Anda di halaman 1dari 9

Isu Dan Trend Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit

Nadya Duta Haga Gulo


nadyaduta17@gmail.com

abstrak
Keselamatan pasien menjadi isu terkini karena makin meningkatnya kejadian tidak diharapkan
(KTD) atau adverse event. Insiden keselamatan pasien di rumah sakit akan memberikan dampak
yang merugikan bagi pihak rumah sakit, staf dan pasien pada khususnya karena sebagai
penerima pelayanan. Dampak yang ditimbulkan adalah menurunnya tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang terjadi akibat rendahnya kualitas dan mutu
asuhan yang diberikan. keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan terhadap pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melakukan suatu tindakan. Perawat merupakan salah satu SDM yang sangat dibutuhkan
untuk mencapai kinerja yang optimal. Bersadarkan hal tersebut penerapan pasien safety oleh
perawat sangat penting dalam upaya mengurangi adanya insiden yang melukai pasien.

Kata kunci : keselamatan pasien,adverse event,rumah sakit,perawat

abstract
Patient safety has become a current issue because of the more unexpected events (KTD) or
adverse events. Patient safety incidents in the hospital will have an adverse impact on the
hospital, staff and patients in particular because they are service recipients. The resulting impact
is a decrease in the level of public trust in health services due to low quality and quality of care
provided. Patient safety is a system where the hospital makes the care of patients safer,
preventing injuries caused by mistakes due to taking action. Nurses are one of the human
resources who are needed to achieve optimal performance. This applies, the implementation of
patient safety by nurses is very important in recovering from recovery incidents that injured
patients.
Key words: patient safety, adverse events, hospital, nurse

Latar belakang
Rumah Sakit (RS) adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan,
kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu
meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud
derajat kesehatan yang setinggitingginya, seperti yang dijelaskan dalam UndangUndang
Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 dan Undang-Undang Rumah Sakit Nomor 44 Tahun 2009
bahwa rumah sakit wajib melaksanakan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti
diskriminasi dan efektif, dengan mengutamakan kepentingan pasien. Rumah sakit wajib
memenuhi hak pasien memperoleh keamanan dan keselamatan selama dalam perawatan di
rumah sakit.
Konsep keselamatan pasien (patient safety) secara mendasar diartikan sebagai "freedom
from accidental injury" oleh Institute of Medicine (IOM). Sejalan dengan batasan tersebut,
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS) mendefinisikan keselamatan pasien sebagai
bebas dari cedera/harm yang seharusnya tidak terjadi atau potensial cedera akibat dari pelayanan
kesehatan yang disebabkan error yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai
rencana yang salah dalam mencapai tujuan. Kedua definisi tersebut berpijak dari konsep medical
error dalam pelayanan kesehatan sehingga kondisi aman adalah kondisi bebas dari error.
Patient safety merupakan prioritas, isu penting dan global dalam pelayanan kesehatan
rumah sakit sejak tahun 2000 yang didasarkan atas makin meningkatnya kejadian yang tidak
diharapkan (KTD) atau adverse event. Adverse event merupakan suatu peristiwa yang dapat
menyebabkan hal yang tak terduga atau tidak diinginkan sehingga membahayakan keselamatan
pengguna alat kesehatan termasuk pasien atau orang lain. Klasifikasi adverse event adalah
kejadian nyaris cedera (KNC), kejadian tidak cedera (KTC) dan sentinel (kematian atau cedera).
Contoh dari KTD seperti medication error, flebitis, dekubitus, infeksi daerah operasi, dan pasien
jatuh dengan cidera (Suhartono, 2013; Suryani et al., 2011)
Untuk menjamin keselamatan pasien, maka organisasi pelayanan kesehatan harus
mampu membangun sistem yang membuat proses perawatan pasien lebih aman, baik bagi
pasien, petugas kesehatan, maupun masyarakat sekitarnya (keluarga, pengunjung), serta
manajemen rumah sakit. Sistem keselamatan pasien ditujukan untuk mengurangi risiko,
mencegah terjadinya cedera akibat proses pelayanan pasien, serta tidak terulangnya insiden
keselamatan pasien melalui penciptaan budaya keselamatan pasien. Bagi manajemen, penciptaan
sistem keselamatan pasien merupakan bentuk akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat. Perawat sebagai ujung tombak
pemberi pelayanan kesehatan merupakan hal yang penting untuk dikaji dalam rangka
mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Kinerja yang baik merupakan
jembatan dalam menjawab kualitasmpelayanan kesehatan yang diberikan terhadap pasien baik
yang sakit maupun yang sehat (Murdyastuti, 2010). Perawat harus sadar akan perannya sehingga
dapat secara aktif ikut berpartisipasi untuk mewujudkan keselamatan pasien. Hal ini juga tidak
akan mencapai optimal jika hanya dengan kerja keras dari perawat saja, namun didukung dengan
sarana prasarana, manajemen rumah sakit dan tenaga kesehatan lainnya (Bawelle, 2013)

Metode
Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah Literature review. Metode ini menganalisis,
eksplorasi dan kajian bebas pada artikel, jurnal, text book, maupun e-book yang releven dan
berfokus pada metode pembelajaran klinik yang mempengaruhi kemampuan berpikir kritis
mahasiswa keperawatan. Adapun artikel yang digunakan pada literature review ini adalah artikel
yang didapatkan dengan memuat 3 database Pubmed, Geogle Scholar dan Science Direct dengan
memasukkan kata kunci “Pengetahuan Perawat”, “Sasaran Keselamatan Pasien”. Artikel yang
digunakan minimal menggunakan 10 referensi yang diterbitkan delapan tahun terakhir.

Hasil
Dari hasil yang diperoleh keselamatan pasien akan terus berkembang, yang didefinisikan sebagai
upaya maksimal yang dilakukan rumah sakit dalam rangka memberikan pelayanan kepada pasien
melalui penerapan metode dan regulasi yang legal serta melalui standar yang terukur untuk
meminimalisir kesalahan medis. Keselamatan pasien merupakan tanggung jawab semua pihak
yang berkaitan dengan pemberi pelayanan kesehatan. Dalam mencapai tujuan yang berorientasi
kepada kepuasan pasien, di samping aspek fasilitas rumah sakit, peranan dokter, paramedis dan
non medis menjadi sangat penting karena kinerja mereka akan menentukan persepsi dan kinerja
yang dirasakan pasien terhadap pelayanan yang diberikan.
Keselamatan pasien merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan kesehatan.Keselamatan
pasien yang dilakukan dengan baik akan mengurangi dan meringankan tindakan yang tidak aman
untuk pasien. Sistem pelayanan kesehatan melalui penggunaan penampilan praktek yang baik
dapat mengoptimalkan outcome pasien (Yulia, 2010). Outcome pasien salah satunya adalah
kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan perawat. Perawat telah
berupaya melakukan cuci tangan sesuai standar yaitu enam langkah, terutama saat lima moment
yaitu saat sebelum dan setelah menyentuh pasien, kontak dengan lingkungan pasien, terpapar
cairan pasien dan sebelum melakukan tindakan invasif. jika penerapan keselamatan
pasiendilakukan dengan baik maka pelayanan yang mengutamakan keselamatan dan kualitas
yang optimal akan memberikan dampak yang luas terutama bagi masyarakat yang mendapatkan
pelayanan kesehatan dengan aman, berkualitas dan memenuhi harapan klien. Pelayanan yang
baik dan berkualitas dapat meningkatkan kepercayaan public terhadap Rumah Sakit tersebut.

