Disusun oleh:
B. Gangguan atensi (perhatian) : atensi adalah usaha untuk memusatkan pada bagian tertentu
dari pengalaman, kemampuan untuk mempertahankan perhatian pada satu aktivitas, dan
kemampuan untuk berkonsentrasi.
1. Distraktibilitas : ketidakmampuan untuk memusatkan atensi, penarikan atensi kepada
stimuli eksternal yang tidak penting atau tidak relevan.
2. Inatensi selektif : hambatan hanya pada hal-hal yang menimbulkan kecemasan.
3. Hipervigilensi : atensi dan pemusatan yang berlebihan pada semua stimuli internal dan
eksternal, biasanya sekunder dari keadaan delusional atau paranoid.
4. Keadaan tak sadarkan diri (trance) : atensi yang terpusat dan kesadaran yang berubah,
biasanya terlihat pada hypnosis, gangguan disosiatif, dan pengalaman religius yang luar
biasa.
C. Gangguan Sugestibilitas : kepatuhan dan respon yang tidak kritis terhadap gagasan atau
pengaruh.
1. Folie a deux (folie a trois) : penyakit emosional yang berhubungan antara dua atau tiga
orang.
2. Hipnosis : modifikasi kesadaran yang diinduksi secara buatan yang ditandai dengan
peningkatan sugestibilitas.
II. EMOSI : suatu kompleks keadaan perasaan dengan komponen psikis, somatic, dan perilaku
yang berhubungan dengan afek dan mood.
A. Afek : ekspresi emosi yang terlihat; mungkin tidak konsisten dengan emosi yang dikatakan
pasien.
1. Afek yang sesuai : kondisi dimana irama emosional adalah harmonis dengan
gagasan, pikiran, atau pembicaraan yang menyertai.
2. Afek yang tidak sesuai : ketidakharmonisan antara irama perasaan emosional
dengan gagasan, pikiran, atau pembicaraan yang menyertainya.
3. Afek yang tumpul : gangguan pada afek yang dimanifestasikan oleh penurunan
berat pada intensitas irama perasaan yang diungkapkan ke luar.
4. Afek yang terbatas : penurunan intensitas irama perasaan yang kurang parah
daripada afek yang tumpul tetapi jelas menurun.
5. Afek yang datar : tidak adanya atau hampir tidak adanya tanda ekspresi afek;
suara yang monoton, wajah yang tidak bergerak.
6. Afek yang labil : perubahan irama perasaan yang cepat dan tiba-tiba, yang tidak
berhubungan dengan stimuli eksternal.
B. Mood : suatu emosi yang meresap dan dipertahankan, yang dialami secara subjektif dan
dilaporkan oleh pasien dan terlihat oleh orang lain.
1. Mood disforik : mood yang tidak menyenangkan.
2. Mood eutimik : mood dalam rentang normal, menyatakan tidak adanya mood yang
tertekan atau melambung.
3. Mood yang meluap-luap (expansive mood) : ekspresi perasaan seseorang tanpa
pembatasan, seringkali dengan penilaian yang berlebihan terhadap kepentingan atau
makna seseorang.
4. Mood yang iritabel : dengan mudah diganggu atau dibuat marah.
5. Pergeseran mood (mood yang labil) : mood yang berubah-ubah.
6. Mood yang meninggi (elevated mood) : suasana keyakinan dan kesenangan; suatu
mood yang lebih ceria dari biasanya.
7. Euforia : elasi yang kuat dengan perasaan kebesaran.
8. Ectasy : kegembiraan yang luar biasa.
9. Depresi : perasaan kesedihan yang psikopatologis.
10.Anhedonia : hilangnya minat terhadap dan menarik diri dari semua aktivitas rutin dan
menyenangkan, seringkali disertai dengan depresi.
11.Dukacita atau berkabung : kesedihan yang sesuai dengan kehilangan yang nyata.
12.Aleksitimia : ketidakmampuan atau kesulitan dalam menggambarkan atau menyadari
emosi atau mood seseorang.
