Askep Limfadenopati
Askep Limfadenopati
SKENARIO 2
Tn. A dirawat di RSUD XX diruang hematologi dengan keluhan mual, muntah, tidak
nafsu makan dan serig keringat malam. Tn. A mengatakan sejak kurang lebih 4 bulan yang
lalu sebelum masuk RS pertama kali disadari dileher kiri ada benjolan berukuran sebesar
telur ayam, padat kenyal dan makin lama makin membesar, mula-mula benjolan tidak nyeri
tekan, tetapi sejak 2 bulan yang lalu pada benjolan timbul luka-luka kemerahan bila ditekan
ada kemerahan bila terasa nyeri, nyeri dirasakan saat benjolan ditekan dan tidak menyebar.
Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan didapatkan limfadenepati, anorexsia, anemi, dan
palpitasi. Advise dokter mengatakan Tn. A disarankan untuk untuk dilakukan pemeriksaan
Biopsi dan pemeriksaan lain untuk mendapatkan diagnose medis.
Nilai Hitung Darah Lengkap Dengan differensial Dan Hitung Trombosit (Orang
Dewasa)
Hitung sel darah merah: 4,0-5,5 juta/ml darah
Hitung sel darah putih: 5.000-10.000/ml darah
Hitung trombosit: 140.000-40.0000/ml darah
Hematokrit (% sel darah merah): 42-52% untuk pria; 36-48% untuk wanita)
Hemoglobin:14,0-17,5 gram/100 ml untuk pria; 12,0-16,0 gram/100 ml untuk wanita
Neutrofil: 50%-62%
Eosinofil: 0%-3%
Basofil:0%-1%
Limfosit:25%-40%
Monosit:3%-7%
Pemeriksaan Ukuran Sel Darah Merah dan Hemoglobin (dewasa)
MCV: 82-98 fL/sel darah
MCHC: 32-36 g/dL
RDW:11,5-14,5 koefisien variasi ukuran sel darah merah
Laju Sedimentasi
Laju SED: 0-20 mm/jam
Waktu Pembekuan
Waktu pembekuan adalah lama waktu pembekuan yang terjadi setelah penusukan luka
standart pada kulit. Waktu pembekuan diukur dalam menit dan mengindikasikan status fungsi
trombosit, terutama efektifitas sumbatan trombosit. Waktu pembekuan tidak lebih dari 15
menit (normal: 3,0-9,0 menit) untuk penusukan lengan.
Masa Troboplastin parsial/protombin
PTT (pratial thromboplastin time) dan PT (prothrombin time) mendeteksi defisiensi
dalam aktifitas berbagai faktor pembekuan. Kedua pemeriksaan mengevaluasi bekuan dalam
sampel darah vena.
PTT menunjukkan efektifitas jalur intrinsik koagulasi dan tidak boleh lebih dari 90
detik (normal: 30 sampai 40 detik). Pemeriksaan ini penting dalam menentukan efektifitas
dan keamanan terapi herapin.
PT mendemonstrasikan efektifitas faktor koagulasi vitamin K-dependen, terutama
jalur ekstrinsik dan jalur umumnya koagulasi. PT seharusnya tidak lebih dari 40 detik, atau
sampai 2,5 kali level kontrol (normal: 11 sampai 13 detik). PT digunakan untuk menentukan
efektifitas terapi warfarin (Coumadin).
A. Pengertian
Limfadenopati adalah suatu tanda dari infeksi berat dan terlokalisasi (Tambayong, 2000; 52).
Limfadenopati adalah digunakan untuk menggambarkan setiap kelainan kelenjar limfe
(Price, 1995; 40).
Limfadenopati adalah pembengkakan kelenjar limfe (Harrison, 1999; 370).
Dari pengertian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
Limfadenopati adalah kelainan dan pembengkakan kelenjar limfe sebagai tanda dari infeksi
berat dan terlokalisasi.
B. Etiologi
Peningkatan jumlah limfosit makrofag jinak selama reaksi terhadap antigen.
Infiltrasi oleh sel radang pada infeksi yang menyerang kelenjar limfe.
