Anda di halaman 1dari 21

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN FRAKTUR MANDIBULA

I. PENDAHULUAN
Trauma pada wajah sering melibatkan tulang-tulang pembentuk wajah,
diantaranya mandibula. Fraktur mandibula menempati urutan kedua dari fraktur
daerah wajah, karena merupakan tulang yang menonjol yang terletak di tepi dan
posisinya di sepertiga bawah wajah sehingga sering menjadi sasaran ruda paksa.
Disamping itu merupakan tempat perlekatan otot-otot pengunyahan sehingga
mempunyai pergerakan yang aktif.1 Diagnosis fraktur mandibula dapat ditunjukkan
dengan adanya rasa sakit, pembengkakan, nyeri tekan, maloklusi, patahnya gigi,
adanya gap, tidak ratanya gigi, tidak simetrisnya arkus dentalis, adanya laserasi intra
oral, gigi yang longgar dan krepitasi.1,2,3
Secara khusus penanganan fraktur mandibula dan tulang maksilofasial mulai
diperkenalkan oleh Hipocrates tahun 460-375 SM dengan menggunakan panduan
oklusi atau hubungan yang ideal antara gigi bawah dan gigi rahang atas sebagai dasar
pemikiran dan diagnosis fraktur mandibula.1,2,4 Tujuan dari penatalaksanaan fraktur
mandibula adalah memperoleh reduksi anatomi dari garis fraktur, mendapatkan
kembali oklusi sebelum cedera, imobilisasi mandibula dalam periode tertentu untuk
penyembuhan, menjaga nutrisi yang adekuat, mencegah infeksi, malunion dan
nonunion. Manajemen dari teknik yang sering digunakan adalah mengikat gigi-gigi
dengan arch bars dan elastic band untuk fiksasi intermaksila untuk fraktur yang
stabil. Dapat juga digunakan dengan kombinasi reduksi terbuka dan interosseus wire
atau plate yang rigid pada fraktur yang tidak stabil atau unfavorable.2,3,4 Pada
perkembangan selanjutnya oleh para klinisi menggunakan oklusi sebagai konsep
dasar penanganan fraktur mandibula dan tulang maksilofasial terutama dalam
diagnostik dan penatalaksanaannya. Pada prinsipnya ada dua cara penatalaksanaan

1
fraktur mandibula yaitu cara tertutup atau disebut juga perawatan konservatif dan cara
terbuka yang ditempuh dengan cara pembedahan. Pada teknik tertutup imobilisasi dan
reduksi fraktur dapat dicapai dengan peralatan fiksasi maksilomandibular. Pada
prosedur terbuka bagian yang mengalami fraktur dibuka dengan pembedahan dan
segmen fraktur direduksi serta difiksasi secara langsung dengan menggunakan kawat
atau plat yang disebut dengan wire atau plate osteosynthesis. Kedua teknik ini tidak
selalu dilakukan tersendiri tetapi kadang-kadang diaplikasikan bersama atau disebut
dengan prosedur kombinasi. Pada penatalaksanaan fraktur mandibula selalu
diperhatikan prisip-prinsip dental dan ortopedik sehingga daerah yang mengalami
fraktur akan kembali atau mendekati posisi anatomis sebenarnya dan fungsi mastikasi
yang baik.3,4

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi Mandibula
Mandibula merupakan tulang yang besar dan paling kuat pada daerah muka.
Dibentuk oleh dua tulang simetris yang mengadakan fusi dalam tahun pertama
kehidupan. Tulang ini terdiri dari korpus, yaitu suatu lengkungan tapal kuda dan
sepasang ramus yang pipih dan lebar yang mengarah keatas pada bagian belakang
dari korpus. Pada ujung dari masing-masing ramus didapatkan dua buah penonjolan
disebut prosesus kondiloideus prosesus koronoideus. Prosesus kondiloideus terdiri
dari kaput dan kolum. Permukaan luar dari korpus mandibula pada garis median,
didapatkan tonjolan tulang halus yang disebut simfisis mentum yang merupakan
tempat pertemuan embriologis dari dua buah tulang.3
Bagian korpus mandibula membentuk tonjolan disebut prosesus alveolaris yang
mempunyai 16 buah lubang untuk tempat gigi. Bagian bawah korpus mandibula
mempunyai tepi yang lengkung dan halus. Pada pertengahan korpus mandibula
kurang lebih 1 cm dari simfisis didapatkan foramen mentalis yang dilalui oleh vasa
dan nervus mentalis. Permukaan dalam dari korpus mandibula cekung dan didapatkan
linea milohioidea yang merupakan origo muskulus milohioid. Angulus mandibula