IV. BERPIKIR
A. Gangguan umum dalam bentuk atau proses berpikir
1. Gangguan mental : sindroma perilaku atau psikologis yang bermakna secara klinis, disertai
dengan penderitaan atau ketidakmampuan, tidak hanya suatu respon yang diperkirakan dari
peristiwa tertentu atau terbatas pada hubungan antara seseorang dan masyarakat.
2. Psikosis : ketidakmampuan untuk membedakan kenyataan dari fantasi.
3. Tes realitas : pemeriksaan dan pertimbangan objektif tentang dunia di luar diri.
4. Gangguan pikiran formal : berpikir ditandai dengan kekenderan asosiasi, neologisme, dan
kontruksi yang tidak logis, proses berpikir mengalami gangguan, dan orang didefinisikan sebagai
psikotik.
5. Berpikir tidak logis : berpikir mengandung kesimpulan yang salah.
6. Dereisme : aktivitas mental yang tidak sesuai dengan logika atau pengalaman.
7. Berpikir magis
8. Proses berpikir primer : tidak logis, magis, normalnya ditemukan pada mimpi, abnormal pada
psikosis.
V. BICARA
A. Gangguan Bicara
1. Tekanan bicara : bicara cepat yaitu peningkatan jumlah dan kesulitan untuk memutus
pembicaraan.
2. Kesukaan bicara (logorrhea) : bicara yang banyak sekali, bertalian dan logis.
3. Kemiskinan bicara (poverty of speech): pembatasan jumlah bicara yang digunakan;
jawaban mungkin hanya satu suku kata (monosyllabic).
4. Bicara yang tidak spontan : respon verbal yang diberikan hanya jika ditanya atau
dibicarakan langsung; tidak ada bicara yang dimulai dari diri sendiri.
5. Kemiskinan isi bicara : bicara yang adekuat dalam jumlah tetapi memberikan sedikit
informasi karena ketidakjelasan, kekosongan, atau frasa yang stereoptik.
6. Disprosodi : hilangnya irama bicara yang normal (disebut prosodi).
7. Disartria : kesulitan dalam artikulasi, bukan dalam penemuan kata atau tata bahasa.
8. Bicara yang keras atau lemah secara berlebihan : hilangnya modulasi volume bicara
normal, dapat mencerminkan berbagai keadaan patologis mulai dari psikosis sampai
depresi sampai ketuliaan.
9. Gagap : pengulangan atau perpanjangan suara atau suku kata yang sering menyebabkan
gangguan kefasihan bicara yang jelas.
10. Kekacauan : bicara yang aneh dan disritmik, yang mengandung semburan yang cepat
dan menyentak.
VIII INTELIGENSIA
A. Retardasi mental : kurangnya inteligensia sampai derajat dimana terdapat gangguan pada
kinerja social dan kejuruan: ringan (IQ 50 atau 55 sampai kira-kira 70), sedang (IQ 35 atau 40
sampai 50 atau 55), berat (IQ 20 atau 25 sampai 35 atau 40), atau sangat berat (IQ dibawah 20
atau 25).
B. Dimensia : pemburukan fungsi intelektual organic dan global tanpa pengaburan kesadaran.
a. Diskalkulia (alkalkulia): hilangnya kemampuan untuk melakukan perhitungan yang tidak
disebabkan oleh kecemasan atau gangguan konsentrasi.
b. Disgrafia (agrafia): hilangnya kemampuan untuk menulis dalam gayan yang kursif;
hilangnya struktur kata.
c. Aleksia : hilangnya kemampuan membaca yang sebelumnya dimiliki; tidak disebabkan
oleh gangguan ketajaman penglihatan.
C. Pseudodemensia : gambaran klinis yang menyerupai demensia yang tidak disebabkan oleh
suatu kondisi organic; paling sering disebabkan oleh depresi (sindroma demensia dari depresi).
D. Berpikir konkret : berpikir harafiah; penggunaan kiasan yang terbatas tanpa pengertian
nuansa arti, pikiran satu dimensional.
E. Berpikir abstrak : kemampuan untuk mengerti nuansa arti; berpikir multidimensional dengan
kemampuan menggunakan kiasan dan hipotesis dengan tepat.
