai prestasi belajar.
prestasi yang optimal harus berusaha
mengoptimalkan potensi yang mereka Konsep Diri
miliki. Potensi yang telah mereka miliki Pengertian Konsep Diri dan Faktor yang
tersebut akan berkembang secara optimal Mempengaruhinya
apabila ada orang lain yang Calhaun dan Acocella (1990 : 67)
membimbingnya, hal ini mengingat bahwa mengungkapkan bahwa konsep diri adalah
masa remaja (adolescence) merupakan masa pandangan diri anda tentang anda sendiri
untuk mencari identitas diri, oleh sebab itu yang meliputi tiga dimensi yakni:
konsep diri mereka cenderung belum (1) pengetahuan atau apa yang diketahui
objektif. Berkaitan dengan hal tersebut tentang dirinya sendiri, (2) pengha-
maka yang berkewajiban menjadi rapan mengenai dirinya dan pengharapan
pembimbing siswa di sekolah adalah guru, ini merupakan diri ideal, dan (3) penilaian
sementara secara informal tugas tentang dirinya sendiri. Hal ini seperti apa
pembimbingan di lingkungan keluarga yang dinyatakan oleh Fitts (1971:3) "the self
adalah orang tua. as seen, perceived, and experienced by him"
Sampai saat ini yang sering konsep diri sebagai diri yang dia rasakan,
dijadikan sebagai tolok ukur hasil belajar dan dia alami. Rogers (Burn, 1993: 49)
siswa adalah nilai yang diperoleh siswa menggunakan istilah konsep diri untuk
setelah menyelesaikan pembelajaran dalam menunjuk bagaimana seseorang
jangka waktu yang telah ditentukan. Nilai memandang dan merasakan dirinya sendiri.
hasil belajar tersebut selanjutnya Senada dengan itu Burn (1982: 1)
dibandingkan dengan kriteria ketuntasan menyatakan “the self-concept is composed of all
yang telah ditentukan, sehingga akan dapat the beliefs and evaluations you have about
diketahui berhasil tidaknya siswa yang yourself”, konsep diri adalah terdiri dari
bersangkutan dalam pembelajaran. semua keyakinan dan evaluasi yang anda
Prestasi belajar adalah kemampuan- miliki tentang diri anda. Dari para ahli
kemampuan yang dimiliki oleh siswa tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
setelah memperoleh pengalaman belajar konsep diri merupakan hasil evaluasi
(Sudjana, 2000:22). Prestasi belajar terhadap dirinya sendiri.
seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor, Sementara itu Brooks (1974: 40)
yaitu : individu yang belajar, yang mendefinisikan konsep diri adalah “those
dipelajari dan lingkungan Walgito (1981). physical, social, and psychological perceptions of
Faktor yang mempengaruhi prestasi atau ourselves that we have derived from experiences
hasil belajar adalah faktor dari dalam diri and our inteaction with others” atau persepsi
siswa (internal) dan faktor dari luar diri fisis, sosial, dan psikologis tentang dirinya
siswa (eksternal), (Gage & Berliner, 1984; sendiri yang ia dapat melalui pengalaman
Sudjana, 2000). Adapun faktor internal, dan interaksi dengan orang lain. Senada

