Anda di halaman 1dari 51

TUGAS INDIVIDU

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III


LINGUAL EXERCISE (TERAPI WICARA)

Disusun oleh :

Mega Firda Nur Ainina


NIM. 1810055

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH

SURABAYA

2020/2021

TERAPI WICARA PADA RETARDASI MENTAL


DENGAN TEKNIK TERAPI METODE MODELING
STANDART OPERASINAL
PROSEDUR
PENGERTIAN 1) Terapi wicara diperlakukan untuk memberi terapi pada
penderita gangguan perilaku komunikasi dalam hal
gangguan keterlambatan bicara, yaitu kelainan
kemampuan bahasa, bicara, suara, irama/kelancaran,
sehingga penderita mampu berinteraksi dengan
lingkungan secara wajar
2) Terapi wicara merupakan tindakan yang diberikan
kepada individu yang mengalami gangguan
komunikasi, gangguan berbahasa bicara.
3) Terapi modeling merupakan terapi berbahasa dengan
pendekatan linguistic

1) Mengidentifikasi dan analisa data penyebab


2) Meningkatkan kemampuan anak berbicara dan
berbahasa sesuai kemampuan sendiri atau ekspresif
3) Untuk memberi dukungan dan perhatian pada anak
untuk meningkatkan kualitas hidupnya dalam
berkomunikasi
4) Memberikan pendidikan dan pelatihan untuk
meningkatkan keterampilan interpersonal dalam
berbicara
5) Membantu mempercapat penyembuhan
6) Sebagai fasilitas komunikasi

1) Pasien dengan reterdasi mental


2) Anak yang mengalami keterlambatan bicara,
perubahan suara, tidak mampu memahami pembicaran
atau berbicara dengan baik, seperti :
a. Apraksia verbal pada anak
b. Gagap
c. Gangguan artikulasi atau bicara tidak jelas
d. Disatria atau gangguan artikulasi karena
kerusakan saraf pusat
e. Gangguan otot orofasial
f. Kesulitan belajar, dalam membaca, mengeja,
dan menulis
g. Mutisme
h. Afasia atau gangguan berbahasa
i. Gangguan irama bicara
j. Lips atau tidak mampu malfalkan huruf dengan
baik

Seorang terapis yang menyediakan dirinya untuk menjadi


model berbahasa bagi klien dengan mengurai kompleksitas
atau erumitan bahasa sehingga klien dapat menemukan pola
dasar dan aturan berbahasa yang benar. Serta memahami
informasi atau pesan yang terkandung dalam sebuah inti
kalimat, dan diharapkan klien mampu mengembangkan
kemampuan pola berbahasa yang lebih baik secara reseptif
maupun ekspresif.
Perawat/mahasiswa/terapis
a. Bersiul, untuk meningkatka penguasaan otot-otot
mulut
b. Mainan dan boneka tangan
c. Pemadu suara
d. Teknologi asistif
e. Permainan bicara
f. Kartu bergambar
A. Tahap Pra Interaksi
Melakukan kontrak waktu, melakukan verifikasi
program terapi, mengecek kesiapan anak, melakukan
identifikasi masalah kesehatan yang berkaitan
denganterapi wicara.
B. Tahap Orientasi
Memberikan salam, menjelaskan tujuan, menanyakan
kesiapan klien sebelum tindakan dilakukan.
C. Tahap kerja
a. Memberi petunjuk pada anak cara bermain
b. Mempersilahkan anak untuk melakukan
permainan sendiri atau di bantu
c. Memotifasi keterlibatan klien dengan keluarga
d. Memberi pujian saat anak bisa mlalukan
sesuatu
e. Mengobservasi emosi, hubungan inter-
personal, psikomotor anak saat bermain
f. Meminta anak menceritakan apa yang
dilakukan/dibuatnya
g. Menanyakan perasaan anak setelah bermain
h. Menanyakan perasaan dan pendapat keluarga
tentang permainan
D. Tahap Terminasi
Melakukan evaluasi hasil
Membereskan alat-alat
Memcatat kegiatan dalam lembar catatan
LAPORAN PORTOFOLIO INDIVIDU

MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

Disusun oleh :

MEGA FIRDA NUR AININA

NIM. 1810055

PRODI S-1 KEPERAWATAN

STIKES HANG TUAH SURABAYA

TA. 2020/2021
1. SISTEM INTEGUMEN (minimal 2 penyakit)
a. Anatomi fisiologi integumen (singkat, jelas, padat)
 Kulit adalah kelenjar holokrin yang cukup besar dan melakukan
respirasi seperti jaringan tubuh lainnya. Organ tubuh ini merupakan
yang paling besar dalam melapisi seluruh bagian tubuh, membungkus
daging dan organ-organ yang ada di dalamnya. Pada orang dewasa,
kulit memiliki luas 1,6-1,9 m2, dengan tebal 0,05–0,3 cm (Junquera
dkk, 1997). Gambar struktur kulit dapat dilihat pada gambar 1 berikut
ini.
Secara histologis kulit tersusun atas tiga lapisan utama yaitu lapisan
epidermis, lapisan dermis, dan lapisan subkutan. Tidak ada garis tegas
yang memisahkan lapisan dermis dan subkutan. Subkutan ditandai
dengan adanya jaringan ikat longgar dan sel-sel yang membentuk
jaringan lemak, sedangkan lapisan epidermis dan dermis dibatasi oleh
taut dermoepidermal (Subowo, 1992).
 Epidermis merupakan jaringan epitel berlapis pipih dengan sel epitel
yang mempunyai lapisan tertentu. Lapisan ini terdiri dari lima lapisan
yaitu lapisan tanduk (stratum korneum), lapisan bening (stratum
lusidum), lapisan berbutir (stratum granulosum), lapisan bertaju
(stratum spinosum), dan lapisan benih (stratum germinativum).
Lapisan bertaju memiliki celah di antara sel-sel taju yang berguna
untuk peredaran jaringan ekstraseluler dan penghantaran butir-butir
melanin (Connor dan Steven, 2003). Pigmen melanin sendiri disintesis
oleh melanosit yang terdapat pada lapisan benih (Junquera dkk, 1997).
 Dermis merupakan jaringan ikat fibroelastis yang didalamnya terdapat
pembuluh darah, pembuluh limfa, serat saraf, kelenjar keringat, dan
kelenjar minyak (Connor dan Steven, 2003). Lapisan ini sering disebut
lapisan sebenarnya dan 95% lapisan ini membentuk ketebalan kulit.
 Lapisan subkutan adalah kelanjutan dari lapisan dermis, terdiri atas
jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Lapisan sel-sel
lemak disebut panikulus adipose, berfungsi sebagai cadangan
makanan. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar dengan inti
terdesak ke pinggir sitoplasma.
 Fungsi kulit sangat kompleks dan berkaitan satu dengan lainnya di
dalam tubuh manusia. Fungsi kulit tersebut antara lain
sebagai pelindung bagian dalam tubuh, mengeluarkan zat-zat yang
tidak berguna atau sisa metabolisme, pengindra, pengatur suhu tubuh
dengan mengeluarkan keringat dan mengerutkan otot dinding
pembuluh darah kulit, pembentukan pigmen kulit, produksi vitamin K,
dan sebagainya (Madison, 2003; Connor, 2003). Fungsi estetika juga
merupakan fungsi kulit yang perlu diperhatikan karena dapat
meningkatkan kepercayaan diri seseorang.

b. Web of causation (pathway) Luka Bakar


Sumber referensi : https://imgv2-2-
f.scribdassets.com/img/document/389090504/original/deacc81146/159
6551585?v=1
c. Web of causation (pathway)
decubitus
Sumber referensi : https://fdokumen.com/document/woc-
dekubitusdocx.html

d. Standar Prosedur Operasional

CONTOH FORMAT STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)

JUDUL SPO PERAWATAN LUKA BAKAR

Membersihkan luka bakar pasien dengan menggunakan


Pengertian
cairan fisiologi dan cairan desinfektan

1. Mencegah terjadinya infeksi


Tujuan
2. Mengangkat jaringan nekrotik

Pasien yang luka baru maupun luka lama, luka bersih dan
Indikasi luka kotor
Jika
1 kondisi pasien terganggu, stabilisasi harus dilakukan
Kontraindikasi sebelum
. prosedur

a) Fase Imflamasi
Fase imflamasi dimulai setelah perlukaan dan
berakhir hari ke 3-4. Dua tahap dalam fase ini adalah
hemostasis dan fagositosis. Sebagai hasil adanya
satu konstriksi pembuluh darah, berakibat
terjadinya pembekuan darah, berakibat terjadinya
pembekuan darah untuk menutupi luka. Diikuti
vasidilatasi menyebabkan peningkatan aliran darah
ke daerah luka yang di batasi oleh sel darah putih
untuk menyerang luka dan menghancurkan bakteri
dan debris. Lebih kurang 24 jam setelah luka
Fase sebagian besar sel fagosit (mekrofag) masuk ke
penyembuhan daerah luka dan mengeluarkan faktor angiogenesis
luka yang merangsang pembentukan anak epitel pada
akhir pembuluh luka sehingga pembentukan anak
epitel pada akhir pembuluh luka sehingga
pembentukan kembali dapat terjadi.
b) Fase Proliferasi
Fase kedua ini muncul setelah fase inflamatori yang
berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-21.
Diawali dengan mensontesis kolagen dan substansi
dasar yang disebut proteoglikan setelah 5 hari
terjadinya luka. Kolagen adalah protein penyusun
tubuh manusia yang dapat menambah tegangan
permukaan dari luka. Semakin banyak jumlah
kolagen, semakin bertambah kekuatan permukaan
luka sehingga kecil kemungkinan luka menjadi
terbuka. Jaringan epitel tubuh melintasi
luka(epitalisasi), meningkatkan aliran darah yang
memberikan oksigen dan nutrisi penting bagi proses
penyembuhan luka.
c) Fase Maturase
Fase ini dimulai dari hari ke-21 berakhir sekitar 1-2
tahun. Fibroblas terus-menerus mensistesis kolagen,
kemudian bekas luka menjadi kecil, kehilangan
elastisitas, dan meninggalkan garis putih.
Terbentuknya kolagen yang baru mengubah bentuk
luka serta meningkatkan kekuatan jaringan.
Terbentuk jaringan parut yang hamper sama kuat
dengan jaringan sebelumnya. Selanjutnya, terdapat
pengurangan secara bertahap pada aktivitas seluler
dan terdapat pengurangan secara berthap pada
aktivitas seluler dan vaskularisasi jaringan yang
mengalami perbaikan.

1. Alat pelindung diri ( masker, sarung tangan, scort)


2. Set ganti balutan steril
Persiapan alat
2 3. Spuit 10 cc
.
4. Kasa steril
5. Verband sesuai dengan ukuran kebutuhan
6. Bengkok
7. Obat-obatan sesuai program
8. NaCl 0,9% / aquades

1
Posisikan
. pasien sehingga luka terlihat
Persiapan
pasien

Harus
1 bersih dan aman, menjaga privasi pasien
dengan
. menutup tirai/pintu
Persiapan
lingkungan

A. Tahap Pra Interaksi


Melakukan verifikasi program pengobatan klien,
mencuci tangan, menempatkan alat di dekat pasien
dengan benar
B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan
Langkah- therapeutic
langkah 2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
pada klien/keluarga
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum
kegiatan dilakukan
C. Tahap kerja
1 1. Pasien /keluarga diberi penjelasan tentang
.
tindakan yang akan di lakukn
2. Petugas menggunakan alat pelindung diri (
masker, sarung tangan, scort)
3. Mengatur posisi klien di bed tindakan supaya
luka dapat dilihat dengan jelas
4. Membuka balutan dengan hati-hati, bila sulit
basahi dengan NaCl 0,9%
5. Membersihkan luka dengan menggunakan
NaCl 0,9%
6. Melakukan debridemend bila terdapat
jaringan nekrotik
7. Membersihkan luka dengan NaCl 0.9%
8. Mengeringkan luka dengan menggunakan
kassa steril
9. Memberi obat topical sesusai advice pada
luka
10. Menutup luka dengan kasa steril, kemudian
di pasang verband/kassa dan diberi hifafiks
11. Merapikan pasien
D. Tahap terminasi
1. Mengevaluasi hasil tindakan
2. Berpamitan pada pasien
3. Membereskan dan kembalikan alat
ketempat semula
4. Mencuci tangan
5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan
keperawatan
2
.

1
Perhatikan
. respon pasien

Evaluasi

Gambar

http://gdghcgcgh.blogspot.com/2014/11/sop-ppk-

Referensi perawatan-luka-bakar.html?m=1
SOP dekubitus

Judul SOP Perawatan luka dekubitus

Pengertian Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan


dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang
akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus
sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat.
Usia lanjut mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus
karena perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia
antara lain:
1. Berkurangnya jaringan lemak subkutan
2. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastin
3. Menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit
menjadi lebih tipis dan rapuh
Tujuan 1. Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit
membrane mukosa
2. Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan
3. Mempercepat penyembuhan
4. Membersihkan luka dari benda asing atau debris
5. Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat
6. Mencegah penyebaran luka
7. Mencegah pendarahan
8. Mencegah excoriasi sekitar kulit drain
Persiapan alat Persiapan Alat dan Bahan
1. Set steril terdiri atas :
- Kapas alcohol
-Kasa steril
- Baki untuk larutan NaCl 0,9%
- Pinset anatomi
- Pinset chirurgic
- Lidi kapas yang steril
2. Derian tule atau cutimed sorbad
3. Gunting plester
4.Plester/perekat atau hipafix
5. Alkohol 70 %
6. Larutan NaCl 0.9 %
7. Handscone bersih
8. Hand scone steril-
9. Penggaris milimeter disposabl
10. Pencahayaan yang adekuat
Persiapan pasien 1.Pasien / keluarga diberi penjelasan tentang tujuan tindakan yang akan
dilakukan
2. Atur posisi klien miring kiri atau kanan (sesuai dengan letak luka
dekubitus)
Langkah Langkah 1. C. C Jelaskan prosedur pada klien
2. Tutup ruangan atau pasang sampiran
3. Cuci tangan
4. Pakai handscoon bersih
5. Buka balutan dengan menggunakan kapas alcohol dan buang pada tempat
sampah atau kantong plastic yang telah disediakan
6. Observasi luka, ukur panjang, lebar dan kedalaman luka dengan
menggunakan Penggaris millimeter disposable. Kemudian lihat juga
keadaan luka, warna luka, warna sekitar tepi luka, derajat luka dan ada
cairan atau tidak. Catat semua hasil observasi
7. Buka set steril
8. Kasa digulungkan keujung pinset chirurgi kemudian tangan yang satu
memegang pinset anatomi
9. Bersihkan luka dengan menggunakan kasa steril yang telah diberi NaCl 0,9
% dengan cara dari dari dalam keluar (pergerakan melingkar) sambil
memencet luka untuk mengeluarkan eksudat
10. Kasa hanya dipakai satu kali dan diganti lagi
11. Ulangi pembersihan sampai semua luka bersih dan cairan eksudat keluar
12. Buang handscoon bersih
13. Pakai handscoon steril
14. Pakai cutimed sorbad untuk luka yang banyak mengandung eksudat
15. Balut luka dengan menggunakan kasa steril. Jika luka masih basah atau
banyak mengeluarkan cairan maka balut luka dengan kasa sampai 7
lapisan. Dan jiaka luka sudah mulai kering maka 3 lapis kasa saja.
16. Fiksasi dengan menggunakan plester atau hipafix
17. Buang handscoon dan kasa ditepat yang telah disediakan
18. Bantu pasien dalam pemberian posisi yang nyaman
19. Angkat peralatan dan kantong plastic yang berisi balutan dan handscoon
kotor. Bersihkan alat dan buang samapah dengan baik
20. Cuci tangan

Evaluasi Laporkan adanya perubahan pada luka kepada perawat yang bertanggung
jawab. Catat penggantian balutan, kaji keadaan luka dan respon pasien
Gambar

Refrensi https://id.scribd.com/doc/312317658/Sop-Perawatan-Luka-Dekubitus
. Latihan soal

PX dengan BB 50 Kg

Kejadian luka bakar jam 03.00, px sampai RS jam 06.00, luka mengenai : Lengan kiri depan
belakang, Dada, Perut, Keadaan lemah, akral hangat kering merah, CRT < 2 detik, nadi 88
x/mnt, TD. 100/70 mmHg. Hitung kebutuhan cairan. Tuliskan pemberian cairan dan habis
hingga jam berapa ?

Jawab :

4ml/cc x 50kg x (9%+9%+9%) = 5.400ml

50% (8 jam pertama) jam 11.00 = 2.700

25% (8 jam kedua) jam 19.00 = 1.350

25% (8 jam ketiga) jam 03.00 = 1.350


LAPORAN PORTOFOLIO INDIVIDU

MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

Disusun oleh :

MEGA FIRDA NUR AININA

NIM. 1810055

PRODI S-1 KEPERAWATAN

STIKES HANG TUAH SURABAYA

TA. 2020/2021
SOP MELATIH PENGGUNAAN ALAT BANTU BERJALAN
Pengertian tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang mengalami
penurunan kekuatan otot dan patah tulang pada anggota gerak
bawah serta gangguan keseimbangan.

Kursi roda adalah alat bantu yang digunakan oleh orang yang
mengalami kesulitan berjalan menggunakan kaki, baik dikarenakan
oleh penyakit, cedera, maupun cacat.

Kruk adalah alat bantu yang terbat dari logam ataupun kayu dengan
panjang yang cukup untuk diraih dan axilla sampai ketanah atau
lantai. Digunakan secara berpasangan yang diciptakan untuk
mengatur keseimbangan pada saat akan berjalan.

Tripod / quadripod (tongkat kaki 4 dan kaki 3) adalah alat bantu


berjalan berupa tongkat dengan kaki-kaki berjumlah 4. Cocok
digunakan oleh lansia dan untuk rehabilitasi setelah kecelakaan atau
operasi.

Tujuan 1. Menungkatkan kekuatan otot, pergerakan sendi dan


kemampuan monilisasi.
2. Menurunkan resiko komplikasi dan mobilisasi.
3. Menurunkan ketergantungan pasien dan orang lain.
4. Meningkatkan rasa percaya diri pasien.
5. Memelihara dan mengembalikan fungsi otot
6. Mencegah kelainan bentuk, seperti kaki menjadi bengkok.
7. Memelihara dan meningkatkan kekuatan otot
8. Mencegah komplikasi, seperti otot mengecil dan kekuatan
sendi.
Indikasi Kursi roda :
1. Paraplegia
2. Tidak dapat berjalan atau trah baring
3. Pada pelaksaan prosedur tindakan, missal klien akan foto
rogen
4. Pasca amputasi kedua kaki

Kruk :
1. Pasca amputasi kaki
2. Hemiperese
3. Paraperese
4. Fraktur pada ekstremitas bawah
5. Terpasang gips
6. Pasca pemasangan gips

Tahap Prainteraksi 1. Mempersiapkan diri erawat


2. Melakukan pengecekan program terapi
3. Mencuci tangan
4. Menyiapkan alat
Tahap Orientasi 1. Memberikan salam dan menyapa pasien
2. Menjelaska tujuan dan prosedur pelaksanaan
3. Memberi tahu kontrak waktu dan persetujuan serta kesiapan
pasien

Tahap Interaksi / Kursi roda :


kerja 1. Rendahkan posisi tempat tidur pada posisi terendah sehingga
kaki klien dapat menyentuh lantai. Kunci semua roda tempat
tidur.
2. Letakkan kursi roda sejajar dan sedekat mungkin dengan
tempat tidur. Kunci semua roda pada kursi roda. Bantu klien
pada posisi duduk di tepi tempat tidur.
3. Kaji adanya hipotensi sebelum memindahkan klien dari
tempat tidur
4. Ketika klien turun dari tempat tidur, perawat harus berdiri
tepat dihadaoannya dan klien meletakkan tangannya di
pundak perawat. Selanjutnya, perawat meletakkan tangannya
di pinggang klien.
5. Sementara klien mendorong badannya ke posisi berdiri,
perawat membantu mengangkat bagian atas tubuh klien.
6. Klien dibiarkan berdiri selama beberapa detik untuk
memastikan tidak adanya pusing
7. Perawat tetap berdiri menghadap klien lalu memutar tubuh
klien sehingga membelakangi kursi roda. Setelah itu,
perawat memajukan salah satu kakinya dan memegang
kedua lutut untuk menjaga keseimbangan, kemudian
membantu klien untuk duduk dikursi roda.

Kruk :
1. Pastikan panjang kruk sudah tepat
2. Bantu klien mengambil posisi segitiga, posisi dasar berdiri
menggunakan kruk sebelum mulai berjalan.
3. Ajarkan klien tentang salah satu dari empat cara berjalan
dengan kruk
4. Perubahan empat titik atau cara berjalan empat titik memberi
kestabilan pada klien, tetapi memerlukan pertahanan berat
badan pada kedua tungkai. Masing-masing tungkai di
gerakkan secara bergantian dengan masing-masing kruk,
sehingga sepanjang waktu terdapat tiga titik dukungan pada
lantai.
5. Perubahan titik atau cara berjalan tiga titik mengharuskan
klien menahan semua berat badan pada satu kaki. Berat
badan dibebankan pada kaki yang sehat, kemudian pada
kedua kruk dan selanjutnya urutan tersebut diulang. Kaki
yang sakit tidak menyentuh lantai selama fase dini berjalan
tiga titik. Secara bertahap klien menyentuh lantai dan semua
semua beban berat badan bertumpu
6. Cara berjalan dan titik memerlukan sedikitnya pembedahan
berat badan sebagaian pada masing-masing kaki. Kruk
sebelah kiri dan kaki kanan maju bersama-sama. Kruk
sebelah kakan dan kaki kiri maju bersama-sama.
7. Car jalan mengayun ke kruk (swing to gait), klien yang
menglamami paratisi tungkai dan pinggul dapat
menggunakan cara jalan mengayun ini. Penggunaan cara ini
dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan atrofi
otot yang tidak terpakai. Minta klien untuk tidak
menggerakan kedua kruk kedepan secara bersamaan.
Pindahkan berat badan kelengan dan mengayun melewati
kruk.
8. Cara jalan mengayun melewati kruk
9. Cara jalan ini sangat memerlukan ketrampilan, kekuatan dan
kondisi klien. Minta klien untuk menggerakkan kedua kruk
kedepan secara bersamaan. Pindahkan berat beban ke lengan
dan mengayun melewati kruk
10. Ajarkan klien menaiki dan menuruni tangga.

Tripod :
1. Gunakan tongkat pada sisi tubuh klien yang terkuat
2. Jelaskan pada klien untuk memegang tongkat dengan tangan
yang sehat.
3. Klien mulai melangkah dengan kaki yang terlemah, bergerak
maju dengan tongkat, sehingga berat badan klien terbagi
antara tongkat dan kaki yang terkuat.
4. Kaki yang terkuat maju melangkah setelah tongkat, sehingga
kaki terlemah dan berat klien disokong oleh tongkat dan kaki
terkuat.
5. Berjalanlah disisi bagian tungkai klien yang lemah. Klien
kemungkinan jatuh kearah bagian tungkai yang lemah
tersebut.
6. Ajak klien berjlan selama waktu atau jarak yang telah
ditetapkan dalam rencana keperawatan.
7. Jika klien kehilangan keseimbangan atau kekuatan dan tidak
segera pulih, masukkan tangan anda keketiak klien, dan
ambil jarak berdiri yang luas untuk mendapatkan dasar
tumpuan yangbaik. Sandarkan klien pada pinggul anda
sampai tiba bantuan, atau rendahkan badan anda dan
turunkan klien secara perlahan kelantai.

Tahap terminasi 1. Melakukan evaluasi tindakan yang baru dilakukan


2. Berpamitan dengan klien
3. Mencuci tangan
4. Mencatat dokumentasi keperawatan.
SOP TRAKSI
Definisi Tahapan yang dipakai dengan menggunakan pemberat atau alat lain
untuk menangani kerusakan atau gangguan pada tulang otot.
Traksi kulit digunakan untuk periode pendek, lebih sering untuk
penanganan sementara pada fraktur femur dan dislokasi, serta
untuk mengurangi spasme otot dan nyeri sebelum pembedahan.
Traksi skeletaldigunakan pada orang dewasa, untuk
meneyempurnakan luka oprasi dengan kawat metal atau penjepit
melalui tulang atau jaringan mental.

Tujuan Mengurangi dan imobilisasi fraktur tulang agar terjadi pemulihan


Mempertahankan kesejahteraan tulang yang cepat
Mencegah cidera dari jaringan lunak
Memperbaiki, mengurangi, mencegah deformitas
Mengurangi spaseme otot dan nyeri

Indikasi Traksi kulit


Anak-anak
Traksi temporer hanya untuk beberapa hari, misanya praoperasi.
Tahanan kecil di butuhkan untuk menjaga reduksi 5 kg

Traksi skeletal
Orang dewasa
Jangka panjang

kontraindikasi Hipermobilitas
Efusi sendi
Inflamasi
Fraktur humeri dan osteoporosis

Persiapan alat dan Traksi kulit


pasien Bantal keras
Bedak kulit
Baskom berisi air putih
Handuk
Sarung tangan bersih

Traksi skeletal :
Zat pembersih untuk perawatan pin
Set ganti balut
Salep anti bakteri
Kantung sampah infeksius
Sarung tangan steril
Lidi kapas
Povidone lodine
Kasa steril
Piala ginjal
Prosedur pelaksanaan Tahap Prainteraksi
Cek catatan keperawatan dan catatan medis klien
Tentukan asistensi yang dibutuhkan
Sebelun dan sesudah tindakan untuk cuci tangan
Siapkan alat

Tahap orientasi
Memeberikan salam dan menyapa nama pasien
Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien

Tahap kerja  Mencuci tangan


 Memakai handschoon
 Mengatur posisi tidur pasien supinasi
 Bila ada luka dirawat dan ditutup kasa
 Bila banyak rambut di cukur
 Beri tanda batas pemasangan plester gips menggunakan
bolpoint
 K/p beri balsan perekat
 Ambil skintraksi kit lalu rekatkan plester gips pada bagian
medial dan lateral kali secara simetris dengan tepat menjaga
immobilisasi fraktur
 Pasang kontrol lurus dengan kaki bagian fraktur
 Masukkan tali pada pulley katrol
 Sambungan tali pada beban ( 1/7 BB= maksimal 5kg )
 K/p pasang bantalan contertraksi atau bantal penyangga
kaki
 Atur posisi pasien nyaman dan rapikan
 Beritahu pasien bahwa tindakan sudah selesai dan pesankan
untuk memanggil perawat jika ada keluhan

1. Traksi Kulit
 cuci tangan dan pasang sarung tangan
 cuci, keringkan dan beri bedak kulit sebelum traksi
dipasang kembali
 lepas sarung tangan
 anjurkan klien untuk menggerakan ekstremitas distal
yang terpasang traksi
 berikan bantalan dibawah ekstremitas yang tertekan
 berikan penyokong kaku dan lepaskan setiap 2jam
lalu anjurkan klien latihan ekstremitas bahwa untuk
fleksi, ekstensi dan rotasi
 lepas traksi setiap 8 jam atau sesuai instruksi

2. Traksi Skeletal
 Cuci tangan
 Atur posisi klien dalam posisi lurus ditempat tidur
untuk mempertahankan tarikan traksi yang optimal
 Buka set ganti balut, cairan pembersih dan gunakan
sarung tangan steril
 Bersihkan pin serta area kulit sekitar pin
menggunakan lidi kapas dengan teknik menjauh dari
pin
 Beri salep anti bakteri jika di perlukan
 Tutup kasa dilokasi penusukkan pin
 Lepas sarung tangan
 Buang alat-alat yang telah digunakan kedalam
plastic khusus infeksius
 Cuci tangan
 Anjurkan klien menggunakan trapeze untuk
membantu dalam pergerakan ditempat tidur selama
ganti alat dan membersihkan area punggung/bokong
 Berikan posisi yang tepat ditempat tidur

Tahap terminasi Melakukan evaluasi tindakan


Beri reinforcrmrnt positif pada klien
Mengakhiri hubungan dengan baik
Bereskan alat dan cuci tangan

Tahap evalusi mengevaluasi status neurovaskuler


tanda tanda terjadinya kompartemen sindrom
respon pasien

Dokumentasi Catat tindakan yang dilakukan


Catat respon pasien
Catat respon kulit dan cairan yang keluar dari sekitar traksi jika
menggunakan alat traksi kulit

SOP PEMASANGAN GIPS


Pengertian Suatu kegiatan untuk menyiapkan peralatan dan pasien yang akan
dipasang gips
Tujuan 1. Fiksasi
2. Reposisi
3. Immobilisasi
4. Penyembuhan tulang sesuai dengan yang diharapkan

Indikasi 1. Imobilisasi paksa reduksi dislokasi sendi


2. Fiksasi fraktur yang telah di reduksi
3. Koreksi kelainan bawaan
4. Immobilisasi pada kasus penyakit tulang setelah dilakukan
operasi
5. Mengoreksi deformitas

Persiapan A. Persiapan alat


1. Gips dengan jumlah dan ukuran yang sesuai
kebutuhan
2. Kapas lemak/padding
3. Ember
4. Perlak
5. Varband
B. Pasien
1. Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan
dilakukan agar kooperatif
2. Posisi pasien diatur sesuai jenis tindakan
3. Bila diperlukan pembiusan pasien yang dipuasakan
4. Bila diperlukan debridement sebelumnya,
pemasangan gips pasien masih dalam pemeriksaan.
C. Lingkungan
D. Petugas

Prosedur 1. Memindahkan pasien keruang khusus atau meja oprasi


2. Memasang perlak dibawah daerah yang akan dilakukan gips
3. Mengisi ember dengan air secukupnya
4. Membantu dokter pada saat dilakukan pemasangan gips
5. Mengatur posisi pasien
6. Melakukan pemeriksaan NVD sebelum pemasangan gips
7. Mengangkat daerah yang akan dipasang gips dan posisi
tersebut dipertahankan selama dilakukan tindakan reposisi
8. Memasang soft band pada lokasi pemasangan
9. Mengukur daerah yang akan dipasang gips
10. Memsang gips dengan cara memsukkan gulungan vertical
gips kedalam air
11. Biarkan verband gips didalam air beberapa saat sampai
gips mengeluarkan gelembung udara
12. Angkat verband dan peras sedikit
13. Pasang verband gips pada daerah yang fraktur dengan posisi
gulungan gips terletak disebelah luar
14. Haluskan gips jika balutan dirasa cukup
15. Tunggu gips sampai mengeras
16. Atur posisi pasien setelah pemasangan
17. Membersihkan daerah disekitar pemasangan gips
18. Melakukan opservasi terhadap: respon, setelah tidakan/
keluhan pasien.
19. Periksa NVD paksa pemasangan
20. Memindahkan pasien dari meja pemasangan gips ke brankar
atau kursi dorong.
21. Mencatat seluruh tindakan dalam catatan

SOP ROM
Pengertian Range Of Motion adalah suatu tindakan yang mana perawat atau
pasien menggerakan persendian sampai penuh sesuai rentang sendi
tanpa menyebabkan nyeri
Tujuan  Mencegah kontraktor, atoni, dan atrofi otot
 Memperlancar sirkulasi dan mencegah pembentukan trobus
dan embolus
 Meningkatkan toleransi aktivitas
 Mempertahankan kekuatan otot
Indikasi Pasien dengan immobilitas
Alat Handscoon
Bed dengan sandaran
Selimut
Lembar pemeriksaan

Prosedur Tindakan :
1. Mencuci tangan
2. Menjaga prosedur tindakan
3. Memasang sampiran untuk menjaga privacy
4. Mengatur tempat tidur
5. Memakai handscoon
6. Mengatur posisi pasien dan memasang slimut
7. Melakukan gerakan :
 Flexi, extensi, dan hiperextensi
 Abduction / adduction
 Internal/ external rotation
 Supination/ pronation
8. Mengatur tempat tidur
9. Mencuci tangan

Dokumentasi Status Respon :


1. Kelelahan, kenyamanan, dan pergerakan sendi
2. Status tanda vitasl (T, S, N, R)

TUGAS INDIVIDU
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III
PERSYARAFAN

Disusun oleh :

Mega Firda Nur Ainina


NIM. 1810055

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH

SURABAYA

2020/2021

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERSARAFAN


Pengetian

Sistem saraf aadalah sisitem yang mengatur dan mengendalikan semua kegiatan aktivitas tubuh
kita seperti berjalan, menggerakan tangan, mengunyah makanan dan lainnya.

Sistem syaraf tersusun dari jutan serabut sel saraf (neuron) yang berkumpul membentuk suatu
berkas (faskulum). Neuron adalah komponen utama dalam sistem saraf.

Fungsi

Sistem saraf sebegai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu
pengatur/pengendali kerja organ tubuh, pusat pengendalian tanggapan, alat komunikasi dangan
dunia luar.

Struktur sel saraf (neuron)

Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang di dalamnya terdapat sitoplasma dan inti sel. Dari
badan sel keluar dua macam serabut saraf yaitu dendrit dan akson (neurit).

Dendrit berfungsi menangkap dan mengirimkan impuls ke badan sel saraf, sedangkan akson
berfungsi mengirimkan impuls dari badan sel ke jaringan lain. Akson biasanya sangat panjang.
Sebaliknya, dendrit pendek.

Terdapat 3 (tiga) jenis sel saraf berdasarkan fungsi, yaitu :

1) Sel Saraf Sensorik (saraf Aferen)


Berfungsi menghantarkan rangsangan dari reseptor (penerima rangsangan) ke sumsum
tulang belakang.
2) Sel Saraf Motorik (saraf Eferen)
Berfungsi menghantarkan impuls motoric dari susunan saraf pusat ke efektor.
3) Sel Saraf Penghung/intermediet/asosiasi
Merupakan penghung sel saraf yang satu dengan sel saraf yang lain.

Berdasarkan letak kerjanya Sistem Saraf terdiri atas 3 bagian yaitu:

1) Sistem saraf pusat


- Otak [ otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum), otak tengah (mesencephalon)]
- Sumsum tulang belakang
2) Sistem saraf perifer/tepi
- 12 pasang saraf serabut otak (saraf carnival)
- 31 pasang saraf sumsum tulang belakang (saraf spinal)
3) Sistem saraf Autonom/ saraf tak sadar
- Susunan saraf simpatik
- Susunan saraf parasimpatik

SOP PEMERIKSAAN NERVUS CRANIALIS

A. Pengertian
Urutan tindakan yang dilakukan dalam melakukan pemeriksaan Nervus Cranialis
B. Tujuan
Untuk mengevaluasi keadaan fisik klien secara umum dan juga menilai apakah
ada indikasi penyakit lainnya selain kelainan neurologis.
C. Persiapan
1. Persiapan petugas
 Pastikan dan identifikasi kebutuhan pasien yang akan dilakukan tindakan
 Cuci tangan sesuai prosedur (6 langkah menurut WHO)
 Gunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai kebutuhan
2. Persiapan pasien
 Identifikasi pasien (lihat SPO Identifikasi Pasien)
 Jaga privacy dan siapkan lingkungan aman dan nyaman
 Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan
3. Persiapan alat
 Handscoon
 Bahan-bahan beraroma tajam seperti kopi, teh, tembakau dan jeruk
 Snellen chart
 Penlight
 Garputala
 Kapas dan lidi
 Bahan-bahan yang berasa asin, manis atau asam seperti garam, gula, atau
cuka
 Spetel tongue
D. Pelaksanaan
Pemeriksaan N.I : olfaktorius (menghidung, membau)
Cara pemeriksaan :
a. Periksa lubang hidung, apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya
ingus atau polip, karena dapat mengurangi ketajaman penciman.
b. Gunakan zat penegtes yang dikenal sehari-hari seperti kopi, teh, tembau dan
jeruk.
c. Jangan menggunakan zat yang dapat merangsang mukosa hidung (N.V) seperti
mentol, alkohol, dan cuka.
d. Zat pengetes didekatkan ke hidung pasien dan suruh pasien menghirupnya.
e. Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan jalan menutup lubang hidung
yang lainnya dengan tangan.

Pemeriksaan N.II : optikus (sensorik khusus melihat)

Tujuan pemeriksaan yaitu mengukur ketajaman mata, mempelajari lapangan pandangan,


memeriksa keadaan papil optic dan menentukan kelainan pada virus disebabkan oleh
kelainan okuler local atau kelainan syaraf.

Cara pemeriksaan :

Jika pasien tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan nervus II dan
pemeriksaan juga tidak mencurigai adanya gangguan, maka biasanya dilakukan
pemeriksaan nervus II, yaitu:

a. Ketajaman penglihatan
- Dilakukan dengan membandingkan ketajaman penglihatan pada pasien
dengan pemeriksaan normal.
- Pasien disuruh mengenali benda yang letaknya jauh, misalnya jam dinding
dan tanyakan pukul berapa.
- Pasien disuruh membaca huruf-huruf yang ada dikoran atau di buku.
- Bila ketajaman penglihatan pasien sama dengan pemeriksaan, maka
dianggap normal.
- Pemeriksaan ketajaman penglihatan yang lebih teliti dengan pemeriksaan
virus dengan menggunakan gambar snellen.
- Pemeriksaan snellen chart :
Suruh pasien membaca gambar snellen dari jarak 6m
Tentukan sampai barisan mana ia membaca
Bila pasien dapat membaca sanpai barisan paling bawah, maka ketajaman
penglihatannya normal.
b. Lapangan pandangan
Dilakukan dengan jalan membandingkan dengan penglihatan yang dianggap
normal, dengan menggunakan metode konfontasi dari donder.
- Suruh pasien duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksaa dengan
jarak kira-kira 1m
- Tutup salah satu mata untuk melakukan pemeriksaan
- Kemudian pemeriksa menggunakan jari tangannya di bidang pertengahan
antara pemeriksa dan pasien. Lakukan dari arah luar ke dalam.
- Lakukan pemeriksaan pada masing-masing mata pasien

Bila ditemukan kelainan, dilakukan pemeriksaan yang lebih teliti. Perlu dilakukan
pemeriksaan oflalmoskopik.

Pemeriksaan N.III : okulomotorius (sematomotorik, visero motoric)

Cara pemeriksaan :

a. Dengan menggunakan penlight (rangsangan cahaya)


- Pasien disuruh untuk menutup mata dengan tangan pada mata sebelah kiri
atau kanan (salah satunya)
- Kemudian lihat refles cahaya dengan menggunakan penlight
- Periksa mata secara bergantian
Normalnya reflek cahaya (+), antara mata sebelah kiri dan kanan dan harus
sama / isokor

b. Uji kelopak mata


- Pasien disuruh menutup mata
- Kemudian mata diberi tahanan dengan tangan pemeriksa
- Dan suruh pasien membuka mata

Pemeriksaan N.IV : trokhlcaris (somatomotorik)

Cara pemeriksaan :

a. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan benda : missal bollpoint


b. Kemudian benda/ballpoint digerakkan keatas dan kebawah
c. Pasien disuruh untuk melihat dan mengikuti gerakan ballpoint tersebut

Pemeriksaan N.V : abdusen (somatomotorik)

Cara pemeriksaan :

a. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan benda : missal, ballpoint


b. Kemudian benda/ballpoint di gerakkan kesamping kiri kanan
c. Pasien disuruh untuk melihat dan mengikuti gerakan ballpoint tersebut

Pemeriksaan N.VI : trigeminus (somatomotorik, somatosensorik)

Cara pemeriksaan fungsi motoric :

- Suruh pasien merapatkan giginya sekuat mungkin dan kita raba


- Kemudian pasien disuruh membuka mulut dan perhatikan apakah ada
deviasi rahang bawah.

Cara pemeriksaan fungsi sensorik :

- Diperiksa dengan menyelidiki rasa raba, rasa nyeri dan suhu daerah yang
di persyarafi.
- Periksa reflek kornea

Pemeriksaan N.VII : fasialis


Cara pemeriksaan :

- Perhatikan muka pasien, apakah simetris atau tidak, perhatikan kerutn


dahi, pejaman mata, plika nasolabialis dan sudut mulut.
- Bila asimetris muka jelas disebabkan kelumpuhan jenis perifer.
- Suruh pasien mengangkat alis dan mengkerutkan dahi
- Suruh pasien menyeringai menunjukkan gigi

Pemeriksaan N.VIII : hipoglous


LAPORAN PORTOFOLIO INDIVIDU

MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

Disusun oleh :

MEGA FIRDA NUR AININA

NIM. 1810055

PRODI S-1 KEPERAWATAN

STIKES HANG TUAH SURABAYA

TA. 2020/2021
Anatomi fisiologi THT

I. ANATOMI TELINGA
Telinga merupakan organ pendengaran dan mempunyai peranan penting dalam proses
mendengar dan keseimbangan.
1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani.
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Pada liang telinga
sepertiga bagian luar adalah rangka tulang rawan, sedangkan duapertiga bagian
dalam adalah terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 ½-3 cm. Membran
timpani mengalami vibrasi dan kemudian akan diteruskan ke tulang-tulang
pendengaran yaitu malleus, incus dan stapes (Soepardi,dkk. 2007).
 Daun Telinga
- Helix
- Lobule
- Anti Tragus
- Tragus
- Concha
- Can. Aud. Ext
- Crus of Helix
- Antihelix
2. Telinga Tengah
Terdiri dari membran timpani sampai tuba eustachius, yang terdiri dari tulang-
tulang pendengaran yaitu malleus, incus dan stapes. Tulang telinga tengah saling
berhubungan satu sama lain. Prosesus malleus melekat pada membran timpani,
malleus melekat pada inkus dan inkus melekat ada stapes dan stapes melekat pada
oval window. Saluran eustachius menghubungkan ruang telinga tengah dengan
nasofaring, sehinggan berfungsi sebagai penyeimbang tekanan udara pada kedua
sisi ruangan tersebut (Soepardi,dkk. 2007).
 Membrane timpani
 Kavum timpani
 Tuba eustakhi
 Mastoid
3. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea ( rumah siput) yang berupa goa setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.
Koklea : koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada manusia
panjangnya 35mm. koklea bagian tulang berbentuk 2,5kali putar anyang
mengelilingi sumbunya. Sumbu ini di namakan modiolus, yang terdiri dari
pembuluh darah dan syaraf.
Vestibulum : vesibulum diantara koklea dan kanalis semisirkulasi yang juga
berisi perilimfa.
Kanalis Semisirkulasi : kanalis semisirkulasi vertical (posterior) berbatasan
dengan fossa tengkorak media dan tampak pada permukaan atas os Et rosus
sebagai tonjolan, eminentia bahterauata.

II. ANATOMI FISIOLOGI HIDUNG


Anatomi Hidung
Hidung merupakan organ penting yang seharusnya merupakan salah satu organ pelindung
tubuh terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Hidung luar dibentuk oleh
kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat, dan beberapa
otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang bersembunyi.
Fisiologi Hidung
Hidung berfungsi sebagai indra penghirup menyiapkan udara inhalasi agar dapat
menggali menggunakan paru serta fungsi filtrasi.

III. ANATOMI FISIOLOGI TENGGOROKAN


Anatomi Tenggorokan
Tenggorokan merupakan bagian dari leher dekan dan kolumna vertebra, terdiri dari
cincin dan laring. Bagian terpenting dari tenggorokan adalah epiglottis, ini menutup jika
ada makanan dan minuman yang lewat dan menuju kekerongkongan.
- Vaskularisasi
- Persyarafan
- Kelenjar getah bening
- Naso faring
- Oro faring
a. Dinding belakang varing
b. Fosa tonsil
c. Tonsil
- Laring faring ( hipo faring)
Fisiologi Tenggorokan
Fungi cincin yang terutama waktu untuk respirasi, waktu menelan, resonasi suara dan
untuk artikulasi.
 Proses menelan
Proses penelanan di bagi menjadi 3 tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut
ke faring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan melalui faring dan
tahap ketiga, jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara involunter.
Langkah yang sebenarnya adalah: pengunyahan makanan dilakukan pada
sepertiga tengah lidah.

 Proses Berbicara
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum
dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah
dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan
melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator
veli palatine bersama-sama m.konstriktor faring superior.
WOC

 TONSILITIS
 FARINGITIS
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)

PERAWATAN POST TONSILEKTOMI

A. Pengertian
Perawatan post operasi pengangkatan seluruh tonsil palatina (Hermani B, 2004).
B. TUJUAN
- Untuk mencegah adanya infeksi dan terjadinya perdarahan setelah prosedur
tonsilektomi dilakukan.
- Memastikan pasien untuk tidak makan kasar setelah prosedur tonsilektomi
dilakukan.
C. INDIKASI
Obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil
D. KONTRAINDIKASI
- Gangguan perdarahan
- Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat
- Anemia
- Infeksi akut yang berat
E. PERSIAPAN ALAT
- Obat analgesik.
- Minuman dingin.
- Makanan lunak.
F. PERSIAPAN PASIEN
- Penderita dan keluarga diberitahu maksud dan tujuan tindakan yang akan
dilakukan
- Penderita disiapkan sesuai kebutuhan
G. PERSIAPAN LINGKUNGAN
- Tutup ruangan atau pasang sampiran
- Menjaga privacy pasien
H. LANGKAH-LANGKAH
- Kaji nyeri dengan sering dan berikan analgesik sesuai indikasi
- Kaji dengan sering adanya tanda perdarahan pasca operasi
- Siapkan alat pengisap dan alat nasal untuk berjaga-jaga seandainya terjadi
kedaruratan
- Pada saat anak masih berada dalam pengaruh anestesi, beri posisi telungkup atau
semi telungkup pada anak dengan kepala dimiringkan ke samping untuk mencegah
aspirasi
- Biarkan anak untuk mendapatkan posisi yang nyaman setelah ia sadar
- Berikan asupan cairan yang adekuat; beri es batu 1-2 jam setelah sadar dari
anestesi. Saat muntah susah berhenti, berikan air jernih dengan hati-hati
- Tawarkan jus jeruk dingin disaring karena cairan itulah yang paling baik
ditoleransi pada saat ini, kemudian berikan es loli dan air dingin selama 12 sampai
24 jam pertama
- Berikan collar es pada leher, jika anak menjadi gelisah, lepas collar es tersebut
- Bilas mulut pasien dengan air dingin atau larutan alkalin
- Jaga agar anak dan lingkungan sekitar bebas dari drainase bernoda darah untuk
membantu menurunkan kecemasan
- Anjurkan orangtua agar tetap bersama anak ketika anak sadar
I. EVALUASI
- Evaluasi respon pasien.
- Evaluasi status neurologis : kesadaran; status psikologi; nyeri dan tingkat ansietas,
serta perilaku.
- Evaluasi TTV pasien, di antaranya: tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
badan.
- Segera melaporkan pada dokter bila terjadi perubahan umum pada pasien
- Catat ke Rekam Medis Pasien, bubuhkan tanda tangan.
- Tulisan / paraf hanya dibuat oleh perawat yang sudah menyiapkan dan
memberikan obat
- Sesudah dicek, kembalikan kartu obat ke kotak obat, sesuai jam pemberian obat
berikutnya
J. REFERENSI
http://repository.ump.ac.id/8271/3/HANUNG%20MAULANA%20HIDAYATULLOH
%20BAB%20II.pdf

STANDAR OPERATING PRODUSER (SOP)

IRIGASI TELINGA

I. Pengertian

Irigasi telinga adalah suatu tindakan medis yang bertujuan untuk membersihkan liang telinga
luar dari nanah, serumen, dan benda - benda asing dengan cara memasukkan cairan dalam
telinga.

II. Tujuan :

Untuk membersihkan atau mengeluarkan benda asing dari


dalam telinga. III. Ruang Lingkup

1.Pasien dengan gangguan Sumbatan serumen.

2. Pasien dengan adanya benda asing dalam telinga

IV. Kontra Indikasi

1. Gangguan pada membran tympani.

2. Sesudah operasi.

3. Bila ada pendarahan telinga.

V. Kemungkinan Komplikasi

Ruptur (pecah) pada membran tympani.

VI. Peralatan:
1. Alat irigasi telinga dengan penghisap (peralatan dapat bervariasi dari sprit balon sampai
water pik) bila tersisa.
2. Sediakan forset telinga.

3. Air (sama dengan suhu tubuh)

4. Bengkok untuk menampung cairan.

5. Handuk/laken untuk menutupi pakaian pasien.

VII. Prosedur Kerja:

1. Siapkan Alat.

2. Identifikasi pasien.

3. Jelaskan prosedur tindakan pada pasien.

4. Tutup sampiran

5. Cuci tangan.

6. Tutupi pasien dengan handuk/laken.

7. Berikan pasien posisi duduk.

8. Tarik aurikel (daun telinga) ke atas dan ke belakang.

9. Arahkan aliran cairan dari bagian atas liang telinga menggunakan spuit balon/water pik.

10. Keringkan bagian luar telinga setelah irigasi telinga dilakukan.

VIII. Tindak Lanjut:

1. Kaji keberhasilan irigasi telinga.

2. Kaji rasa nyaman pasien.

3. Bersihkan peralatan.

IX. Dokumentasi:
1. Tanggal dan waktu prosedur.

2. Tipe dan jumlah cairan.

3. Toleransi pasien terhadap prosedur.

4. Karakter cairan yang keluar.

5. Berikan Pendidikan Keseharan yang diperlukan oleh pasien atau keluarga.


DAFTAR PUSTAKA

1. Soetirto Indro,Bashiruddin Jenny,Bramantyo Brastho,Gangguan pendengaran Akibat


Obat ototoksik,Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga ,Hidung ,Tenggorok Kepala &
Leher.Edisi IV.Penerbit FK-UI,jakarta 2007,halaman 9-15,53-56.
2. Anatomi fisiologi telinga. Available from : http://arispurnomo.com/anatomi-fisiologi-
telinga
3. Telinga : Pendengaran dan sistem vestibular. Available from :
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://webschoolsolutions
.com/patts/systems/ear.htm
4. Adams,G.L.1997.Obat-obatan ototoksik.Dalam:Boies,Buku Ajar Penyakit
THT,hal.129.EGC,Jakarta.
5. Andrianto,Petrus.1986.Penyakit Telinga,Hidung dan Tenggorokan,75-76.EGC,Jakarta
6. Anatomi dan fisiologi hidung. Available from :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21283/4/Chapter%20II.pdf
TUGAS INDIVIDU
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III
WOC FRAKTUR

Disusun oleh :

Mega Firda Nur Ainina


NIM. 1810055

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH

SURABAYA

2020/2021
Woc fraktur

Kondisi patologis Trauma facial langsung


osteoporosis, neopasma tidak langsung

Absorbsi kalsium

Rentan fraktur Fraktur nasal Perdarahan

Bersihan jalan nafas


infektif
Deprasi saraf nyeri Teposisi

Port de entre kuman

Gangguan rasa Deficit Friksasi


nyaman dan nyeri pengetah Resiko infeksi
uan

Pemasangan
Cemas tampon pada hidung

Nyeri Pola nafas tidak efektif Perubahan persepsi


sensori penciuman

Nafsu makan

Gangguan pemenuhan
nutrisi: kekurangan dari
kebutuhan

Anda mungkin juga menyukai