OLEH:
Ayu Larasati
NIRM :
18058
NIRM : 18058
Hari Tanggal :
Mengetahui, Mengetahui,
RW Supervisor Akademik
______________________________ ________________________________
NIP : NIDN :
Koordinator Keperawatan
Keluarga
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil ‘alamiin, segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa
mencurahkan nikmat, rahmat, kasih sayang, dan dalam menyelesaikan laporan ini disusun
untuk memenuhi tugas mata ajar Praktik Keperawatan Keluarga
Keberhasilan dari penyusunan laporan akhir ini tidak lepas dari bantuan, dukungan, dorongan,
bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan
terima kasih baik secara langsung maupun tidak langsung kepada:
Penulis
ii
DAFTAR ISI
PernyataanPengesahan
Daftar Isi..
Kata Pengantar
A. Laporan Pendahuluan .................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
iv
Ny.S
1.3. Manfaat Studi Kasus
1.3.1 Manfaat Teoritis
Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan
ilmu terutama pada bagian ilmu gerontologi dan keperawatan gerontik,
sehingga para tenaga kesehatan dapat mengetahui proses perawatan lansia
dengan demesia secara benar.
1.3.2. Manfaat Praktisi
1) Bagi Lansia:
Agar asuhan keperawatan yang diberikan kepada lansia dapat
bermanfaat untuk aktifitas sehari-hari pada lansia dengan demensia
2) Bagi Perawat Gerontik
Dapat mengenal asuhan keperawatan lansia dan dapat menerapkan
asuhan keperawatan dengan baik, mempelajari kognitif lansia Demensia
v
7) Mengetahui proses Analisa data pada lansia dengan demensia pada
Ny.S
8) Mampu menegakkan Diagnosa secara benar berdasarkan data yang di
kajian pada lansia degan demensia di Keluarga Ny.S
9) Mampu merencanakan tindakan perawatan secara tepat pada lansia
dengan demensia di Keluarga Ny.S
10) Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan sesuai dengan masalah
yang ditemukan pada lansia dengan demensia pada Keluarga Ny.S
11) Melakukan Evaluasi terhadap tindakan keperawatan pada Keluarga
Ny.S
1.4. Manfaat Studi Kasus
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan
ilmu terutama pada bagian ilmu gerontologi dan keperawatan gerontik,
sehingga para tenaga kesehatan dapat mengetahui proses perawatan lansia
dengan demesia secara benar.
1.3.3. Manfaat Praktisi
1) Bagi Lansia:
Agar asuhan keperawatan yang diberikan kepada lansia dapat
bermanfaat untuk aktifitas sehari-hari pada lansia dengan demensia
2) Bagi Perawat Gerontik
Dapat mengenal asuhan keperawatan lansia dan dapat menerapkan
asuhan keperawatan dengan baik, mempelajari kognitif lansia Demensia.
6
BAB II
TIN JAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep lansia
2.1.1. Definisi Lansia
Lansia adalah seorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas baik
pria maupun wanita, yamg masih aktif beraktifitas yang bekerja maupubn
mereka yang tidak berdaya untuk mencari nafka sendiri hingga bergantung
pada orang lain untuk menghidupi drinya sendiri (nugroho, 2006). Lansia
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua
bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya
tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh.
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di
dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang
hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua
(Nugroho, 2006).
Keperawatan Gerontik adalah Suatu bentuk pelayanan profesional
yang didasarkan pada ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang berbentuk
bio-psiko-sosio-spritual dan kultural yang holistik, ditujukan pada klien
lanjut usia, baik sehat maupun sakit pada tingkat individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
2.1.2. Batasan Lansia
1). WHO yang lama dan yang baru
a. Yang lama
*. Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,
*. Usia tua (old) :75-90 tahun, dan
*. Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
b. Yang baru:
* Setengah baya : 66- 79 tahun,
7
* Orang tua : 80- 99 tahun,
* Orang tua berusia panjang
2). Depkes RI (2005) batasan lansia dibagi menjadi tiga katagori,
a) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
b) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
c) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tah un ke atas atau usia 60
tahun ke atas dengan masalah kesehatan.
2.1.3. Teori Proses manua pada lansia
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup,
tidak hanya dimulai dati suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu, anak, deawasa, dan
tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun secara psikologis.
Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran
fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi
mulai ompong, pendengaran kuran jelas, penghilatahan semakin
memburuk, gerakan lambat, dan igur tubuh yang tidak proposional.
