K3 DALAM KEPERAWATAN
DISUSUN OLEH:
Kelompok 2
1. Ulpah
2. Dinanti lestari
3. Pathiah
4. Pipit pratika airin
5. Muthmainnah
6. Karimatannisa
7. Zulia desnita
8. Suhelvi citri
Capaian pembelajaran 1
Membedakan berbagai risiko dan hazard K3 pada pasien dan perawat dalam setiap tahap
pemberian asuhan keperawatan
Pokok Bahasan
Patient safety (keselamatan pasien) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk : assesment resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang di sebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
dilakukan (DepKes RI, 2006).
Standar:
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan
hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
Kriteria:
1.3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan
benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau
prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
Standar:
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab
pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang
merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di rumah sakit harus ada sistem dan
mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat:
Standar:
Rumah Sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria:
3.1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien
keluar dari rumah sakit
3.2. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan
transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
3.4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat
tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.
Standar:
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan
melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria:
4.1. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik, mengacu
pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah
klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi
pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
4.2. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait
dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
4.3. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua insiden, dan
secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.
4.4. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk
menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.
Standar:
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.
4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan
meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien.
Kriteria:
5.1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
5.2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden.
5.3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
5.4. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang
terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan
jelas untuk keperluan analisis.
5.5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden termasuk
penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah “Kejadian Nyaris
Cedera” (Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program keselamatan pasien mulai
dilaksanakan.
5.6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya menangani
“Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk
mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.
5.7. Terdapat kolaboratoriumorasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar disiplin.
5.8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan perbaikan
kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap
kecukupan sumber daya tersebut.
5.9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk
mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana
tindak lanjut dan implementasinya.
Standar:
1. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan
mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
6.1. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf
baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing.
6.2. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap
kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
6.3. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan kolaboratoriumoratif dalam rangka
melayani pasien.
Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai keselamatan pasien
Standar:
Kriteria:
7.1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk
memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
7.2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada.
Capaian pembelajaran 2
Pokok bahasan
Lingkungan fisik rumah sakit yaitu ukuran rumah sakit dan status akreditasi sakit juga
merupakan faktor yang mempengaruhi penerapan budaya pasien.Rumah sakit kecil mencetak
frekuensi pelaporan insiden keselamatan pasien lebih tinggi disbanding RS besar, serta memiliki
persepsi tinggi mengenai keselamatan pasien. Rumah sakit besar biasanya selalu menghadapi
tantangan yang datang terutama untuk mengerjakan pekerjaan yang lebih berkualitas, akibat
birokrasi yang ada. Sebaliknya rumah sakit kecil memiliki budaya yang lebih homogen di mana
anggotanya lebih mungkin dan mudah untuk membagi nilai-nilai yang sama terutama mengenai
keselamatan pasien. Rumah sakit yang terakreditasi dikatakan memiliki anggota dengan persepsi
dan frekuensi pelaporan insiden keselamatan pasien lebih tinggi dibandingkan rumah sakit non-
akreditasi (Jardali et al, 2011).
B.
Kinerja atau performance dalam suatu organisasi kesehatan tergantung pada pengetahuan,
keterampilan, dan motivasi pekerja kesehatan itu sendiri (Negussie,).Karakteristik perawat
merupakan ciri-ciri individu yang melekat pada dirinya yang memengaruhi performance.
1) Usia
3) Masa kerja
Masa kerja adalah jangka waktu yang dibutuhkan seseorang dalam bekerja sejak mulai
masuk dalam lapangan pekerjaan, semakin lama seseorang bekerja semakin terampil dan
berpengalaman dalam melaksanakan pekerjaannya (Siagian, 2000 dalam Zakiyah, 2012). Masa
kerja akan memberikan pengalaman kerja yang lebih banyak pada seseorang. Pengalaman kerja
berhubungan dengan kinerja seseorang.Hasil penelitian oleh Setiowati (2012) menunjukkan ada
hubungan positif antara masa kerja dengan penerapan budaya keselamatan pasien.
