Anda di halaman 1dari 14

MANAJEMEN ZISWAF

(INFAQ, SEDEKAH DAN WAQAF)

Kelompok 2

Nama Dosen : Hubbul Wathan

Nama :

- Althof Santoso (1705161030)

- Awal Pebri ( 17015161036)

- Muhammad Ichsan (1705161036)

Kelas : PS – 7A

DIV Keuangan dan Perbankan Syariah


Jurusan Akuntansi
Politeknik Negeri Medan
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul“Infaq, Sedekah dan Waqaf” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada mata kuliah Manajemen Ziswaf. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang zakat bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Hubbul Wathan


selaku dosen program studi Keuangan dan Perbankan Syariah yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, 19 September 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.........................................................................

B. Rumusan Masalah...................................................................................

C. TujuanPembahasan ................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Defenisi....................................................................................................

B. Kedudukan dan Dasar Hukum ................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................................

B. Saran...............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Islam adalah agama yang diridhoi oleh Allah subhanahu wata’ala dan
sebagai rahmat bagi seluruh alam. Karena itu tolong menolong dalam kebaikan
yang diperintahkan dalam agama Islam yang mulia ini sebagai bukti bahwa Islam
benar-benar rahmatan lil ‘alamin. “Dan tolong menolonglah kalian dalam
(mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. ”(QS. Al-Maidah: 2) “Dari Abu Hurairah, Abdullah Ibn
Umar, dan Siti Aisyah Rodhiyallohu’anhuma bahwa RasulullahSholallohu’alaihi
Wasallam bersabda, saling memberi hadiahlah kamu semua (maka) kamu akan
saling mencintai.” (HR. Bukhori). Banyak sekali istilah yang digunakan ketika
seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain, seperti hibah, sedekah, hadiah,
bonus, kado, bingkisan atau yang lainnya sesuai dengan kondisi, situasi, momen,
dan evennya. Dalam makalah ini insyaAlloh akan dibahas secara singkat namun
padat tentang permasalahan waqaf, hibah, sedekah, dan hadiah yang termasuk
bagian dari perkara penting dalam urusan fiqih.
Wakaf merupakan salah satu tuntunan ajaran Islam yang menyangkut
kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah ijtima‟iyah (ibadah sosial).
Karena wakaf adalah ibadah, maka tujuan utamanya adalah pengabdian kepada
Allah SWT dan ikhlas karena mencari ridha-Nya. Salah satu alasan pembentukan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf adalah praktik wakaf yang
ada di masyarakat belum sepenuhnya berjalan tertib dan efisien, salah satu
buktinya adalah di antara harta benda wakaf tidak terpelihara dengan baik,
terlantar, bahkan beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum2. Di
samping itu, karena tidak adanya ketertiban pendataan, banyak benda wakaf yang
karena tidak diketahui datanya, jadi tidak terurus bahkan wakaf masuk dalam
siklus perdagangan. Keadaan demikian itu tidak selaras dengan maksud dari
tujuan wakaf yang sesungguhnya dan juga akan mengakibatkan kesan kurang baik
terhadap Islam sebagai ekses penyelewengan wakaf, sebab tidak jarang sengketa
wakaf terpaksa harus diselesaikan di Pengadilan. Pelaksanaan wakaf yang terjadi
di Indonesia masih banyak yang dilakukan secara agamis atau mendasar pada rasa
saling percaya, yaitu wakif hanya menyerahkan tanah wakaf kepada seorang
nazhir tanpa dibarengi dengan adanya pembuatan Akta Ikrar Wakaf (AIW) atau
sejenisnya. Kondisi ini pada akhirnya menjadikan tanah yang diwakafkan tidak
memiliki dasar hukum, sehingga apabila dikemudian hari terjadi permasalahan
mengenai kepemilikan tanah wakaf penyelesaiannya akan menemui kesulitan,
khususnya dalam hal pembuktian. Dalam perkara lain, hal yang sering
menimbulkan permasalahan dalam praktik wakaf di Indonesia adalah dimintanya
kembali tanah wakaf oleh ahli waris wakif dan tanah wakaf dikuasai secara turun-
temurun oleh Nazhir yang penggunaannya menyimpang dari akad wakaf. Dalam
praktik sering didengar dan dilihat adanya tanah wakaf yang diminta kembali oleh
ahli waris wakif setelah wakif tersebut meninggal dunia. Akan tetapi khusus
untuk wakaf tanah, ketentuan pembuatan akta ikrar wakaf telah menghapuskan
kepemilikan hak atas tanah yang diwakafkan sehingga tanah yang telah
diwakafkan tersebut tidak dapat diminta kembali.
1.2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana definisi Infaq, Sedekah, dan Waqaf ?

b. Bagaimana dasar hukum dan kedudukan Infaq, sedekah, waqaf ?