22
JURNAL DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR
VOLUME 7, NO 2, SEPTEMBER 2015: 21 - 30

dengan itu Hurlock (1975: 25) menyatakan mencerminkan kebudayaan modern yang
bahwa konsep diri sebagai gambaran penuh dengan gejolak akibat pertentangan
tentang dirinya sendiri yang merupakan nilai (Sarwono, 2006: 24). Begitu juga dalam
gabungan dari keyakinan fisis, psikologis, hal penilaian terhadap dirinya sendiri,
emosional, aspirasi, dan prestasi yang ingin penilaian mereka cenderung belum stabil,
dicapai. Dengan demikian konsep diri bahkan tidak jarang mereka mengalami
secara sederhana dapat diartikan sebagai kebingungan dalam melihat dirinya, yaitu
penilaian seseorang terhadap dirinya antara diri yang ideal (ideal self) dengan diri
sendiri, baik secara fisik, sosial, maupun yang sebenarnya (real self). Namun tidak
psikologis yang terbentuk melalui proses semua remaja menggambarkan diri mereka
interaksi dengan diri dan lingkungannya. dengan cara yang idealis, tetapi kebanyakan
Konsep diri dipengaruhi oleh remaja membedakan antara diri sebenarnya
beberapa faktor, seperti dikemukakan oleh dan diri yang ideal. Hal ini seperti apa yang
Hurlock (1975) yang menyatakan bahwa diungkapkan oleh Santrock (2007:141) “not
terdapat tiga belas faktor yang all adolescents describe themselves in idealistic
mempengaruhi konsep diri, yaitu bentuk ways, but most adolescent distinguish between
tubuh, cacat tubuh, kondisi tubuh, kelenjar the real self and the ideal self”. Kemampuan
tubuh, pakaian, nama panggilan, remaja muncul untuk membangun diri
intelegensi, tingkat aspirasi, emosi, pola yang ideal dapat membingungkan bagi
kebudayaan, sekolah, status sosial, dan mereka.
pengaruh keluarga. Sementara itu Rais Berkaitan dengan konsep diri
(1989) menyebutkan lima faktor yang remaja, Hurlock (1990: 235) menyebutkan
mempengaruhi konsep diri, yaitu jenis faktor-faktor yang mempengaruhi konsep
kelamin, harapan – harapan, suku bangsa, diri remaja, sebagai berikut; (1) Usia
nama, dan pakaian. Rapport (Suwido, dkk, kematangan, remaja yang matang lebih
1979) menyebutkan beberapa faktor yang awal lebih mudah menyesuaikan diri dan
mempengaruhi konsep diri, antara lain : mampu mengembangkan konsep diri yang
perubahan fisik, hubungan dengan teman menyenangkan, dan sebaliknya, (2)
sebaya, hubungan dengan keluarga, Penampilan diri, daya tarik secara fisik
perkembangan kognitif dan identitas akan berpengaruhterhadap konsep diri
personal. Dari faktor-faktor tersebut di atas, yang mereka bangun, (3) Kepatutan seks,
maka dapat disimpulkan bahwa faktor kepatutan seks menjadikan remaja
yang mempengaruhi konsep diri adalah : mencapai konsep diri yang baik,
keadaan jasmani, perkembangan psikologis, sebalikanya ketidakpatutan seks
lingkungan keluarga, lingkungan sosial, menjadikan remaja sadar diri dan memberi
dan budaya. dampak buruk terhadap perilakunya, (4)
Sesuai dengan teori psikologi siswa Nama dan julukan, remaja merasa malu jika
masuk dalam kategori remaja (adolescence) orang lain memberi julukan yang buruk, (5)
pada masa ini telah terjadi perkembangan Hubungan keluarga, remaja yang memiliki
fisik dan psikis secara potensial. Masa kedekatan dengan anggota keluarganya
remaja merupakan periode role- cenderung mengidentifikasikan dengan
experimentation dengan tugas keluarga terdekatnya, (6) Teman sebaya,
perkembangan utamanya adalah teman sebaya banyak berpengaruh
membangun identitas diri (Atkinson, et al. terhadap kepribadian remaja, konsep diri
1993). Masa remaja merupakan masa strum remaja juga merupakan cerminan dari
un drang atau topan-badai, yang konsep teman-temannya terhadap dirinya,