2
adalah pertemuan antara tepi belakang ramus mandibula dan tepi bawah korpus
mandibula. Angulus mandibula terletak subkutan dan mudah diraba pada 2-3 jari
dibawah lobulus aurikularis. Secara keseluruhan tulang mandibula ini berbentuk tapal
kuda melebar di belakang, memipih dan meninggi pada bagian ramus kanan dan kiri
sehingga membentuk pilar, ramus membentuk sudut 120⁰ terhadap korpus pada orang
dewasa. Pada yang lebih muda sudutnya lebih besar dan ramusnya nampak lebih
divergen.3,4
Dari aspek fungsinya, merupakan gabungan tulang berbentuk L bekerja untuk
mengunyah dengan bagian terkuat pada muskulus temporalis yang berinsersi disisi
medial pada ujung prosesus koronoideus dan muskulus maseter yang berinsersi pada
sisi lateral angulus dan ramus mandibula. Muskulus pterigoideus medial berinsersi
pada sisi medial bawah dari ramus dan angulus mandibula. Muskulus maseter
bersama muskulus temporalis merupakan kekuatan untuk menggerakkan mandibula
dalam proses menutup mulut. Muskulus pterigoideus lateral berinsersi pada bagian
depan kapsul sendi temporo-mandibular, diskus artikularis berperan untuk membuka
mandibula. Fungsi muskulus pterigoid sangat penting dalam proses penyembuhan
pada fraktur intrakapsular.3,4
Mandibula mendapat nutrisi dari arteri alveolaris inferior yang merupakan
cabang pertama dari arteri maksilaris yang masuk melalui foramen mandibula
bersama vena dan nervus alveolaris inferior berjalan dalam kanalis alveolaris. Arteri
alveolaris inferior memberi nutrisi ke gigi-gigi bawah serta gusi sekitarnya, kemudian
di foramen mentalis keluar sebagai arteri mentalis. Sebelum keluar dari foramen
mentalis bercabang menuju insisivus dan berjalan sebelah anterior ke depan didalam
tulang. Arteri mentalis beranastomosis dengan arteri fasialis, arteri submentalis dan
arteri labii inferior. Arteri submentalis dan arteri labii inferior merupakan cabang dari
arteri fasialis. Arteri mentalis memberi nutrisi ke dagu. Aliran darah balik dari
mandibula melalui vena alveolaris inferior ke vena fasialis posterior. Daerah dagu
mengalirkan darah ke vena submentalis, yang selanjutnya mengalirkan darah ke vena

3
fasialis anterior. Vena fasialis anterior dan vena fasialis posterior bergabung menjadi
vena fasialis komunis yang mengalirkan darah ke vena jugularis interna.3

Gambar 1. Anatomi Mandibula3

2.2. Epidemiologi Fraktur Mandibula


Fraktur pada midface seringkali terjadi akibat kecelakaan kendaraan
bermotor, terjatuh, kekerasan dan akibat trauma benda tumpul lainnya.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Rowe da Killey pada tahun 1995, rasio
antara fraktur mandibula dan maksila melebihi 4:1. 5
Dari data penelitian retrospektif Sunarto Reksoprawiro tahun 2001-2005
pada penderita yang dirawat di SMF Ilmu Bedah RSU DR. Soetomo,
Surabaya menunjukkan bahwa penderita fraktur maksilofasial akibat
kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor lebih banyak dijumpai
pada laki-laki usia produktif, yaitu usia 21-30 tahun, sekitar 64,38%. Kejadian
fraktur mandibula dan maksila menempati urutan terbanyak yaitu masing-
masing sebesar 29,85%, disusul fraktur Zigoma 27,64% dan fraktur nasal
12,66%. Sedangkan menurut hasil penelitian Ajike dkk, didapatkan bahwa
fraktur maksilofasial akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda

4
motor lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada perempuan dengan rasio
3,7:1. Dengan kejadian terbanyak adalah fraktur mandibula sebesar 75%,
fraktur sepertiga wajah tengah sebesar 25% serta fraktur kombinasi
maksilofasial 12%.5

2.2. Biomekanik Mandibula


Mandibula memiliki mobilitas dan gaya yang sangat banyak, sehingga
dalam melakukan penanganan fraktur mandibula harus benar-benar
diperhatikan biomekanik yang terjadi. Gerakan mandibula dipengaruhi oleh
empat pasang muskulus yang disebut otot-otot pengunyah yaitu: muskulus
maseter, temporalis, pterigoideus lateralis dan medialis.3
Pada waktu membuka mulut, yang berkontraksi adalah muskulus
pterigoideus lateralis bagian inferior, disusul muskulus pterigoideus lateralis
bagian superior saat membuka mulut lebih lebar. Sedangkan yang berperan
untuk menutup mulut adalah muskulus temporalis dan maseter diperkuat lagi
oleh muskulus pterigoideus medialis.3,4

