Anda di halaman 1dari 9

ARTICLE IN PRESSDOI:10.

17977/um020v13i22019p1
Vol. 1, No. 1, 2020, hlm. 1-15

ISSN - 2086-133

JURNAL DIMENSI SEJARAH


Journal homepage: www.jurnaldimensisejarahum.com

ANALISIS NILAI MORAL DALAM BUKU TEKS SEJARAH INDONESIA


WAJIB KELAS X KURIKULUM 2013
Feby Sri Dewi
Febbysridewi10@gmail.com
Abstract
Textbooks are teaching media that plays a major role in the classroom and as a
medium that provides curriculum material as well as a core part of the education
system. This article contains an analysis of the moral values contained in the
Indonesian history textbook compulsory class X curriculum 2013 in which there
are historical stories that contain moral values in line with the implementation of
the 2013 quirkulum. The implementation of the 2013 curriculum aims to prepare
the nation's children to have the ability as individuals and citizens who are
productive, creative, and innovative and are able to contribute and participate
directly in the life of society, nation and state. In this case, the 2013 curriculum
focuses on the formation of competence and character of students in the form
of a combination of attitudes, knowledge and skills. The formation of children's
character or character can be done through three ideological frameworks,
namely the moral concept), moral attitude and moral behavior. In writing this
article, the author uses qualitative methods because it is considered appropriate
as the basis of research for researchers.
Keywords

Moral, curriculum, Textbook

Abstrak

Buku teks merupakan media pengajaran (teaching) yang berperan utama di


dalam kelas dan sebagai media yang menyediakan materi kurikulum serta bagian
inti dari sistem pendidikan. Artikel ini berisi analisis nilai-nilai moral yang
terkandung dalam buku teks pelajaran sejarah indonesia wajib kelas X kurikulum
2013 yang di dalamnya terdapat cerita sejarah yang mengandung nial-nilai moral
sejalan dengan implementasi kuirikulum 2013. Penerapan kurikulum 2013
bertujuan untuk mempersiapkan anak bangsa agar memiliki kemampuan
sebagai pribadi dan warga negara yang produktif, kreatif, dan inovatif serta
dapat berkontribusi aktif dan terjun langsung dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Dalam hal ini, kurikulum 2013 memfokuskan pada
pembentukan karakter serta kemandirian peserta didik yang berupa paduan
sikap, pengetahuan dan keterampilan. Pembentukan watak atau karakter dapat
dilakukan melalui tiga kerangka ideologis, yaitu konsep moral, sikap moral, dan
perilaku moral. Dalam penulisan artikel ini, penulis menggunakan metode
kualitatif karena dirasa tepat dijadikan dasar penelitian bagi peneliti.

Kata Kunci
Moral, kurikulum, Buku teks

Feby Sri Dewi| 1


ARTICLE IN PRESSDOI:10.17977/um020v13i22019p1
Vol. 1, No. 1, 2020, hlm. 1-15

Pendahuluan
Kurikulum bisa diartikan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pembelajaran
yang berisi seperangkat rencana dan sebuah pengaturan yang berkaitan dengan tujuan, isi,
dan bahan ajar untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan nasional. Kurikulum berisi
rencana atau program tertulis yang di dalamnya terdapat ide-ide dan gagasan-gagasan yang
dirumuskan oleh pengembang kurikulum. Sumantri (2004: 27) mengemukakan bahwa
pengembangan kurikulum tidak lepas dari semua aspek kehidupan dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya (dari pemikiran hingga realisasi), sehingga kurikulum harus memenuhi
kebutuhan masyarakat. Penerapan kurikulum 2013 mendorong siswa untuk terlibat dalam
kegiatan eksplorasi yang sangat berarti bagi pelaksanaan kegiatan pembelajaran, dengan
menggunakan strategi dan metode pembelajaran yang menarik, kontekstual, efektif dan
bermakna. Siswa yang bersifat otonom perlu diberi kesempatan untuk menemukan dan
mengubah informasi kompleks sendiri, mengingat aturan lama untuk memeriksa informasi
baru, dan mengubah aturan saat tidak berlaku lagi.

Dalam hal ini pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan berbangsa.
Semakin tinggi kualitas pendidikan suatu negara maka semakin baik pula kualitas sumber
daya manusianya. Pendidikan umumnya merupakan sebuah usaha untuk memajukan
tumbuhnya budi pekerti yaitu kekuatan batin/karakter dan pengembangan pemikiran atau
kecerdasan. Dalam era globalisasi saat ini, menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang pesat, pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam
menyediakan sumber daya manusia yang kuat, berkualitas, kreatif dan produktif.
Pendidikan tidak hanya untuk menumbuhkan orang yang cerdas, tetapi juga untuk
menumbuhkan karakter (budi pekerti).

Karakteristik Kurikulum 2013 menggunakan berbagai teori filsafat dan konsep


pendidikan serta mengikuti perkembangan zaman saat ini yang telah memasuki era
globalisasi. Keunikan dari kurikulum ini adalah menggunakan pendekatan pembelajaran
saintifik/ilmiah dengan kelima komponen yang berupa observasi, inkuiri, eksperimen,
pemrosesan, presentasi, ringkasan, dan kreasi. Hal ini didasarkan pada Permendikbud No.
65 tahun 2013 tentang standar pendidikan dasar dan proses pendidikan menengah. Hal ini
mengisyaratkan perlunya suatu proses pembelajaran yang berpedoman pada kaidah
sains/metode ilmiah.

Dalam hal ini penerapan kurikulum 2013 bertujuan untuk menyiapkan anak bangsa
agar memiliki kemampuan sebagai pribadi dan warga negara yang produktif, kreatif,
inovatif, dan efektif serta mampu berkontribusi dan terjun langsung dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, maka
kurikulum 2013 lebih memfokuskan pada pembentukan kompetensi serta karakter peserta
didik yang berupa paduan sikap, pengetahuan dan keterampilan sehingga hal tersebut dapat
mendorong peserta didik untuk terlibat dalam kegiatan eksplorasi yang sangat berarti bagi
pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan diharapkan dapat mengembangkan dan
meningkatkan kemampuan, kreativitas, kemandirian, kerjasama, solidaritas, kepemimpinan,

Feby Sri Dewi| 2


ARTICLE IN PRESSDOI:10.17977/um020v13i22019p1
Vol. 1, No. 1, 2020, hlm. 1-15

empati, toleransi, dan kecakapan hidup siswa untuk membentuk kepribadian, moral serta
meningkatkan peradaban dan martabat bangsa.

Pengertian Nilai, Moral, dan Buku Teks

1. Nilai

Nilai merupakan sesuatu yang bersifat abstrak, ideal, tidak konkrit, bukan fakta,
tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empiris, melainkan
sosial penghayatan yang dikehendaki, disenangi, dan tidak disenangi. Nilai juga adalah
sesuatu yang berharga menurut kriteria logika (benar atau salah), estetika (baik atau
buruk), etika (adil atau tidak adil), agama (bersalah atau tidak bersalah), dan merupakan
acuan sistematis untuk kepercayaan diri dalam hidup. Oleh karena itu, nilai disini adalah
bernilai, bermutu, menunjukkan kualitas, dan bermanfaat bagi manusia. Hal yang bernilai
berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. . Artinya berfungsi
sebagai rujukan atau pedoman tindakan dalam hidup. Lebih dari itu, nilai juga dapat menjadi
cerminan atau gambaran akan hidup dan tatanan masyarakat yang saling membantu untuk
membangun keteraturan sosialnya.

Dapat dikatakan bahwa nilai merupakan prinsip yang dapat dijadikan daya
pendorong pada hidup, yg memberi makna  serta pengabsahan dalam tindakan seseorang.
Nilai memiliki dua segi intelektual dan emosional. Kombinasi kedua dimensi tadi memilih
sesuatu nilai bersama kegunaannya pada kehidupan. Jika pada anugerah makna dan
pengabsahan terhadap suatu tindakan, unsur emosionalnya mini sekali, ada interim unsur
intelektualnya lebih dominan, kombinasi tadi diklaim kebiasaan kebiasaan atau prinsip.
Norma-kebiasaan atau prinsip-prinsip misalnya keimanan, keadilan, persaudaraan dan
sebagainya baru sebagai nilai-nilai apabila dilaksanakan pada pola tingkah laku dan pola
berfikir suatu acuan dalam bertindak bahkan berfikir seseorang, jadi norma bersifat
universal dan absolut, sedangkan nilai khusus dan cukup relatif bagi masing-masing
sebagian orang

2. Moral

Secara etimologis, kata moral berasal dari bahasa latin “mos” (Moris) yang berarti
adat istiadat, kebiasaan, aturan, gaya hidup, nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Saat ini,
orang cenderung menggunakan moralitas atau moral untuk menunjukan perilaku itu
sendiri. Dapat dikatakan bahwa moralitas adalah ukuran kebaikan seseorang baik sebagai
pribadi, sebagai warga masyarakat dan sebagai warga negara. Selain itu, moral juga
memiliki dua pengertian, yaitu:

1. Serangkaian nilai yang diterima secara umum tentang baik dan buruk mengenai
perbuatan atau perilaku, sikap, kewajiban, etika, tata krama dan moral.
2. Kondisi mental yang membuat orang berani, bersemangat, bergairah dan disiplin
sebagaimana yang sebagaimana terungkap dalam keadaan (Nata, 2003: 90).

Feby Sri Dewi| 3


ARTICLE IN PRESSDOI:10.17977/um020v13i22019p1
Vol. 1, No. 1, 2020, hlm. 1-15

Kemudian menurut C Asri Budiningsih (2004: 24) Sudut pandang yang


mendefinisikan moralitas (Franz Magnis Soeseno) Moralitas selalu mengacu pada kebaikan
dan keburukan manusia sebagai manusia, oleh karena itu sejauh menyangkut kebaikan
manusia, ranah moralitas adalah ranah kehidupan manusia. Definisi lain yang dikemukakan
oleh Earl, L Kohlberg, B.Graham dan Barbara Leers dalam Ahmad Kosasih Djahiri (1986: 76)
menyatakan bahwa moralitas adalah semua hal yang terlibat, dibatasi, ditentukan dan
harus ditaati, dilakukan, karena dalam hidup kita dianggap, diyakini, disadari atau
diharapkan. Moralitas ada dalam hidup, membutuhkan penerimaan, dan percaya bahwa itu
akan menjadi moralitas itu sendiri.
Sesuai kodrat manusia, selain rasional, mereka juga mempunyai nafsu atau
keinginan. Selain itu, pada dasarnya manusia itu "kosong" untuk menerima berbagai
bentuk tingkah laku, sehingga pendidikan moral menjadi sangat penting. Pendidikan moral
adalah pendidikan yang menjadikan anak manusia menjadi anak yang memiliki moral yang
baik dan manusiawi. Tanpa pendidikan moral, akhlak yang terpuji dan mulia tidak akan
menjadi bagian yang tak terpisahkan dan tidak akan menjadi bagian yang menyatu dengan
kepribadian seseorang sehingga manusia akan terbiasa dengan akhlak yang keji, karena
hanya didasari oleh nafsu. Ada beberapa ahli yang berdedikasi untuk membina nilai-nilai
moral untuk membentuk watak atau karakter anak. Para ahli ini diantaranya Newman,
Simon, Howe dan Lickona. Di antara para ahli tersebut, pandangan Lickona-lah yang lebih
cocok untuk membentuk watak/karakter anak.
Pandangan Lickona disebut dengan educating for character atau pendidikan karakter
untuk membentuk watak atau karakter anak. Dalam hal ini, Lickona mengacu pada
pemikiran filsuf Michael Novak yang meyakini bahwa karakter seseorang terdiri dari tiga
aspek yaitu, pengetahuan moral, perasaan moral dan perilaku moral yang satu sama lain
saling terkait dan dan berhubungan. Lickona menekankan gagasan Novak. Ia meyakini
bahwa pembentukan watak atau karakter anak dapat dilakukan melalui tiga kerangka
ideologis, yaitu konsep Moralitas (moral knowing), sikap moral (moral feeling) dan perilaku
moral (moral behaviour). Oleh karena itu, hasil pembentukan sikap karakter anak dapat
dilihat dari tiga aspek yaitu konsep moral, sikap moral dan perilaku moral.
3. Buku Teks
Buku teks atau yang biasa disebut dengan buku cetak, buku ajar, buku materi, buku
paket atau buku pedoman belajar merupakan salah satu sumber belajar yang dapat
digunakan oleh guru dan siswa. Buku teks adalah semua buku yang digunakan sebagai
landasan atau fokus pembelajaran, yang ditulis secara khusus dan memuat pengetahuan
sistem terpilih. Tujuan pemilihan setiap topik adalah kelengkapan dan minat dari satu topik
ke topik lainnya. Buku ini disederhanakan sesuai dengan tingkatan siswa, dan dilengkapi
dengan berbagai perlengkapan pengajaran untuk memenuhi fungsi pembelajaran yang
dibutuhkan. Topik yang dibahas memuat unsur-unsur pedagogi beserta semua implikasinya
dalam jumlah yang besar, seperti perlengkapan untuk praktik, penerapan, motivasi, dan
kecintaan akan belajar, sehingga buku teks sering disebut “guru dalam bentuk buku”.
Pada dasarnya, buku teks merupakan bagian integral dari sistem pendidikan

