Anda di halaman 1dari 12

KASUS JIWA

No. ID dan Nama Peserta : dr. SHINTA


No. ID dan Nama Wahana : RSUD LATEMMAMALA MALAKA
Topik : Skizofrenia Paranoid
Tanggal (kasus) : 28 Maret 2019
Nama Pasien : Tn. AJ No. RM : 159358
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Marlina, dr Misdawati
Tempat Presentasi :
Objektif Presentasi :
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi : Laki-laki usia 20 tahun dengan keluhan utama gelisah
□ Tujuan : Diagnosis dan terapi skizofrenia paranoid.
Bahan □ Tinjauan
□ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan : Pustaka
Cara
□ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Membahas :
Data
Nama : Tn. AJ No. Registrasi : 159358
Pasien :
Nama RS : RSUD Latemmamala
Telp : Terdaftar sejak :
perawatan jiwa
Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Laki-laki usia 20 tahun dengan keluhan utama gelisah
2. Riwayat Pengobatan : Pasien belum pernah berobat sebelumnya.
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya.
4. Riwayat Keluarga : Kakek pasien dan keponakan pasien juga sama seperti pasien, sering
berbicara sendiri.
5. Riwayat Pekerjaan : Pasien tidak berkerja.
6. Riwayat Fisik dan Sosial : Pasien
Daftar Pustaka :
1. Amir N. Skizofrenia. In : Elvira S.D, Hadisukanto G Editors. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta;
Badan Penerbit FKUI. 2010. p. 170-176.
2. Kaplan, HI, Sadock BJ, Greb JA, Skizofrenia, Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku
Psikiatri Klinis Jilid Satu 7th ed. Jakarta; Binarupa Aksara, 1997. p.699-702,706-713,720-
727,737-740
3. Maslim, Rusdi dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan dari PPDGJ III.
Jakarta: Nuh Jaya, 2001
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis skizofrenia paranoid.
2. Tata laksana skizofrenia paranoid.
3. Edukasi mengenai skizofrenia paranoid.
4. Motivasi agar pasien patuh berobat.

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subjektif :
 Keluhan Utama : Gelisah
 Riwayat Penyakit Sekarang

1
Pasien diantar oleh keluarganya masuk RS Latemmamala dengan keluhan utama
gelisah, dirasakan sejak beberapa jam yang lalu. Riwayat pasien dirumah sering
mengamuk dengan membanting kursi plastik dan remote televisi sejak kurang 4 hari
yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Pasien terakhir mengamuk yakni tadi sore.
Pasien tidak mau meminum obat yang diberikan dari dokter. Pasien memiliki riwayat
berobat di Poli Jiwa RSUD Latemmamala Soppeng sejak 7 bulan yang lalu.

Pasien adalah pribadi yang sangat penyendiri dan suka mengurung diri di kamar.
Pasien sering mendengar bisikan-bisikan tetapi pasien juga tidak mendengar jelas isi
bisikannya. Pasien sering bicara sendiri, tidak jelas.

Pasien mengaku nafsu makannya berkurang. Pasien mengatakan tidak dapat tidur
semenjak 3 hari. Pasien tidur hanya pagi hari selama 2 jam, sedangkan malamnya
pasien hanya diam di tempat tidur berusaha untuk tidur. Pasien tidak pernah
melakukan usaha bunuh diri dan tidak pernah terpikir untuk bunuh diri. Pasien juga
menjadi malas mandi dan malas sholat 5 waktu.
 Riwayat Gangguan Sebelumnya
Riwayat Psikiatri Sebelumnya : Pasien pernah mengalami keluhan yang sama
riwayat 7 bulan yang lalu
Riwayat Medis Lainnya : Pasien tidak mempunyai riwayat sakit berat atau menderita
sakit. Tidak ada riwayat demam, kejang, trauma kepala, ataupun penyakit lainnya.
Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif dan Alkohol : Pasien mengaku tidak pernah
merokok. Pasien juga tidak mengkonsumsi alkohol dan mengkonsumsi obat-obatan
terlarang.
 Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga memiliki dengan keluhan yang sama
 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tidak memiliki pekerjaan.
2. Objektif
STATUS MENTAL
Deskripsi Umum
1. Penampilan Umum
Pasien seorang laki –laki usia 20 tahun tampak mengenakan jaket hitam lengan
panjang dengan celana training yang berwarna coklat dan pasien memakai peci putih.
2. Kesadaran
- Neurologis/biologis : compos mentis
- Psikologis : terganggu
- Sosial : baik
3. Pembicaraan
Pasien menjawab pertanyaan dengan spontan, volume cukup, lancar. Kontak mata
dengan pewawancara kurang.
4. Sikap terhadap pemeriksa : kondusif