2.3. Fraktur Mandibula


Fraktur didefinisikan sebagai deformitas linier atau terjadinya
diskontinuitas tulang yang disebabkan oleh ruda paksa. Fraktur dapat terjadi
akibat trauma atau karena proses patologis. Fraktur mandibula adalah
putusnya kontinuitas tulang mandibula.3,4,6 Mandibula merupakan tulang yang
kuat, tetapi pada beberapa tempat dijumpai adanya bagian yang lemah.
Daerah korpus mandibula terutama terdiri dari tulang kortikal yang padat
dengan sedikit substansi spongiosa sebagai tempat lewatnya pembuluh darah
dan pembuluh limfe. Daerah yang tipis pada mandibula adalah angulus dan
subkondilus sehingga bagian ini termasuk bagian yang lemah dari mandibula.
Selain itu titik lemah juga didapatkan pada foramen mentale, angulus
mandibula tempat gigi molar III terutama erupsinya sedikit, kolum kondilus

5
mandibula terutama bila trauma dari depan langsung mengenai dagu maka
gayanya akan diteruskan kearah belakang.3,4
Garis fraktur pada mandibula biasa terjadi pada area lemah dari
mandibula tergantung mekanisme trauma yang terjadi. Garis fraktur
subkondilar umumnya dibawah leher prosesus kondiloideus akibat
perkelahian dan berbentuk hampir vertikal. Namun pada kecelakaan lalu lintas
garis fraktur terjadi dekat dengan kaput kondilus, garis fraktur yang terjadi
berbentuk oblik.7 Pada regio angulus garis fraktur umumnya dibawah atau
dibelakang regio molar III kearah angulus mandibula. Pada fraktur korpus
mandibula garis fraktur tidak selalu paralel dengan sumbu gigi, seringkali
garis fraktur berbentuk oblik. Garis fraktur dimulai pada regio alveolar
kaninus dan insisivus berjalan oblik kearah midline.7,8 Pada fraktur
mandibula, fragmen yang fraktur mengalami displaced akibat tarikan otot-otot
mastikasi, oleh karena itu reduksi dan fiksasi pada fraktur mandibula harus
menggunakan splinting untuk melawan tarikan dari otot-otot mastikasi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi displacement fraktur mandibula antara
lain: arah dan kekuatan trauma, arah dan sudut garis fraktur, ada atau tidaknya
gigi pada fragmen, arah lepasnya otot dan luasnya kerusakan jaringan lunak.
Pada daerah ramus mandibula jarang terjadi fraktur, karena daerah ini
terfiksasi oleh muskulus maseter pada bagian lateral dan medial oleh
muskulus pterigoideus medialis. Demikian juga pada prosesus koronoideus
yang terfiksasi oleh muskulus maseter.3,7,8
Beberapa macam klasifikasi fraktur mandibula dapat digolongkan
berdasarkan:
1. Insiden fraktur mandibula sesuai dengan lokasi anatominya; prosesus
kondiloideus (29,1%), angulus mandibula (24%), simfisis mandibula
(22%), korpus mandibula (16%), alveolus (3,1%), ramus (1,7%), prosesus
koronoideus (1,3%).4

6
Gambar.2 Regio mandibula dan frekuensi fraktur mandibula
berdasarkan regio4

2. Berdasar ada tidaknya gigi pada kiri dan kanan garis fraktur; kelas I: gigi
ada pada kedua bagian garis fraktur, kelas II: gigi hanya ada pada satu
bagian dari garis fraktur, kelas III: tidak ada gigi pada kedua fragmen,
mungkin gigi sebelumnya memang sudah tidak ada (edentulous) atau gigi
hilang saat terjadi trauma.3,4

Gambar 3. Hubungan ada tidaknya gigi pada garis fraktur3

3. Berdasar arah fraktur dan kemudahan untuk direposisi dibedakan:

7
horizontal dan vertikal yang dibagi menjadi favourable dan unfavourable.
Kriteria favourable dan unfavourable berdasarkan arah satu garis fraktur
terhadap gaya muskulus yang bekerja pada fragmen tersebut. Disebut
favourable apabila arah fragmen memudahkan untuk mereduksi tulang
waktu reposisi, sedangkan unfavourable bila garis fraktur menyulitkan
untuk reposisi.3,7

A B

C D
Gambar 4. A. Horizontal favourable fracture, B. Horizontal unfavourable
fracture, C. Vertical favourable fracture, D. Vertical unfavourable fracture3