IX. TILIKAN (INSIGHT) : kemampuan pasien untuk mengerti penyebab sebenarnya dan arti dari
suatu situasi.
A. Tilikan intelektual : mengerti kenyataan objektif tentang suatu keadaan tanpa
kemampuan untuk menerapkan pengetahuan dalam cara yang berguna untuk
mengatasi situasi.
B. Tilikan sesungguhnya : mengerti kenyataan objektif tentang suatu situasi, dosertai
dengan daya pendorong (impetus) motivasi dan emosional untuk mengatasi situasi.
C. Tilikan yang terganggu : menghilangnya kemampuan untuk mengerti kenyaan objektif
dari suatu situasi.
X. PERTIMBANGAN (JUDGMENT: kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan untuk
bertindak secara tepat dalam situasi tersebut.
A. Pertimbangan kritis : kemampuan untuk menilai, melihat, dan memilih berbagai pilihan
dalam suatu situasi.
B. Pertimbangan otomatis: kinerja reflex di dalam suatu tindakan.
C. Pertimbangan yang terganggu : menghilangnya kemampuan untuk mengerti suatu situasi
dengan benar dan bertindak secara tepat.
D. Abraham Maslow mengkriteriakan seseorang yang sehat jiwa memiliki persepsi yang
akurat terhadap realitas, serta menerima diri sendiri, oranglain, dan lingkungan. Bersikap spontan,
sederhana dan wajar (Rasmun, 2001). Manifestasi jiwa yang sehat menurut Maslow dan Mittlement,
1963; Notosoedirjo, 2005, jika seseorang mampu self-actualization sebagai puncak kebutuhan dari
teori hierarki kebutuhan. Secara lengkap criteria sehat jiwa menurut Maslow sebagai berikut:
1. Adequate feeling of security Rasa aman yang memadai dalam hubungannya dengan pekerjaan,
social, dan keluarganya.
2. Adequate self-evaluation Kemampuan menilai diri sendiri yang cukup mencakup harga diri yang
memadai, memiliki perasaan berguna, yaitu perasaan yang tidak diganggu rasa bersalah
berlebihan, dan mampu mengenal beberapa hal secara social dan personal dapat diterima oleh
masyarakat.
3. Adequate spontanity and emotionality Memiliki spontanitas dan perasaan yang cukup dengan
orang lain dengan membentuk ikatan emosional secara kuat, seperti persahabatan dan cinta,
kemampuan memberi ekspresi yang cukup pada ketidaksukaan tanpa kehilangan kontrol,
kemampuan memahami dan membagi rasa kepada oranglain, kemampuan menyenangi diri
sendiri dan tertawa.
4. Efficient contact with reality Mempunyai kontak yang efisien dengan realitas yang mencakup
tiga aspek yaitu dunia fisik, social, dan internal atau diri sendiri. Hal ini ditandai dengan tiadanya
fantasi yang berlebihan, mempunyai pandangan yang realities dan luas terhadap dunia, disertai
kemampuan menghadapi kesulitan hidup sehari-hari, dan kemampuan untuk berubah jika
situasi eksternal tidak dapat dimodifikasi.
5. Adequate bodily desire and ability to gratify them Keinginan jasmani yang cukup dan
kemampuan untuk memuaskan, yang ditandai dengan sikap yang sehat terhadap fungsi jasmani,
kemampuan memperoleh kenikmatan kebahagiaan dari dunia fisik seperti makan, tidur, pulih
kembali dari kelelahan. Kehidupan seksual yang wajar tanpa rasa takut dan konflik, kemampuan
bekerja, dan tidak adanya kebutuhan yang berlebihan.
6. Adequate self-knowledge Mempunyai pengetahuan diri yang cukup tentag motif, keinginan,
tujuan, ambisi, hambatan, kompensasi, pembelaan, perasaan rendah diri, dan sebagainya.
Penilaian diri yang realities terhadap kelebihan dan kekurangan diri.
7. Integration and concistency of personality Memiliki kepribadian yang utuh dan konsisten seperti
cukup baik perkembangan, kepandaian berminat dalam beberapa aktifitas, memiliki moral dan
kata hati yang tidak terlalu berbeda dengan kelompok, mampu berkonsentrasi, dan tidak adanya
konflikkonflik besar dalam kepribadiannya.