Capaian pembelajaran 3
Pokok bahasan
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Selanjutnya Pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas mewajibkan setiap Rumah
Sakit untuk mengupayakan pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien yang meliputi tercapainya 6
(enam) hal sebagai berikut:
Capaian pembelajaran 4
Pokok bahasan
Capaian pembelajaran 5
Pokok bahasan
Adverse Event atau kejadian tidak diharapkan (KTD), merupakan suatu kejadian yang
mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission) dan bukan karena “underlying
disease” atau kondisi pasien. Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti
kesalahan atau keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan
cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau
observasi. Sedangkan pada tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan,
pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan
asuhan yang tidak layak.
Capaian pembelajaran 6
Pokok bahasan
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan,
keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah institusi maupun lokasi
proyek.Tujuan K3 adalah untuk memelihara kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja. K3 juga
melindungi rekan kerja, keluarga pekerja, konsumen, dan orang lain yang juga mungkin
terpengaruh kondisi lingkungan kerja.
Kesehatan dan keselamatan kerja cukup penting bagi moral, legalitas, dan finansial. Semua
organisasi memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa pekerja dan orang lain yang terlibat tetap
berada dalam kondisi aman sepanjang waktu.Praktek K3 (keselamatan kesehatan kerja) meliputi
pencegahan, pemberian sanksi, dan kompensasi, juga penyembuhan luka dan perawatan untuk
pekerja dan menyediakan perawatan kesehatan dan cuti sakit. K3 terkait dengan ilmu kesehatan
kerja, teknik keselamatan, teknik industri, kimia, fisika kesehatan, psikologi organisasi dan
industri, ergonomika, dan psikologi kesehatan kerja.
Tujuan
Manfaat prosedur kerja k3 ini tidak hanya berdampak pada karaywan akan tetapi juga berdapak
pada perusahaan itu sendiri.Berikut ini manfaat yang bisa diambil jika perusahaan itu menerapkan
prosedur kerja K3:
· Pekerjaan merasa aman melakukan pekerjaannya dan perusahaan juga diuntungkan karena.
tidak harus mengeluarkan biaya penyembuhan terhadap karyawan yang celakan akbit kerja.
· Hemat waktu – karena kawayan tidak harus berfikir panjang dan hanya mengikuti prosedur
yang telah diterapkan.
Etika
Otonomi (Autonomi)
Justice (Keadilan)
Veracity (Kejujuran)
Confidentiality (Kerahasiaan)
Accountability (Akuntabilitasi)
Capaian pembelajaran 7
Pokok bahasan
A. Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di dalamnya
melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang
dikerjakan.
B. Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi :
1. Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian
2. Peralatan dan bahan yang dipergunakan
3. Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.
4. Proses produksi
5. Karakteristik dan sifat pekerjaan
6. Teknologi dan metodologi kerja
C. Penerapan Hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga perolehan hasil
dari kegiatan industri barang maupun jasa.
D. Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/ perusahaan ikut bertanggung jawab atas
keberhasilan usaha .
Capaian pembelajaran 8
Pokok bahasan
Kebijakan K3 Nasional
Visi, Misi, Kebijakan Kerja Keselamatan dan Kerja (K3) Nasional 2007 – 2010.
Visi
Misi
Kebijakan
2. Pemberdayaan pengusaha, tenaga kerja dan pemerintah agar mampu menerapkan dan
meningkatkan budaya keselamatan dan kesehatan kerja.
4) peneliti Keperawatan
Capaian pembelajaran 9
Konsep dasar K3 : sehat, kesehatan kerja, risiko & hazard dalam pemberian asuhan
keperawatan (somatic, perilaku, lingkungan, ergonomic, pengorganisasian pekerja, budaya
kerja)
Pokok bahasan
Konsep Kebijakan K3
Pokok bahasan
Pokok bahasan
1. Perencanaan tindakan asuhan keperawatan tidak sesuai dengan apa yang harus diberikan
kepada pasien
2. Perawat tidak mengetahui rencana tindakan apa yang harus diberikan kepada pasien
Capaian pembelajaran 12
Pokok bahasan
Capaian pembelajaran 13
1. Perawat tidak mampu mengumpulkan data-data pasien , dan pasien berisiko terlalu lama
dirumah sakit.
2. Risiko pasien terlalu lama dirumah sakit pasien tertular berbagai macam penyakit yang ada
dalam ruangan maupun ruangan luar .
3. Tidak ada peningkatan pada hasil evaluasi asuhan keperawatan