4. Berdasar beratnya derajat fraktur, dibagi menjadi fraktur simple atau


closed yaitu tanpa adanya hubungan dengan dunia luar dan tidak ada
diskontinuitas dari jaringan sekitar fraktur. Fraktur compound atau open

8
yaitu fraktur berhubungan dengan dunia luar yang melibatkan kulit,
mukosa atau membran periodontal.
5. Berdasar tipe fraktur dibagi menjadi fraktur greenstick atau incomplete;
fraktur yang tidak sempurna dimana pada satu sisi dari tulang mengalami
fraktur sedangkan pada sisi yang lain tulang masih terikat. Fraktur
greenstick biasanya didapatkan pada anak-anak karena periosteum tebal.
Fraktur tunggal; fraktur hanya pada satu tempat saja. Fraktur multipel;
fraktur yang terjadi pada dua tempat atau lebih, umumnya bilateral.
Fraktur kominutif; terdapat adanya fragmen yang kecil bisa berupa fraktur
simple atau compound. Selain itu terdapat juga fraktur patologis; fraktur
yang terjadi akibat proses metastase ke tulang, impacted fraktur; fraktur
dengan salah satu fragmen fraktur di dalam fragmen fraktur yang lain.
Fraktur atrophic; adalah fraktur spontan yang terjadi pada tulang yang
atrofi seperti pada rahang yang tidak bergigi. Indirect fraktur; fraktur yang
terjadi jauh dari lokasi trauma.3,4,7

Gambar 5. Tipe fraktur mandibula. A. Greenstick B. Simple


C. Kominutif D. Compound5

2.4. Biomekanik Fraktur Mandibula

9
Konsep biomekanik pada perawatan fraktur mandibula perlu dipahami
sebab keadaan statik dan dinamik dapat mempengaruhi proses penyembuhan
fraktur. Tujuan dari semua terapi fraktur adalah mengembalikan bentuk dan
fungsi seperti semula. Hal tersebut dapat dicapai dengan melakukan
imobilisasi menggunakan fiksasi internal dan eksternal.3,4,8
Rahang bawah memiliki bentuk anatomis yang unik, berdasarkan
arsitektur tulang, bentuk dan perlekatan otot mandibula dapat digambarkan
sebagai sebuah struktur yang mengubah tekanan yang diterimanya menjadi
suatu bentuk daya tensi dan kompresi. Kekuatan kompresi dihasilkan
sepanjang daerah basal mandibula, sedangkan kekuatan tensi terdapat pada
sepanjang daerah alveolar. Aksis tranversal imajiner yang terletak kira-kira
sepanjang kanalis mandibula memisahkan prosesus alveolaris yang
merupakan daerah tegangan atau disebut tension area dari daerah basal
mandibula yang merupakan daerah kompresi atau disebut dengan
compression area. Pada waktu mandibula mengalami fraktur, prinsip
perawatan dilakukan dengan mempertimbangkan kekuatan-kekuatan pada sisi
dari aksis imajiner tersebut, sehingga kedua kekuatan tegangan yang
berlawanan tersebut harus dinetralisir untuk mendapatkan reduksi fungsional
yang stabil.4,8,9

2.5. Etiologi Fraktur Mandibula


Benturan yang keras pada wajah dapat menimbulkan fraktur mandibula.
Toleransi mandibula terhadap benturan lebih tinggi daripada tulang-tulang
wajah yang lain. Fraktur mandibula lebih sering terjadi daripada fraktur tulang
wajah yang lain karena bentuk mandibula yang menonjol sehingga sensitif
terhadap benturan. Pada umumnya fraktur mandibula disebabkan oleh karena
trauma langsung.1,3,10
Fraktur mandibula dapat disebabkan oleh trauma maupun proses
patologik. Menurut Kruger, 69% dari fraktur mandibula disebabkan oleh

10
kekerasan fisik, 27% kecelakaan, 2% karena olahraga dan 4% faktor
patologik, sedangkan fraktur patologis dapat disebabkan oleh kista, tumor
tulang, osteogenesis imperfekta, osteomielitis, osteoporosis, atropi atau
nekrosis tulang.7,11