8. Adequate life goal Memiliki tujuan hidup yang sesuai dan dapat dicapai, mempunyai usaha yang
cukup dan tekun mencapai tujuan, serta tujuan itu bersifat baik untuk diri sendiri dan
masyarakat.
9. Ability to learn from experience Kemampuan untuk belajar dari pengalaman yang berkaitan
tidak hanya dengan pengetahuan dan ketrampilan saja, tetapi juga elastisitas dan kemauan
untuk menerima segala sesuatu yang menyenangkan maupun menyakitkan.
10.Ability to satisfaction the requirements of the group Kemampuan memuaskan tuntutan dari
kelompok dengan cara individu tidak terlalu menyerupai anggota kelompok lain yang dianggap
lebih penting, terinformasi dan menerima cara yang berlaku dalam kelompok, berkemauan dan
dapat menghambat dorongan yang dilarang oleh kelompok, dapat menunjukkan usaha yang
mendasar yang diharapkan oleh kelompok, seperti ambisi, ketepatan, persahabatan, rasa
tanggungjawab, kesetiaan dan sebagainya.
11.Adequate emancipation from the group or culture Mempunyai emansipasi yang memadai dari
kelompok atau budaya, seperti menganggap sesuatu itu baik dan yang lain jelek, bergantung
dari pandangan kelompok, tidak ada kebutuhan untuk membujuk, mendorong, atau menyetujui
kelompok, dan memiliki toleransi terhadap perbedaan budaya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan dan merupakan
kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental dan sosial individu secara optimal, dan yang
selaras dengan perkembangan orang lain. Seseorang yang “sehat jiwa” mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
(Coleman, J.C : Abnormal Psychology and Modern life. Taraporevala Sons & Co., Bombay, 1970.
hal. 121).
2. Faktor Konstitusi
Tabel : Faktor konstitusi dan perilaku abnormal
Faktor konstitusi Hubungan dengan perkembangan abnormal
(Coleman, J.C : Abnormal Psychology and Modern life. Taraporevala Sons & Co., Bombay, 1970.
hal. 126).
3. Cacat Kongenital
Cacat kongenital atau sejak lahir dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak, terlebih yang
berat, seperti retardasi mental yang berat. Akan tetapi pada umumnya pengaruh cacat ini pada
timbulnya gangguan jiwa terutama tergantung pada individu itu, bagaimana ia menilai dan
menyesuaikan diri terhadap keadaan hidupnya yang cacat atau berubah itu. Orang tua dapat
mempersukar penyesuaian ini dengan perlindungan yang berlebihan (proteksi berlebihan).
Penolakan atau tuntutan yang sudah di luar kemampuan anak. Singkatnya : kromosoma dan
“genes” yang defektif serta banyak faktor lingkungan sebelum, sewaktu dan sesudah lahir dapat
mengakibatkan gangguan badaniah. Cacat badaniah biasanya dapat dilihat dengan jelas,tetapi
gangguan sistim biokimiawi lebih halus dan sukar ditentukan. Gangguan badaniah dapat
mengganggu fungsi biologik atau psikologik secara langsung atau dapat mempengaruhi daya
tahan terahdap stres.
4. Perkembangan psikologik yang salah
- Ketidak matangan atau fixasi, yaitu inidvidual gagal berkembang lebih lanjut ke fase
berikutnya;
- “Tempat-tempat lemah” yang ditinggalkan oleh pengalaman yang traumatik sebagai
kepekaan terhadap jenis stres tertentu, atau
- Disorsi, yaitu bila inidvidu mengembangkan sikap atau pola reaksi yang tidak sesuai atau gagal
mencapai integrasi kepribadian yang normal.
5. Deprivasi dini
Deprivasi maternal atau kehilangan asuhan ibu di rumah sendiri, terpisah dengan ibu atau di
asrama, dapat menimbulkan perkembangan yang abnormal. Deprivasi rangsangan umum dari
lingkungan, bila sangat berat, ternyata berhubungan dengan retardasi mental. Kekurangan
protein dalam makanan, terutama dalam jangka waktu lama sebelum anak breumur 4 tahun,
dapat mengakibatkan retardasi mental. Deprivasi atau frustrasi dini dapat menimbulkan
“tempat-tempat yang lemah” pada jiwa, dapat mengakibatkan perkembangan yang salah
ataupun perkembangan yang berhenti. Untuk perkembangan psikologik rupanya ada “masa-
masa gawat”. Dalam masa ini rangsangan dan pengalaman belajar yang berhubungan
dengannya serta pemuasan berbagai kebutuhan sangat perlu bagi urut-urutan perkembangan
intelektual, emosional dan sosial yang normal.
6. Keluarga yang patogenik
Tabel Beberapa sikap orang tua dan pengaruhnya pada anak
1. Melindungi anak secara Hanya memikirkan dirinya sendiri, hanya tidak
berlebihan karena menuntut saja, lekas berekcil hati, tidak tahan
memanjanya kekecewaan. Ingin menarik perhatian kepada
dirinya sendiri. Kurang rasa bertanggung
jawab. Cenderung menolak peraturan dan
minta dikecualikan.
4. Menentukan norma- Menilai dirinya dan hal lain juga dengan norma
norma etika dan moral yang terlalu keras dan tinggi. Sering kaku dan
yang terlalu tinggi keras dalam pergaulan. Cenderung menjadi
sempurna (“perfectionnism”) dengan cara yang
berlebihan. Lekas merasa bersalah, berdosa
dan tidak berarti.
5. Disiplin yang terlalu Menilai dan menuntut dari pada dirinya juga
keras secara terlalu keras. Agar dapat meneruskan
dan menyelesaikan sesuatu usaha dengan baik,
diperlukannya sikap menghargai yang tinggi
dari luar.
6. Disiplin yang tak teratur Sikap anak terhadap nilai dan normapun tak
atau yang bertentangan teratur. Kurang tetap dalam menghadapi
berbagai persoalan didorong kesana kemari
antara berbagai nilai yang bertentangan.
• Masa remaja
Secara jasmaniah, pada masa ini terjadi perubahan-perubahan yang penting yaitu timbulnya
tanda-tanda sekunder (ciri-ciri diri kewanitaan atau kelaki-lakian) Sedang secara kejiwaan, pada
masa ini terjadi pergolakan- pergolakan yang hebat. pada masa ini, seorang remaja mulai
dewasa mencoba kemampuannya, di suatu pihak ia merasa sudah dewasa (hak-hak seperti
orang dewasa), sedang di lain pihak belum sanggup dan belum ingin menerima tanggung jawab
atas semua perbuatannya. Egosentris bersifat menentang terhadap otoritas, senang
berkelompok, idealis adalah sifat-sifat yang sering terlihat. Suatu lingkungan yang baik dan
penuh pengertian akan sangat membantu proses kematangan kepribadian di usia remaja.
• Masa dewasa muda
Seorang yang melalui masa-masa sebelumnya dengan aman dan bahagia akan cukup memiliki
kesanggupan dan kepercayaan diri dan umumnya ia akan berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan
pada masa ini. Sebaliknya yang mengalami banyak gangguan pada masa sebelumnya, bila
mengalami masalah pada masa ini mungkin akan mengalami gangguan jiwa.
• Masa dewasa tua
Sebagai patokan masa ini dicapai kalau status pekerjaan dan sosial seseorang sudah mantap.
Sebagian orang berpendapat perubahan ini sebagai masalah ringan seperti rendah diri. pesimis.
Keluhan psikomatik sampai berat seperti murung, kesedihan yang mendalam disertai
kegelisahan hebat dan mungkin usaha bunuh diri.
• Masa tua
Ada dua hal yang penting yang perlu diperhatikan pada masa ini Berkurangnya daya tanggap,
daya ingat, berkurangnya daya belajar, kemampuan jasmaniah dan kemampuan social ekonomi
menimbulkan rasa cemas dan rasa tidak aman serta sering mengakibatkan kesalah pahaman
orang tua terhadap orang di lingkungannya. Perasaan terasing karena kehilangan teman sebaya
keterbatasan gerak dapat menimbulkan kesulitan emosional yang cukup hebat.
14. Sebab sosio-kultural
Menurut Santrock (1999) Beberapa faktor-faktor kebudayaan tersebut :
• Cara-cara membesarkan anak : Cara-cara membesarkan anak yang kaku dan otoriter , hubungan
orang tua anak menjadi kaku dan tidak hangat. Anakanak setelah dewasa mungkin bersifat
sangat agresif atau pendiam dan tidak suka bergaul atau justru menjadi penurut yang
berlebihan.
• Sistem Nilai : Perbedaan sistem nilai moral dan etika antara kebudayaan yang satu dengan yang
lain, antara masa lalu dengan sekarang sering menimbulkan masalah-masalah kejiwaan. Begitu
pula perbedaan moral yang diajarkan di rumah / sekolah dengan yang dipraktekkan di
masyarakat sehari-hari.
• Kepincangan antar keinginan dengan kenyataan yang ada : Iklan-iklan di radio, televisi. Surat
kabar, film dan lain-lain menimbulkan bayangan-bayangan yang menyilaukan tentang kehidupan
modern yang mungkin jauh dari kenyataan hidup seharihari. Akibat rasa kecewa yang timbul,
seseorang mencoba mengatasinya dengan khayalan atau melakukan sesuatu yang merugikan
masyarakat.
• Ketegangan akibat faktor ekonomi dan kemajuan teknologi : Dalam masyarakat modern
kebutuhan dan persaingan makin meningkat dan makin ketat untuk meningkatkan ekonomi
hasil-hasil teknologi modern. Memacu orang untuk bekerja lebih keras agar dapat memilikinya.
Jumlah orang yang ingin bekerja lebih besar dari kebutuhan sehingga pengangguran meningkat,
demikian pula urbanisasi meningkat, mengakibatkan upah menjadi rendah. Faktor-faktor gaji
yang rendah, perumahan yang buruk, waktu istirahat dan berkumpul dengan keluarga sangat
terbatas dan sebagainya merupakan sebagian mengakibatkan perkembangan kepribadian yang
abnormal.
• Perpindahan kesatuan keluarga : Khusus untuk anak yang sedang berkembang kepribadiannya,
perubahan-perubahan lingkungan (kebudayaan dan pergaulan), sangat cukup mengganggu.
• Masalah golongan minoritas : Tekanan-tekanan perasaan yang dialami golongan ini dari
lingkungan dapat mengakibatkan rasa pemberontakan yang selanjutnya akan tampil dalam
bentuk sikap acuh atau melakukan tindakan-tindakan yang merugikan orang banyak.
E. Aksis V: Penilaian Fungsi secara Global (Global Assesment of Functioning = GAF Scale)
Assessment fungsi secara global mencakup assessment menyeluruh tentang fungsi psikologis
sosial dan pekerjaan klien. Digunakan juga untuk mengindikasikan taraf keberfungsian tertinggi
yang mungkin dicapai selama beberapa bulan pada tahun sebelumnya.
100-91 : gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang tidak tertanggulangi
90-81 : gejala minimal, fungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalh harian biasa
80-71 : gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial
70-61 : beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum
baik
60-51 : gejala dan disabilitas sedang
50-41 : gejala dan disabilitas berat
40-31 : beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi, disabilitas berat
dalam beberapa fungsi
30-21 : disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu berfungsi dalam
hampir semua bidang
20-11 : bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi
danmengurus diri
10-01 : persisten dan lebih serius
0 : informasi tidak adekuat
DAFTAR PUSTAKA
Antai otong (1994) Psychiatric Nursing : Biological and Behavioral Concepts. Philadelpia: W B Saunders
Company
Maccoby, E, 1980, Social Development, Psychological Growth and the Parent Child Relationship, Harcourt
Jovanovich, Newyork
Stuart GW Sundeen, 1995, Principle and practice of Psychiatric Nursing, Mosby Year Book, St. Louis
Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman penggolongan dan diagnosis
gangguan jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan; 1993.
Maslim R. 2001. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya.