Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demensia adalah kemunduran kognitif yang sedemikian beratnya


sehingga mengganggu aktivitas hidup sehari-hari dan aktivitas sosial.
Kemunduran kognitif pada dimensia biasanya diawali dengan
kemunduran memori atau daya ingat. Demensia terutama yang
disebabkan oleh penyakit alzheimer berkaitan erat dengan usia lanjut
(Nugroho,2008).
Salah satu tipe demensia adalah Alzheimer. Alzheimer
merupakan penyebab kematian ke-9 di Amerika Serikat
(Fieldman,2003). Kematian karena Alzheimer meningkat 32,8% dari
tahun 2000 sampai 2004. sedangkan kematian karena semua jenis
demensia meningkat dari 49.558 kematian pada tahun 2000 menjadi
65.829 kematian pada tahun 2004. Sebaliknya kematian karena jantung
koroner, kanker payudara, kanker prostat dan stroke mengalami
penurunan pada periode yang sama (Alzheimer’s Association, 2007).
Organisasi Alzheimer Internasional mencatat sekitar 4,6 juta
kasus demensia baru dilaporkan tahun 2001 atau kasus baru muncul
setiap tujuh detik. Pada tahun 2005 jumlah penderita demensia
diperkirakan mencapai 100 juta orang di dunia. Global burden disease
tahun 2000 melaporkan prevalensi Alzheimer dan demensia jenis
lainnya sebesar 0,6% di dunia (WHO, 2001). Di Negara Uni Eropa
pada tahun 2006 jumlah penderita Alzheimer dan demensia lainnya
sekitar 4,5 juta jiwa (Alzheimer’s Europe, 2006 dalam Punakarya,
2008).
Menurut Nugroho (2000), lanjut usia yang mengalami
demensia dengan gejala umum yaitu kurang atau hilangnya perhatian
diri, keluarga atau lingkungan. Oleh karenanya, dalam menghadapi
permasalahan di atas beruntunglah lansia yang masih memiliki
keluarga. Keberadaan anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit

1
maupun sanak saudara yang lain yang masih memperhatikan,
membantu (care) dan peduli dengan permasalahan yang dihadapi
lansia. Namun bagi lansia yang hidup sendiri, telah kehilangan
pasangan, memiliki pasangan tapi tidak mepunyai anak, berada jauh
dari anak rantauan akan membuat lansia merasa kesepian, sendiri, dan
tidak ada perhatian dari lingkungan.
Jumlah lansia ini menyebabkan munculnya masalah-masalah
penyakit pada lanjut usia, antara lain kejadian kasus demensia pada
lansia, dukungan keluarga penting bagi penderita demensia. Dalam
menghadapi kemunduran pada lansia mereka membutuhkan bantuan
dalam mencapai rasa tentram, nyaman, kehangatan, dan perlakuan
yang layak dari lingkungannya.
1.2 Perumusan Masalah
1.2.1 Apa itu alzheimer ?
1.2.2 Bagaimana proses asuhan keperawatan gerontik pada
alzheimer
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga
dengan kualitas hidup pada lansia dengan demensia.
1.3.2 Tujuan Khusus
 Untuk mengetahui teori tentang alzheimer
 Untuk memahami proses asuhan keperawatan
gerontik pada alzheimer.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Konsep Dasar Penyakit


2.1.1. Definisi / Pengertian
Alzheimer  merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan
gangguan degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori,

2
kognitif dan kemampuan untuk merawat diri. (Suddart, & Brunner,
2002).
Alzheimer  merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan
penurunan daya ingat, intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat
disembuhkan, pengobatan ditujukan untuk menghentikan progresivitas
penyakit dan meningkatkan kemandirian penderita. (Dr. Sofi Kumala
Dewi, dkk, 2008)
Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan
kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas
(patofiologi : konsep klinis proses- proses penyakit, juga merupakan
penyakit dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak dan
menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria
dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia
40 tahun.(Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003)
Sehingga dengan demikian Alzheimer adalah penyakit kronik,
degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual,
kepribadian yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan
merawat diri. Penyakit ini menyerang orang berusia 65 tahun keatas.

