TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Teori
c. Penerima Hak
Berdasarkan SKPH yang diterima tersebut, penerimaan hak
memenuhi kewajibannya dan sehubungan dengan pemberian hak,
sebagai berikut:
- Membayara Biaya Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB)
- Membayarkan yang pemasukan
- Mendaftarkan hak yang bersangkutan dalam hal tersebut di Kantor
Pertanahan (Kabupaten/Kota).
Dan sehubungan dengan penguasaan tanahnya, maka
penerima hak atas tanah ini berkewajiban untuk, sebagai berikut:
- Memelihara tanda-tanda batas
- Menggunakan tanahnya secara optimal
- Kewajiban yang tercantum dalam sertipikatnya
- Menggunakan tanah sesuai dengan kondisi lingkungan hidup
- dan mencegah kerusakan-kerusakan dan hilangnya kesuburan
tanah.
Dan apabila penerima hak tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka
Menteri dapat membatalkan haknya tersebut.
d. Proses Pendaftaran Hak yang Bersangkutan
Kepala Seksi Pendaftaran Tanah membukukan hak yang berkaitan
kedalam buku tanah dan juga mencantumkan nomor urut hak yang
bersangkutan di wilayah Kelurahan/Desa untuk letak tanahnya, dan
juga dilampirkan Surat Ukur pada buku tanah tersebut.
Surat ukur tersebut telah dibuat terlebih dahulu setelah bidang
tanah yang terkait telah ditetapkan batas-batasnya dan diukur juga
luasnya berdasarkan peta pendaftaran.
e. Pemegang Hak
Untuk pemegang hak akan diserahkan sertipikat (yang terdiri dari
Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur) untuk tanda bukti haknya. Hak
atas tanah yang diperoleh karena adanya pemberian hak yang mana
terjadi pada saat dibuatkan Buku Tanah Hak (pendaftaran pertama
kali), maka dicatat jenis haknya, dan nama pemegang haknya. Secara
yuridis untuk menetapkan tanggal lahirnya hak tersebut secara pasti,
maka dihitung tujuh hari kerja dan terhitung sejak surat-surat untuk
keperluan pendaftaran haknya dinyatakan lengkap.
1. Kemanusiaan;
2. Keadilan;
3. Kemanfaatan;
4. Kepastian;
5. Keterbukaan;
6. Kesepkatan;
7. Keikutsertaan;
8. Kesejahteraan;
9. Keberlanjutan, dan
10. Keselarasan.
Berdasarkan penjelasan dari Pasal 2, asas-asas diatas memiliki makna
sebagai berikut:
1. Asas Kemanusiaan, ialah pengadaan tanah harus memberikan
perlindungan serta penghormatan terhadap hak asasi manusia, harkat dan
martabat setiap warga Negara dan penduduk Indonesia secara
proposional.
2. Asas Keadilan, ialah memberikan jaminan penggantian yang layak kepada
pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah sehingga
mendapatkan kesempatan untuk dapat melangsungkan kehidupan yang
lebih baik.
3. Asas Kemanfaatan, ialah hasil pengadaan tanah mampu memberikan
manfaat secara luas bagi kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara.
4. Asas Kepastian, ialah memberikan kepastian hukum tersedianya tanah
dalam proses pengadaan tanah untuk pembangunan dan memberikan
jaminan kepada pihak yang berhak untuk mendapatkan ganti kerugian
yang layak.
5. Asas Keterbukaan, ialah bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan
dilaksanakan dengan memberikan akses kepada masyarakat untuk
mendapatkan informasi yang berakitan dengan pengadaan tanah.
6. Asas Kesepakatan, ialah bahwa proses pengadaan tanah dilakukan
dengan musyawarah para pihak tanpa unsur paksaan untuk mendapatkan
kesepakatan bersama.
7. Asas Keikutsertaan, ialah dukungan dalam penyelenggaraan pengadaan
tanah melalui partisipasi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak
langsung, sejak perencanaan sampai kegiataan pembangunan.
8. Asas Kesejahteraan, ialah bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan
dapat memberikan nilai tambahan bagi kelangsungan kehidupan pihak
yang berhak dan masyarakat luas.