2.6. Diagnosis Fraktur Mandibula


Didalam penegakan diagnosis fraktur mandibula meliputi anamnesa,
apabila merupakan kasus trauma harus diketahui mengenai mekanisme
traumanya atau mode of injury, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.3,4,7
Pada kasus trauma, pemeriksaan penderita dengan kecurigaan fraktur
mandibula harus mengikuti kaidah ATLS (Advandce Trauma Live Suport),
dimana terdiri dari pemeriksaan awal atau primary survey yang meliputi
pemeriksaan airway, breathing, circulation dan disability. Pada penderita
trauma dengan fraktur mandibula harus diperhatikan adanya kemungkinan
obstruksi jalan nafas yang bisa diakibatkan karena fraktur mandibula itu
sendiri ataupun akibat perdarahan intraoral yang menyebabkan aspirasi
darah.4
Setelah dilakukan primary survey dan kondisi penderita stabil, dapat
dilanjutkan dengan pemeriksaan secondary survey meliputi: 1. Anamnesis,
pada anamnesis keluhan subyektif berkaitan dengan fraktur mandibula
dicurigai dari adanya nyeri, pembengkakan oklusi abnormal, mati rasa pada
distribusi saraf mentalis, pembengkakan, memar, perdarahan dari soket gigi,
gigi yang fraktur atau tanggal, trismus, ketidakmampuan mengunyah. Selain
itu keluhan biasanya disertai riwayat trauma seperti kecelakaan lalu lintas,
kekerasan, terjatuh, kecelakaan olah raga ataupun riwayat penyakit patologis.
2. Pemeriksaan klinis meliputi; A. pemeriksaan klinis pasien secara umum:
pada umumnya trauma maksilofasial dapat diketahui keberadaannya pada

11
pemeriksaan awal atau primary survey atau pemeriksaan sekunder atau
secondary survey.4
Pemeriksaan saluran nafas merupakan suatu hal penting karena trauma
dapat saja menyebabkan gangguan jalan nafas. Penyumbatan dapat
disebabkan oleh lidah terjatuhnya lidah ke arah belakang, dapat pula oleh
tertutupnya saluran nafas akibat adanya lendir, darah, muntahan dan benda
asing. B. pemeriksaan lokal fraktur mandibula, antara; a. pemeriksaan klinis
ekstraoral, tampak diatas tempat terjadinya fraktur biasanya terjadi ekimosis
dan pembengkakan. Sering pula terjadi laserasi jaringan lunak dan bisa
terlihat jelas deformasi dari kontur mandibula yang bertulang. Jika terjadi
perpindahan tempat dari fragmen-fragmen pasien tidak bisa menutup geligi
anterior dan mulut menggantung kendur dan terbuka. Pasien sering kelihatan
menyangga rahang bawah dengan tangan. Dapat pula air ludah bercampur
darah menetes dari sudut mulut pasien. Palpasi lembut dengan ujung-ujung
jari dilakukan terhadap daerah kondilus pada kedua sisi, kemudian diteruskan
kesepanjang perbatasan bawah mandibula. Bagian-bagian melunak harus
ditemukan pada daerah-daerah fraktur, demikian pula terjadnya perubahan
kontur dan krepitasi tulang. b. pemeriksaan klinis intraoral, setiap serpihan
gigi yang patah harus dikeluarkan dari mulut. Sulkus bukal diperiksa adanya
ekimosis dan kemudian sulkus lingual. Hematoma didalam sulkus lingual
akibat trauma rahang bawah hampir selalu patognomonik fraktur
mandibular.4,7 3. Pemeriksaan penunjang; pada fraktur mandibula dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang antara lain; 1. foto Rontgen untuk
mengetahui pola fraktur yang terjadi. Setiap pemeriksaan radiologis
diharapkan menghasilkan kualitas gambar yang meliputi area yang dicermati
yaitu daerah patologis berikut daerah normal sekitarnya. 2. Foto Eisler, foto
ini dibuat untuk pencitraan mandibulabagian ramus dan korpus, dibuat sisi
kanan atau kiri sesuai kebutuhan. 3. Town′s view ; dibuat untuk melihat
proyeksi tulang maksila, zigoma dan mandibula. 4. Foto Reverse Town′s view;

12
dilakukan untuk melihat adanya fraktur neck condilus mandibula terutama
yang displaced ke medial dan bisa juga untuk melihat dinding lateral dari
maksila. 5. Foto Panoramic; disebut juga pantomografi atau rotational
radiography dibuat untuk mengetahui kondisi mandibula mulai dari kondilus
kanan sampai kondilus kiri beserta posisi geliginya termasuk oklusi terhadap
gigi maksila. Keuntungan panoramic adalah; cakupan anatomis yang luas,
dosis radiasi yang rendah, pemeriksaan cukup nyaman, bisa dilakukan pada
penderita trismus. Kerugiannya tidak bisa menunjukkan gambaran anatomis
yang jelas daerah periapikal sebagaimana yang dihasilkan foto intraoral. 6.
Temporomandibular Joint; pada penderita trauma langsung daerah dagu
sering didapatkan kondisi pada dagu baik, akan tetapi terjadi fraktur pada
daerah kondilus mandibula sehingga penderita mengeluh nyeri daerah TMJ
bila membuka mulut, trismus kadang sedikit maloklusi. Pada pembuatan foto
TMJ standard biasanya dilakukan proyeksi lateral buka mulut atau Parma dan
proyeksi lateral tutup mulut biasa atau Schuller. 7. Orbitocondylar view;
dilakukan untuk melihat TMJ pada saat membuka mulut lebar, menunjukkan
kondisi strutur dan kontur dari kaput kondilus tampak dari depan. 8. CT Scan;
Pemeriksaan ini dilakukan pada kasus emergency masih belum merupakan
pemeriksaan standart. CT Scan terutama untuk fraktur maksilofasial yang
sangat kompleks.8,10

Gambar 4. CT Scan koronal fraktur


bilateral condylar 8

13
2.7. Penatalaksanaan Fraktur Mandibula
Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat
kedaruratan seperti jalan nafas atau airway, pernafasan atau breathing,
sirkulasi darah termasuk penanganan syok atau circulation, penanganan luka
jaringan lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan
cedera otak. Tahap kedua adalah penanganan fraktur secara definitif.
Penanganan fraktur mandibula secara umum dibagi menjadi dua metoda yaitu
reposisi tertutup dan terbuka. Pada reposisi tertutup atau konservatif , reduksi
fraktur dan imobilisasi mandibula dicapai dengan menempatkan peralatan
fiksasi maksilomandibular. Reposisi terbuka bagian yang fraktur dibuka
dengan pembedahan, segmen direduksi dan difiksasi secara langsung dengan
menggunakan kawat atau plat yang disebut wire atau plate osteosynthesis.
Teknik terbuka dan tertutup tidak selalu dilakukan tersendiri, tetapi kadang-
kadang dikombinasi. Pendekatan ketiga adalah merupakan modifikasi dari
teknik terbuka yaitu metode fiksasi skeletal eksternal. Pada penatalaksanaan
fraktur mandibula selalu diperhatikan prinsip-prinsip dental dan ortopedik
sehingga daerah yang mengalami fraktur akan kembali atau mendekati posisi
anatomis sebenarnya dan fungsi mastikasi yang baik.3,4,7
Reposisi tertutup (closed reduction) patah tulang rahang bawah yaitu,
penanganan konservatif dengan melakukan reposisi tanpa operasi langsung
pada garis fraktur dan melakukan imobilisasi dengan interdental wiring atau
eksternal pin fixation. Indikasi untuk closed reduction antara lain: a. fraktur
komunitif selama periosteum masih utuh sehingga dapat diharapkan
kesembuhan tulang, b. fraktur dengan kerusakan soft tissue yang cukup berat
dimana rekontruksi soft tissue dapat digunakan rotation flap dan free flap bila
luka tersebut tidak terlalu besar. c. edentulous mandibula, d. fraktur pada
anak-anak, e. fraktur condylus. Tehnik yang digunakan pada terapi fraktur
mandibula secara closed reduction adalah fiksasi intermaksiler. Fiksasi ini
dipertahankan 3-4 minggu pada fraktur daerah condylus dan 4-6 minggu pada

14
daerah lain dari mandibula. Keuntungan dari reposisi tertutup adalah lebih
efisien, angka komplikasi lebih rendah dan waktu operasi yang lebih singkat.
Tehnik ini dapat dikerjakan di tingkat poliklinis. Kerugiannya meliputi fiksasi
yang lama, gangguan nutrisi, resiko ankilosis TMJ atau temporomandibular
joint dan masalah airway.4,9,12 Beberapa teknik fiksasi intermaksiler antara
lain; a. teknik eyelet atau ivy loop, penempatan ivy loop menggunakan kawat
24-gauge antara dua gigi yang stabil dengan menggunakan kawat yang lebih
kecil untuk memberikan fiksasi maksilomandibular (MMF) antara loop ivy.
Keuntungan teknik ini, bahan mudah didapat dan sedikit menimbulkan
kerusakan jaringan periodontal serta rahang dapat dibuka dengan hanya
mengangkat ikatan intermaksilaris. Kerugiannya kawat mudah putus waktu
digunakan untuk fiksasi intermaksiler,9,11

Gambar. Teknik eyelet atau ivy loop9

b. teknik arch bar, indikasi pemasangan arch bar adalah gigi kurang atau
tidak cukup untuk pemasangan cara lain, disertai fraktur maksila dan
didapatkan fragmen dentoalveolar pada salah satu ujung rahang yang perlu
direduksi sesuai dengan lengkungan rahang sebelum dipasang fiksasi
intermaksilaris. Keuntungan penggunaan arch bar adalah mudah didapat,
biaya murah, mudah adaptasi dan aplikasinya. Kerugiannya ialah
menyebabkan keradangan pada ginggiva dan jaringan periodontal, tidak dapat
digunakan pada penderita dengan edentulous luas.9,11

15
Gambar. Fiksasi maksilomandibular9

Reposisi terbuka (open reduction); tindakan operasi untuk melakukan


koreksi deformitas maloklusi yang terjadi pada patah tulang rahang bawah
dengan melakukan fiksasi secara langsung dengan menggunakan kawat (wire
osteosynthesis) atau plat (plat osteosynthesis) . Indikasi untuk reposisi terbuka
(open reduction): a. displaced unfavourable fraktur melalui angulus, b.
displaced unfavourable fraktur dari corpus atau parasymphysis, c. multiple
fraktur tulang wajah, d. fraktur midface disertai displaced fraktur condylus
bilateral. Tehnik operasi open reduction merupakan jenis operasi bersih
kontaminasi, memerlukan pembiusan umum. Keuntungan dari open reduction
antara lain: mobilisasi lebih dini dan reaproksimasi fragmen tulang yang lebih
baik. kerugiannya adalah biaya lebih mahal dan diperlukan ruang operasi dan
pembiusan untuk tindakannya.4,8,9

Gambar. Teknik operasi reposisi terbuka (open reduction)3

16
Tindak lanjut setelah dilakukan operasi adalah dengan memberikan
analgetika serta memberikan antibiotik spektrum luas pada pasien fraktur
terbuka dan dievaluasi kebutuhan nutrisi, pantau intermaxilla fixation selama
4-6 minggu. Kencangkan kabel setiap 2 minggu. Setelah wire dibuka, evaluasi
dengan foto panoramik untuk memastikan fraktur telah union.9,12

2.8. Komplikasi
Komplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula
umumnya jarang terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur
mandibula adalah infeksi atau osteomyelitis yang nantinya dapat
menyebabkan berbagai komplikasi lainnya. Tulang mandibula merupakan
daerah yang paling sering mengalami gangguan penyembuhan fraktur, baik
itu malunion ataupun nonunion. Keluhan yang diberikan dapat berupa rasa
sakit dan tidak nyaman yang berkepanjangan pada sendi rahang atau temporo
mandibular joint oleh karena perubahan posisi dan ketidakstabilan antara
sendi rahang kiri dan kanan. Hal ini tidak hanya berdampak pada sendi tetapi
otot-otot pengunyahan dan otot sekitar wajah juga dapat memberikan respon
nyeri.9,10
Ada beberapa faktor resiko yang secara spesifik berhubungan dengan
fraktur mandibula dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinya malunion
ataupun nonunion. Faktor resiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian
aposisi yang kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya
benda asing, tarikan otot yang tidak menguntungkan pada segmen fraktur.
Malunion yang berat pada mandibula akan mengakibatkan asimetris wajah
dan dapat juga disertai gangguan fungsi. Kelainan-kelainan ini dapat
diperbaiki dengan melakukan perencanaan osteotomi secara tepat untuk
merekonstruksi bentuk lengkung mandibula.9

17
2.9. Perawatan setelah fiksasi atau immobilisasi
Setelah melakukan perawatan fraktur mandibula dengan reposisi, fiksasi
dan immobilisasi dilajutkan dengan perawatan; pemeliharaan kesehatan
umum meliputi; a. pemberian antibiotika, analgetika, roborantia dan makanan
yang bergizi, b. menyelenggarakan hygiene mulut, c. pemeliharaan alat fisasi,
d. menyelenggarakan fisioterapi.4,9,11
Tindak lanjut setelah dilakukan operasi adalah dengan memberikan
analgetika serta memberikan antibiotik spektrum luas pada pasien fraktur
terbuka dan dievaluasi kebutuhan nurisi, pantau intermaxilla fixation selama
4-6 minggu. Kencangkan kabel setiap 2 minggu. Setelah wire dibuka, evaluasi
dengan foto panoramik untuk memastikan fraktur telah union.4,8,9

III. PEMBAHASAN
Mandibula merupakan bagian dari tulang wajah yang sering mengalami
cedera karena posisinya yang menonjol dan mudah menerima benturan,
sehingga memungkinkan fraktur mandibula menempati urutan kedua fraktur
daerah wajah. Trauma yang terjadi pada mandibula menyebabkan fraktur
yang dapat mengganggu fungsi pengunyah. Penyebab utama dari fraktur
mandibula adalah kecelakaan lalu lintas dan kekerasan. Menurut Kruger, 69%
dari fraktur mandibula disebabkan oleh kekerasan fisik, 27% kecelakaan, 2%
karena olahraga dan 4% faktor patologik, sedangkan fraktur patologis dapat
disebabkan oleh kista, tumor tulang, osteogenesis imperfekta, osteomielitis,
osteoporosis, atropi atau nekrosis tulang.
Berhubung fraktur mandibula sering terjadi maka diagnosa dini sangat
penting untuk menetapkan jenis perawatan yang sesuai. Pemeriksaan
Rontgenologik pada fraktur mandibula sangat membantu untuk menunjang
diagnosa klinik. Hasil pemeriksaan akan memberikan petunjuk mengenai
lokalisasi, tipe dan luasnya fraktur. Dengan demikian akan memudahkan
untuk menetapkan jenis perawatannya.

18
Perawatan pertama fraktur mandibula adalah perawatan terhadap
komplikasi yang menyertai. Perawatan ditujukan terhadap syok, obstruksi
saluran pernafasan, perdarahan, kerusakan pada jaringan lunak dan kelainan
neurologik. Perawatan terhadap komplikasi yang menyertai fraktur mandibula
digolongkan dalam perawatan kedaruratan, yang termasuk; mempertahankan
fungsi respirasi dan fungsi sirkulasi.

IV. KESIMPULAN
Fraktur mandibula menempati urutan kedua daerah wajah karena
posisinya yang menonjol dan terletak di sepertiga bawah wajah. Tujuan dari
perawatan fraktur mandibula utamanya adalah untuk mengembalikan fungsi
mengunyah dan bicara. Hal ini dapat dicapai dengan pemilihan modalitas
yang tepat, tehnik operasi yang benar terutama dalam pencapaian oklusi
mandibula, serta perawatan setelah operasi dan rehabilitasi. Dalam tatalaksana
fraktur mandibula perlu dipahami biomekanik mandibula sehingga dapat
diperkirakan letak fiksasi yang benar dan didapatkan hasil yang memuaskan.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Vera Julia, Chusnul Chotimah dan H. Seno. Penatalaksanaan Fraktur


Mandibula Multipel. Diakses 6 Juli 2014. http://www.fkgui/260623.
2. Rahmat Babuta, Moch Afandi. Perawatan Fraktur Berganda Mandibula
Dengan Reduksi. Diakses 8 Juli 2014. http://www.komitkg/2052.
3. Jonas T. Johnson, Clark A. Rosen. Mandibular Fracture in Bailey′s Head and
Neck Surgery.Fifth Edition. 2014. P.1229-1241.
4. Robert E. Lincoln. Pratical Diagnosis and Management of Mandibular and
Dentoalveolar Fracture in Facial Plastic, Reconstructive and Trauma Surgery.
2004. P.597-627.
5. Subodh S. Natu, Harsha Pradhan. An Epidemiol
6. ogical Study on Pattern and Incidence of Mandibular Fracture in Plastic
Surgery International. Accesed 6 Agustus 2014. Available at
http://wwwdx.doi.org/101155/2012/834364.
7. Ehab Abdelfadil, Ahmed S. Salim. Infected Mandibular Fracture: Risk
Factors and Management. Accesed 6 Agustus 2014. Available at http://www
.dx doi org/1047/johh/1000102.
8. Christina Mihailova. Classifications of Mandibular Fractures. In Journal of
IMAB-Annual proceeding (scientific papers) 2006.vol.12. Accesed 6 Agustus
2014. Available at http://www.journal-imab-bg.org.
9. Kapil Saigal, Ronald S. Winokur. Use of Three Dimensional Computerized
Tomography Reconstruction in complex facial trauma. Accesed 8 Agustus
2014. Available at http://www.ajnr.org/3052.
10. John Oeltjen, Larry Hollier. Acute Management of Head and Neck Trauma in
Current Therapy in Plastic Surgery. 2006. P.217-222.
11. Rahul Gupta, Suhanya Suryanarayan. Traumatic Mandibular Fracture:
Pendulum Swinging Toward Closed Reduction. Accesed 6 Agustus 2014.
Available at http://www.qjmed.com/100567/2012/7659.

20
12. Jaime R. Garza. Mandibular Fracture. Facial Plastic and Reconstructive
Surgery. 2nd ed. 2002. P.769-781.
13. Donald R. Laub, Deepeik Narayana. Mandibular Fracture. Accesed 8 Agustus
2014. Available at http://www.doidxsborl.com/97842.

21

Anda mungkin juga menyukai