Proliferasi in situ dari limfosit maligna atau makrofag.
Infiltrasi kelenjar oleh sel ganas metastatik.
Infiltrasi kelenjar limfe oleh makrofag yang mengandung metabolit dalam penyakit
cadangan lipid.
(Harrison, 1999; 370)
C. Tanda dan Gejala
a. demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38 oC.
b. sering keringat malam.
c. Kehilangan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan.
d. Timbul benjolan di bagian leher.
D. Patofisiologi
Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan sistem vaskular darah.
Biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam saluran limfe jaringan, dan limfe
yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan dan akhirnya bergabung kembali kedarah vena.
Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi kenaikan yang menyolok pada aliran limfe dari
daerah itu. Telah diketahui bahwa dalam perjalanan peradangan akut, lapisan pembatas
pembuluh limfe yang terkecil agak meregang, sama seperti yang terjadi pada venula, dengan
demikian memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang masuk kedalam pembuluh
limfe. Bagaimanapun juga, selama peradangan akut tidak hanya aliran limfe yang bertambah,
tetapi kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan cara yang sama.
Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe
menguntungkan karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang
dengan mengosongkan sebagian dari eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang dapat
menimbulkan cedera dapat dibawa oleh pembuluh limfe dari tempat peradangan primer
ketempat yang jauh dalam tubuh. Dengan cara ini, misalnya, agen-agen yang menular dapat
menyebar. Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan yang dilakukan oleh kelenjar limfe
regional yang dilalui oleh cairan limfe yang bergerak menuju kedalam tubuh, tetapi agen atau
bahan yang terbawa oleh cairan limfe mungkin masih dapat melewati kelenjar dan akhirnya
mencapai aliran darah. (Price, 1995; 39 - 40).
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis dapat menghasilkan petunjuk tentang
kemungkinan diagnosis ini dan evaluasi lebih lanjut secara langsung ( misalnya hitung darah
lengap, biakan darah, foto rontgen, serologi, uji kulit). Jika adenopati sistemik tetap terjadi
tanpa penyebab yang jelas tanpa diketahui, biopsi kelenjar limfe dianjurkan. (Harrison, 1999;
372). Biopsi sayatan: Sebagian kecil jaringan tumur mame diamdil melalui operasi dengan
anestesi umum jaringan tumor itu dikeluarkan, lalu secepatnya dikirim kelaborat untuk
diperriksa. Biasanya biopsi ini dilakukan untuk pemastian diagnosis setelah operasi. ( Oswari,
2000; 240 ). Anestesi umum menyebabkan mati rasa karena obat ini masuk kejaringan otak
dengan tekanan setempat yang tinngi. ( Oswari, 2000; 34 ). Pada awal pembiusan ukuran
pupil masih biasa, reflek pupil masih kuat, pernafasan tidak teratur, nadi tidak teratur,
sedangkan tekanan darah tidak berubah, seperti biasa. (Oswari, 2000; 35).
E. Manifestasi Klinis
Kelenjar limfoma cenerung teraba kenyal, seperti karet, saling berhubungan, dan tanpa
nyeri. Kelenjar pada karsinoma metastatik biasanya keras, dan terfiksasi pada jaringan
dibawahnya. Pada infeksi akut teraba lunak, membengkak secara asimetrik, dan saling
berhubungan, serta kulit di atasnya tampak erimatosa. (Harrison, 1999; 370).
F. Pemeriksaan Penunjang
Hitung darah lengkap.
Biakan darah.
Foto rontgen.
Serologi.
Uji kulit.(Harrison, 1999; 372).
G. Penatalaksanaan
1. Therapy Medik
Konsultasi dengan ahli onkology medik ( di RS type A dan B)
Limfoma non hodkin derajat keganasan rendah (IWF)
Tanpa keluhan : tidak perlu therapy
Bila ada keluhan dapat diberi obat tunggal siklofosfamide dengan dosis permulaan po tiap
hari atau 1000 mg/m 2 iv selang 3 – 4 minggu.