2.1.2. Epidemiologi / Insiden kasus


Di Amerika, sekitar 4 juta orang menderita penyakit ini. Angka
prevalansi berhubungan erat dengan usia. Sekitar 10%  populasi diatas 65
tahun menderita penyakit ini. Bagi individu berusia diatas 85 tahun,
angka ini meningkat sampai 47,2%. Dengan meningkatnya populasi
lansia, maka penyakit alzheimer menjadi penyakit yang semakin
bertambah banyak. Insiden kasus alzheimer meningkat pesat sehingga
menjadi epidemi di Amerika dengan insiden alzheimer sebanyak 187 :
100.000 per tahun dan penderita alzheimer 123 : 100.000 per tahun.
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali
dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup
wanita lebih lama dibandingkan laki-laki.

3
2.1.3. Penyebab/Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab
yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi
imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi
penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah
spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif
dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor
pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif
neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan
metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi
protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit
genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran
faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor
lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat
berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut
mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan
calcium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi
radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non
spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi
beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika
(lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai
pencetus factor genetika.

2.1.4. Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi
yang dijumpai pada penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang
kusut (masa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak seni atau
neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar,

4
protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara
primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan
kerusakan berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan
amiloid dalam pembuluh darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat
perubahan morfologik (structural) dan biokimia pada neuron – neuron.
Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya
berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit.
Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur
intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein
“tau”.  Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat
pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan
merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron
AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia
menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada
mikrotubulus secara bersama – sama. Tau yang abnormal terpuntir
masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing – masing
terluka. Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan
interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti
kematian sel.  Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya
neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta
amiloid (A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling
neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein
prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada
membrane neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan
neuron. APP terbagi menjadi fragmen – fragmen oleh protease, salah
satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi gumpalan
yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel – sel
glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak yang membeku, padat,
matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh.
Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga

5
mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh
darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap
stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga
berpengaruh pada AD. Secara neurokimia kelainan pada otak

6
2.1.5. Pathway

7
2.1.6. Gejala  Klinis
Berlangsung lama dan bertahap, sehingga pasien dan keluarga
tidak menyadari secara pasti kapan timbulnya penyakit.
         Terjadi pada usia 40-90 tahun.
         Tidak ada kelainana sistemik atau penyakit otak lainnya.
         Tidak ada gangguan kesadaran.
         Perburukan progresif fungsi bahasa, keterampilan motorik dan
persepsi.
         Riwayat keluarga Alzheimer, parkinson, diabetes melitus,
hipertensi dan kelenjar tiroid.
(Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008 )

Gejala klinis dapat terlihat sebagai berikut :


1.   Kehilangan daya ingat/memori
Pada orang tua normal, dia tidak ingat nama tetangganya,
tetapi dia tahu orang itu adalah tetangganya. Pada penderita
Alzheimer, dia bukan saja lupa nama tetangganya tetapi juga
lupa bahwa orang itu adalah tetangganya.
2.   Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa
Seperti tidak tahu bagaimana cara membuka baju atau tidak
tahu urutan-urutan menyiapkan makanan.
3.   Kesulitan berbahasa.
Umumnya pada usia lanjut didapat kesulitan untuk
menemukan kata yang tepat, tetapi penderita Alzheimer lupa
akan kata-kata yang sederhana atau menggantikan suatu kata
dengan kata yang tidak biasa.
4.   Disorientasi waktu dan tempat.
Kita terkadang lupa kemana kita akan pergi atau hari apa saat
ini, tetapi penderita Alzheimer dapat tersesat pada tempat
yang sudah familiar untuknya, lupa di mana dia saat ini, tidak
tahu bagaimana cara dia sampai di tempat ini, termasuk juga
apakah saat ini malam atau siang.