B. Alam Perasaan
1. Afek : tumpul
 Stabilitas : Stabil
 Pengendalian : Cukup
 Echt/unecht : Echt
 Empati : Tidak dapat dirabarasakan
 Dalam : Dalam

2
 Skala diferensiasi : Sempit
 Keserasian : Serasi
2. Mood : Hipotim

C. Fungsi Intelektual
1. Taraf pendidikan, pengetahuan dan kecerdasan
Taraf Pendidikan : SMA
Pengetahuan Umum : Baik
Kecerdasan : Baik
Daya Konsentrasi : Baik
2. Orientasi
Daya Orientasi Waktu : Baik
Daya Orientasi Tempat : Baik
Daya Orientasi Personal : Baik
3. Daya Ingat
Daya Ingat Jangka Panjang : Terganggu
Daya Ingat Jangka Pendek : Baik
Daya Ingat Sesaat : Baik
Kemampuan Visuospatial : Baik
Pikiran Abstrak : Terganggu
4. Kemampuan Menolong Diri : Kurang baik

D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi
Halusinasi Auditorik : Ada
Halusinasi Visual : tidak ada
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada

E. Proses Pikir
1. Arus Pikir
Produktivitas : Cukup.
Kontinuitas Pikiran : Koheren.
Hendaya Berbahasa : Tidak ada.
2. Isi Pikir
Preokupasi : Tidak Ada
Waham : tidak ada

F. Pengendalian Impuls : Pasien tenang selama wawancara (pengendalian


impuls cukup baik)

G. Daya Nilai
1. Daya nilai sosial : Baik
2. Uji daya nilai : Baik
3. Penilaian realita : Terganggu

H. Tilikan : Derajat 1

3
STATUS FISIK

A. Status Internus
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi napas : 22x/menit
Frekuensi nadi : 88x/menit
Suhu : dalam batas normal
Status gizi : Kesan gizi cukup
BB 168 cm, BB = 62 kg
Kulit : Sawo matang
Kepala : Tidak ada deformitas, normocephali.
Rambut : Hitam, lebat, tidak mudah tercabut.
Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik,
Telinga : Normotia, sekret (-)
Gigi dan mulut : Dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-)
Jantung : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru : Pergerakan dinding dada simetris, suara napas
vesikuler, Ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Datar, supel, bising usus normal, tidak ditemukan
pembesaran hepar dan lien.
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-)

B. Status Neurologis
GCS : 15 (E4,V5,M6)
Kaku kuduk : (-)
Pupil : Bulat, isokor
Kesan parase nervus kranialis : (-)
Motorik : Kekuatan (5), tonus baik, rigiditas (-), spasme (-),
hipotoni (-), eutrofi, tidak ada gangguan keseimbangan dan koordinasi
Sensorik :Tidak ada gangguan sensibilitas
Reflex fisiologis : Normal
Reflex patologis : (-)
Gejala ekstrapiramidal : (-)
Stabilitas postur tubuh : Normal
Tremor di kedua tangan : (-)
3. Assesment (penalaran klinis) :
Pada pasien terdapat pola perilaku atau psikologis yang secara bermakna dan khas
berkaitan dengan suatu gejala yang menimbulkan hendaya (disfungsi) dalam berbagai fungsi
psikososial. Terdapat pula penderitaan (disstres) yang dialami oleh pasien. Dengan demikian
dapat disimpulkan pasien mengalami gangguan jiwa.
Diagnosis Aksis I
Berdasarkan anamnesis, pasien tidak memiliki riwayat cedera kepala, riwayat
tindakan operatif, dan riwayat kondisi medik lain yang dapat secara langsung ataupun tidak
langsung mempengaruhi fungsi otak. Berdasarkan pemeriksaan fisik juga tidak ditemukan
kondisi medis umum yang dapat mempengaruhi fungsi otak. Pasien tidak mengalami
gangguan yang bermakna yang menimbulkan gangguan jiwa. Pasien juga tidak mengaami
defisit kognitif dan gangguan kesadaran dan perhatian. Oleh karena itu, gangguan mental