9. Asas Keberlanjutan, ialah kegiatan pembangunan dapat dilangsung
secara terus menerus, berkesinambungan, untuk mencapai tujuan yang
diharapkan.
10. Asas Keselarasan, ialah bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan
dapat seimbang dan sejalan dengam kepentingan masyarakat dan
Negara.
Tujuan pengadaan tanah disini untuk menyediakan tanah, untuk
pelaksanaan pembangunan, untuk meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran bangsa, Negara dan masyarkat sekitar dengan tetap
menjamin kepentingan hukum bagi pihak yang berhak.
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum ini diselenggarakn
sesuai dengan:
1. Renacana Tata Ruang Wilayah
2. Rencana Pembangunan Nasional/Daerah
3. Rencama Strategis; dan
4. Rencana Kerja setiap instansi yang memerlukan tanah.
Pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum ini sudah
diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Pengadaan Tanah dan
Peraturan Pelaksanaanya, yaitu sebagai berikut:
a. Tahap Perencanaan
Bagi instansi yang memerlukan tanah untuk membuat perencanaan
pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum ini
didasarkan atas Rencana Tata Ruang Wilayah dan prioritas
pembangunan yang tercantum didalam Rencana Pe,bangunan Jangka
Menengah, Rencana Strategis, Rencana Kerja Pemerintah Instansi
yang terkait dan sesuai dengan Pasal 15 ayat (1):
1. Perencanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum disusun
dalam bentuk dokumen perencanaan pengadaan tanah yang paling
sedikit memuat;
2. Maksud dan tujuan rencana pembangunan;
3. Kesesuaiaan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana
Pembangunan Nasional dan Daerah;
4. Letak tanah;
5. Luas tanah yang dibutuhkan;
6. Gambaran umum status tanah;
7. Perkiraan waktu pelaksanaan pengadaan tanah;
8. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan;
9. Perkiraan nilai tanah;
10. Rencana penggaran.
Untuk dokumen dari perencanaan pengadaan tanah ini mencakup:
1. Disusun berdasarkan studi kelayakanyang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
2. Ditetapkan oleh instansi yang memerlukan tanah
3. Diserahkan kepada pemerintah provinsi.
Instansi yang memerlukan tanah berssma pemerintah provinsi
berdasarkan dengan dokumen perancanaan pengadaan tanah ini
melaksanakan:
1. Pemeberitahuan rencana pembangunan pemberitahuan;
2. Pendataan awal lokasi rencana pembangunan; dan
3. Konsultas publik rencana pembangunan.
b. Tahap Persiapan
Didalam tahap persiapan ini, dan sesuai dengan apa yang terdapat
didalam Pasal 8 ayat (2) dan Pasal 9 ayat (1) Perpres pengadaan
tanah, Gubernur disini bertugas untuk membetuk tim persiapan dalam
kurun waktu paling lama 10 hari kerja, yang mana beranggotakan
sebagai berikut:
1. Bupati/Walikota;
2. SKPD Provisni terkait;
3. Instansi yang memerlukan tanah tersebut; dan
4. Instansi terkait lainnya
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas tim persiapan ini, gubernur
juga harus membentuk sekertariat persiapan pengadaan tanah yang
mana berkedudukan di sekertariat daerah Provinsi. Adapun beberapa
tugas untuk tim persiapan ini, yang mana diatur didalam Pasal 16
Undang-Undang Pengadaan Tanah, yaitu sebagai berikut:
1. Pemberitahuan Rencana Pembangunan
Menurut Pasal 17 Undang-Undang Pengadaan Tanah Nomor 2
ini, pemberitahuan rencana pembangunan ini disampaikan
langsung kepada masyarakat pada saat rencana lokasi
pembangunan untuk kepentingan umum tersebut, baik secara
langsung ataupun tidak langsung.
2. Pendataan Awal Lokasi Rencana Pembangunan
Pendataan awal lokasi rencana pembangunan ini juga meliputi
kegiatan pengumpulan data awal bagi pihak yang berhak dan
objek pengadaan tanahnya juga, dalam kurun waktu paling lama
30 hari kerja sejak pemberitahuaan rencana pembangunan itu
tersebut, dan hasil pendataam awal lokasi rencana pembangunan
ini pun digunakan sebagai data untuk pelaksanaan konsultasi
publik rencana pembangunan tersebut.
3. Konsultasi Publik Rencana Pembangunan
Konsultasi publik ini merupakan proses dari musyawarah yang
mana disini juga melibatkan pihak yang berhak dengan masyarakat
yang terkena dampak dari pembangunan tersebut,yang berguna
untuk mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan
tersebut dari pihak yang berhak dan akan dituangkan dalam bentuk
berita acara kesepakatan, serta dilaksanakannya pun ditempat
rencanan pembangunan kepentingan umum ataupun tempat yang
disepakatinya.
Keterlibatan dari pihak yang berhak ini dapat dilakukan melalui
perwakilan dan surat kuasa oleh pihak yang berhak atas lokasi
rencana pembangunan tersebut. Setelah mencapai kata
kesepakatan, maka barulah dituangkan didalam bentuk berita
acara kesepakatan. Lalu instansi yang membutuhkan tanah
tersebut dapat mengajukan permohonan penetepan lokasi kepada
Gubernur sesuai dengan kesepakatan tersebut, dan setelah
Gubernur telah menetapakan lokasi dalam jangka waktu paling
lama 14 (empat belas) hari kerja, yang mana terhitung sejak
diterimanya pengajuan permohonan penerapan oleh instansi
terkait.
Konsultasi publik rencana pembangunan ini dilakukan dengan
kurun waktu paling lama dalam waktu 60 hari kerja, dan apabila
sampai dengan jangka waktu tersebut pelaksanaan konsultasi
public rencana pembangunan ini ada pihak yang mengajukan
keberatan mengenai rencana lokasi pembangunan ini, maka akan
dilakukan kembali konsultaasi publik dengan pihak yang
mengajukan keberatan tersebut, dengan kurun waktu selama 30
hari kerja. Apabalia dalam konsultasi publik ulang tersebut masih
ada yang merasa keberatan mengenai rencana lokasi
pembangunan tersebut, maka instansi yang memerlukan tanah
tersebut dapat melaporkan keberatan yang dimaksud kepada
Gubernur setempat dan kemudian Gubernur pun akan membentuk
tim untuk melakukan kajian terhadap masalah tersebut mengenai
keberatan rencana lokasi pembangunan, yang mana terdiri atas:
a. Sekertaris Derah Provinsi atau Pejabat yang ditunjuk sebagai
Ketua merangkap anggota;
b. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional sebagai
Sekertaris merangakp anggota;
c. Instansi yang menangani urusan dibidang perencanaan
pembangunan daerah sebagai anggota;
d. Kepala Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi
Manusia sebagai anggota;
e. Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota;
dan
f. Akademis sebagai anggota.
Tugas dari tim terkait, ialah:
a. Menginventarisasi masalah yang menjadi alasan kebertan
tersebut;
b. Melakukan pertemuan atau klarifikasi dengan pihak yang
keberatan; dan
c. Membuat rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan.
Hasil dari kajian tersebut berupa rekomendasi diterima atau
ditolaknya keberatan rencana lokasi pembangunan ini dalam kurun
waktu paling lama 14 hari kerja terhitung sejak diterimanya
permohonan tersebut oleh Gubernur, dan selanjutnya Gubernur
berdasarkan rekomendasi ini mengeluarkan surat diterima atau
ditolaknua keberetan atas rencana lokasi pembangunan tersebut,
Permasalahan mengenai ditolaknya keberatan atas rencana
lokasi pembangunan ini, Gubernur disini menetapkan lokasi
pembangunannya, sedangkan dalam hal diterimanya keberatan
atas rencana lokasi pembangunan ini, Gubernur akan
memberitahukan kepada instansi terkait untuk mengajukan
rencana lokasi pembangunan ditempat lain.
