Anda di halaman 1dari 4

PENGARUH GUSDUR DALAM JOMBANG SEBAGAI KOTA TOLERANSI BENTUK

DARI SOCIAL MOVEMENT?

Oleh Hasri Maghfirotin Nisa

Apa yang pertama terdengar kota Jombang? Beriman (Bersih, indah, dan nyaman)? Kota
Santri? Ataukah Ringin Contongnya? Semuanya benar. Tempat lahir Gusdur, tidak lain adalah
presiden kita yang sangat berjasa dalam hal toleransi sehingga hal tersebutlah yang membuat
Jombang semakin berarti. Jombang dijuluki sebagai kota santri dan ketoleransiannya. Adanya
Gusdur tersebulah membawa nilai lebih tersendiri, semakin mengajak masyarakat Jombang dan
nasional bahkan luar untuk melakukan nilai-nilai toleransi. Gerakan toleransi yang dibangun
Gusdur ini tidak semerta-merta ada, karena gerakan toleransi ini ada ketika Gusdur sendiri yang
melakukan dan menerapkan nilai-nilai toleransi di kehidupan sehari-hari, sehingga dampaknya
sangat besar, membuat banyak orang kagum dan menerapkan apa yang dilakukan Gusdur.

Social movement atau disebut gerakan social adalah sebagai tantangan kolektif [untuk
elit, otoritas, kelompok lain atau kode budaya] oleh orang-orang dengan tujuan yang sama dan
solidaritas dalam interaksi berkelanjutan dengan elit, lawan, dan pihak berwenang. Yang secara
khusus membedakan gerakan sosial dari partai politik dan kelompok kepentingan (Tarrow,
1994). Gerakan social ini dilakukan oleh partai politik ataupun masyarakat sipil. Charles Taylor
mendefinisikan masyarakat sipil sebagai jaringan lembaga yang independen dari negara.
Lembaga-lembaga ini menyatukan warga di sekitar prinsip kepedulian bersama. Dasar dari
prinsip ini bukanlah negara atau pasar, tetapi ruang sosial atau publik yang otonom baik dari
negara maupun pasar. Masyarakat sipil adalah jaringan organisasi dan asosiasi nonpemerintah,
yang dapat eksis di samping negara (dan pasar, tambahan saya) dan dapat mengatur kehidupan
masyarakat (Taylor, 1996: 70). Masyarakat sipil juga disebut dalam bagian gerakan social,
gerakan yang dilakukan Gusdur dan masyarakat sekitar memang tidak tertulis secara resmi atau
siapa penemunya, namun gerakan dilakukan bersama dari hati ke hati. Sehingga dapat dikatakan,
masyarakat nasional pun ikut menerapkan toleransi yang walaupun memang sudah banyak yang
menerapkan toleransi tapi tidak sepenuhnya dari hati. Pasti terdapat beberapa hal-hal sepele
seperti menanyakan agama, atau tidak mau bergabung dengan orang-orang yang berbeda
dengannya.
Namun Rossi (1993) menjelaskan “Gerakan sosial baru” di bawah perlindungan
masyarakat sipil global menawarkan beberapa harapan untuk melawan nasionalisme,
fundamentalisme, dan proses ekonomi yang hancur. Hal itu dapat dibuktikan dengan respect
beberapa kaum yang benar-benar diperjuangkan oleh Gusdur walaupun berbeda suku, ras,
agama, dan golongan menorehkan sejarah bahwa beliau lah seorang Bapak Toleransi. Selain itu
karena Jombang sendiri memiliki keunnikan tersendiri maka Jombang membuktikan julukan
kota toleransi dengan adanya acara AYIC, yang dihadiri 150 pemuda dari 22 negara mengikuti
ASEAN Youth Interfaith Camp (AYIC) di Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum (Unipdu)
Jombang, Jawa Timur. Selama tiga hari akan tinggal di pesantren, ratusan pemuda lintas agama
dan bangsa itu akan belajar toleransi (Detiknews.com, 2017). Peserta di antaranya mengunjungi
Patung Budha Tidur di Mojokerto, Gereja Kristen Jawa Timur, Klenteng Hong San Kiong, dan
makam Gus Dur. Pada akhir kegiatan, para pemuda diharapkan mengukir komitmen perdamaian
melalui Deklarasi Jombang. Selain mondok selama tiga hari di Pesantren Unipdu, para peserta
juga diundang untuk melihat langsung keberagaman kehidupan beragama di Indonesia yang
berdampingan dalam damai. (MediaIndonesia.com, 2017).

Selain itu Perayaan Unduh-Unduh di GKJW Mojowarno yang diadakan setiap tahun.
Seperti yang disebutkan FaktualNews.co (2019) dalam liputannya bahwa acara unduh-unduh ini
adalah acara umat bersama, mengumpulkan hasil panen bersama yang kemudian diberikan pada
masyarakat yang kurang mampu, acara ini sebagai bentuk toleransi warga jombang di
Mojowarno apalagi selalu diadakan sebelum bulan ramadhan yang semua orang dapat menikmati
acara ini. Hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat jombang yang berada di pedesaan pun
memiliki toleransi tinggi, di Mojowarno memang terkenal dengan toleransinya karena beberapa
agama saling hidup berdampingan tanpa masalah serius. Didasari dari Tiga prinsip organisasi
sebagaimana dirumuskan oleh Max Weber yaitu tatanan budaya (status), tatanan politik
(kekuasaan), dan tatanan ekonomi (kelas)(Rossi, 1993). Budaya yang mencakup agama-agama
serta nilai luhur di Jombang dengan kebudayaannya masing-masing, politik yang artinya
pemerintah kota, dan ekonomi sebagai pelebur kesenjangan masyarakat jombang. Ketiganya
sangat berpengaruh pada gerakan social movement sendiri, karena di suatu organisasi atau
system, pasti di antara ketiga nilai tersebut ada yang paling mendominasi.
Sehingga dapat disimpulkan adanya Gusdur ini sebagai symbol kota Jombang adalah
kota toleransi yang juga akan menjadi role model kota-kota lainnya apalagi setelah dibangunnya
taman ASEAN di Ringin Contong serta adanya acara AYIC menambah nilai lebih Jombang
dalam menyebarkan julukannya. Secara tidak langsung juluksn Kota Jombang sebagai kota yang
toleransi mempengaruhi banyak orang terutama di wilayah Jombang serta mayoritas masyarakat
nasional. Selain itu, dengan adanya Gusdur masyarakat jombang juga merasa bangga, karena
perasaan bangga itulah membuat masyarakat di juga melaksanakan dan mengimplementasikan
nilai-nilai toleransi antar suku, agamar, ras, dan antar golongan. Kegiatan-kegiatan yang
sebelumnya dijelaskan juga sebagai wujud kuatnya pengaruh toleransi oleh Gusdur di Jombang.
Efek globalisasi yang berpotensi positif seperti itu termasuk peningkatan nilai-nilai toleransi bagi
individu yang dikecualikan dari berbagi budaya dan pengetahuan dan kemungkinan individu dan
kelompok untuk berpartisipasi dalam budaya dan politik global melalui memperoleh akses ke
komunikasi global dan jaringan media dan untuk mengedarkan perjuangan lokal yaitu
ketoleransia. Peran teknologi informasi dalam gerakan sosial, perjuangan politik, dan kehidupan
sehari-hari memaksa gerakan sosial untuk mempertimbangkan kembali strategii untuk menilai
bagaimana social movement sebagai bagian dari globalisasi menciptakan hal-hal baru serta
peningkatan toleransi dengan teknologi serta hasil dari globalisasi itu sendiri.

Referensi

Abdurrahman, Muslim. Junjung Toleransi Antar Umat Beragama Jombang Tuan Rumah AYIC.
June 02, 2017. http://www.nu.or.id/post/read/78490/junjung-toleransi-antar-umat-
beragama-jombang-tuan-rumah-ayic-2017 (accessed May 20, 2019).

Budiarto, Enggran Eko. Pemuda dari 22 Negara Mondok Belajar Toleransi di Pesantren
Jombang. October 28, 2017. https://news.detik.com/berita/d-3704142/pemuda-dari-22-
negara-mondok-belajar-toleransi-di-pesantren-jombang (accessed May 19, 2019).

Lestari, Muji. Mahasiswa Miami Amerika Kagumi Tolerransi Warga Kota Snatri. May 19, 2019.
https://faktualnews.co/2019/05/19/mahasiswa-miami-amerika-kagumi-toleransi-warga-
kota-santri/141128/ (accessed May 20, 2019).
Jombang Didapuk Kota Paling Toleran. June 03, 2017.
http://www.muslimoderat.net/2017/06/jombang-didapuk-kota-paling-toleran.html
(accessed May 19, 2019).

Rossi. 1993. Community Reconstruction after an Earthquake: Dialectical Sociology in Action.


1993. Westport, CT: Praeger

Suhartono, Rony. Perayaan Undu-Unduh Toleransi dalam Masyarakat di Jombang. May 12,
2019. https://faktualnews.co/2019/05/12/perayaan-unduh-unduh-toleransi-dalam-
masyarakat-di-jombang/140044/ (accessed May 20, 2019).

Syukur, Abdus.Memotret Toleransi di Jombang. October 31, 2017.


https://mediaindonesia.com/read/detail/129778-memotret-toleransi-di-jombang (accessed
May 19, 2019).

Taylor, P. J. (1996). The way the modern world works: World hegemony to world impasse.
Chichester: Wile

Tarrow, S. 1994. Power in Movement: Social Movements, Collective Action and Politics. New
York. Cornell University Press

Anda mungkin juga menyukai