4
organik (F00-09) dapat disingkirkan.
Pada pasien tidak ditemukan riwayat penggunaan obat/zat psikoaktif. Sehingga
diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (F10-19) dapat
disingkirkan.
Pada pasien terdapat gejala-gejala psikotik seperti marah-marah, halusinasi auditorik
dan waham curiga. Dari gejala dan tanda diatas, diagnosis lebih diberatkan pada F.20.0 yaitu
gangguan skizofrenia paranoid berdasarkan PPDGJ-III, dimana pada riwayat penyakit
sekarang terdapat gejala dan tanda seperti, halusinasi auditorik bentuk verbal berupa suara-
suara dari orang tertentu dan suara anjing, gangguan isi pikir berupa waham curiga, gejala
negatif berupa bicara yang jarang, respon emosional yang tidak wajar, dan lebih suka
menyendiri.
Diagnosis aksis II
Tidak didapatkan gangguan kepribadian pada pasien. Namun berdasarkan anamnesis
pasien memiliki ciri kepribadia skizoid, dimana pasien adalah ana yang pendiam, pemalu,
jarang bergaul dengan tetangganya dan tidak terlalu punya banyak teman. Tidak didapatkan
retardasi mental.

Diagnosis aksis III


Pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologis tidak ditemukan kondisi medik
yang berhubungan dengan kondisi pasien pada saat ini, dapat disimpulkan tidak ada diagnosis
pada aksis III.

Diagnosis aksis IV
Pada anamnesis tidak didapatkan adanya masalah psikososial dan lingkungan yang
mendahului gejala kekambuhan. Namun, pada riwayat perjalanan penyakit, pada riwayat
gangguan dahulu terdapat masalah yang diduga sebagai pencetus timbulnya gangguan yaitu
bercerai dengan suaminya dan kemudian suaminya menikah lagi.

Diagnosis aksis V
Skala GAF :
 GAF HLPY : 90 (gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah
harian yang biasa)
 GAF current : 60 ( gejala sedang, disabilitas sedang )

1. DEFINISI
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat kronis atau kambuh ditandai
dengan terdapatnya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi dan perilaku pasien yang
terkena. Perpecahan pada pasien digambarkan dengan adanya gejala fundamental (atau
primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran yang ditandai dengan gangguan asosiasi,
khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala fundamental lainnya adalah gangguan afektif,
autisme, dan ambivalensi. Sedangkan gejala sekundernya adalah waham dan halusinasi 2
Berdasarkan DSM-IV, skizofrenia merupakan gangguan yang terjadi dalam durasi
paling sedikit selama 6 bulan, dengan 1 bulan fase aktif gejala (atau lebih) yang diikuti
munculnya delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak terorganisir, dan adanya perilaku
yang katatonik serta adanya gejala negatif.2
Skozofrenia paranoid adalah salah satu sub tipe skizofrenia, dimana dalam DSM
IV disebutkan bahwa tipe ini ditandai oleh preokupasi (keasyikan) pada satu atau lebih
waham atau halusinasi dengar yang sering dan tidak ada prilaku lain yang mengarahkan
kepada terdisorganisasi ataupun katatonik.2

5
2. ETIOLOGI
Teori tentang penyebab skizofrenia, yaitu 1,2
a. Diatesis-Stres Model
Teori ini menggabungkan antara faktor biologis, psikososial, dan lingkungan yang
secara khusus mempengaruhi diri seseorang sehingga dapat menyebabkan
berkembangnya gejala skizofrenia. Dimana ketiga faktor tersebut saling berpengaruh
secara dinamis.

b. Faktor Biologis
Dari faktor biologis dikenal suatu hipotesis dopamin yang menyatakan bahwa
skizofrenia disebabkan oleh aktivitas dopaminergik yang berlebihan di bagian
kortikal otak, dan berkaitan dengan gejala positif dari skizofrenia. Penelitian terbaru
juga menunjukkan pentingnya neurotransmiter lain termasuk serotonin, norepinefrin,
glutamat dan GABA. Selain perubahan yang sifatnya neurokimiawi, penelitian
menggunakan CT Scan ternyata ditemukan perubahan anatomi otak seperti pelebaran
lateral ventrikel, atropi koteks atau atropi otak kecil (cerebellum), terutama pada
penderita kronis skizofrenia.
c. Genetika
Faktor genetika telah dibuktikan secara meyakinkan. Resiko masyarakat umum 1%,
pada orang tua resiko 5%, pada saudara kandung 8% dan pada anak 12% apabila
salah satu orang tua menderita skizofrenia, walaupun anak telah dipisahkan dari orang
tua sejak lahir, anak dari kedua orang tua skizofrenia 40%. Pada kembar monozigot
47%, sedangkan untuk kembar dizigot sebesar 12% .
d. Faktor Psikososial
Pada faktor ini menandakan adanya tekanan psikososial yang terjadi pada orang
tertentu yang bisa memicu terjadinya skizofrenia, seperti permasalahan keluarga,
hubungan intrapersonal, konflik dan frustasi dalam lingkungan.
3. KLASIFIKASI
Beberapa subtype Skizofrenia yang diidentifkasi berdasarkan variable klinik 1,2,3
 Skizofrenia Paranoid
 Skizofrenia hebefrenik
 Skizofrenia katatonik
 Skizofrenia tak terinci
 Skizofrenia residual
 Skizofrenia simplek
 Depresi pasca Skizofrenia

4. PERJALANAN GANGGUAN SKIZOFRENIA


Perjalanan berkembangnya skizofrenia sangatlah beragam pada setiap kasus. Namun,
secara umum melewati tiga fase utama, yaitu1,5:
a. Fase Prodromal
Fase prodromal ditandai dengan deteriorasi yang jelas dalam fungsi
kehidupan, sebelum fase aktif gejala gangguan, dan tidak disebabkan oleh gangguan
afek atau akibat gangguan penggunaan zat, serta mencakup paling sedikit dua gejala
dari kriteria A pada criteria diagnosis skizofrenia. Awal munculnya skizofrenia dapat
terjadi setelah melewati suatu periode yang sangat panjang, yaitu ketika seorang
individu mulai menarik diri secara sosial dari lingkungannya.
Individu yang mengalami fase prodromal dapat berlangsung selama beberapa
minggu hingga bertahun-tahun, sebelum gejala lain yang memenuhi kriteria untuk
menegakkan diagnosis skizorenia muncul. Individu dengan fase prodromal singkat,

6
perkembangan gejala gangguannya lebih jelas terlihat daripada individu yang
mengalami fase prodromal panjang.
b. Fase Aktif Gejala
Fase aktif gejala ditandai dengan munculnya gejala-gejala skizofrenia secara
jelas. Sebagian besar penderita gangguan skizofrenia memiliki kelainan pada
kemampuannya untuk melihat realitas dan kesulitan dalam mencapai insight. Sebagai
akibatnya episode psikosis dapat ditandai oleh adanya kesenjangan yang semakin
besar antara individu dengan lingkungan sosialnya.
c. Fase Residual
Fase residual terjadi setelah fase aktif gejala paling sedikit terdapat dua gejala
dari kriteria A pada kriteria diagnosis skizofrenia yang bersifat mentap dan tidak
disebabkan oleh gangguan afek atau gangguan penggunaan zat. Dalam perjalanan
gangguannya, beberapa pasien skizofrenia mengalami kekambuhan hingga lebih dari
lima kali. Oleh karena itu, tantangan terapi saat ini adalah untuk mengurangi dan
mencegah terjadinya kekambuhan.

5. DIAGNOSA
PEDOMAN DIAGNOSTIK SKIZOFRENIA MENURUT PPDGJ III 4
a. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
 “Thought echo“
Isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak
keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isi sama, namun kualitasnya berbeda;
atau
“Thought insertion or withdrawal”
Isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi
pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
“Thought broadcasting”
Isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;

 “Delusion of control”
Waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
“Delusion of influence”
Waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
“Delusion of passivity”
Waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan tertentu
dari luar; (tentang “dirinya“ = secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh atau
anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus)
“Delusional perception”
Pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna, sangat khas bagi dirinya,

7
biasanya bersifat mistik atau mukjizat;

 Halusinasi auditorik:
 Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau
 Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara
yang berbicara), atau
 Jenis suara halusinasi lain yang berasla dari salah satu bagian tubuh
 Waham–waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau
politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari
dunia lain).
b. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
 Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide – ide berlebihan (over loaded ideas)
yang menetap, atau yang apabila terjadi setiap hari selama berminggu – minggu
atau berbulan – bulan terus menerus;
 Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),
yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme;
 Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme dan stupor;
 Gejala–gejala “negatif”, seperti sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus
jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neuroleptika.

c. Adanya gejala – gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodormal);
d. Harus ada suatu perbuatan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behaviour),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu,
sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
Diagnosis Skizofrenia Paranoid
a. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
b. Sebagai tambahan :
 Halusinasi dan/atau waham harus menonjol;
 Suara – suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing);
 Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain –
lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol;
 Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion
of control), dipengaruhi (deusion of influence), atau “passivity” (delusion of
passivity), dan keyakinan dikejar – kejar beraneka ragam, adalah yang paling

8
khas;
 Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.4
6. DIAGNOSA BANDING
 Gangguan waham menetap
 Gangguan akibat pemakaian zat psikoadiktif
 Gangguan mood
 Gangguan kepribadian

7. PENATALAKSANAAN
Skizofrenia diyakini merupakan interaksi dari tiga factor (biogenik-psikogenik-
sosiogenik) maka pengobatan gangguan skizofrenia juga diarahkan pada ketiga faktor
tersebut yaitu somatoterapi, psikoterapi, dan sosioterapi. Dengan kata lain, tidak ada
pengobatan tunggal yang dapat memperbaiki keanekaragaman gejala dan disabilitas
berkaitan dengan skizofrenia, tetapi harus dilakukan secara komprehensif.3
a. Somatoterapi
Sasaran utama somatoterapi adalah tubuh manusia dengan harapan pasien akan
sembuh melalui reaksi holistik. Somatoterapi yang umum dilakukan adalah psikofarmaka dan
ECT (Electroconvulsive Therapy). Psikofarmaka atau disebut obat neuroleptika/antipsikotika
dibedakan menjadi dua golongan tipikal (konvensional) dan golongan atipikal (generasi
kedua). Dasar pemilihan suatu jenis psikofarmaka adalah atas pertimbangan manfaat dan
resiko secara individual yang mencakup farmakokinetik dan farmakodinamik. Semua
antipsikotik yang saat ini tersedia (tipikal maupun atipikal) adalah bersifat antagonis reseptor
dopamni D2 dalam mesokortikal. Blokader reseptor D2 ini cenderung menyebabkan
symptom ekstrapiramidal walaupun secara umum golongan atipikal mempunyai resiko efek
samping neurologik yang lebih rendah (dibandingkan antipsikotik tipikal).3
Antipsikotik golongan atipikal dengan efek samping neuromotorik relatif sedikit
tersebut merupakan suatu kemauan terapi terhadap skizofrenia. Meskipun demikian tetap
harus dipertimbangkan bahwa efek samping lain yang tidak diinginkan dari golongan atipikal
tersebut yaitu peningkatan berat badan, hiperprolaktinemia, hiperglikemia, dan dislipidemia.
Akibat kurang baik lainnya seperti dislipidemia, ketoasidosis diabetika, diabetes melitus, dan
perubahan elektrokardiografi (EKG) serta resiko kanker payudara akibat hiperprolaktinemia
juga telah dicatat pada penggunaan antipsikotik atipikal.3
Antipsikotik dibedakan atas: 5
 Antipsikotik tipikal (antipsikotik generasi pertama)
 Klorpromazin
 Flufenazin
 Tioridazin
 Haloperidol
 Antipsikotik atipikal (antipsikotik generasi kedua)
 Klozapin
 Olanzapin
 Risperidon
 Quetapin
 Aripiprazol
Pemakaian antipsikotik dalam menanggulangi skizofrenia telah mengalami
pergeseran. Bila mulanya menggunakan antipsikotik tipikal, kini pilihan beralih ke
antipsikotik atipikal, yang dinyatakan lebih superior dalam menanggulangi simtom
negatif dan kemunduran kognitif. Adanya perbedaan efek samping yang nyata antara
antipsikotik atipikal dan antipsikotik tipikal.