Bila resisten dapat diberi kombinasi obat COP, dengan cara pemberian seperti pada LH
diatas
Limfona non hodgkin derajat keganasan sedang (IWF)
Untuk stadium I B, IIB, IIIA dan B, IIE A da B, terapi medik adalah sebagai terapy utama.
Untuk stadium I A, IE, IIA diberi therapy medik sebagai therapy anjuran
Minimal : seperti therapy LH
Ideal : Obat kombinasi cyclophospamide, hydrokso – epirubicin, oncovin,prednison (CHOP)
dengan dosis :
C : Cyclofosfamide 800 mg/m 2 iv hari I
H : hydroxo – epirubicin 50 mg/ m 2 iv hari I
O : Oncovin 1,4 mg/ m 2 iv hari I
P : Prednison 60 mg/m 2 po hari ke 1 – 5
Perkiraan selang waktu pemberian adalah 3 – 4 minggu
Lymfoma non – hodgkin derajat keganasan tinggi (IWF)
Stadium IA : kemotherapy diberikan sebagai therapy adjuvant
Untuk stadium lain : kemotherapy diberikan sebagai therapy utama
Minimal : kemotherapynya seperti pada LNH derajat keganasan sedang (CHOP)
Ideal : diberi Pro MACE – MOPP atau MACOP – B
2. Therapy radiasi dan bedah
Konsultasi dengan ahli radiotherapy dan ahli onkology bedah, selanjutnya melalui yim
onkology ( di RS type A dan B)
H. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien limfadenopati adalah:
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasit.
Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas.
Pola nafas tidak efetif berhubungan dengan neouromuscular, ketidak imbangan persptual.
Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran
integritas pembuluh darah, perubahan dalam kemampuan pembekuan darah.
I. Intervensi
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
Tujuan: Mencapai penyembuhan tepat waktu,bebas drenase purulen atau eritema dan tidak
demam ( doengos, 1999; 796 – 797 )
Interensi:
- Tingkatkan cuci tangan yang baik pada setaf dan pasien.
- Gunakan aseptik atau kebersinan yang ketet sesuai indikasi untuk menguatkan atau menganti
balutan dan bila menangani drain.insruksian pasien tidak untuk menyentuh atau menggaruk
insisi.
- Kaji kulit atau warna insisi. Suhu dan integrits: perhatikan adanya eritema /inflamasi
kehilangan penyatuan luka.
- Awasi suhu adanya menggigil
- Dorong pemasukan cairan,diey tinggi protein dengan bentuk makanan kasar.
- Kolaborasi berikan antibiotik sesuai indikasi
Rasional :
- Menurunkan resiko kontaminasi silang.
- Mencegah kotaminasi dan resiko infeki luka,dimana dapat memerlukan post prostese.
- Memberikan informasi trenteng status proses penyembuhan dan mewaspadakan staf
terhadap dini infeksi.
- Meskipun umumnya suhu meningkatpdad fase dini pasca operasi dan/atua adanya menggigil
biasanya mengindikasikan terjadinya infeksi memerlukan inetrvensi untuk mencegah
komplikasi lebih serius.
- Mempertahankan keseimbangan cairan dan nutrisi untuk mendukung perfusi jaringan dan
memberikan nutrisi yang perlu untuk regenerasi selular dan penyembuhan jaringan.
- Mungkin berguna secara profilaktik untuk mencegah infeksi.
2. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot.
Tujuan: mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol / hilang.
( doengos, 1999; 915 – 917 )
Intervensi :
- Evaluasi rasa sakit secara regular (mis, setiap 2 jam x 12 ), catat karakteristik, lokasi n
intensitas ( skala 0-10 ).
- Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin selain dari prosedur operasi.
- Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesui kebutuhan.
- Lakukan reposisi sesui petunjuk, misalnya semi - fowler; miring.
- Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya latihan napas dalam, bimbingan imajinasi,
visualisasi.
- Berikan perwatan oral reguler.
Rasional:
- Sediakan informasi mengenai kebutuhan / efektifitas intervensi. Catatan: sakit kepala frontal
dan / atau oksipital mungkin berekembang dalam 24-72 jam yang mengikuti anestesi spinal,
mengharuskan posisi terlentang, peningkatan pemasukan cairan, dan pemberitahuan ahli
anestesi.
- Ketidaknyamanan mungkin disebabkan / diperburuk dengan penekanan pada kateter
indwelling yang tidak tetap, selang NG, jalur parenteral ( sakit kandung kemih, akumulasi
cairan dan gas gaster, dan infiltrasi cairan IV/ medikasi.
- Pahami penyebab ketidaknyamanan ( misalnya sakit otot dari pemberian suksinilkolin dapat
bertahan sampai 48 jam pasca operasi, sakit kepala sinus yang disosialisasikan dengan nitrus
oksida dan sakit tenggorok dan sediakan jaminan emosional. Catatan: peristasia bagian-
bagian tubuh dapat menyebabkan cedera saraf. Gejala – gejala mungkin bertahan sampai
berjam-jam atau bahkan berbulan – bulan dan membutuhkan wevaluasi tambahan.
- Mungkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi semi – Fowler dapat
mengurangi tegangan otot abdominal dan oto punggung artritis, sewdangkan miring
mengurangi tekanan dorsal.
- Lepaskan tegangan emosional dan otot; tingkatkan perasaan kontrol yang mungkin dapat
meningkatkan kemam puan koping.
- Mengurangi ketidaknyamanan yang di hubungkan dangan membaran mukosa yang kering
pada zat – zat anestesi, restriksi oral.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neouromuskular, ketidak imbangan persptual.
Tujuan: Menetapkan pola nafas normal / efektif dan bebas dari sianosis dan tanda – tanda
hipoksai lain. ( doengos, 1999; 911 – 912 )
Intervensi:
- Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala, hipereksentensi rahang, aliran
udara feringeal oral.
- Obserefasi dan kedalamam pernafasan, pemakaian otot – otot bantu pernafasan, perluasan
rongga dada, retraksi atau pernafasan cuping hidung, warna kulit dan aliran udara.
- Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernafasan dan jenis
pembedahan.
- Observasi pengembalian fungsi otot terutama otot pernafasan.
- Lakukan penghisapan lendir jika perlu.
- Kaloborasi: berikan tambahan oksigen sesui kebutuhan.
Rasional:
- Mencegah obstruksi jalan nafas.
- Dilakukan untuk memastikan efektivitas pernafasan sehingga upaya memperbaikinya dapat
segera dilakukan.
- Elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari muntah, posisi yang
benar akan mendoromg ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan menurunkan tekanan
pada diafragma.
- Setekah pemberian obat – obat relaksasi otot selama masa intra operatif pengembalian fungsi
otot pertama kali terjadi pada difragma, otot – otot interkostal, dan laring yang akan diikuti
dengan relaksasi dengan relaksasi kelompok otot – otot utma seperti leher, bahu, dan otot –
otot abdominal, selanjutnya diikuti oleh otot – otot berukuran sedang seperti lidah, paring,
otot – otot ekstensi dan fleksi dan diakhiri oleh mata, mulut, wajah dan jari – jari tangan.
- Obstruksi jalan nafas dapat terjadi karena danya darah atau mukus dalam tenggorok atau
trakea.
- Dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen yang akan diikat
oleh Hb yang mengantikan tempat gas anestesi dan mendorng pengeluaran gas tersebut
melalui zat – zat inhalasi.
4. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran
integritas pembuluh darah, perubahan dalam kemampuan pembekuan darah.
Tujuan: Mendemonstrasikan keseimbangan cairan yang adekuat, sebagaimana ditunjukkan
dengan tanda – tanda vital yang stabil, palpasi denyut nadi dengan kualitas yang baik, turgor
kulit normal, membran mukosa lembab, dan pengeluaran urine yang sesui. ( doengos, 1999;
913 –915)
Intervensi:
- Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran ( termasuk pengeluaran gastrointestinal ).
- Kaji pengeluaran urinarus, terutama untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan.
- Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai kebutuhan. Misalnya privasi, posisi duduk, air
yang mengalir dalam bak, mengalirkan air hamgat diatas perineum.
- Catat munculnya mual/muntah, riwayat pasien mabuk perjalanan.
- Periksa pembalut, alat drein pada intrval reguler. Kaji luka untuk terjadinya pembengkakan.
- Kalaborasi: Berikan cairan pariental, pruduksi darah dean / atau plasma ekspander sesuai
petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperlukan.
Rasional:
- Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan/
kebutuhan pemggantian dan pilihan – pilihan yang mempengaruhi intervensi.
- Mungkin akan terjadi penurunan ataupun penghilangan setelah prosedur pada sistem
genitourinarius dan / atau struktur yang berdekatan.
- Meningkatkan relaksasi otot perineal dan memudahkan upaya pengosongan.
- Wanita, pasien dengan obesitas, dan mereka yang memiliki kecenderungan mabuk
perjalanan penyakit memiliki resiko mual/ muntah yang lebih tinggi pada masa pasca operasi.
Selain itu, semakin lama durasi anestesi, semakin resiko untuk mual, catatan: Mual yang
terjadi selama 12 –24 jam pasca operasi umumnya dibangunkan dengan anestesi( termasuk
anestesi regional ),. Mual yang bertahan lebih dari 3 hari pasca operasi mungkin dihubungkan
dengan pilihan narkotik untuk mengontrol rasa sakit atau tr erap oabt – abatan lainnya.
- Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hipovolemia / hemoragi. Pembengkakan
lokal mungkin mengindikasikan formasi hematoma/ perdarahan.
- Gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu penggantian volume
sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi, misalnya ketidak seimbangan.
Askep Limfadenopaty
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama : Tn A
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : laki – laki
Agama : islam
Alamat : Jl.JA.soeprapto No.25 bogo nganjuk
Suku : jawa
Mrs : 29 – 09 – 2011 jam 13.00
Pengkajian : 1 – 10 – 2011
2. Riwayat penyakit sekarang
Alasan utama MRS :
Keluhan utama :
Mual muntah, tidak nafsu makan dan sering keringat malam.
3. Riwayat penyakit dahulu
Tn. A pernah MRS dengan penyakit Hipertensi.
4. Riwayat penyakit keluarga
Tidak mempunyai penyakit
5. Pola – pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Kebiasaan dengan mengkonsumsi 3 bungkus / hari, jamu, olah raga/gerak badan(-).
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Sebelum MRS klien makan 3 x sehari dengan porsi cukup dan suka makan diluar rumah, saat
MRS pemenuhan nutrisi bubur kasar 1 porsi habis setiap kali makan. Kesulitan makan tidak
ada, keadaan yang mengganggu nutrisi tidak ada, status gizi yang berhubungan dengan
keadaan tubuh : postur tubuh tinggi, besar, keadaan rambut bersih.
BAB
Frekuensi : 1 x / 3 hari
Warna dan bau : bau khas
Konsistensi : padat
Keluhan : tidak ada
BAK
Frekuensi : kondom cat
Warna dan bau : bau khas urine
Keluhan : tidak ada
c. Pola tidur dan istirahat
Tidur
Frekuensi : 2 x sehari
Jam tidur siang : 1 – 3 jam / hari
Jam tidur malam : 6 – 7 jam / hari
Keluhan : tidak ada
Istirahat
Frekuensi : 4 – 6 x / hari
Keluhan : tidak ada
d. Pola aktivitas
Klien biasanya duduk seharian untuk membuat pola rancangan baju dari pemesanan. Olah
raga kadang – kadang seminggu sekali. Jalan – jalan pagi ke alun – alun.
e. Pola sensori dan kognitif
sensori :
daya penciuman, daya rasa, daya raga, daya pendengaran baik.
Kognitif :
Proses berfikir, isi pikiran, daya ingat baik
f. Pola penanggulangan stres
Penyebab stres, mekanisme terhadap stres, adaptasi terhadap stres, pertahanan diri sementara
biasanya klien meminta bantuan terutama istri.