8
5.   Penurunan dalam memutuskan sesuatu atau fungsi eksekutif
Misalnya tidak dapat memutuskan menggunakan baju hangat
untuk cuaca dingin atau sebaliknya.
6.   Salah menempatkan barang.
Seseorang secara temporer dapat salah menempatkan dompet
atau kunci. Penderita Alzheimer dapat meletakkan sesuatu
pada tempat yang tidak biasa, misal jam tangan pada kotak
gula.
7.   Perubahan tingkah laku.
Seseorang dapat menjadi sedih atau senang dari waktu ke
waktu. Penderita Alzheimer dapat berubah mood atau emosi
secara tidak biasa tanpa alasan yang dapat diterima.
8.   Perubahan perilaku
Penderita Alzheimer akan terlihat berbeda dari biasanya, ia
akan menjadi mudah curiga, mudah tersinggung, depresi,
apatis atau mudah mengamuk, terutama saat problem memori
menyebabkan dia kesulitan melakukan sesuatu.
9.   Kehilangan inisiatif
Duduk di depan TV berjam-jam, tidur lebih lama dari
biasanya atau tidak menunjukan minat pada hobi yang selama
ini ditekuninya.(Yulfran, 2009)

2.1.7. Pemeriksaan Diagnostik


Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai
berikut:
A. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi
neuropatologi. Secara umum didapatkan :
      atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus
temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital,
korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh
      berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).

9
Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alz heimer
terdiri dari :
1)         Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari
filamen-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen,
ubiquine, epitoque. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya
demensia.
2)         Senile plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat
degenerasi nerve ending yang berisi filamen-filamen
abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia.
Amiloid prekusor protein yang terdapat pada SP sangat
berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini terutama
terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks
piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik
primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik.
Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. densitas
Senile plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik.
Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque)
merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit
alzheimer.
3)         Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian
neuron pada penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian
neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron
piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada
hipokampus, amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus
serulues, raphe nukleus dan substanasia nigra. Kematian sel
neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert,
dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel
serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum
dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada

10
neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi merupakan
harapan dalam pengobatan penyakit alzheimer.
4)         Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk
oval dan dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini
berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP ,
perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial,
amygdala dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks
frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan
batang otak
5)         Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak
terdapat pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan
amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal,
parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan
immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak
pada gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al
menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit
alzheimer.
B. Pemeriksaan Neuropsikologik
      Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada
atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui
secara rinci pola defisit yang terjadi.
      Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang
ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti
gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan
pengertian berbahasa
     Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi
diagnostik yang penting karena :
1)   Adanya defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang
dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat
penuaan yang normal.

11
2)   Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif : untuk
membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan deficit
selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan
gangguan psikiatri
3)   Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang
diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab.
C. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk
melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita
Alzheimer antemortem.
CT Scan :
      Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia
lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri.
Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel
keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat
spesifik pada penyakit ini
      Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel
berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil
pemeriksaan status mini mental
MRI :
      peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan
periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral).
Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal.
Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga
terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi
hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan
fissura sylvii.
         MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari
penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan
memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
EEG

12
 Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang
suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatka
perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non
spesifik
 PET (Positron Emission Tomography)
 Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan :
 penurunan aliran darah
 metabolisme O2
 glukosa didaerah serebral
SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
 Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan
fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini
(SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.
Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada
penderita alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk
menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti
pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, fungsi renal dan
hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skrining antibody yang
dilakukan secara selektif. (Yulfran, 2009)

2.1.8. Tindakan Penanganan/Penatalaksanaan


Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena
penyebab dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik
dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan
keluarga.
Pengobatan simptomatik:
1)      Inhibitor kolinesterase
         Tujuan: Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat
digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral
         Contoh: fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine),
donepezil (Aricept), galantamin (Razadyne), & rivastigmin

13
         Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan
apraksia selama pemberian berlangsung
         ESO: memperburuk penampilan intelektual pada orang normal
dan penderita Alzheimer, mual & muntah, bradikardi, ↑ HCl, dan ↓
nafsu makan.
2)      Thiamin
Pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin
pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan
transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus
basalis.
Contoh: thiamin hydrochloride
Dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral
Tujuan: perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan
placebo selama periode yang sama.
3)      Nootropik
         Nootropik merupakan obat psikotropik.
         Tujuan: memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar. Tetapi
pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan
perbaikan klinis yang bermakna.
4)      Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan
kerusakan noradrenergik kortikal.
   Contoh: klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2
reseptor agonis
   Dosis : maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu
   Tujuan: kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif
5)      Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi :
   Gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku: Pemberian
oral Haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki
gejala tersebut

14
   Bila penderita Alzheimer menderita depresi berikan tricyclic anti
depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari)
6)      Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrat endogen yang disintesa didalam mitokondria
dengan bantuan enzym ALC transferase.
 Tujuan : meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin
asetiltransferase.
 Dosis:1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan
 Efek: memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi
kognitif (Yulfran, 2009)

2.1.9. Pencegahan
Para ilmuwan berhasil mendeteksi beberapa faktor resiko penyebab
Alzheimer, yaitu : usia lebih dari 65 tahun, faktor keturunan, lingkungan
yang terkontaminasi dengan logam berat, rokok, pestisida, gelombang
elektromagnetic, riwayat trauma kepala yang berat dan penggunaan terapi
sulih hormon pada wanita. Dengan mengetahui faktor resiko di atas dan
hasil penelitian yang lain, dianjurkan beberapa cara untuk mencegah
penyakit Alzheimer, di antaranya yaitu :
      Bergaya hidup sehat, misalnya dengan rutin berolahraga, tidak
merokok maupun mengkonsumsi alkohol.
      Mengkonsumsi sayur dan buah segar. Hal ini penting karena
sayur dan buah segar mengandung antioksidan yang berfungsi untuk
mengikat radikal bebas. Radikal bebas ini yang merusak sel-sel
tubuh.
      Menjaga kebugaran mental (mental fitness). Istilah ini mungkin
masih jarang terdengar. Cara menjaga kebugaran mental adalah
dengan tetap aktif membaca dan memperkaya diri dengan berbagai
pengetahuan.

2.1.10. Kriteria Diagnosis

15
Terdapat beberapa kriteria untuk diagnosa klinis penyakit Alzheimer,
yaitu:
  Kriteria diagnosis tersangka penyakit alzheimer terdiri dari:
   Demensia ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan pemeriksaan
status mini mental atau beberapa pemeriksaan serupa, serta
dikonfirmasikan dengan test neuropsikologik
   Didapatkan gangguan defisit fungsi kognisi
   Tidak ada gangguan tingkat kesadaran
   Awitan antara umur 40-90 tahun, atau sering >65 tahun
   Tidak ada kelainan sistematik atau penyakit otak lainnya
  Diagnosis tersangka penyakit alzheimer ditunjang oleh:
         Perburukan progresif fungsi kognisi spesifik seperti berbahasa,
ketrampilan motorik, dan persepsi
         ADL terganggu dan perubahan pola tingkah laku
         Adanya riwayat keluarga, khususnya kalau dikonfirmasikan
dengan neuropatologi
         Pada gambaran EEG memberikan gambaran normal atau
perubahan non-spesifik seperti peningkatan aktivitas gelombang
lambat
         Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan atropi serebri
  Gambaran lain tersangka diagnosa penyakit alzheimer setelah
dikeluarkan penyebab demensia lainnya terdiri dari:
         Gejala yang berhubungan dengan depresi, insomnia,
inkontinentia, delusi, halusinasi, emosi, kelainan seksual, berat
badan menurun
         Kelainan neurologi lain pada beberapa pasien, khususnya
penyakit pada stadium lanjut dan termasuk tanda-tanda motorik
seperti peningkatan tonus otot, mioklonus atau gangguan berjalan
         Terdapat bangkitan pada stadium lanjut
  Gambaran diagnosa tersangka penyakit alzheimer yang tidak jelas
terdiri dari:
         Awitan mendadak