23
JURNAL DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR
VOLUME 7, NO 2, SEPTEMBER 2015: 21 - 30

(7) Kreativitas, remaja yang sejak kana- beberapa ciri dari orang yang memiliki
kanak didorong untuk kreatif dalam konsep diri positif, yaitu : menerima kritik
bermain dan tugas-tugas akademis akan yang produktif, berani bertanggungjawab
berpengaruh baik terhadap konsep dirinya, terhadap apa yang dilakukannya, berani
(8) Cita-cita, remaja yang memiliki cita-cita mengambil resiko terhadap apa yang
tidak relaistis cenderung mengalami dilakukan, mandiri, meyakini bahwa
kegagalan dan menimbukan perasaan tidak keberhasilan dan kegagalan tergantung dari
mampu dan menyalahkan orang lain atas apa yang telah diusahakan, memiliki cita-
kegagalannya. cita menjadi pimpinan, tabah dalam
menghadapi kegagalan dan berusaha untuk
Macam-macam Konsep Diri dan Ciri- mengatasinya, mampu menjalankan
Cirinya pekerjaan yang diamanahkan kepadanya,
Pada dasarnya konsep diri mampu beradaptasi sekaligus berpengaruh
dibedakan menjadi konsep diri yang positif terdahap lingkungannya, bangga terhadap
dan konsep diri yang negatif. Menurut apa yang telah dilakukannya, dan mampu
Burns (1993: 72) konsep diri yang positif mengatasi permasalahan. Sementara
dapat disamakan dengan evaluasi diri yang unbtuk ciri-ciri dari orang yang memiliki
positif, penghargaan diri yang positif, konsep diri negatif, yaitu: tidak tahan
sedangkan konsep diri yang negatif terhadap kritik, kurang berani mengambil
disamakan dengan evaluasi diri yang resiko terhadap tindakan, tidak tahan
negatif, membenci diri, perasaan rendah terhadap tekanan, mudah dipengaruhi
diri dan tiadanya perasaan yang orang lain, motivasi belajar dan bekerja
menghargai pribadi dan penerimaan diri. yang rendah, mudah terseret dalam
Kualitas-kualitas persepsi terhadap dirinya kenakalan remaja, menghindari peran
yang ada hubungannya dengan orang lain sebagai pemimpin, takut akan kegagalan,
dan lingkungannya memiliki valensi positif tidak berani mengambil resiko, sulit untuk
atau negatif sebagaimana mereka menyesuaikan diri dengan lingkungannya,
dipersepsikan hidup pada masa lalu, mudah frustasi dan menimpakan kesalahan
sekarang, dan yang akan datang. pada orang lain. Dengan demikian orang
Adapun tanda – tanda konsep diri yang memiliki konsep diri positif
yang positif menurut Brooks dan Emmert cenderung melihat keberadaan dirinya
(1977) adalah: percaya bisa mengatasi secara positif, sehingga dia lebih percaya
masalah, merasa sejajar dengan orang lain, akan kemampuan yang ada pada dirinya.
tidak merasa malu jika memperoleh Sebaliknya orang yang memilki konsep diri
pujian, sadar bahwa tidak semua perasaan negatif cenderung melihat keberadaan
dan keinginan serta perilaku dapat disetujui dirinya secara negatif, sehingga dia kurang
oleh masyarakat, mampu memperbaiki percaya diri akan kemampuan yang ada
dirinya sendiri. Sedangkan tanda-tanda pada dirinya.
konsep diri yang negatif adalah: tidak suka Kenyataannya memang tidak ada
dengan kritik yang ditujukan terhadap orang yang benar-benar memiliki konsep
dirinya, apabila mendapatkan pujian sangat diri positif atau negatif secara ekstrem,
responsif, senantiasa mengeluh, merasa namun dalam bahasa psikologi lebih
bahwa orang lain tidak menyukai dirinya, menunjukkan adanya kecenderungan ke
tidak senang berkompetisi dan merasa arah konsep diri yang negatif atau yang
pesimis apabila berkompetisi. Senada positif. Kecenderungan ini dapat dilihat
dengan itu Montana (2001) menjelaskan dari tanda-tanda yang dimiliki oleh setiap

