Anda di halaman 1dari 10

A.

Defenisi

Amputasi berasal dari kata “amputare” yang berarti “pancung”. Amputasi

adalah penghilangan satu atau lebih bagian tubuh dan bisa sebagai akibat dari

malapetaka atau bencana alam, belum pernah terjadi sebelumnya, seperti kecelakaan,

gempa dengan intensitas kuat, terorisme dan perang, atau dilakukan karena alasan

medis dengan motif untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup pasien.

Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir

apabila masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat

diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau apabila kondisi organ dapat

membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang

lain, (Demet K, 2003, Glass, Vincent, 2004).

Amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti

sistem integumen, sistem persarafan, sistem muskuloskeletal dan sistem

cardiovaskuler. Lebih lanjut amputasi dapat menimbulkan masalah psikologis bagi

klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas, (Wahid,

2013).

Amputasi ekstremitas bawah adalah prosedur pembedahan yang dihasilkan

dari sebuah kondisi medis yang serius seperti diabetes, trauma atau neoplasma,

gangren, deformitas kongenital. Dari semua penyebab tadi, penyakit vaskuler

perifer merupakan penyebab yang tertinggi amputasi ekstremitas bawah, (Senra,

rago, Leal, 2011).

B. Penyebab/predisposisi amputasi

Penyakit vaskular perifer adalah penyebab utama amputasi pada individu non

diabetes dan memberikan kontribusi sekitar setengah dari semua amputasi pada

individu dengan diabetes. Kontroversi mengenai penilaian yang tepat dan

manajemen penyakit pembuluh darah perifer juga ada meskipun beberapa pusat
keunggulan telah melaporkan penurunan tingkat amputasi setelah revaskularisasi

bedah agresif (Wrobel, Mayfield, Rieber, 2001).

Lebih dari 60 % dari amputasi tungkai bawah non traumatik di Amerika

Serikat terjadi di antara orang-orang dengan diabetes melitus, dan meningkat enam

hingga sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan orang tanpa diabetes. Setelah amputasi

tungkai bawah pertama, hingga 50 % pasien memerlukan amputasi lain dalam waktu

3-5 tahun, (Lipsky, Weigelt, Sun, 2011). Menurut Jumeno dan Adliss (2010)

amputasi dapat juga disebabkan oleh berbagai hal seperti penyakit, faktor cacat

bawaan lahir ataupun kecelakaan.

Menurut Wahid tahun 2013, amputasi dapat dilakukan pada kondisi sebagai

berikut :

1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.

2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.

3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.

4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.

5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.

C. MANIFESTASI KLINIK

1. Nyeri akut

2. Keterbatasan fisik

3. Pantom syndrome

4. Pasien mengeluhkan adanya perasaan tidak nyaman

5. Adanya gangguan citra tubuh , mudah marah, cepat tersinggung, pasien cenderung

berdiam diri

D. PATOFISIOLOGI

Penyakit pembuluh darah perifer merupakan pemnyebab terbesar dari amputasi

anggota gerak bagian bawah. Biasanya penyebab dari penyakit pembuluh darah
perifer adalah hipertensi, diabetes, hiperlipidemia. Penderita neuropati perifer

terutama klien dengan diabetes melitus mempunyai resiko untuk amputasi. Pada

neuropati perifer biasanya kehilangan sensor untuk merasakan adanya luka dan

infeksi. Tidak terawatnya luka dapat infeksi dapat menyebabkan terjadinya gangren

dan membutuhkan tindakan amputasi.

Insiden amputasi paling tinggi terjadi pada laki-laki usia muda. Biasanya

amputasi di indikasikan karena kecelakaan kendaraan terutama motor, atau

kecelakaan penggunaan mesin saat bekerja. Kejadian ini juga dapat terjadi pada orang

dewasa namun presentasinya lebih sedikit dibanding dengan kalangan muda.