16
         Diketemukan gejala neurologik fokal seperti hemiparese,
hipestesia, defisit lapang pandang dan gangguan koordinasi
         Terdapat bangkitan atau gangguan berjalan pada saat awitan
  Diagnosa klinik kemungkinan penyakit alzheimer adalah:
         Sindroma demensia, tidak ada gejala neurologik lain, gejala
psikiatri atau kelainan sistemik yang menyebabkan demensia
         Adanya kelainan sistemik sekunder atau kelainan otak yang
menyebabkan demensia, defisit kognisi berat secara gradual
progresif yang diidentifikasi tidak ada penyebab lainnya
  Kriteria diagnosa pasti penyakit alzheimer adalah gabungan dari
kriteria klinik tersangka penyakit Alzheimer dan didapatkan gambaran
histopatologi dari biopsy atau otopsi :
         autopsi tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan
simetri,
         secara mikroskopik tampak bagian kortikal otak mengalami
neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary
2.1.11. Prognosis
Dari pemeriksaan klinis 42 penderita Alzheimer menunjukkan
bahwa nilai prognostik tergantung pada 3 faktor yaitu :
         Derajat beratnya penyakit
         Variabilitas gambaran klinis
         Perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia dan jenis
kelamin
Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang
paling mempengaruhi prognostik penderita alzheimer.
Pasien dengan penyakit Alzheimer :
         Mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10 tahun sesudah
diagnosis
         Biasanya meninggal dunia akibat infeksi sekunder.

2.1.12. Komplikasi
  Infeksi

17
  Malnutrisi
  Kematian

2.2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


2.2.1. PENGKAJIAN
Adapun pengkajian yang dilakukan pada penyakit Alzheimer
a.       Aktifitas istirahat
Gejala:  Merasa lelah
Tanda:  Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur
Letargi: penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa,
hobi, ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/
mengikuti acara program televisi.
Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan
hal yang telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat
bermanfaat.
b.      Sirkulasi
Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi,
episode emboli (merupakan factor predisposisi).
c.       Integritas ego
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan
persepsi terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek
dan orang, penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang salah
penempatannya telah dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra
tubuh dan harga diri yang dirasakan.
Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak
mampu untuk melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka
buku namun tanpa membacanya) , duduk dan menonton yang lain,
aktivitas pertama mungkin menumpuk benda tidak bergerak dan
emosi stabil, gerakan berulang ( melipat membuka lipatan melipat
kembali kain ), menyembunyikan barang, atau berjalan-jalan.
d.      Eliminasi
Gejala: Dorongan berkemih

18
Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi
dengan diare.
e.       Makanan/cairan
Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor
predisposisi)  perubahan dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan
berat badan, mengingkari terhadap rasa lapar/ kebutuhan untuk
makan.
Tanda:   Kehilangan kemampuan untuk mengunyah,
menghindari/menolak makan (mungkin mencoba untuk
menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin kurus (tahap
lanjut).
f.       Hiygene
Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan
personal yang kurang, kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi
kekamar mandi, lupa langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat
menemukan kamar mandi dan kurang berminat pada atau lupa pada
waktu makan: tergantung pada orang lain untuk memasak makanan
dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat makan.
g.      Neurosensori
Gejala :   Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan
kognitif,
dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang
kelelahan, pusing atau kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan
dalam kemampuan kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang
berlalu, penurunan tingkah laku ( diobservasi oleh orang terdekat).
Kehilangan sensasi propriosepsi ( posisi tubuh atau bagian  tubuh
dalam ruang tertentu ). dan adanya riwayat penyakit serebral
vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung secara
periodic ( sebagai factor predisposisi ) serta aktifitas kejang
( merupakan akibat sekunder  pada kerusakan otak ).

19
Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam
menemukan kata- kata yang benar ( terutama kata benda ); bertanya
berulang-ulang atau percakapan dengan substansi kata yang tidak
memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar.
Kehilangan kemampuan untuk membaca dan menulis bertahap
( kehilangan keterampilan motorik halus ).
h.      Kenyamanan
Gejala :  Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin
menjadi factor predisposisi atau factor akselerasinya), trauma
kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan sebagainya).
Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
i.        Interaksi social
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial
sebelumnya; pengaruh personal dan individu yang muncul
mengubah pola tingkah laku yang muncul.
Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat.

  Pemeriksaan  Fisik
Keadaan umum:
Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami
penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik
dan proses senilisme. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital,
meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan

B1 (Breathing)
Gangguan fungsi pernafasan :
Berkaitan dengan hipoventilasi inaktifitas, aspirasi makanan atau
saliva dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran nafas.
  Inspeksi: di dapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan
untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan
penggunaan otot Bantu nafas.

20
  Palpasi : Traktil premitus seimbang kanan dan kiri
  Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
  Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor,
ronkhi, pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada
klien dengan inaktivitas.

B2 (Blood)
Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping
pemberian obat dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah
oleh sistem persarafan otonom.

B3 (Brain)
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan dengan pengkajian pada sistem lainnya.
Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan
tingkah laku.
Pengkajian Tingkat Kesadaran:
Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada
perubahan status kognitif klien.
Pengkajian fungsi serebral:
            Status mental : biasanya status mental klien mengalami
perubahan yang berhubungan dengan penurunan status kognitif,
penurunan persepsi, dan penurunan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang.

Pengkajian Saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian


saraf kranial I-XII :
  Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada
kelaianan fungsi penciuman

21
  Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu
sesuai dengan keadaan usia lanjut biasanya klien dengan alzheimer
mengalami keturunan ketajaman penglihatan
  Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan
pada saraf ini
  Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
  Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal
  Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan
proses senilis serta penurunan aliran darah regional
  Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang
berhubungan dengan perubahan status kognitif
  Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
  Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada vasikulasi dan indera pengecapan normal
Pengkajian sistem Motorik
Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami
perubahan dan penurunan pada fungsi motorik secara umum.
   Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan mengalami
gangguan karena adanya perubahan status kognitif dan
ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan.

Pengkajian Refleks
Pada tahap lanjut penyakit alzheimer sering mengalami
kehilangan refleks postural, apabila klien mencoba untuk berdiri
dengan kepala cenderung ke depan dan berjalan dengan gaya
berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya
keseimbangan (salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat
menyebabkan klien sering jatuh.
Pengkajian Sistem sensorik
Sesuai barlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer
mengalami penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif.

22
Penurunan sensori yang ada merupakan hasil dari neuropati perifer
yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien
secara umum.

2.2.2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1.      Perubahan pola eliminasi urine/alvi berhubungan dengan
kehilangan fungsi neurologi/tonus otot, ketidakmampuan untuk
menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan
2.      Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada
sensori
3.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler, penurunan tonus atau kekuatan otot.
4.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif,
keterbatasan fisik.
5.      Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan
resepsi, transmisi, dan/atau integrasi.
6.      Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron
irreversible
7.      Sindrom stress relokasi berhubungan dengan gangguan sensori,
penurunan fungsi fisik
8.      Koping individu tidak efektif berhubungan dengan
ketidakmampuan menyelesaikan masalah, perubahan intelektual
9.      Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan
intelektual (pikun, disorientasi, penurunan kemampuan mengatasi
masalah)
10.  Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan emosi
(cepat marah, mudah tersinggung, kurang percaya diri)
11.  Risiko tinggi perubahan  nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan sensori, mudah lupa
12.  Risiko trauma berhubungan dengan kelamahan, ketidakmampuan
untuk mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan

23
N Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
o. Keperawat Kriteria Hasil
an
1. Perubahan Setelah Mandiri Mandiri
pola diberikan a.     Kaji pola a.    Memberikan
eliminasi asuhan sebelumnya informasi
berhubunga keperawatan, dan mengenai
n dengan diharapkan bandingkan perubahan yang
kehilangan pola eliminasi dengan pola munkin
fungsi terpenuhi yang selanjutnya
neurologi/t dengan kriteria sekarang memerlukan
onus otot, hasil : b.     Letakkan pengkajian atau
ketidakma           Mampu tempat tidur intervensi
mpuan menciptakan dekat dengan b.   
untuk pola eliminasi kamar mandi Meningkatkan
menentuka yang jika orientasi atau
n letak adekuat/sesuai memungkink penemuan
kamar an. Buatkan kamar mandi.
mandi/men tanda tertentu Inkontinensia
genali atau pintu mungkin disertai
kebutuhan. berkode ketidakmampua
khusus. n untuk
Berikan menemukan
cahaya yang tempat berkemih
cukup atau defekasi.
terutama
malam hari. c.    Menstimulasi
c.     Buat kesadaran
program pasien,
latihan meningkatkan
defekasi atau pengaturan
kandung fungsi tubuh.