24
JURNAL DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR
VOLUME 7, NO 2, SEPTEMBER 2015: 21 - 30

individu. Semakin banyak kita menemukan dikatakan bahwa hasil belajar meliputi lima
tanda-tanda seperti tersebut di atas, maka kategori, yaitu: (1) informasi verbal,
semakin mudah untuk menggolongkan keterampilan ini memungkinkan seseorang
seseorang itu termasuk yang mempunyai berinteraksi dengan lingkungannya melalui
konsep diri yang positif atau yang negatif. penggunaan simbol-simbol atau gagasan-
Dengan melihat tanda-tanda yang gagasan; (2) strategi kognitif, merupakan
menunjukkan seorang anak mempunyai suatu proses kontrol, yaitu suatu proses
konsep diri yang positif atau negatif internal yang digunakan siswa untuk
tersebut akan lebih mudah bagi orang tua memilih dan mengubah cara-cara
dan guru dalam mengarahkan anak- memberikan perhatian, belajar, mengingat,
anaknya agar memiliki konsep diri yang dan berfikir; (3) ketrampilan intelektual,
positif. Dengan memiliki konsep diri yang atau pengetahuan deklaratif yaitu melalui
positif tersebut seorang anak akan mendengar dan membaca informasi
cenderung berusaha untuk deklaratif didapat dan mengacu pada fakta;
mempergunakan secara maksimal segala (4) sikap, merupakan pembawaan yang
potensi yang ia miliki, sehingga yang dapat dipelajari, dan dapat mempengaruhi
bersangkutan akan mampu mewujudkan perilaku seseorang terhadap benda-benda,
apa yang menjadi impiannya, termasuk di kejadian-kejadian, atau makhluk-makhluk
dalamnya adalah dalam meraih prestasi hidup lainnya, sikap ini dapat memberikan
belajarnya. pilihan kepada siswa untuk bertindak
positif atau negatif terhadap diri dan
Prestasi Belajar lingkungannya dan; (5) ketrampilan
Hasil Belajar motorik, yaitu keterampilan untuk
Hasil atau prestasi belajar menurut melakukan kegiatan-kegiatan yang
Hamalik (2006: 30) adalah terjadinya menggabungkan kegiatan fisik,
perubahan tingkah laku setelah seseorang keterampilan intelektual, atau keterampilan
melaksanakan kegiatan belajar, misalnya sikap, dan ini tercermin dalam dalam
dari tidak tahu menjadi tahu. Sudjana akurasi kecepatan, kekuatan dan gerakan
(2010: 22) mendefinisikan hasil belajar tubuh. Senada dengan itu Howard Kingsly
adalah kemampuan-kemampuan yang (Sudjana, 2010 : 22) membagi hasil belajar
dimiliki oleh siswa setelah mendapatkan menjadi tiga, yaitu: (1) ketrampilan dan
pengalaman belajar. Sejalan dengan itu kebiasaan; (2) pengetahuan dan pengertian;
Dimyati dan Mudjiono (1999, 250-251) dan (3) sikap dan cita-cita. Dimana untuk
menyatakan bahwa hasil belajar dapat masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi
dilihat dari sisi siswa yaitu merupakan dengan materi yang telah ditetapkan dalam
tingkat perkembangan mental yang lebih kurikulum.
baik bila dibandingkan pada saat sebelum Hasil belajar merupakan perubahan
belajar. Tingkat perkembangan mental yang mengakibatkan warga belajar berubah
tersebut terwujud pada ranah kognitif, dalam sikap dan perilakunya. Aspek
afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi perubahan itu akan mengacu pada tujuan
guru, hasil belajar merupakan saat pembelajaran yang telah dikembangkan
terselesikannya bahan pelajaran. oleh Bloom, Simpson, Harrow, Anderson
Menurut Gagne & Briggs (1979 : 45) dan Krathwohl yang mencakup ranah
hasil belajar merupakan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik
sesorang yang diperoleh setelah Berdasarkan teori Taksonomi Bloom
melaksanakan kegiatan belajar. Lebih lanjut hasil belajar dalam rangka studi dicapai