1.3. Tujuan Pembahasan

a. Untuk mengetahui definisi Infaq, Sedekah, dan Waqaf ?

b. Bagaimana dasar hukum dan kedudukan Infaq, sedekah, waqaf ?


BAB II
PEMBAHASAN
Infak Sedekah dan Wakaf
2.1.Definisi
Infak berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu
(harta) untuk kepentingan sesuatu. Sedangkan menurut terminologi syariat,
infak berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/penghasilan
untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Jika zakat
mempunyai nisab, infak tidak mengenal nisab.
Sedekah berasal dari kata shadaqa yang berarti ‘benar’. Menurut
terminologi syariat pengertian sedekah sama dengan pengertian infak,
termasuk juga hukum dan ketentuan- ketentuannya. Hanya saja jika infak
berkaitan dengan materi, sedekah memilki arti lebih luas, menyangkut hal
yang bersifat nonmateriil. Hadits riwayat Imam Muslim dari Abu Dzar,
Rasulullah menyatakan bahwa jika tidak mampu bersedekah dengan harta
maka membaca tasbih, membaca takbir, tahmid, tahlil, berhubungan suami
istri, dan melakukan kegiatan amar ma’ruf nahi munkar adalah sedekah.
Sedekah bisa diartikan juga dengan mengeluarkan harta yang tidak
wajib di jalan Allah. Tetapi kadang diartikan sebagai bantuan yang non
materi, atau ibadah-ibadah fisik non materi, seperti menolong orang lain
dengan tenaga dan pikirannya, mengajarkan ilmu, bertasbih, berdzikir,
bahkan melakukan hubungan suami istri, disebut juga sedekah. Ini
sesuai dengan hadits :
Dari Abu Dzar radhiallahu 'anhu : “Sesungguhnya sebagian dari para
sahabat berkata kepada Nabi Saw.: ‘Wahai Rasulullah, orang-orang kaya
lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan shalat sebagaimana
kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka
bershadaqah dengan kelebihan harta mereka.’ Nabi bersabda: ‘Bukankah
Allah telah menjadikan bagi kamu sesuatu untuk bersedekah?.’
Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah shadaqah, tiap-tiap tahmid adalah
shadaqah, tiap-tiap tahlil adalah shadaqah, menyuruh kepada kebaikan
adalah shadaqah, mencegah kemungkaran adalah shadaqah dan
persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah
sedekah. Mereka bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang
di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?,’ Rasulullah
Saw. menjawab: ‘Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya
pada yang haram, dia berdosa, demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya
itu pada yang halal, ia mendapat pahala.’” (HR. Muslim)
Kata “wakaf” atau “wacf” berasal dari bahasa Arab “Waqafa”. Asal
kata “Waqafa” berarti “menahan” atau “berhenti” atau “diam di tempat” atau
“tetap berdiri”.
Sedangkan menurut istilah, ahli fiqih berbeda dalam
mendefinisikannya. Menurut Abu Hanifah, wakaf adalah menahan suatu
benda yang menurut hukum, tetap milik si wakif dalam rangka
mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Mazhab Maliki berpendapat
bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan
wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang
dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan
wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik
kembali wakafnya. Mazhab Syafi’i dan Ahmad bin Hambal berpendapat
bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan
wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan.
Wakaf dari kata waqf yang secara bahasa merupakan masdar dari kata
kerja waqafa asy-syai’, yang artinya adalah sesuatu berhenti. Sama arti
dengan kata habasa dan sabbala. Waqf telah menjadi kata serapa dalam
bahasa Indonesia dengan istilah wakaf.

Menurut Muhammad al-Syarbini al-Khatib sebagaimana yang dikutip


oleh Mardani, wakaf adalah penahanan harta yang memungkinkan untuk
dimanfaatkan disertai dengan kekalnya zat benda dengan memutuskan
(memotong) tasharuf (penggolongannya) dalam penjagaannya atau mushrif
(pengelola) yang dibolehkan adanya.
Dalam definisi lainnya, wakaf adalah menahan harta yang mungkin
diambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusak bendanya dan
digunakan untuk kebaikan.35
Dalam Kompilasi Hukum Islam, wakaf adalah perbuatan hukum
seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan
sebagian dari benda miliknya dan melembagaannya untuk selama-lamanya
guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran
Islam.
Menurut Peraturan Perundang-undangan (PP) 28 Tahun 1977:
Perbutan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian
dari harta kekayaannyayang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk
selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya
sesuai dengan ajaran Islam.
Dalam undang undang nomor 41 tahun 2004, wakaf di artikan dengan
perbuatan hukum wakif (orang yang berwakaf) untuk memisahkan dan atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya, untuk dimanfaatkan selamanya
atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna
keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Menurut UU Nomor 3 Tahun 2006: Perbuatan seseorang atau
sekelompok orang (Wakif) untuk memisahkan dan/ atau menyerahkan
sebagaian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk
jangka waktu tertentusesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah
dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.
Cakupan wakaf yang diatur dalam PP Nomor 28 Tahun 1977 lebih
sempit dibanding dengan cakupan yang diatur dalam UU Nomor 3 tahun
2006 dan KHI. Menurut PP 28 Tahun 1977 benda yang diwakafkan hanya
sebatas tanah milik, sedangkan menurut aturan selainnya benda yang
diwakafkan tidak hanya sebatas tanah milik tetapi juga harta benda lainnya.
2.2.Kedudukan
Ada beberapa jenis infak: infak dalam kesetaraan dengan tujuan untuk
tetap menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan penghasilan. Infak pada
tingkatan yang berbeda, seperti

pemberian zakat yang dilakukan orang-orang yang berada pada fakir miskin.
Pada hakikatnya zakat mampu menghindari masyarakat dari kerusakan, sebab
zakat mampu mencegah iri hati dan dengki yang merupakan penyakit
masyarakat. Sebab ketika fakir miskin menerima sejumlah harta dari orang
yang mampu, maka ia akan berharap agar kekayaan orang tersebut semakin
bertambah. Karena dengan demikian kelak ia akan menerima pemberian lagi.
Pada dasarnya si kaya dan si miskin sama-sama mendapat manfaat, karena
ketika si miskin menerima pemberian, maka ia tidak merasa tetindas dengan
kemiskinannya, sementara sikaya akan merasa aman dari segala gangguan
dan kerisauan, sebab jika kelak ia jatuh miskin maka ia akan mendapatkan
orang yang bakal memberinya harta.
Demikianlah keseimbangan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat,
sehingga tidak ada manusia yang hidup dalam kekurangan sebagai tidak ada
ditemukan manusia yang gemar menimbun harta kekayaannya. Itulah
sebabnya syari’at senantiasa menganjurkan agar manusia bekerja lebih giat,
dengan tujuan agar ia mampu mengeluarkan zakat kepada orang yang tidak
mampu.
Sedekah merupakan tindakan dalam mengeluarkan harta di jalan
Allah, sebagai bukti kejujuran atau kebenaran iman seseorang. Maka
Rasulullah menyebut sedekah sebagai burhan (bukti), sebagaimana
sabdanya :
Suci adalah sebagian dari iman, membaca alhamdulillah dapat memenuhi
timbangan, Subhanallah dan Alhamdulillah dapat memenuhi semua yang
ada diantara langit dan bumi, salat adalah cahaya, sedekah itu adalah bukti
iman, sabar adalah pelita dan AlQuran untuk berhujjah terhadap yang kamu
sukai ataupun terhadap yang tidak kamu sukai. Semua orang pada waktu
pagi menjual dirinya, kemudian ada yang membebaskan dirinya dan ada
pula yang membinasakan dirinya.” (HR. Muslim).
Menurut fukaha, perbedaan sedekah dengan zakat dapat dilihat dari
beberapa segi,
yaitu:
1. Dari segi subjek (orang yang bersedekah).

Sedekah dianjurkan (disunahkan) kepada setiap orang yang beriman,


baik miskin maupun kata, dan kuat maupun lemah. Adapun zakat
diwajibkan kepada orang tertentu, yaitu orang-orang kaya yang telah
memenuhi persyaratan sebagai wajib zakat. Hal ini diterangkan Nabi
dalam hadis, “Sesungguhnya Allah mewajibkan zakat kepada mereka
yaitu dari harta benda yang mereka miliki, yang diambil dari orang-orang
kaya dan diberikan kepada orang-orang fakir di antara mereka. (HR.
Bukhari Muslim)
2. Dari segi yang disedekahkan.
Pada sedekah yang disedekahkan tidak terbatas pada harta secara fisik,
mencakup semua kebaikan. Sedangkan pada zakat yang dikeluarkan
terbatas pada harta kekayaan secara fisik, seperti hasil pertanian,
peternakan, perdagangan dan hasil profesi lainnya.
3. Dari segi penerimanya (objek)
Zakat hanya boleh diberikan kepada orang yang ditentukan Allah di
dalam Alquran, dan hal ini berbeda dengan sedekah.
Wakaf termasuk salah satu diantara macam pemberian, akan tetapi
hanya boleh diambil manfaatnya, dan bendanya harus tetap utuh. Oleh karena
itu, harta yang layak untuk diwakafkan adalah harta yang tidak habis dipakai
dan umumnya tidak dapat dipindahkan, mislanya tanah, bangunan dan
sejenisnya. Utamanya untuk kepentingan umum, misalnya untuk masjid,
mushala, pondok pesantren, panti asuhan, jalan umum, dan sebagainya.
Hukum wakaf sama dengan amal jariyah. Sesuai dengan jenis
amalnya maka berwakaf bukan sekedar berderma (sedekah) biasa, tetapi lebih
besar pahala dan manfaatnya terhadap orang yang berwakaf. Pahala yang
diterima mengalir terus menerus selama barang atau benda yang diwakafkan
itu masih berguna dan bermanfaat. Hukum wakaf adalah sunah. Ditegaskan
dalam hadits:

“Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya,


kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu yang
dimanfaatkan, atu anak shaleh yang mendoakannya.” (HR Muslim).
Adapun dasar hukum wakaf dapat ditemukan di dalam Alquran dan juga
hadis.
Adapun di dalam Alquran di antaranya adalah:
1) Surat Al Baqarah ayat 267, “Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik
dan dari sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari
padanya pada hal kamu sendiri tidak mau memgambilnya melainkan dengan
memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya
lagi Maha Terpuji”.
2) Surat Ali Imran ayat 96, “Kamu sekali-sekali tidak sampai kepada
kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu manafkahkan sebagian harta yang
kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya”.
3) Surat Al Maidah ayat 2, “Dan tolong menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan ketaqwaan”.
4) Surat Al Hajj ayat 77, “Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu,
sujudlah kamu, sembahlah Rabmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu
mendapatkan kemenangan”. Adapun dari hadits di antaranya adalah riwayat
dari Ibnu Umar r.a, “Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a. ia berkata, bahwa
Umar mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, lalu ia pergi kepada
Rasilullah SAW seraya berkata: Saya mendapatkan bagian tanah yang belum
pernah saya dapatkan harta yang paling saya sayangi sebelumnya dari harta
itu. Apakah yang akan Nabi peintahkan kepada saya? Rasulullah menjawab:
Jika Engkau mau tahanlah dzat bendanya dan sedekahkan hasilnya.
Kemudian Umar menyedekahkan dan (menyuruh) supaya tidak dijual,
dihibahkan dan diwariskan sedangkan manfaat benda itu diberikan kepada
fuqara’, sanak kerabat, hamba sahaya, sabilillah tamu dan pelancong. dan
tidak ada dosa bagi yang mengurusi harta tersebut makan secara wajar atau
memberi makan kepada temannya dengan tidak bermaksud memilikinya.

Dalam konteks negara Indonesia, amalan wakaf sudah dilaksanakan oleh masyarakat
Muslim Indonesia sejak sebelum merdeka. Oleh karena itu pihak pemerintah telah
menetapkan Undang-undang khusus yang mengatur tentang perwakafan di Indonesia,
yaitu Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Untuk melengkapi Undang-
undang tersebut, pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah nomor 42
tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang nomor 41 tahun 2004.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Secara lughawi (etimologis) infaq berasal dari akar kata n-f-q ‫ نفض‬yang
berarti membelanjankan harta. Dalam istilah fiqih infaq (infak) adalah
mengeluarkan atau membelanjakan harta yang baik untuk perkara ibadah
(mendapat pahala) atau perkara yang dibolehkan. Dari pengertian di atas, maka
menafkahi anak istri termasuk daripada infaq sementara sedekah shadaqah adalah
memberikan sesuatu tanpa ada tukarannya karena mengharapkan pahala dari
Allah Swt.
Ditinjau dari segi bahasa wakaf berarti menahan. Sedangkan menurut
istilah syara’, ialah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya, untuk diambil
manfaatnya untuk kebaikan dan kemajuan Islam. Menahan suatu benda yang
kekal zatnya, artinya tidak dijual dan tidak diberikan serta tidak pula diwariskan,
tetapi hanya disedekahkan untuk diambil manfaatnya saja.
3.2 Saran

Sebagai penulis kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak


kekurangan dalam pembuatannya. Untuk itu kami memohon maaf apabila ada
kesalahan dan kami sangat mengharap kritik yang membangun dari pembaca agar
kemudian pembuatan makalah kami semakin lebih baik. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya, dan bagi kita semua pada
khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
Rozali643. 2014.  Makalah, shodaqoh, indfaq, dan hadiah. (Online),
(http://rozali643.blogspot.co.id/2014/04/makalah-shodaqoh-indfaq-hadiah-
ku.html, )
Wardahcheche. 2014. Hibah. (Online),
(http://wardahcheche.blogspot.co.id/2014/11/hibah.html,
Sri Ramadan. 2014. Makalah zakat, infaq, sadaqah, dan wakaf. (Online),
(http://sriramadan.blogspot.co.id/2014/12/makalah-zakat-infaq-sedekah-dan-
wakaf.html,
Zakiah.Dardjad Ilmu Fiqh jilid 3. 1995 . Yogyakarta.
Rahman. Penjelasan Lengkap Hukun-hukum ALLAH(Syariah).  2002. Jakarta
Utara.

Anda mungkin juga menyukai