Feby Sri Dewi| 4


ARTICLE IN PRESSDOI:10.17977/um020v13i22019p1
Vol. 1, No. 1, 2020, hlm. 1-15

manapun saat ini yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan di negara-negara paling maju,
terdapat berbagai alat dan teknik pengajaran di dalam kelas -Di kelas, buku teks masih
menempati tempat yang mulia. Khusus untuk mata pelajaran sejarah, buku teks telah
menjadi alat yang sangat diperlukan untuk semua metode pembelajaran sejarah. Hunter
berkata: "Dalam setiap tugas sekolah, buku teks selalu menempati urutan kedua yaitu
kedua setelah guru, alat peraga dan dukungan utama untuk siswa .... Buku teks yang dipilih
dengan cermat selalu dapat memberikan tambahan yang bermanfaat bagi guru. Dan untuk
memberikan jaminan bagi siswa. (Kochhar, 2008: 163)
Dalam perkembangannya, buku teks tidak lagi diterbitkan oleh pemerintah, tetapi
oleh swasta. Dalam hal ini, pemerintah hanya diberi kewenangan untuk pengadaan buku
teks, bukan penggandaannya. Kemudian, pemerintah menetapkan standar tertentu yang
harus dipenuhi setiap buku yang akan digunakan oleh departemen pendidikan diterbitkan.
Dalam hal ini standar tersebut dirumuskan dan diundangkan oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) sesuai dengan Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005,
dan kemudian diperbarui menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 32 tentang Standar
Nasional Pendidikan Tahun 2013 Nomor 32. Pasal 1 ayat 23 bahwa buku teks merupakan
sumber pembelajaran kompetensi inti untuk mencapai kompetensi dasar dan kompetensi
inti.
Buku teks merupakan buku acuan wajib yang dipergunakan di sekolah, yang
memuat banyak materi pembelajaran dalam rangka memperkuat keimanan dan
ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kesanggupan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi, kepekaan dan kesanggupan estetika, raga dan kesehatan, yang disusun sesuai
standar nasional pendidikan. Materi pembelajaran potensial. Buku teks memiliki alur dan
logika sesuai dengan rencana kursus. Menyusun buku teks sesuai dengan kebutuhan
belajar siswa atau siswa. Buku teks disusun untuk mencapai tujuan atau kemampuan
belajar tertentu
Penulisan buku teks harus mengacu pada kurikulum dan harus tercermin dengan
adanya materi dengan kedalaman dan keluasan yang berbeda antara Kategori X dan
Kategori XI. Materi pada kategori kesebelas relatif lebih luas dan lebih dalam dari pada
kategori kesepuluh, bukan sebaliknya (Sudjana, 1995: 6). Buku teks disusun sesuai dengan
kebutuhan siswa. Pertama-tama, siswa sekolah dasar hanya perlu memahami tingkat
pengetahuan dalam ilmu pengetahuan alam. Tapi di jenjang SMA / SMK, sudah harus bisa
memahami bahkan mungkin sampai pengaplikasinya. Pada level ini dibutuhkan pelatihan
dan bimbingan. Ketiga adalah informasi yang perlu diumpankan kembali kepada siswa.
Buku teks adalah salah satu alat pendukung yang dapat digunakan guru untuk
memberikan materi dan informasi. Tentunya posisi buku ini sangat penting dalam proses
pembelajaran. Bisa dikatakan buku teks merupakan turunan terkecil dari kurikulum, karena
isi buku teks ditentukan dalam kurikulum yang sifatnya tidak kaku. Namun pada
kenyataannya terdapat berbagai permasalahan yang terjadi di lapangan.
Masalah dalam buku ajar ini merupakan salah satu problematika dalam
pembelajaran sejarah. Hamid Hasan mengatakan dalam Jurnal Historia terbitan tahun 2000

Feby Sri Dewi| 5


ARTICLE IN PRESSDOI:10.17977/um020v13i22019p1
Vol. 1, No. 1, 2020, hlm. 1-15

dengan judul "Kurikulum dan Buku Teks Sejarah", ia mengulas masalah buku teks dari
tujuan pendidikan sejarah yang belum terpenuhi. Pertama, dapat membimbing siswa untuk
berpikir kritis, logis dan rasional. Kedua, dapat memahami identitas dan mencintai
bangsnya. Ketiga, dapat menggali dan belajar dari pengalaman masa lalu untuk
kepentingan saat ini dan masa depan. Selain itu, menurutnya, permasalahan mendasar
buku teks sejarah sekolah adalah memuat peristiwa sejarah yang serupa dengan yang ada
di kurikulum, artinya buku teks sejarah hanya memuat konten faktual, seperti nomor tahun,
nama pelaku, lokasi peristiwa, proses peristiwa, Ini semua dijelaskan. Menurutnya, buku
ajar yang memiliki kelebihan akan mampu menerjemahkan visi, informasi dan ide dasar
kurikulum.
Dari pemaparan tulisan tersebut jelaslah bahwa penulisan buku teks pelajaran
Sejarah sangat berkaitan dengan kurikulum yang berjalan. Seperti yang pendapat yang
dipaparkan oleh Hasan (2000: 13) bahwa sebagai wahana pendidikan, kurikulum mata
pelajaran sejarah memang sudah harus diperhitungkan serta dikembangkan dalam
kehidupan berbangsa dan bermasyaraka terlebih di masa sekarang dan masa mendatang
mengingat apa yang diperoleh peserta didik di sekolah dalam pendidikan sejarah masa kini
akan digunakan dan dijadikan bagian dari kehidupan para peserta didik di masa mendatang.
Selain itu, tujuan pembelajaran sejarah yang tercantum di dalam kurikulum menjadi
landasan penting.

METODE
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode content
analysis (analisis isi). Menurut Mulyana (2013: 3), metode analisis isi merupakan metode
pengumpulan dan analisis isi teks. Dalam penelitian ini, analisis teks berarti narasi sejarah
yang terdapat dalam buku teks mata pelajaran sejarah Indonesia wajib kelas X yang
diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sesuai kurikulum 2013. Alasan
buku digunakan karena merupakan tafsir resmi sejarah yang diterbitkan oleh pemerintah.
Dengan cara ini, penulis dapat memahami apakah buku tersebut berkaitan atau relevan
dengan misi dan tujuan pendidikan yang tercantum dalam kurikulum 2013.
PEMBAHASAN
Analisis penulisan pada buku teks sejarah, selain harus berdasarkan saintifik dan
berbahasa, tetapi juga penerapannya harus didasarkan pada materi yang dikembangkan
dan manfaatnya bagi kehidupan siswa. Pandangan ini dapat membantu penulis untuk
menentukan kemampuan dasar yang cocok untuk siswa. Berikut ini contoh buku teks mata
pelajaran Sejarah yang akan dianalisis oleh penulis yaitu buku pembelajaran Sejarah pada
jenjang SMA kelas XI. Buku yang dianalisis oleh penulis merupakan buku yang berjudul
“Sejarah Indonesia Wajib Kelas X Kurikulum 2013”
Penulis mengambil nilai-nilai moral yang terdapat pada bab kedua buku ini, para
pedagang, penguasa, dan penyair zaman klasik (Hindu dan Budha) membahas tentang ciri-
ciri kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan budaya di kerajaan Buddha India di
Indonesia serta memberikanb contoh-contoh bukti yang masih berlaku dalam kehidupan
sosial Indonesia saat ini.
Mengenai pembentukan karakter siswa, di awal bab ini penulis memaparkan bahwa

Feby Sri Dewi| 6


ARTICLE IN PRESSDOI:10.17977/um020v13i22019p1
Vol. 1, No. 1, 2020, hlm. 1-15

masyarakat Indonesia telah lama memiliki karakter yang harus dijadikan pedoman bagi
siswa, seperti agama, cinta damai, dan toleransi. Penulis mengutip karya Taufik Abdullah
untuk menggambarkan hal tersebut, yaitu: “Periode Hindu-Buddh telah berlangsung cukup
lama selama kurang lebih dua belas abad. Periode Hindu-Budhha terbagi menjadi tiga
periode, yaitu pertumbuhan, perkembangan, dan keruntuhan. Pada abad ke-16, Islam mulai
menguasai Nusantara. Namun, ini tidak berarti kebudayaan Hindu-Budhha telah hilang
tergantikan oleh kebudayaan Islam. Islam tetap mempertahankan warisan Hindu-Budhha,
tentunya dengan memodifikasinya agar tetap berselang beberapa abad, kita masih bisa
melihat bentuk-bentuk peradaban Hindu-Buddha saat ini, seperti pada perwujudan sastra
dan arsitektur”. kutipan di atas menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia pada zaman
dahulu telah memiliki sifat religius dan memiliki sikap toleransi antar umat beragama. Hal ini
dapat dijadikan contoh bagi para peserta didik, sebagai umat beragama kita harus memiliki
rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan kewajiban masing-masing, serta harus
memiliki sikap toleransi antar umat beragama untuk menciptakan suasana damai.
Materi Kerajaan Kalinga juga mengilustrasikan materi yang berkaitan dengan
pembentukan karakter siswa. Dalam ceritanya, kehidupan sosial masyarakat Kerajaan
Kalinga adalah kehidupan yang tertib, aman dan tentram. Ini karena Kerajaan Kalinga
dipimpin oleh seorang ratu yang bertanggung jawab atas rakyat, yaitu sang ratu yang
bernama Ratu Shima. Dia adalah pemimpin yang tegas, jujur, sangat bijak yang mematuhi
hukum dan peraturan kerajaan yang berlaku. Ia menghukum siapa saja yang melakukan
kesalahan walaupun yang melakukannya orang terdekat atau keluarganya sendiri. Hal ini
membuktikan Ratu Shima merupakan ratu yang adil dan dalam kepemimpinannya ia tidak
sewenang-wenang sehingga kerajaan Kalingga saat itu memiliki kehidupan sosial yang aman
dan damai.
Selain itu, pada masa kerajaan Sriwijaya, sikap tanggung jawab raja dapat dilihat dari
kesejahteraan rakyatnya. Sehingga dapat membangun rakyat yang merasa dirinya
merupakan bagian dari kerajaan tersebut. Melalui toleransi, keadilan dan kehidupan yang
damai, orang akhirnya akan merasa bertanggung jawab dan menciptakan suasana cinta
damai. Seperti yang dilakukan Raja Balaputradewa. Pada masa pemerintahannya sekitar
abad ke-9 M, Kerajaan Sriwijaya berkembang pesat sebagai kerajaan maritim dan mencapai
masa keemasannya. Hal ini terjadi karena raja bertanggung jawab dalam memenuhi tugas
dan kewajibannya.
Sebagai kerajaan maritim yang berkembang pesat saat itu, Kerajaan Sriwijaya
menunjukkan bahwa masyarakatnya hidup damai dan memiliki tingkat toleransi yang
tinggi. Karena sebagai pusat perdagangan, Kerajaan Sriwijaya memiliki banyak koneksi
dengan negara asing atau penduduk asing. Ini memperkuat status Sriwijaya sebagai
kerajaan maritim. Untuk mengkonsolidasikan posisinya, Sriwijaya membentuk armada
angkatan laut yang kuat. Melalui armada angkatan laut yang tangguh, Sriwijaya mampu
mengawal perairan di Nusantara. Ini juga memberikan rasa aman bagi pedagang yang ingin
berdagang dan berlayar di perairan Sriwijaya dan menunjukkan tanggung jawab Sriwijaya
kepada para pedagang.
Dalam beberapa kutipan dari buku teks sejarah tersebut, banyak memuat nilai-nilai

Feby Sri Dewi| 7


ARTICLE IN PRESSDOI:10.17977/um020v13i22019p1
Vol. 1, No. 1, 2020, hlm. 1-15

moral yang dapat diajarkan kepada peserta didik. Hal ini dapat menjadi panutan bagi siswa
dimana nilai-nilai moral itu sangat penting di terapkan dalam kehidupan. Materi yang
terkait dengan pembangunan karakter peserta didik perlu lebih ditekankan dan
disampaikan oleh guru dengan pemberian motivasi kepada peserta didik karena dengan hal
itu para siswa dapat mengambil nilai moral yang terkadung dan mengaplikasikannya dalam
kehidupan.

Feby Sri Dewi| 8


ARTICLE IN PRESSDOI:10.17977/um020v13i22019p1
Vol. 1, No. 1, 2020, hlm. 1-15

Kesimpulan

Kurikulum 2013 sejalan dengan materi pelajaran sejarah yang digunakan bagi
pendidikan yaitu salah satunya dalam penulisan buku teks. Konsep buku teks telah banyak
disampaikan oleh para ahli, antara lain buku teks yang dirancang untuk digunakan di dalam
kelas, disusun dan disiapkan secara cermat oleh para pakar atau ahli di bidangnya, serta
dilengkapi dengan fasilitas pengajaran yang sesuai dan serasi. Berdasarkan pengertian di
atas maka dapat disimpulkan bahwa buku teks merupakan buku yang berhubungan dengan
proses pembelajaran.
Selain itu, Buku teks merupakan media pengajaran (teaching) yang berperan utama
di dalam kelas. Media yang menyediakan materi kurikulum dan bagian inti dari sistem
pendidikan. Pembentukan watak atau karakter anak dapat dilakukan melalui tiga kerangka
ideologis, yaitu konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral feeling), dan perilaku
moral (moral behaviors). Materi yang terdapat dalam buku teks dapat digunakan untuk
mengetahui kondisi masa lalu, masa kini bahkan masa depan, dan keberadaan buku teks di
lembaga pendidikan dalam kondisi yang sangat rumit tentunya memiliki nilai tertentu. Nilai
sebuah buku teks tergantung pada bobot, misi dan fungsinya.

Daftar Rujukan
Buku dan Jurnal
Hasan, S.H., 2012. Pendidikan sejarah untuk memperkuat pendidikan karakter. Paramita:
Historical Studies Journal.
Ratmelia, Y., 2018. Nilai Moral dalam Buku Teks Pelajaran Sejarah. Historia: Jurnal Pendidik dan
Peneliti Sejarah.
Susanti, S., Purwiyastuti, W. and Wuryani, E., 2
Hasan, S. H., 2000. Kurikulum dan Buku Teks Sejarah. Historia Jurnal Pendidikan Sejarah
FPIPS UPI.
018. Manfaat Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Sejarah Terhadap
Pembentukan Moral Peserta Didik. Cakrawala: Jurnal Pendidikan.
Mulyana, A. dan Darmiasti., 2009. Hitoriografi Di Indonesia: Dari Magis-Religius Hingga
Strukturalis. Bandung: Refika Aditama.
Lionar, U., 2013. Peran Guru Sejarah Dalam Pendidikan Nilai: Suatu Refleksi. In Prosiding
Seminar Nasional Program Studi Pendidikan Sejarah se-Indonesia: Kajian Muatan
dan Posisi Mata Pelajaran Sejarah di Kurikulum.

Feby Sri Dewi| 9

Anda mungkin juga menyukai