25
JURNAL DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR
VOLUME 7, NO 2, SEPTEMBER 2015: 21 - 30

melalui tiga kategori ranah antara lain menjadi bagian-bagian dan menentukan
kognitif, afektif, psikomotorik. Dengan hubungan antar bagian; (5) mengevaluasi,
demikian, hasil belajar merupakan suatu yaitu mengambil keputusan berdasarkan
perubahan yang yang terjadi pada siswa kriteria atau standar; dan (6) mencipta,
setelah melaksanakan kegiatan belajar, hasil yaitu memadukan bagian-bagian untuk
belajar tersebut berupa pengetahuan, sikap membentuk sesuatu yang baru dan koheren
dan keterampilan. Dalam prakteknya ketiga atau untuk membuat suatu produk yang
ranah tersebut di atas tidak bisa dipaksakan orisinil. Dimensi proses kognitif ini
secara proporsional dalam setiap mata merupakan revisi terhadap dimensi kognif
pelajaran. Untuk mata pelajaran sejarah dari Bloom, karena dalam taksonomi
lebih cenderung pada ranah kognitif dan pendidikan Bloom, dimensi kognitif ini
afektif. Hal ini sesuai dengan hakekat hanya meliputi lima ketegori, yaitu :
belajar sejarah adalah belajar tentang masa mengingat, memahami, mengaplikasikan,
lalu umat manusia, maka tujuan utama menganalisis, mensintesis dan
belajar sejarah adalam mencapai mengevaluasi. Anderson & Krathwohl
kemampuan berpikir sejarah, yang dalam (2010) menambahkan mencipta atau to
penelitian ini akan diukur dari aspek created, tetapi menghilangkan sintesis (C5)
kognitif dan afektif. yang ada dalam taksonomi Bloom.
Anderson & Krathwohl (2010 : 39- Untuk domain afektif David
47) menyebutkan bahwa hasil belajar dalam Krathwol (Purwanto, 2011: 51-52)
ranah kognitif memiliki dua dimensi, yaitu membaginya dalam lima kategori, yaitu (1)
dimensi pengetahuan dan dimensi proses Receiving/Attending (penerimaan) yaitu
kognitif. Dimensi pengetahuan terdiri dari kesediaan untuk menerima rangsangan
empat kategori, (1) pengetahuan faktual, dengan memfokuskan pada rangsangan
yaitu pengetahuan yang terpisah dan yang datang kepadanya; (2) Responding
memiliki ciri-ciri tersendiri; (2) pengetahuan (tanggapan) memberikan reaksi terhadap
konseptual, yaitu pengetahuan tentang fenomena yang ada di lingkungannya.
bentuk-bentuk pengetahuan yang lebih Meliputi persetujuan, kesediaan, dan
kompleks dan terorganisasi; (3) kepuasan dalam memberikan tanggapan;
pengetahuan prosedural, yaitu (3) valuing (penilaian/penentuan sikap)
pengetahuan tentang bagaimana yaitu kesediaan untuk menentukan pilihan
melakukan sesuatu; dan (4) pengetahuan sebuah nilai dari rangsangan tersebut yang
metakognitif, yaitu pengetahuan mengenai bisa berupa penilaian yang berdasar pada
kognisi secara umum, kesadaran serta internalisasi dari berbagai nilai yang
pengetahuan tentang kognisi diri sendiri. diekspresikan ke dalam tingkah laku; (4)
Sementara itu untuk dimensi proses Organization (organisasi) yaitu kesediaan
kognitif terdiri dari enam kategori, yakni: mengorganisasi nilai-nilai yang dipilihnya
(1) mengingat, yaitu mengambil untuk dijadikan dalam berperilaku; dan (5)
pengetahuan dari memori jangka panjang: Characterization by a Value or Value Complex
(2) memahami, yaitu mengkonstruk makna (karakterisasi berdasarkan nilai-nilai), yaitu
dari materi pembelajaran, termasuk apa menjadikan nilai-nilai yang diorganisasikan
yang diucapkan, ditulis dan digambar oleh tidak hanya menjadi pedoman perilaku
guru; (3) mengaplikasikan, yaitu tetapi menmjadi bagian dari
menerapkan atau menggunakan suatu kepribadiannya.
prosedur dalam keadaan tertentu; (4) Menurut Harrow (Makmun, 2003:
menganalisis, yaitu mengurai materi 75) hasil belajar psikomotorik dapat