Pembahasan
Berikut ini ada sepuluh isu keselamatan pasien yang perlu dipertimbangkan
disepanjang tahun 2016 bagi penyelenggara pelayanan kesehatan,berdasarkan trend yang
sepanjang tahun 2016 bagi penyelenggara pelayanan kesehatan, berdasarkan trend yang
terjadi di tahun 2015 :
1. Medication error
merupakan kejadian yang merugikan pasien akibat penanganan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan (human error) yang sebetulnya dapat dicegah. Medication error dapat diklasifikasikan
menjadi dispensing errors, prescribing errors, dan administration errors (Simamora et al., 2011).
Secara umum, faktor yang paling sering mempengaruhi medication error adalah faktor individu,
berupa persoalan pribadi, pengetahuan tentang obat yang kurang memadai, dan kesalahan
perhitungan dosis obat (Mansouri et al., 2014). setiap tahun setidaknya ada 5% pasien rawat
inap yang mengalami kejadian takdi inginkan terkait dengan pemberian obat. Ini tidak
hanya terjadi pada pasien rawat inap, tapi juga pada pasien yang sedang menjalani
dioperasi. Sebuah studi oleh Massachusetts General Hospital yang diterbitkan pada bulan
Oktober lalu menyebutkan bahwa separuh operasi mengalami berbagai jenis medication
errors. Kesalahan dalam pelabelan, dosis tidak tepat, mengabaikan tindakan yang harus
dilakukan berdasarkan tanda vital pasien dan documentation errors adalah yang dilakukan
berdasarkan tanda vital pasien dan documentation errors adalah yang tersering terjadi.
2. Diagnostic errors
terungkap dengan adanya laporan penelitian “Improving Diagnosisin Health Care” yang
dibuat oleh Institute of Medicine. Laporan ini menyebutkanin Health Care” yang dibuat
oleh Institute of Medicine. Laporan ini menyebutkan bahwa 6 dari bahwa 6 dari 17 persen
kej17 persen kejadian tak diinginkan di adian tak diinginkan di RS merupakan diaRS merupakan
diagnostic error gnostic error dandanmerupakan penyebab dari 10% kematian pasien. Tingginya
angka error dan kematianmerupakan penyebab dari 10% kematian pasien. Tingginya angka error
dan kematianyang diakibatkannya ini menyebabkan diagnostic error menjadi salah satu isu
yangyang diakibatkannya ini menyebabkan diagnostic error menjadi salah satu isu
yangmendapat perhatian khusus. Solusi yang telah terpikirkan antara lain kemitraan
denganmendapat perhatian khusus. Solusi yang telah terpikirkan antara lain kemitraan dengan
pasien dan pasien dan keluarganya serta keluarganya serta meningkatkan kerjasama
meningkatkan kerjasama tim antartim antar-tenaga kesehatan -tenaga kesehatan dandanantar-
pemberi layanan kesehatan.antar-pemberi layanan kesehatan
3. Merumahkan pasien (home-care) pasca akut
dimana memulang kan pasien merupakan momen kritis dalam perawatan pasien. Studi pada
awal tahun 2000-an menemukan bahwa hampir 20% pasien mengalami adverse event tiga
minggu setelah dipulangkan dari RS, dan banyak diantaranya yang sebenarnya bisa
dicegah. Pada April lalu sebuah model “comprehensive care for joint replacement”
memungkin kan adanya perhatian yang lebih tinggi terhadap jenis error Model ini
membuat RS bertanggung jawab terhadap mutu pelayanan dan biaya bagi pasien dengan
kasus penggantian sendi selama 90 hari setelah pasien dipulangkan dari RS yang
bersangkutan.
4. Keselamatan di tempat kerja.
Tanggung jawab RS adalah memastikan keselamatan pasien, sementara itu para ahli lain
berargumentasi bahwa pasien tidak bisa selamat jika petugas kesehatan tidak merasa aman
pada dirinya sendiri. Dengan kata lain, jika RS aman, maka pasien juga akan lebih aman.
Hal ini berdasarkan kejadian dimana petugas terkena tusukan jarum, atau cedera saat
mengangkat pasien, atau merasa takut diserang oleh pasien.
5. Keselamatan di fasilitas RS yang seringkali menempatkan keselamatan pasien pada risiko tinggi
Beberapa kali di tahun 2015 keselamatan di RS dikompromikan karena masalah bangunan atau
pemeliharaan.Badan Administrasi Kesehatan Florida melaporkan bahwa sebuah RS gagal
menangani kebocoran limbah dengar benar serta serta gagal melakukan penilaian risiko
pengendalian infeksi. Investogator juga menemukan adanya tikus-tikus yang hidup di langit-
langit rumah sakit yang dapat mencemari meja tempat menyiapkan makanan melalui
lubang ventilasi AC. WabahLegionnaires juga merupakan masalah yang umumnya terkait
dengan struktur bangunan dan sistem perpipaan/saluran yang kompleks seperti di RS.
6. Pemrosesan ulang
ECRI Institute memasukkan “pembersihan endoskop fleksibel yang tidak kuat sebelum
diberi desinfektan” dalam daftar 10 Bahaya Teknologi Kesehatan terbanyak. Para ahli
menekankan pentingnya menggunakan alat yang tepat dan mengikuti protokol untuk
mencegah infeksi. Beberapa RS bahkan sudah mulai melakukan kultur untuk mengamati
perkembangan bakteri. Sementara itu, beberapa anggota panel penasihan FDA
merekomendasikan bahwa bahwa duodenoscope harus disterilisasi untuk mencegah penyebaran
infeksi.disterilisasi untuk mencegah penyebaran infeksi.
7. Sepsis
merupakan disfungsi organ akibat gangguan regulasi respons tubuh terhadap terjadinya
infeksi.Kondisi sepsis merupakan gangguan yang menyebabkan kematian.Syok sepsis
merupakan abnormalitas sirkulasi dan metabolisme seluler. terjadi lebih dari 1 juta kasus per
tahun menurut CDC, dan setengah dari jumlah tersebut meninggal yang menyebabkan sepsis
menjadi penyebab kematian nomor 9. Meskipun sepsis bukan isu baru dalam keselamatan
pasien, namun di tahun 2016 ini menjadi pusat perhatian baru dengan ditambahkannya
Severe Sepsis and Septic Shock Early Management Bundle ke dalam aturan final sistem
prospektif rawat inap di tahun 2016.
8. Bakteri super
didefinisikan oleh Brian K. Coombes, PhD sebagai bakteri yang tidak dapat ditanggulangi
dengan menggunakan dua atau lebih antibiotik, berlanjut menyerang pasien dan tampak
menjadi lebih kuat. Laporan CDC yang dipublikasikan pada pada Desember lalu
mengungkapkan adanya strain Enterobacteriaceae yang resisten.Beberapa ahli menyebutnya
sebagai “phantom menace”. Bukan hanya para ahli penyakit dan pemberi pelayanan
kesehatan yang mengamati superbugs ini, namun para peneliti di Cina juga telah menemukan
bakteri ini ada di babi, ayam broiler dan manusia yang mengandung gen yang membuatnya
resisten terhadap berbagai jenis antibiotik, termasuk antibiotik terbaru dan terkuat. Gen
yang bertanggung jawab terhadap resistensi bakteri itu disebut mcr-1, dan juga telah
teridentifikasi di Denmark. Gen tersebut ditemukan juga di E.coli dan bakteri Klebsiella
pneumonia. Langkah kecil seperti meningkatkan pengaturan penggunaan antibiotik perlu
dilakukan tahun ini untuk membantu memerangi memerangi organisme ini.
9. Ketidakamanan perangkat medis.
Pada Bulan Juli lalu Administrasi Obat dan Makanan AS mengeluarkan peringatan agar RS
meninjau penggunaan Hospira Sybiq Infusion System, yaitu sebuah pompa terkomputerisasi
yang digunakan secara luas pada terapi infus umum, setelah didapati bahwa ternyata hacker
dapat secara jarak jauh mengakses alat tersebut dan mengubah dosis. Para ahli telah
mengeluarkan peringatan serupa beberapa kali. Tahun 2011 seorang konsultan analis dan peneliti
pada sebuah perusahaan analitis dan keamanan data mencengangkan audiens konferensi saat dia
meretas pompa insulinnya sendiri. Cyber-security telah bergeser dari kecemasan seorang ahli IT
ke isu yang mengancam keselamatan pasien secara serius dan perlu menjadi perhatian setiap
orang. Banyak sekali peralatan RS yag terkoneksi dengan dan beroperasi dalam jaringan internet
RS yang sesungguhnya rentar terhadap peretasan. Meskipun sasarannya bukan pasien, namun
peretas dapat masuk ke dalam jaringan sistem informasi RS dan mengekspliotasi serta
menyalahgunakan data sensitif yang ada di dalamnya.
10. Transparansi data medis.
Banyak RS yang menanyakan ke pasien tentang pengalaman dan kepuasan mereka terhadap
dokter selama dirawat. Namun sangat sedikit yang menaruh informasi ini secara online agar bisa
diakses oleh semua orang, sekalipun hal ini dipercaya dapat meningkatkan keselamatan pasien.
Seorang peneliti patient safety di Harvard University’s School of Public Health mengatakan
bahwa jika semua orang (dokter, pasien, institusi bahkan pers) tidak merahasiakan data kinerja,
maka dokter akan mengembangkan rasa akuntabilitas yang lebih besar untuk menghasilkan
pelayanan yang lebih berkualitas. Peringkat agregat dapat membantu instrument pembelajaran
untuk mereview kinerja individu, dan mereka juga diberi insetif untuk melakukan cek ulang
pekerjaan mereka dan lebih memperhatikan area-area dimana sering terjadi kesalahan yang
berdampak pada peringkat mereka, dan tentu saja pasien-pasien yang menjadi tanggung jawab
mereka. Di beberapa institusi, hasil rating dipampang secara internal, dapat digunakan untuk
membandingkan secara berdampingan yang akan memunculkan praktek terbaik (best practice)
dan mendorong pada rasa persaingan sehat. Di masa depan, keterbukaan ini bisa menjadi
kebutuhan bagi RS dan sistem kesehatan yang ingin berkompetisi dalam situasi pasar yang fokus
pada transparansi. (pea)

Penutup
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Patient Safety atau keselamatan
pasien merupakan isu global yang mempengaruhi negara-negara di semua tingkat pembangunan.
Meskipun perkiraan ukuran permasalahan masih belum pasti, khususnya di negara berkembang
dan negara transisi/konflik, ada kemungkinan bahwa jutaan pasien seluruh dunia menderita
cacat, cedera atau meninggal setiap tahun karena pelayanan kesehatan yang tidak aman. Faktor
yang paling berkontribusi terhadap pelayanan kesehatan yang tidak aman antaralain: sistem,
kondisi, manusia, teknologi, dan faktor lain yang berkonstribusi misalnya; tindakan yang tidak
tepat dan atau kesalahan obat. Dampak dari pelayanan yang tidak aman terhadap factor
sosioeconomic telah lama di laporkan mencapai angka kerugian dan pemborosan yang sangat
fantastis, dan hal ini tentunya akan dapat ditekan apabila pelayanan kesehatan yang diterima oleh
pasien dapat terjamin keamanannya dan bermutu. Perawat sebagai garda terdepan selama 24 jam
di unit pelayanan kesehatan merupakan salah satu profesi yang memiliki peran cukup besar
dalam menjaga keselamatan pasien. Disarankan bagi pihak rumah sakit dalam upaya
mempertahankan serta terus meningkatkan implementasi patient safety yang telah ada diperlukan
peningkatan kesadaran individu, pengevaluasian, pengawasan, kelengkapan peralatan dan sarana
dalam menunjang penerapan program patient safety. Serta melaksanakan pertemuan rutin yang
membahas mengenai patient safety yang dilakukan oleh tim dan koordinator setiap bagian.

Daftar pustaka
Hadi I.2017. Manajemen Keselamatan Pasien. Yogyakarta:Indonesia. Deepublish
Hartati, Lolok N.H, dkk.(2014). Analisis Kejadian Medication Error Pada Pasien Icu.
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi. Vol 4 (2);125
Insani T.H.N, Sundari S.(2018). Analisis Pelaksanaan Keselamatan Pasien oleh Perawat.
Journal of Health Studies, Vol. 2(1); 85.
Kamil H.(2020). Patient Safety. Idea Nursing Journal.vol 1(1);7. ISSN : 2087-2879
Nursery, Champaca S.M.(2020). Pelaksanaan Enam Sasaran Keselamatanpasien Oleh
Perawat Dalam Mencegah Adverse Event Di Rumah Sakit. Jurnal STIKES Suaka Insan
Banjarmasin. ;1,3,4
Putra I.A.S.(2019). Update Tatalaksana Sepsis. ANALISIS. vol. 46 (11);681
Simamora, R. H., & Nurmaini, C. T. S. (2019). Knowledge of Nurses about Prevention of
Patient Fall Risk in Inpatient Room of Private Hospital in Medan. Indian Journal of Public
Health Research & Development, 10(10), 759-763.
Sumarni.(2017). Analisis Implementasi Patient Safety Terkait Peningkatan Mutu
Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit. Indonesian Journal Of Nursing And Midwifery. Vol. 5
(2);98. ISSN 2354-7642
Sriningsih N, Marlina E.(2020). Pengetahuan Penerapan Keselamatan Pasien (Patient
Safety) Pada Petugas Kesehatan. Jurnal Kesehatan, Vol. 9 (1);3-4
Triwibowo C, Yuliawati S, dkk.(2016). Handover Sebagai Upaya Peningkatan
Keselamatan Pasien (Patient Safety) Di Rumah Sakit. Jurnal Keperawatan Soedirman. Volume
11(2); 77
Wardhani V.2017. Manajemen Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Malang: Indonesia.
UB Press

Anda mungkin juga menyukai