1) Teori Wear and Tear, Tubuh dan selnya menjadi rusak karena
terlalu sering digunakan dan disalahgunakan. Organ tubuh, seperti
hati, lambung, ginjal, kulit, dan yang lain, menurun karena toksin
di dalam makanan dan lingkungan, konsumsi berlebihan
lemak,gula, kafein, alkohol, dan nikotin, karena sinar ultraviolet,
dan karena stress fisik dan emosional. Tetapi kerusakan ini tidak
8
terbatas pada organ, melainkan juga terjadi di tingkat sel. Hal ini
berarti walaupun seseorang tidak pernah merokok, minum alkohol,
dan hanya mengonsumsi makanan alami, dengan menggunakan
organ tubuh secara biasa saja, pada akhirnya terjadi kerusakan.
10
4). Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan
yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula.
Contoh : lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan
untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno,
kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan,
cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah..
2.1.5. Tujuan Keperawatan Gerontik
1). Membantu memahami individu terhadap perubahan di usia lanjut
2). Memotivasi masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
lansia
11
8). Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang
menderita usia penyakit/ gangguan, masih dapat mempertahankan
kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara
kemandirian secara maksimal).
2.1.6. Perkembangan Lansia
Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan
manusia di dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir kehidupan.
Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang
akan mengalami proses menjadi tua (tahap penuaan). Masa tua merupakan
masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang
mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit
sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi (tahap
penurunan). Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk
hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan
kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan
perubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-
paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan kemampuan regeneratif
yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sindroma
dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain. Untuk menjelaskan
penurunan pada tahap ini, terdapat berbagai perbedaan teori, namun para
ahli pada umumnya sepakat bahwa proses ini lebih banyak ditemukan
pada faktor genetik.
2.1.7. Permasalahan yang terjadi Lansia
1) Masalah fisik
Masalah yang hadapi oleh lansia adalah fisik yang mulai melemah,
sering terjadi radang persendian ketika melakukan aktivitas yang cukup
berat, indra pengelihatan yang mulai kabur, indra pendengaran yang
mulai berkurang serta daya tahan tubuh yang menurun, sehingga sering
sakit.
12
2) Masalah kognitif ( intelektual )
Masalah yang hadapi lansia terkait dengan perkembangan kognitif,
adalah melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal (pikun), dan sulit
untuk bersosialisasi dengan masyarakat di sekitar.
3) Masalah emosional
Masalah yang hadapi terkait dengan perkembangan emosional, adalah
rasa ingin berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga tingkat
perhatian lansia kepada keluarga menjadi sangat besar. Selain itu, lansia
sering marah apabila ada sesuatu yang kurang sesuai dengan kehendak
pribadi dan sering stres akibat masalah ekonomi yang kurang terpenuhi.
4) Masalah spiritual
Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual, adalah
kesulitan untuk menghafal kitab suci karena daya ingat yang mulai
menurun, merasa kurang tenang ketika mengetahui anggota
keluarganya belum mengerjakan ibadah, dan merasa gelisah ketika
menemui permasalahan hidup yang cukup serius.
2.1.8. Tujuan Pelayanan Kesehatan Lansia
Pelayanan pada umumnya selalu memberikan arah dalam
memudahkan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan sosial,
kesehatan, perawatan dan meningkatkan mutu pelayanan bagi lansia.
Tujuan pelayanan kesehatan pada lansia terdiri dari :
1) Mempertahankan derajat kesehatan para lansia pada taraf yang
setinggi-tingginya, sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.
2) Memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas-aktifitas fisik dan
mental.
3) Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lansia yang menderita
suatu penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan
kemandirian yang optimal.
4) Mendampingi dan memberikan bantuan moril dan perhatian pada
lansia yang berada dalam fase terminal sehingga lansia dapat
mengadapi kematian dengan tenang dan bermartabat. Fungsi
13
pelayanan dapat dilaksanakan pada pusat pelayanan sosial lansia,
pusat informasi pelayanan sosial lansia, dan pusat pengembangan
pelayanan sosial lansia dan pusat pemberdayaan lansia.
2.1.9. Prinsip Etika Pada Pelayanan Kesehatan Lansia
Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada
lansia adalah (Kane et al, 1994, Reuben et al, 1996) :
1). Empati:
Istilah empati menyangkut pengertian “simpati atas dasar
pengertian yang dalam”artinya upaya pelayanan pada lansia harus
memandang seorang lansia yang sakit dengan pengertian, kasih sayang
dan memahami rasa penderitaan yang dialami oleh penderita tersebut.
Tindakan empati harus dilaksanakan dengan wajar, tidak berlebihan,
sehingga tidak memberi kesan over protective dan belas-kasihan. Oleh
karena itu semua petugas geriatrik harus memahami peroses fisiologis
dan patologik dari penderita lansia.
2). Non maleficence dan beneficence.
Pelayanan pada lansia selalu didasarkan pada keharusan untuk
mengerjakan yang baik dan harus menghindari tindakan yang
menambah penderitaan (harm). Sebagai contoh, upaya pemberian posisi
baring yang tepat untuk menghindari rasa nyeri, pemberian analgesik
(kalau perlu dengan derivate morfina) yang cukup, pengucapan kata-
kata hiburan merupakan contoh berbagai hal yang mungkin mudah dan
praktis untuk dikerjakan.
3). Otonomi;
Suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk
menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginannya sendiri.
Dalam etika ketimuran, seringakali hal ini dibantu (atau menjadi
semakin rumit ) oleh pendapat keluarga dekat. Jadi secara hakiki,
prinsip otonomi berupaya untuk melindungi penderita yang fungsional
masih kapabel (sedangkan non-maleficence dan beneficence lebih
bersifat melindungi penderita yang inkapabel). Dalam berbagai hal
14
aspek etik ini seolah-olah memakai prinsip paternalisme, dimana
seseorang menjadi wakil dari orang lain untuk membuat suatu
keputusan (misalnya seorang ayah membuat keputusan bagi anaknya
yang belum dewasa).
2.2. Konsep Demensia
2.2.1. Pengertian Demensia
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan
fungsi atau keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran
abstrak, penilaian, dan interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan
dapat terganggu. Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh
berbagai gangguan fungsi kognitif antara lain intelegensi, belajar dan
daya ingat, bahasa, pemecahan masalah, orientasi,persepsi perhatian dan
konsentrasi, penyesuaian dan kemampuan bersosialisasi (Corwin, 2009).
Dimensia alzheimer adalah penyakit deganeratif otak yang
progresif, yang mematikan sel otak sehigga mengakibatkan menurunya daya
ingat, kemampuan berpikir, dan perubahan perilaku. Dimensia alzheimer
merupakan penyakit neurodegeneratif progresif dengan gambaran klinis
dan patologi yang khas, berfariasi dalam awitan, umur, berbagai gambar
gangguan kognitif, dan kecepatan pemburukannya. Penyakit alzheimer
ditemukan oleh seorang dokter ahli saraf dari jerman yang bernama Dr.
Alois Alzheimer pada tahun 1906 penyakit ini 60% menyebabkan
kepikunan atau dimensia dan diperkirakan akan meningkat terus, bahkan
diramalkan pertumbuhannya akan lebih cepat dari padakecepatan
pertambahan jumlah penduduk usia diatas 65 tahun.
2.2.2. Penyebab demensia menurut Nugraho (2009)
1) Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak
dikenal kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara
biokimiawi pada system enzim, atau pada metabolism
2) Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat
diobati, penyebab utama dalam golongan ini diantaranya : Penyakit
15
degenerasi spino – serebelar.a). Sub akut leuko-eselfalitis sklerotik fan
bogaert dan b) Khores Hungtington.
3) Sindrome demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati,
dalam golongan ini diantranya :a). Penyakit cerrebro kardioavaskuler
dan b) penyakit Alzheimer.
2.2.2. Patofisiologi Demensia
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya
demensia. Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan
biokimiawi di susunan saraf pusat yaitu berat otak akan menurun sebanyak
sekitar 10 % pada penuaan antara umur 30 sampai 70 tahun. Berbagai
faktor etiologi yang telah disebutkan di atas merupakan kondisi-kondisi
yang dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri.
Penyakit degeneratif pada otak, gangguan vaskular dan penyakit
lainnya, serta gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas secara langsung
maupun tak langsung dapat menyebabkan sel neuron mengalami
kerusakan melalui mekanisme iskemia, infark, inflamasi, deposisi protein
abnormal sehingga jumlah neuron menurun dan mengganggu fungsi dari
area kortikal ataupun subkortikal.
Di samping itu, kadar neurotransmiter di otak yang diperlukan
untuk proses konduksi saraf juga akan berkurang. Hal ini akan
menimbulkan gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya pikir dan
belajar), gangguan sensorium (perhatian, kesadaran), persepsi, isi pikir,
emosi dan mood. Fungsi yang mengalami gangguan tergantung lokasi area
yang terkena (kortikal atau subkortikal) atau penyebabnya, karena
manifestasinya dapat berbeda. Keadaan patologis dari hal tersebut akan
memicu keadaan konfusio akut demensia (Boedhi-Darmojo, 2009).
2.2.3. Manifestasi klinis demensia
Gejala klinis demensia berlangsung lama dan bertahap sehingga pasien
dengan keluarga tidak menyadari secara pasti kapan timbulnya penyakit.
Gejala klinik dari demensia Nugroho (2009) menyatakan jika dilihat
secara umum tanda dan gejala demensia adalah :
16
1) Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia,
lupa menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2) Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu,
bulan, tahun, tempat penderita demensia berada.
3) Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang
benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi,
mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali.
4) Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat
sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang
dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan.
5) Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan
tersebut muncul.
6) Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan
gelisah.
2.2.5. Klasifikasi Demensia :
Berdasarkan umur, perjalanan penyakit, kerusakan struktur
otak,sifat klinisnya dan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III).
1) Menurut Umur:
a. Demensia senilis (>65th)
b. Demensia prasenilis (<65th).
2) Menurut perjalanan penyakit.
a. Reversibel.
b. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural
c. hematoma, Defisiensi vitamin B.
d. Hipotiroidism, intoksikasi Pb
3) Menurut kerusakan struktur otak
a. Tipe Alzheimer.
b. Tipe non-Alzheimer.
c. Demensia vaskular.
d. Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia.
17
e. Demensia Lobus frontal-temporal.
f. Demensia terkait dengan HIV-AIDS.
g. Morbus Parkinson.
h. Morbus Huntington.
i. Morbus Pick.
j. Morbus Jakob-Creutzfeldt.
k. Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
2.2.6. Pencegahan
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya
demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa
mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
1) Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti
alkohol dan zat adiktif yang berlebihan
2) Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya
dilakukan setiap hari.
3) Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif,
seperti Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
4) Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat atau hobi
5) Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks
dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
2.2.7. Penatalaksanaan Demensia
Penatalaksanaan pada pasien dengan demensia antara lain sebagai
berikut :
1) Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan;
Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan
antikoliesterase seperti Donepezil , Rivastigmine , Galantamine
, Memantine. Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan
anti platelet seperti Aspirin , Ticlopidine , Clopidogrel untuk
18
melancarkan aliran darah ke otak sehingga memperbaiki
gangguan kognitif.
Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati,
tetapi perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan
dihentikan dengan mengobati tekanan darah tinggi atau
kencing manis yang berhubungan dengan stroke.
2) Dukungan atau Peran Keluarga
Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu
penderita tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya
yang terang, jam dinding.
Dukungan keluarga ada 4, yaitu:
1. Dukungan emosional
Saat berbicara dengan lansia, keluarga harus
menunjukkan ekspresi yang menyenangkan,
dengan posisi berhadapan. Terdapat kontak mata
dan berbicara dengan bahasa yang sopan serta
tidak membentak.
Saat berbicara sebaiknya ada sentuhan yang
memberikan rasa nyaman pada lansia.
Menggunakan kalimat yang mudah dipahami oleh
lansia yakni bahasa yang sederhana, singkat dan
jelas serta tidak bertele-tele.
Senantiasa menyediakan waktu bagi lansia untuk
berbagi cerita atau berdiskusi serta memberikan
kesempatan kepada lansia untuk tetap
bersosialisasi dan melakukan aktivitas sehari hari.
Jika lansia melakukan kesalahan, anggota keluarga
harus bisa mengontrol emosi, tetap tenang, tidak
menyalahkan serta tidak mendebat lansia.
2. Dukungan Penghargaan :
Tidak memandang lansia sebagai beban keluarga.
Membebaskan lansia untuk memanfaatkan uangnya
sendiri
19
Memberikan bantuan pada lansia untuk pemenuhan
kebutuhan sehari hari
Memberikan keleluasaan pada lansia untuk
melakukan hobi atau kesukaannya sepanjang tidak
membahayakan dan tetap dalam pengawasan
anggota keluarga.
Merespon lansia secara layak agar mereka merasa
tetap dibutuhkan.
Melibatkan lansia dalam pengambilan keputusan.
Melibatkan lansia dalam acara keluarga
Sering memberikan pujian atau semangat jika lansia
melakukan satu kegiatan positif.
3. Dukungan Instrumental
Menyediakan biaya untuk kebutuhan lansia seperti
berobat jika sakit.
Mendampingi lansia mendapatkan layanan
kesehatan.
Menyiapkan makan dan minuman dengan jadwal
secara teratur untuk menjamin pemenuhan
nutrisinya.
Menjaga lantai dan kamar mandi agar tetap kering
atau tidak licin.
Menyediakan kamar khusus buat lansia.
Menyiapkan penanda waktu seperti jam dan
kalender dalam ukuran besar
4. Dukungan Informasi
Mengingatkan lansia untuk makan, mandi,
beribadah secara teratur serta melakukan jadwal
rutinitas.
Mengingatkan lansia agar senantiasa
mengembalikan benda pada tempatnya semula.
Tidak membiarkan lansia bepergian seorang diri
apalagi tanpa dilengkapi dengan tanda pengenal.
20
Jika memberikan penjelasan atau informasi agar
diulang beberapa kali.
3) Terapi Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi
simtomatik, meliputi :
a) Latihan fisik yang sesuai
b) Terapi rekreasional dan aktifitas
c) Senam Otak
21
telah menceritakannya. Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara;
penderita menggunakan kata-kata yang lebih sederhana, menggunakan
kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-kata yang
tepat.
2.3.2.1. Keadaan Umum
1) Tingkat kesadaran: composmentis dengan nilai GCS 15 yang dihitung
dari linai E : 5 V:4 M: 6,tekanan darah sistolik/ diastolik 120/80
mmHg. BB: kg, TB : cm. postur tulang belakang lansia:
membungkuk, BB : 45 Kg, tinggi badan: 146 cm.
2) Identitas
Indentias klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa/latar
belakang kebudayaan, status sipil, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
3) Riwayat Psikososial Konsep diri
a) Gambaran diri, tressor yang menyebabkan berubahnya gambaran
diri karena proses patologik penyakit.
b) Identitas, bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan individu.
c) Peran, transisi peran dapat dari sehat ke sakit, ketidak sesuaian
antara satu peran dengan peran yang lain dan peran yang ragu
diman aindividu tidak tahun dengan jelas perannya, serta peran
berlebihan sementara tidak mempunyai kemmapuan dan sumber
yang cukup.
d) Ideal diri, keinginann yang tidak sesuai dengan kenyataan dan
kemampuan yang ada.
e) Harga diri, tidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga klien
merasa harga dirinya rendah karena kegagalannya.
4) Hubungan sosial
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang
disingkirkan atau kesepian, yang selanjutnya tidak dapat diatasi
sehingga timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi. Keadaan ini
menimbulkan kesepian, isolasi sosial, hubungan dangkal dan
tergantung.
22
5) Riwayat Spiritual
Keyakina klien terhadapa agama dan keyakinannya masih
kuat.a tetapi tidak atau kurang mampu dalam melaksnakan
ibadatnmya sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
6) Status mental
a) Penampilan klien tidak rapi dan tidak mampu utnuk merawat
dirinya sendiri.
b) Pembicaraan keras, cepat dan inkoheren.
c) Aktivitas motorik, Perubahan motorik dapat dinmanifestasikan
adanya peningkatan kegiatan motorik, gelisah, impulsif,
manerisme, otomatis, steriotipi.
d) Alam perasaan: klien nampak ketakutan dan putus asa.
e) Afek dan emosi.
Respon emosional klien mungkin tampak bizar dan tidak sesuai
karena datang dari kerangka pikir yang telah berubah. Perubahan
afek adalah tumpul, datar, tidak sesuai, berlebihan dan ambivalen
f) Interaksi selama wawancara
Sikap klien terhadap pemeriksa kurawng kooperatif, kontak mata
kurang.
7) Persepsi
Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman
emosional terhadap suatu obyek. Perubahan persepsi dapat terjadi
pada satu atau kebiuh panca indera yaitu penglihatan, pendengaran,
perabaan, penciuman dan pengecapan. Perubahan persepsi dapat
ringan, sedang dan berat atau berkepanjangan. Perubahan persepsi
yang paling sering ditemukan adalah halusinasi.
a) Proses berpikir
Klien yang terganggu pikirannya sukar berperilaku kohern,
tindakannya cenderung berdasarkan penilaian pribadi klien
terhadap realitas yang tidak sesuai dengan penilaian yang umum
diterima. Penilaian realitas secara pribadi oleh klien merupakan
23
penilaian subyektif yang dikaitkan dengan orang, benda atau
kejadian yang tidak logis (Pemikiran autistik). Klien tidak
menelaah ulang kebenaran realitas. Pemikiran autistik dasar
perubahan proses pikir yang dapat dimanifestasikan dengan
pemikian primitf, hilangnya asosiasi, pemikiran magis, delusi
(waham), perubahan linguistik (memperlihatkan gangguan pola
pikir abstrak sehingga tampak klien regresi dan pola pikir yang
sempit misalnya ekholali, clang asosiasi dan neologisme.
b) Tingkat kesadaran: Kesadaran yang menurun, bingung.
Disorientasi waktu, tempat dan orang.
c) Memori: Gangguan daya ingat sudah lama terjadi (kejadian
beberapa tahun yang lalu).
d) Tingkat konsentrasi Klien tidak mampu berkonsentrasi
e) Kemampuan penilaian Gangguan berat dalam penilaian atau
keputusan.
8) Kebutuhan klien sehari-hari
a) Tidur, klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau
duduk dan gelisah . Kadang-kadang terbangun tengah malam dan
sukar tidur kemabali. Tidurnya mungkin terganggu sepanjang
malam, sehingga tidak merasa segar di pagi hari.
b) Selera makan, klien tidak mempunyai selera makan atau makannya
hanya sedikit, karea putus asa, merasa tidak berharga, aktivitas
terbatas sehingga bisa terjadi penurunan berat badan.
c) Eliminasi
Klien mungkin tergnaggu buang air kecilnya, kadang-
kdang lebih sering dari biasanya, karena sukar tidur dan stres.
Kadang-kadang dapat terjadi konstipasi, akibat terganggu pola
makan.
d) Mekanisme koping
Apabila klien merasa tridak berhasil, kegagalan maka ia
akan menetralisir, mengingkari atau meniadakannya dengan
24
mengembangkan berbagai pola koping mekanisme. Koping
mekanisme yang digunakan seseorang dalam keadaan delerium
adalah mengurangi kontak mata, memakai kata-kata yang cepat
dan keras (ngomel-ngomel) dan menutup diri.
2.3.2.2. Prinsip pengkajian heat to toe
1). Kepala : Kebersihan: untuk mengetahui adanya ketombe, kerontokan
rambut serta kebersihan secara umum..
2). Mata : adanya perubahan penglihatan
3). Hidung : untuk mengetahui hidung bersih, tidak ada luka atau lessi,
tidak ada masa, Nyeri pad sinus
4). Mulut dan tenggorokan :sakit tenggorokan, lesi dan luka pada mulut,
perubahan suara, karies.
5) Telinga : penurunan pendengaran, Telinga Perubahan pendengaran,
Rabas, Tinitus, Vertigo Sensitivitas pendengaran, Alat-alat protesa,
Riwayat infeki.
6) Dada (Torax): mengetahui Bentuk dada dari posisi anterior dan
posterior, ada tidaknya deviasi, ada tidaknya bendungan vena
pada dinding dada.
7). Abdomen: Bentuk distended/flat/lainnya, nyeri tekan, Bising usus:
kali/ menit Genetalia Kebersiha: setiap habis mandi dibersihkan, tidak
ada hemoroid
8). Ekstremitas: Kekuatan otot 5 : melawan grafitasi dengan kekuatan
penuh, tidak menggunakan alat bantu saat jalan, tidak mengalami
nyeri sendi.Integumen : dari hasil pengkajian didapat : kulit tampak
kering, seperti bersisik, kulit tampak pucat, tampak kotor berwarna
hitan karena bekas luka, sering menggaruk badan.
25
2.3.2.3. Pengkajian psikogerontik
1). pengkajian status fungsional .
Tabel 1
Indeks
barthel
26
Kesimpulan : Lansia Mandiri
Tabel 2.
status kognitif
Short Portable Mental Status Questsionnaire (SPMSQ)
Nomor Pertanyaan Jawaban Nilai (+/-)
27
Tabel 3.
Mini Mental Status Exam (MMSE)
28
Pengertian Pemeriksa meminta pasien melakukan
verbal tiga perintah.
1. Ambil kertas dengan tangan kanan 3 3
2. Lipat kertas menjadi 2 bagian
3. Letakkan kertas dilantai.
Perintah Pemeriksa menulis satu kata
tertulis “TUTUP MATA”
Minta responden melakukan perintah 1 0
yang ditulis pemeriksa
Menulis Pemeriksa meminta pasien menulis satu
kalimat kalimat yang bermakna 1 0
(Subyek+Predikat+Obyek+Keterangan)
Menggamba Pasien diminta menirukan gambar
r konstruksi dibawah ini
0
1
8
TOTAL
Kesimpulan : gangguan kognisi berat
29
3.3.2. Diagnosa Keperawatan Demensia
30
3.3.3. Intervensi Demensia
31
- Ketidakmampuan mengingat 9. Klien mampu mengidentifikasikan (Cognitive Stimulation)
peristiwa tempat dengan benar 1. Monitor interpretasi
- Ketidakmampuan menyimpan 10. Klien mampu mengidentifikasikan klien terhadap
informasi baru waktu dengan benar
lingkungan
- Lupa melakukan perilaku pada 2. Tempatkan objek/hal-
waktu yang telah dijadwalkan hal yang familiar di
- Mudah lupa lingkungan/di kamar
Faktor Yang Berhubungan ; klien
- Anemia 3. Observasi kemampuan
- Distraksi lingkungan klien berkonsentrasi.
- Gangguan neurologis 4. Kaji kemampuan klien
- Hipoksia memahami dan
- Gangguan volume cairan memproses informasi
- Ketidakseimbangan elektrolit 5. Berikan instruksi
Penurunan curah jantung
setelah klien
menunjukkan kesiapan
untuk belajar atau
menerima informasi.
6. Atur instruksi sesuai
tingkat pemahaman
klien
7. Gunakan bahasa yang
familiar dan mudah
dipahami
8. Dorong klien
menjawab pertanyaan
dengan singkat dan
jelas.
32
9. Koreksi interpretasi
yang salah Beri
reinforcement pada
setiap kemajuan klien
NOC NIC
2. Resiko Jatuh 1. Mengidentifikasi defisit kognitif
1. Trauma risk for atau fisik yang dapat
(00055) Domain : 11 2. Injury risk for meningkatkan potensi jatuh
Kemanan Kelas : 2 dalam lingkungan tertentu
Kriteria hasil : 2. Mengidentifikasi perilaku dan
Cedera Fisik faktor yang mempengaruhi resiko
Setelah dilakukan tindakan keperawatan jatuh
Definisi selama 3x 24 jam di harapkan klien 3. Mengidentifikasi karakteristik
mampu untuk :
Peningkatan kerentanan untuk lingkungan yang dapat
jatuh yang dapat menyebabkan 1. Keseimbangan: meningkatkan potensi untuk jatuh
bahaya fisik ( misalnya : lantai yang licin dan
kemampuan untuk
Faktor Resiko tangga terbuka )
mempertahankan ekuilibrium
1. Dewasa 2. Gerakan terkoordinasi : 4. Mendorong pasien untuk
Usia 65 tahun atau lebih kemampuan otot untuk bekerja menggunakan tongkat atau alat
Riwayat jatuh sama secara volunter untuk pembantu berjalan
Tinggal sendiri melakukan gerakan yang 5. Kunci roda dari kursi roda,tempat
Prosthesis eksremitas bawah bertujuan tidur,atau brankar selama transfer
Penggunaan alat bantu 3. Perilaku pencegahan jatuh : pasien
6. Tempat artikel mudah dijangkau
33
( misalnya : walker,tongkat ) tindakan individu atau pemberi dari pasien
Penggunaan kursi roda asuhan untuk meminimalkan 7. Ajarkan pasien bagaimana jatuh
faktor resiko yang dapat memicu untuk meminimalkan cedera
jatuh dilingkungan individu 8. Menyediakan toilet ditinggikan
4. Kejadian jatuh : tidak ada untuk memudahkan transfer
kejadian jatuh 9. Membantu ke
5. Pengetahuan : pemahaman toilet seringkali,interval
pencegahan jatuh pengetahuan : dijadwalkan
keselamatan anak fisik, 10. Sarankan alas kaki yang aman
6. Pengetahuan : keamanan pribadi 11. Mengembangkan cara untuk
7. Pelanggaran perlindungan tingkat pasien untuk berpartisipasi
kebingungan akut keselamatan dalam kegiatan
8. Tingkat agitasi rekreasi
9. Komunitas pengendalian resiko : 12. Lembaga program latihan rutin
Gerakan terkoordinasi fisik yang meliputi berjalan
13. Tanda-tanda posting untuk
14. mengingatkan staf bahwa pasien
yang beresiko tinggi untuk jatuh
NIC
NOC :
3. Self Care assistane : ADLs
Defisit Perawatan Diri 1. Self care : Activity of Daily
1. Monitor kemempuan klien
Domain : 4 : 2. Living (ADLs) untuk perawatan diri yang
Aktivitas/Istrahat Kelas : mandiri.
Kriteria Hasil : Monitor kebutuhan klien untuk
Kelas 5 Perawatan Diri alat-alat bantu untuk kebersihan
Setelah dilakukan tindakan
34
Definisi keperawatan selama 3 x 24 jam Defisit diri, berpakaian, berhias, toileting
perawatan diri teratas dengan kriteria dan makan.
Hambatan kemampuan untuk melakukan hasil: 3. Sediakan bantuan sampai
atvitas atau menyelesaikan aktivitas klien mampu secara utuh
berpakaian sendiri, eliminasi sendiri dan - Klien dapat berdandan untuk melakukan self-care.
makan sedndiri eliminasi dan makan dengan 4. Dorong klien untuk melakukan
mandiri aktivitas sehari-hari yang
Batasan Kharateristik - Menyatakan kenyamanan normal sesuai kemampuan yang
- Ketidakmampuan terhadap kemampuan dimiliki.
mengacingkan pakaian untuk melakukan ADLs 5. Dorong untuk melakukan
- Hambatan mengambil pakaian Dapat melakukan ADLS dengan secara mandiri, tapi beri
bantuan bantuan ketika klien tidak
- Hambatan mengenakan pakaian
- Ketidakmampuan mampu melakukannya.
menggunakan higene eliminasi 6. Ajarkan klien/ keluarga untuk
tepat Mendorong kemandirian,
- Ketidakmampuan naik toilet untuk Memberikan bantuan
- Ketidakmampuan memanipulasi hanya jika pasien tidak mampu
pakaian untuk eliminasi. untuk melakukannya.
- Ketidakmampuan untuk berdiri 7. Berikan aktivitas rutin sehari-
dan duduk di toilet hari sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.
35
2.3.3. Perencanaan Demensia
1). Pengertian perencanaan keperawatan gerontik
Perencanaan keperawatan gerontik adalah suatu proses
penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang berguna untuk
untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah-masalah
lansia.
2). Prioritas masalah keperawatan
36
2.3.4. Konsep pelaksanaan Demensia
Tindakan keperawatan (Implementasi) adalah kategori dari perilaku
keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan
diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau
mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan asuhan
perawatan untuk tujuan yang berpusat pada klien (Potter & Perry, 2005).
Pelaksanaan keperawatan pada Demensia dikembangkan untuk
memantau tanda-tanda vital, melakukan latihan rentang pergerakan sendi
aktif dan pasif, meminta klien untuk mengikuti perintah sederhana,
memberikan stimulus terhadap sentuhan, membantu klien dalam personal
hygiene, dan menjelaskan tentang penyakit, perawatan dan pengobatan
Demensia.
2.3.5. Evaluasi Keperawata Demensia
Menurut Craven dan Hirnle (2000) evaluasi merpakan keputusan dari
efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan yang telah
ditetapkan dengan respon perilaku lansia yang tampilkan.
37
2) Evaluasi hasil: Evaluasi ini berfokus pada respons dan fungsi klien.
Respons perilaku lansia merupakan pengaruh dari intervensi
keperawatan dan akan terlihat pada pencapaian tujuan dan kriteria
hasil. Cara membandingkan antara SOAP (Subjektive-Objektive-
Assesment-Planning) dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan.
S (Subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari
lansia setelah tindakan diberikan.
O (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan.
A (Assessment) adalah membandingkan antara informasi subjective
dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil
kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak
teratasi.
P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan
dilakukan berdasarkan hasil analisi.
38
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta : EGC
Edisi 3. Jakarta: EGC Santoso, H Dan Ismail A.(2009). Memahami krisis lanjut
39