9
Antipsikotik atipikal:
 Menimbulkan lebih sedikit efek samping neurologis.
 Lebih besar kemungkinan dalam menimbulkan efek samping metabolik, misalnya
pertambahan berat badan, diabetes mellitus, atau sindroma metabolik.
Penanggulangan memakai antipsikotik diusahakan sesegera mungkin, bila
memungkinkan secara klinik, karena eksaserbasi psikotik akut melibatkan distres
emosional, perilaku individu membahayakan diri sendiri, orang lain, dan merusak
sekitar. Individu terlebih dahulu menjalani pemeriksaan kondisi fisik, vital signs, dan
pemeriksaan laboratorium dasar, sebelum memperoleh antipsikotik.3
Jenis intervensi somatogenik selain psikofarmaka adalah ECT. Bagaimana
sebenarnya cara kerja ECT sehingga dapat menyembuhkan penderita gangguan jiwa
sampai sekarang belum diketahui pasti walaupun beberapa teori telah diajukan
dimana ada yang berorientasi secara organik tetapi ada juga yang tidak berorientasi
organik.
b. Psikoterapi
Terapi psikososial dimaksudkan agar pasien skizofrenia mampu kembali beradaptasi
dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mandiri, serta tidak
menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat). Termasuk dalam terapi psikososial
adalah terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi kelompok, dan psikoterapi
individual.3

8. PROGNOSA
Penegakan prognosis dapat menghasilkan dua kemungkinan, yaitu
a. prognosis positif, apabila didukung oleh beberapa aspek berikut, seperti: onset terjadi
pada usia yang lebih lanjut, faktor pencetusnya jelas, adanya kehidupan yang relatif
baik sebelum terjadinya gangguan dalam bidang sosial, pekerjaan, dan seksual, fase
prodromal terjadi secara singkat, munculnya gejala gangguan mood, adanya gejala
positif, sudah menikah, dan adanya sistem pendukung yang baik.
b. prognosis negatif, dapat ditegakkan apabila muncul beberapa keadaan seperti
berikut: onset gangguan lebih awal, factor pencetus tidak jelas, riwayat kehidupan
sebelum terjadinya gangguan kurang baik, fase prodromal terjadi cukup lama, adanya
perilaku yang autistik, melakukan penarikan diri, statusnya lajang, bercerai, atau
pasangannya telah meninggal, adanya riwayat keluarga yang mengidap skizofrenia,
munculnya gejala negatif, sering kambuh secara berulang, dan tidak adanya sistem
pendukung yang baik.3

4. Plan :
Diagnosis :
Aksis I : F20.0 Skizofrenia Paranoid
Aksis II : Z03.2 Tidak ada diagnosis
Aksis III : Tidak ada
Aksis IV : Tidak ada
Aksis V : GAF HPYL : 90, GAF current : 60
Pengobatan :
 Clozapin 25 mg 0-0-1
 Divalpi 250 mh 1-0-1
 Sapovel 10 mg 0-1-0
Edukasi :
- Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang keadaan pasien agar mengerti
keadaan pasien dan selalu memberi dukungan kepada pasien.

10
- Mengikutsertakan pasien dalam berbagai kegiatan agar dapat berinteraksi
dengan baik dan pendalaman agama sesuai dengan kepercayaannya.
- Mengingatkan keluarga pasien untuk rajin kontrol ke poliklinik jiwa di
puskesmas dan mengambil obat secara teratur.
- Mengajarkan keterampilan yang sesuai dengan kemampuan dan
pendidikannya.
- Memberikan informasi pentingnya activity daily living dalam kehidupannya
sehari-hari dan meyakinkan pasien agar mau melaksanakan kegiatan tersebut.

Soppeng, 2019

Pendamping 1 Pendamping 2

dr. Marlina H.Since, S.Ked dr. Misdawati, S.Ked

Peserta

dr. Shinta, S.Ked

11
12

Anda mungkin juga menyukai