Setelah penetapan lokasi ini masih terdapat pihak yang
merasakan keberatan, maka pihak yang berhak terhadap
penetapan lokasi ini dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan
Tata Usaha Negara setempat dengan kurun waktu paling laama 30
hari kerja sejak dikeluarkannya penetapan lokasi tersebut, dan
Pengadilan Tata Usaha Negara tersebutlah yang memutuskan
diterima atau ditolaknya gugatan tersebut dengan kurun waktu
paling lambat 30 hari kerja setelah diterimnya gugatan tersebut,
dan pihak yang mengajukan keberatan terhadap putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara dengan kurun waktu paling lama
14 hari kerja ini dapat mengajaukan kasasi kepada Mahkamah
Agung Republik Indonesia, dan Mahkamah Agung disini wajib
memberikan putusan dengan kurun waktu paling lama 30 hari kerja
sejak permohonan kasasi tersebut diterima.
Putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum
tetap ini menjadi dasar diteruskannya atau tidak mengenai
pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepintan umum ini.
Lalu penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum ini
diberikan dengan kurun waktu dua tahun dan dapat diperpanjang
paling lama satu tahun. Dalam jangka waktu penetapan lokasi
pembangunan ini tidak terpenuhi, maka penetapan lokasi
pembangunan untuk kepentingan umum ini akan dilaksanakan
ulang terhadap sisa tanah yang belum selesai pengadaan
tanahnya. Gubernur dan instansi yang terkait ini mengumumkan
bahwa penetapan lokasi pembangunan untuk kepentinga umum ini
dimaksudkan untuk pemeberitahuan kepada masyarakat bahwa di
lokasi pembangunan tersebut akan dilaksanakan pembangunan
untuk kepentingan umum.
Seusai dengan penetapan lokasi pembangunan untuk
kepentingan umum ini, instansi yang memerlukan tanah tersebut
mengajukan pelaksanaan pengadaan tanah kepada Lembaga
Pertanahan, untuk pelaksanaan pengadaan tanah ini meliputi:
a. Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah;
b. Penilaian ganti rugi;
c. Musyawarah penetapan ganti rugi;
d. Pemberian ganti kerugian;
e. Pelepasan tanah isntansi.
Setelah dilakuannya penetapan lokasi pembangunan untuk
kepentingan umum ini, pihak yang berhak hanya dapat
mengalihkan hak atas tanahnya melalui Lembaga Pertanahan.
Untuk peralihan hak ini dilakukan dengan cara memberikan ganti
kerugian yang nilainya sudah ditetapkan saat nilai pengumuman
penetapan lokasi.
F. Ganti Kerugian.
a. Pengertian Ganti Rugi
Ganti kerugian menurut Keoutasan Presiden Nomor 55 Tahun
1993 didalam Pasal 1 angka 7 ini memiliki arti bahwa penggantian atas
nilai tanah berikut bangunan, tanaman dan/atau benda-benda lain yang
terkait dengan tanah sebagai akibat dari pelepasan atau penyerahan
tanah. Pengertian ini kemudian diperlengkap lagi dalam Peraturan
Presiden Nomor 36 Tahun 2005 jo Pertauran Presiden 65 Tahun 2006, dan
meneurut ketentuannya Pasal 1 angka11 ganti rugi ini merupakan
penggantian terhadap kerugian baik yang bersifat fisik dan/atau non fisik
sebagai akibat dari pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah,
bangunan, tanaman dan/atau benda-benda lain yang terakit dengan tanah
yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dan tingkat
kehidupan sosial ekonominya sebelum terkena pengadaan tanahnya.
Lalu pengertian ini pun diubah kembali dan diatur didalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 dalam ketentuan Pasal 1 angka 10
ganti kerugian disini merupakan penggantian yang layak dan adil terhadap
pihak-pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah.
Dalam Undang-Undang tersebut lebih menekankan kepada aspek
kelayakan dan keadilan bagi pemegang hak atas tanah. Menurut Maria
S.W. Sumardjono ganti kerugian yang dapat dikatakan adil ini merupakan
ganti kerugian yang harus diberikan dalam pengadaan tanah ini ialah yang
tidak membuat seseorang lebih kaya atau tidak miskin dari keadaan
sebelumnya.