Amputasi di indikasikan bagi klien dengan gangguan aliran darah baik akut maupun

kronis. Pada situasi trauma akut, dimana anggota tubuhnya terputus sebagian atau

seluruhnya akan mengalami kematian jaringan. Walaupun replantasi jari, bagian

tubuh yang kecil, atau seluruh anggota tubuh sukses. Pada proses penyakit

kronik,sirkulasi mengalami gangguan sehingga terjadi kebocoran protein pada

intersisium sehingga terjadi edema. Edema menambah resiko terjadinya cedera dan

penurunan sirkulasi. Ulkus yang ada menjadi berkembang karena terinfeksi yang

disebabkan oleh menurunnya kekebalan yang membuat bakteri mudah

berkembangbiak. Infeksi yang terus bertumbuh membahayakan sirkulasi selanjutnya

dan akhirnya memicu gangren, dan dibutuhkan tindakan amputasi (LeMone, 2011).

Selain dari data diatas, penyebab atau faktor predisposisi terjadinya amputasi

diantaranya ialah terjadinya fraktur multiple organ tubuh yang yangt tidak mungkin

dapat diperbaiki, kehancuran jaringan kuli yang tidak mungkin diperbaiki, gangguan

vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat, infeksi yang berat atau berisiko tinggi

menyebar ke anggota tubuh lainnya, ada tumor pada organ yang tidak mungkin

diterapi secara konservatif, deformitas organ (Bararah dan Jauhar, 2013).

Berdasarkan pelaksanaannya amputasi dibedakan menjadi amputasi


selektif/terencana diamana amputasi ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis

dan mendapat penangan yang terus menerus, biasanya dilakukan sebagai salah satu

tindakan terakhir, sedangkan amputasi akibat trauma tidak direncanakan. Amputasi

darurat merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat, seperti pada trauma

multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

Menurut jenisnya amputasi dibagi menjadi dua macam, yaitu amputasi jenis

terbuka dan tertutup. Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat

dimana pemotongan tulang dan otot pada tingkat yang sama sedangkan amputasi

tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit

untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 centimeter

dibawah potongan otot dan tulang.

Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai

penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan dua faktor

peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional (sesuai kebutuhan protesis).

Amputasi jari kaki dan sebagian kaki hanya menimbulkan perubahan minor

dalam gaya jalan dan keseimbangan. Amputasi syme (memodifikasi amputasi

disartikulasi pergelangan kaki) dilakukan paling sering pada trauma kaki ekstensif

dan menghasilkan ekstremitas yang bebas nyeri dan kuat dan dapat menahan beban

berat badan penuh. Amputasi dibawah lutut lebih disukai dibanding amputasi diatas

lutut karena pentingnya sendi lutut dan kebutuhan energi untutk berjalan. Dengan

mempertahankan lutut bagi lansia antara ia bisa berjalan dengan alat bantu dan atau

bisa duduk di kursi roda. Diartikulasi sendi lutut paling berhasil pada klien muda,

aktif yang masih mampu mengembangkan kontrol yang tepat sebanyak mungkin

panjangnya, otot dibentuk dan distabilkan, dan disupervisi pinggul dapat dicegah

untuk potensi supervise maksimal. Bila dilakukan amputasi disartikulasikan sendi

pinggul kebanyakan orang akan tergantung pada kursi roda untuk mobilisasinya.
Amputasi ekstremitas atas dilakukan dengan mempertahankan panjang

fungsional maksimal. Protesis segera diukur dengan fungsinya bisa maksimal

(Bararah dan Jauhar, 2013).

Perdarahan infeksi, dan kerusakan integritas kulit merupakan komplikasi

amputasi. Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan

dapat menjadi massif. Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan, dengan perdaran

darah yang buruk atau adanya kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat

penyembuhan luka yang buruk dan iritasi penggunaan prosthesis (Lukman dan

Ningsih, 2009).
E. PENETALAKSANAAN

1.    Terapi

a. Antibiotik

b. Analgetik

c. Antipiretik (bila diperlukan)

2.    Medis

a. Balutan rigid tertutup : Digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata,

menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri, serta mencegah kontraktur.

b. Balutan lunak : Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan

bila perlu diperlukan inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan.

c. Amputasi bertahap : Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau

infeksi.

d. Protesis : Protesis sementara kadang diberikan pada hari pertama pascabedah,

sehingga latihan segera dapat dimulai, keuntungan menggunakan prosthesis

sementara yaitu membiasakan klien menggunakan protesis sedini mungkin.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Foto rontgen untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang.