24
kemih.
Tingkatkan
partisipasi d.   Menurunkan
pasien sesuai resiko konstipasi
tingkat atau dehidrasi.
kemampuann Pembatasan
ya. minum pada
d.    Anjurkan sore menjelang
untuk minum malam hari
adekuat dapat
selama siang menurunkan
hari (paling seringnya
sedikit 2 liter berkemih atau
sesuai inkontinensia
toleransi). pada malam
Diet tinggi hari.
serat dan sari
buah. Batasi e.    Pendeteksian
minum saat memberikan
menjelang kesempatan
malam dan untuk mengubah
waktu tidur. intervensi,
e.     Pantau misalnya adanya
penampilan konstipasi/infeks
atau warna i kandung kemih
urine, catat dan sebagainya.
konsistensi
dari feses.
Kolaborasi
a.       Mungkin
diperlukan untuk
memfasilitasi

25
Kolaborasi atau
a.       Berikan menstimulasi
obat defekasi yang
pelembek teratur
feses
metamacil,
gliserin
suppositoria
sesuai dengan
indikasi.
2. Perubahan Setelah Mandiri Mandiri
pola tidur diberikan a.      Berikan a.    Hambatan
berhubunga asuhan lingkungan kortikal pada
n dengan keperawatan yang nyaman informasi
perubahan diharapkan untuk reticular akan
pada perubahan pola meningkatka berkurang
sensori tidur klien n tidur selama tidur,
dapat teratasi (mematikan meningkatkan
dengan kriteria lampu, respons
hasil : ventilasi otomatik,
          Tidak ruang karenanya
terjadi adekuat, suhu respons
perubahan yang sesuai. kardiovaskular
tingkah laku Menghindari terhadap suara
dan kebisingan) meningkat
penampilan b.      Anjurkan selama tidur
(gelisah) latihan saat
          Mampu siang hari dan b.   Aktivitas fisik
menciptakan turunkan dan mental yang
pola tidur yang aktivitas lama
adekuat mental/fisik mengakibatkan
dengan pada sore hari kelelahan yang

26
penurunan dapat
terhadap meningkatkan
pikiran yang c.      Berikan kebingungan ,
melayang- makanan aktivitas yang
layang kecil sore terprogram
(melamun) hari, susu tanpa stimulasi
          Mampu hangat, berlebihan
menentukan mandi, dan meningkatkan
penyebab tidur masase waktu tidur
inadekuat punggung c.    Meningkatkan
d.     Turunkan relaksasi dengan
jumlah perasaan
minuman mengantuk
sore hari.
Lakukan d.   Menurunkan
berkemih kebutuhan akan
sebelum tidur bangun untuk
e.      Anjurkan berkemih selama
klien untuk malam hari
mendengarka
n  musik e.    Menurunkan
yang lembut stimulasi sensori
Kolaborasi dengan
a.       Berikan menghambat
obat sesuai suara lain dari
indikasi : lingkungan
-   Antidepresi, sekitar yang
seperti akan
;amitriptilin menghambat
(elavil), tidur.
doksepin Kolaborasi
(senequan), a.    Efektif

27
trasolon menangani
(desyrel) pseudodemensia
-   Oksazepam atau depresi,
(serax), meningkatkan
triazolam kemampuan
(halcion) untuk tidur,
tetapi
antikolinergik
dapat
b.      Hindari mencetuskan
penggunaan bingung,
difenhidrami memperburuk
n (benadryl) kognitif dan efek
samping
hipotensi
ortostatik
Gunakan dengan
hemat, hipnotik
dosis rendah
efektif
mengatasi
insomnia

b.   Kontraindikasi
karena
mempengaruhi
produksi
assetilkolin yang
sudah dihambat
dalam otak.
3. Kerusakan Setelah Mandiri Mandiri
mobilitas diberikan a.   kaji a.    menentukan

28
fisik asuhan kekuatan perkembangan/
berhubunga keperawatan motorik atau munculnya
n diharapkan kemampuan kembali tanda
penurunan klien mampu secara yang
tonus/keku rentang gerak fungsional menghambat
atan otot, optimal dengan tercapainya
kerusakan dengan criteria menggunakan tujuan atau
neuromusk hasil  skala 0-5. harapan pasien.
uler -    Lakukan
mempertahank pengkajian
an posisi secara teratur
dengan tak ada dan b.   menurunkan
komplikasi bandingkan kelelahan
(kontraktur,de dengan nilai meningkatkan
kubitus) dasarnya. relaksasi,
-    b.  Berikan menurunkan
mendemonstra posisi pasien resiko terjadinya
sikan yang iskemia atau
teknik/perilaku menimbulkan kerusakan pada
yang rasa nyaman. kulit.
memungkinka Lakukan
n melakukan perubahan
kembali posisi dengan c.    menstimulasi
aktifitas yang jadwal yang sirkulasi,
diinginkan teratur sesuai meningkatkan
kebutuhan tonus otot dan
secara meningkatkan
individual. mobilisasi sendi.
c.   Lakukan Catatan:latihan
latihan yang dipaksakan
rentang gerak dapat
pasif. Hindari menimbulkan

29
latihan aktif eksaserbasi
selama fase gejala yang
akut. menyebabkan
regresi fisiologis
dan emosi.
persendian juga
dapat
mengalami
dislokasi
sehingga otot
mengalami
Kolaborasi flaksid secara
a.   total.
Konfirmasika Memaksimalkan
n tenaga dan
dengan/rujuk mencegah
kebagian kelelahan yang
terapi berlebihan.
fisik/terapi
okupasi Kolaborasi
a.   bermanfaat
dalam
menciptakan
kekuatan otot
secara individual
atau latihan
terkondisi dan
program  latihan
berjalan dan
mengidentifikasi
kan alat bantu
atau brace untuk

30
mempertahanka
n mobilisasi dan
kemandirian
dalam
melakukan
aktifitas sehari-
hari

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Alzheimer adalah penyakit kronik, degeneratif yang ditandai dengan
penurunan daya ingat, intelektual, kepribadian yang dapat mengakibatkan
berkurangnya kemampuan merawat diri. Penyakit ini menyerang orang
berusia 65 tahun keatas.Menurut dr. Samino, SpS (K), Ketua Umum Asosiasi
Alzheimer Indonesia (AAzI), alzheimer timbul akibat terjadinya proses
degenerasi sel-sel neuron otak di area temporo-parietal dan frontalis.
Demensia Alzheimer juga merupakan penyakit pembunuh otak karena
mematikan fungsi sel-sel otak. Penyebab yang pasti belum diketahui.
Beberapa alternatif penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam,
gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri, trauma,
neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer. Dasar
kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal,
kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi
kognitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Kejanggalan awal
biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, mereka sulit mengingat nama atau
lupa meletakkan suatu barang. Cara pencegahan penyakit alzheimer yaitu
dengan tetap menerapkan gaya hidup sehat misalnya berolahraga rutin, tidak
merokok dan tidak mengonsumsi alkohol, mengonsumsi sayur dan buah segar
karena ini mengandung antioksidan yang berfungsi mengikat radikal bebas
yang akan mampu merusak sel-sel tubuh. Menjaga kebugaran mental dengan

31
tetap aktif membaca dan memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan juga
merupakan salah satu bentuk pencegahan penyakit alzheimer.
3.2 Saran
Diharapkan kepada mahasiswa, khususnya mahasiswa keperawatan agar
dapat mengerti, memahami dan dapat menjelaskan tentang penyakit alzheimer
yang pada akhirnya mampu melakukan segala bentuk pencegahan demi
menekan angka insidensi penyakit alzheimer ini. Selain itu, mahasiswa juga
diharapkan lebih banyak menggali kembali informasi tentang hal yang terkait
dengan itu untuk mengetahui dan memperoleh informasi yang lebih dalam
lagi.
Daftar Pustaka

Hariwiyati Dwi.2014.Asuhan Keperawatan Gerontik Alzheimer.(online)https://id.


scribd.com/doc/83178166/Asuhan-Keperawatan-Gerontik-Alzheimer,
Diakses pada 3 Desember 2019
http://eprints.ums.ac.id/14773/2/3._Bab_I.pdf (online) Diakses pada 3 Desember
2019

32

Anda mungkin juga menyukai