26
JURNAL DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR
VOLUME 7, NO 2, SEPTEMBER 2015: 21 - 30

dikategorikan menjadi enam, yaitu; gerakan Faktor eksternal meliputi: lingkungan


refleks, ketrampilan pada gerakan dasar, keluarga, lingkungan sekolah, dan
kemampuan perseptual, kemampuan fisik, lingkungan sosial. Caroll (Sudjana, 2000; 40)
gerakan terampil, dan komunikasi non- menyebutkan adanya lima faktor yang
decursive. Namun taksonomi hasil belajar mempengaruhi hasil belajar, yaitu: (1) bakat
psikomotorik yang paling banyak siswa, (2) waktu yang tersedia untuk
dipergunakan adalah taksonomi hasil belajar, (3) waktu yang diperlukan siswa
belajar psikomotorik dari Simpson (Winkel, untuk menjelaskan pelajaran, (4) kualitas
2009; Purwanto, 2011; Rifai, 2010), yaitu (1) pembelajaran, dan (5) kemampuan
Perception (persepsi) adalah kemampuan individu. Kualitas pembelajaran
membedakan suatu gejala dengan gejala digolongkan sebagai faktor eksternal,
lain; (2) set (kesiapan) adalah kemampuan sedang yang lainnya digolongkan sebagai
menempatkan diri untuk memulai suatu faktor internal.
gerakan; (3) guided respon (respon Dengan mengetahui beberapa faktor
terbimbing) adalah kemampuan gerakan internal tersebut siswa dapat merasakan
meniru model yang dicontohkan; (4) adanya suatu kebutuhan untuk belajar dan
mechanism (gerakan terbiasa) adalah berprestasi, sehingga siswa berusaha untuk
kemampuan melakukan gerakan tanpa mengoptimalkan daya dan upaya untuk
adanya model; (5) adaptation (adaptasi) mencapai prestasi belajar yang diharapkan.
adalah kemampuan melakukan serangkaian Menurut Sudjana (2000: 40) faktor internal
gerakan dengan cara, urutan dan irama banyak menarik perhatian para ahli
yang tepat; dan (6) origination pendidikan untuk melakukan penelitian,
(keaslian/kreativitas) adalah kemampuan yakni untuk melihat seberapa besar faktor
menciptakan gerakan-gerakan baru yang tersebut berkontribusi terhadap hasil belajar
tidak ada sebelumnya atau siswa. Oleh sebab itu dalam tulisan ini,
mengkombinasikan gerakan-gerakan yang penulis mencoba untuk melihat pengaruh
telah ada menjadi gerakan baru yang asli. konsep diri siswa terhadap hasil belajar.
Berdasarkan pendapat para ahli Faktor eksternal juga memiliki
tersebut di atas, maka hasil hasil belajar pengaruh yang sangat besar terhadap hasil
dalam tulisan ini adalah hasil belajar yang belajar siswa, terutama kualitas
dicapai siswa dalam perubahan perilaku pembelajaran. Dalam pembelajaran terjadi
dalam domain kognitif, afektif dan interaksi antara guru dengan siswa, maka
psikomotorik setelah siswa melaksanakan salah satu yang diduga mempengaruhi
pembelajaran sejarah sesuai dengan kualitas pembelajaran dan sekaligus hasil
tujuan/kompetensi yang telah ditetapkan. belajar siswa adalah kualitas guru.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Pengaruh Konsep Diri terhadap Hasil


Belajar Belajar Siswa
Hasil belajar dipengaruhi oleh dua Konsep diri merupakan penilaian
faktor utama, yaitu faktor dari dalam diri individu terhadap dirinya sendiri banyak
siswa (internal) dan faktor dari luar diri mempengaruhi sikap dan perilakunya
siswa (eksternal) (Gage & Berliner (1984); dalam kehidupan sehari-hari. Menurut
Sudjana, (2000). Faktor internal meliputi: Tholib (2010: 122) konsep diri menjadi
kemampuan siswa, motivasi belajar, minat faktor penting dalam berbagai situasi
dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, psikologis dan pendidikan. Hal ini sesuai
sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. dengan teori konsep diri yang

27
JURNAL DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR
VOLUME 7, NO 2, SEPTEMBER 2015: 21 - 30

dikemukakan oleh Gage dan Berliner (1984) terpenting yang menentukan pilihan
yang menyatakan bahwa terdapat korelasi tindakan dan sikap seseorang. Seseorang
yang positif antara konsep diri dengan yang menganggap kecakapan yang
prestasi belajar. Siswa yang memiliki dimilikinya rendah maka hasil belajarnya
konsep diri positif lebih mudah pun cenderung rendah, dan sebaliknya
memperoleh ketuntasan dalam belajarnya. seseorang yang menganggap kecakapan
Demikian juga dalam teori atribusi (Weiner, yang dimilikinya tinggi, maka hasil
1985) bahwa atribusi yang dilabelkan oleh belajarnya pun cenderung tinggi.
seseorang terhadap sebab dari tindakan Hasil Penelitian Subaryana (2015)
atau pengalamannya akan menimbulkan menunjukkkan bahwa pengaruh konsep
penilaian tertentu terhadap dirinya serta diri siswa terhadap hasil hasil belajar
reaksi afektif yang menyertainya. Hal sebesar 39,8%. Hasil penelitian ini juga
tersebut dapat mempengaruhi motivasi sejalan dengan hasil penelitian Fink,
seseorang dalam mengatasi permasalahan Brookover, Stanner dan Purkey (Burn,
yang dihadapinya serta penghargaan dan 1982) yang menunjukkan bahwa ada
prestasi yang akan diraihnya dikemudian hubungan yang cukup berarti antara
hari. konsep diri dengan pencapaian nilai
Dengan melihat ciri-ciri yang akademis. Mereka yang memiliki konsep
ditampilkan oleh siswa dalam memandang diri positif cenderung nilai akademisnya
dirinya sendiri, seperti yang disebutkan di lebih tinggi dibanding mereka yang
bagian terdahulu, maka akan terlihat memiliki konsep diri negatif. Hasil
apakah siswa tersebut digolongkan sebagai penelitian Young (1998) menunjukkan
siswa yang memiliki konsep diri positif atau pengaruh langsung yang signifikan konsep
siswa yang memiliki konsep diri negatif. diri siswa terhadap prestasi hasil belajar
Dengan melihat hal tersebut, maka dalam sebesar 41 persen. Hasil penelitian Wolters
hal belajar siswa yang mempunyai konsep (2004) menunjukkan bahwa seorang yang
diri positif cenderung belajar penuh dengan memiliki konsep diri akademik yang positif
kesadaran karena belajar ia pandang cenderung menganggap bahwa hasil yang
sebagai bagian dari tugas dan mereka peroleh berasal dari dalam dirinya
kewajibannya. Untuk itu ia belajar karena (locus of control internal), adanya pengaturan
adanya motivasi dari dalam dirinya sendiri. waktu yang baik, kesungguhan dalam
Sedangkan siswa yang mempunyai konsep mengerjakan tugas dan adanya motivasi
diri negatif cenderung belajar karena yang besar untuk mencapai tujuan.
merupakan kewajiban bagi siswa, atau Sebaliknya seorang yang memiliki konsep
gurunya meyakinkan bahwa belajar sejarah diri akademik yang negatif cenderung
itu memberi manfaat baginya. Untuk itu, ia menganggap bahwa hasil yang mereka
belajar seolah-olah karena adanya unsur peroleh berasal dari luar dirinya (locus of
keterpaksaan untuk memperoleh nilai control eksternal). Kurang mampu mengatur
(Moedjanto, 1985). Hal tersebut selaras waktu, tidak sungguh-sungguh dalam
dengan pandangan Bandura (Hergenhahn mengerjakan tugas dan motivasi yang
& Olson, 2009: 385) dalam teorinya tentang rendah untuk mencapai tujuan.
agen manusia menyatakan bahwa salah Dari uraian tersebut di atas apabila
satu agen manusia dicirikan oleh self- dimplementasikan dalam pembelajaran,
reflectiveness, kemampuan metakognisi maka anak yang mempunyai konsep diri
untuk merenungkan arah, atau anggapan positif cenderung lebih serius dan disiplin
tentang kecakapan diri adalah faktor dalam belajarnya. Dengan kedisiplinan dan

28
JURNAL DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR
VOLUME 7, NO 2, SEPTEMBER 2015: 21 - 30

keseriusan tersebut akan membantu mereka Atkinson, R.C., et al. (1993). Introduction to
dalam memahami nilai-nilai yang Psychology. (11th edition). San Diego:
terkandung dalam materi pembelajaran dan Harcourt Brace Jovanovich College
pada gilirannya akan mampu Publishers.
mengaktualisasikannya dalam sikap dan Brooks, W. D. (1974). Speech Communication.
perilakunya. Dubuque: Wm. C. Brown Company
Publishers.
Kesimpulan Brooks, W.D. and Emmert, P. (1977).
Konsep diri yang merupakan Interpersonal Communication.
persepsi seseorang tentang dirinya sendiri, Dubuque Wm.C.: Brown Company.
akan banyak berpengaruh terhadap apa Burn, R.B (1982). Self concept
yang akan mereka lakukan. Apabila development and education,
seseorang memiliki konsep diri yang positif, London : holt, Rinehart and
maka ia akan berusaha untuk melakukan Winston.
sesuatu secara optimal demi mencapai Burn, R.B. (1993). Konsep Diri: Teori,
tujuan yang mereka inginkan. Namun Pengukuran, Perkembangan dan
sebaliknya seorang yang memiliki konsep Perilaku. Tej. Suryanegara. Jakarta:
diri yang negatif, maka mereka cenderung Arca.
kurang optimal dalam melakukan sesuatu Colhoun, J.F. & Ococella, J.R. (1990).
atau banyak diliputi rasa keraguan, oleh Psychology of Adjusment an Human
karena itu hasil yang mereka peroleh pun Relationship. Terj. Satmiko, R.S
cenderung kurang optimal. Semarang : IKIP Semarang Press.
Demikian juga dengan konsep diri Dimyati dan Mudjiono, (1999). Belajar dan
yang dimiliki oleh siswa. Siswa yang Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
memiliki konsep diri positif cenderung Gage, N.L. & Berliner, D.C. (1984).
belajarnya lebih optimal dibanding dengan Educational Psychology. (Third
siswa yang memiliki konsep diri negatif, editition). Boston : Hougton Mifflin
sehingga siswa yang memiliki konsep diri Company.
positif prestasi belajarnya lebih baik Gagne, R.M. and Briggs,L.J. (1979), Priciples
dibanding dengan siswa yang memiliki of Instructional Design. Second Ed.
konsep diri negatif. Karena itu sudah New York: Holt, Renehart and
menjadi tugas dan tanggungjawab orang Winston.
tua dan guru untuk membantu Hamalik, O. (2006). Proses Belajar Mengajar.
mengarahkan siswa agar mampu menilai Bandung : Bumi Aksara.
dirinya sendiri secara objektif dan pada Hergenhahn & Olson (2009). Theories of
gilirannya diharapkan mereka bisa Learning (Teori Belajar). Eds. Ke-7.
memiliki konsep diri yang positif. Terj. Tri Wibowo, B.S. Jakarta:
Kencana.
Daftar Pustaka Hurlock, E. B (1975) Personality development.
Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R. (2010). New Delhi :Tata McGraw – Hill
Kerangka Landasan Pembelajaran, publishing Company, Ltd.
Pengajaran, dan Asesmen; Revisi Hurlock, E. B. (1990) Psikologi Perkembangan,
Taksonomi Pendidikan Bloom. Terj. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Agung Prihantoro. Yogyakarta: Kehidupan. Terj. Istiwidayanti, dkk.
PustakaPelajar. Jaklarta : Erlangga.

29
JURNAL DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR
VOLUME 7, NO 2, SEPTEMBER 2015: 21 - 30

Moedjanto, G. (1985). Pengembangan


Konsep Diri Lewat Pengajaran
Sejarah, Dalam, Makalah Seminar
Sejarah Nasional IV. Yogyakarta, 16 -
19 Desember 1985.
Montana, (2001).“Positive & Negative Self
Concept”, dapat ditelusuri
www.montana.edu. diakses pada
tanggal 23 November 2013.
Rais, J. (1989). “Konsep diri remaja” dalam
Gunarsa dan Gunarsa (ed.). psikologi
perkembangan anak dan remaja. Jakarta
: gunung Mulia.
Santtrock, J.W. (2007). Adolescence. eleventh,
ed. New York: McGraw-Hill
Companies, Inc.
Sarwono, S.W. (2006). Psikologi Remaja.
Jakarta : Rajawali.
Subaryana. (2015). Pengaruh Konsep Diri,
Profesionalisme Guru terhadap
Hasil Belajar dalam Pembelajaran
Sejarah dan Impementasinya
terhadap Sikap Patriotisme Siswa.
Disertasi. Bandung: SPS UPI.
Sudjana, N. (2010). Penialaian Hasil Proses
Belajar Mengajar, Cet. XV. Bandung :
Remaja Rosdakarya.
Sudjana, N. (2000). Dasar-dasar Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Suwido, P., dkk. (1979). Perbandingan Konsep
Diri anak-Anak WNI Asli dan
Keturunan Tionghoa. Yogyakarta :
Fakultas Psikologi UGM.
Wolters, C.A. (2004) Advanching
Achievement Goal Theory using
goal structures and goal orientations
to predict student’s motivation,
cognition and achievement. Journal
of Educational Psychology, Vol 96 (2),
236 – 250.
Young, D.J. (1988). Ambition, Self-Concept,
and Achievement: A Structural
Equation Model for Comparing
Rural and Urban Student. Journal
Research in Rural Education, 14(1), p.
34-44.

30

Anda mungkin juga menyukai