2. CT Scan dilakukan untuk mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomeilitis,

pembentukan hematoma.

3. Angiografi dan pemeriksaan aliran untuk mengevaluasi perubahan sirkulasi /

perfusi jaringan dan membantu memperkirakan potensi penyembuhan jaringan

setelah amputasi.

4. Ultrasound Doppler, Flowmetri Doppler,dilakukan untuk mengkaji dan mengukur

aliran darah.

5. Tekanan O2 transkutaneus memberikan peta pada area perfusi paling besar dan

paling kecil dalam keterlibatan ekstremitas.


6. Termografi untuk mengukur perbedaan suhu pada tungkai iskemik di dua sisi,

dari jaringan kutaneus ke tengah tulang. Perbedaan yang rendah antara dua

pembacaan, makin besar untuk sembuh.

7. Plestimografi dilakukan untuk mengukur TD segmental bawah terhadap

ekstremitas bawah mengevaluasi aliran darah arterial.

8. LED mengukur peningkatan mengidentifikasi respon inflamasi.

9. Kultur luka mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab.

10. Biopsi mengonfirmasi diagnosis massa benigna/maligna.

11. Hitung darah lengkap/differensial untuk mengetahui peninggiann dan pergeseran

ke kiri diduga proses infeksi .

G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Biodata
2. Keluhan Utama: Keterbatasan aktivitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri dan
gangguan neurosensori
3. Riwayat kesehatan Masa Lalu: kelainan muskuloskeletal (jatuh, infeksi, trauma
dan fraktur), cara penanggulangan dan penyakit (diabetes melitus)
4. Riwayat kesehatan sekarang: kapan timbul masalah, riwayat trauma, penyebab,
gejala (tiba tiba/perlahan), lokasi, obat yang diminum, dan cara penanggulangan.
5. Pemeriksaan Fisik: keadaan umum dan kesadaran, keadaan integumen (kulit dan
kuku), kardiovaskuler (hipertensi dan takikardia), neurologis (spasme otot dan
kebas atau kesemutan), keadaan ekstremitas, keadaan rentang gerak dan adanya
kontraktur, dan sisa tungkai (kondisi dan fungsi).
6. Riwayat Psikososial: reaksi emosional, citra tubuh, dan sistem pendukung
7. Pemeriksaan diagnostik: rontgen (lokasi/luas), Ct scan, MRI, arteriogram, darah
lengkap dan kreatinin.
8. Pola kebiasaan sehari-hari: nutrisi, eliminasi, dan asupan cairan.
9. Aktifitas / Istirahat
Gejala : keterbatasan actual / antisipasi yang dimungkinkan oleh kondisi /
amputasi
10. ntegritas Ego
Gejala : masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup, situsi financial, reaksi
orang lain, perasaan putus asa, tidak berdaya
Tanda : ansietas, ketakutan, peka, marah, menarik diri, keceriaan semu
11. Seksualitas
Gejala : masalah tentang keintiman hubungan
12. Interaksi Sosial
Gejala : masalah sehubungan dengan kondisi tentang peran fungsi, reaksi orang
lain
13. Temuan pemeriksaan fisik :
a. Adanya edema
b. Tidak ada denyut nadi atau denyut nadi menurun pada ekstremitas atau jari
yang diamputasi
c. Ansietas, ketakutan
d. Iritabilitas
e. Marah, frustasi
f. Menarik diri, duka cita
g. Kegembiraan yang palsu
h. Area nekrotik atau gangren
i. Luka yang tidak sembuh
j. Infeksi lokal
k. Perubahan gaya berjalan, peningkatan resiko jatuh
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
2. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
3. Risiko infeksi
4. Hambatan mobilitas fisik
I. DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed-3. Jakarta : EGC.

Suratun, dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.

Moorhead dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification. Edisi Bahasa Indonesia.


Elsivier Global Rights.

Bulechek dkk. 2016. Nursing Interventions Classification. Edisi Bahasa Indonesia.


Elsivier Global Rights.

Keliat Anna dkk. 2015. Diangnosa Keperawatan Nanda. Jakarta : EGC.

Yasmara dkk. 2016. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai