Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit atau gangguan

metabolisme kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai

dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein yang

diakibatkan oleh gangguan produksi insulin oleh sel beta Langerhans kelenjar

pankreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap

insulin (Yosmar, dkk., 2018). Berbagai keluhan yang ditemukan pada

penderita DM yaitu poliuria, polidipsi, polifagia, penurunan berat badan yang

tidak dapat dijelaskan sebabnya, disertai keluhan lain berupa kesemutan, mata

kabur dan lain-lain (PERKENI, 2015).

Menurut International Diabetes Federation (2017) prevalensi DM di

dunia mencapai 425 juta pada tahun 2017 dan diperkirakan mengalami

peningkatan 48% pada tahun 2045 sebanyak 629 juta jiwa. Di Asia Tenggara

penderita DM mencapai 82 juta pada tahun 2017 dan diperkirakan mengalami

peningkatan 84% pada tahun 2045 sebanyak 151 juta jiwa. Indonesia

menduduki peringkat ke 6 di dunia sebagai negara dengan jumlah penderita

DM berusia antara 20-79 tahun sebanyak 10,3 juta jiwa. Berdasarkan hasil

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018 prevalensi penderita DM

berdasarkan diagnosis dokter pada usia 55-64 tahun mencapai 6,3% dan pada

usia 65-74 tahun sebesar 6,0% (PERMENKES, 2018).


2

Pada keadaan DM tipe 1, pankreas tidak dapat mensintesis insulin,

sedangkan pada DM tipe 2 tubuh tidak dapat merespon insulin dengan normal

akibat adanya resistensi insulin walaupun insulin tetap disintesis

(Rismayanthi, 2010). Diabetes melitus yang tidak terkendali menyebabkan

komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskuler kronik. Komplikasi yang

timbul dapat berupa mikroangiopati maupun makroangipati. Diabetes melitus

merupakan penyebab utama dari end-stage renal disease (ESRD),

nontraumatic lowering amputation, dan adult blindness di Amerika Serikat

(Ndraha, 2014).

Pengaturan kadar glukosa darah oleh insulin yang disintesis oleh sel β

pulau Langerhans berasal dari pro insulin. Pro insulin disintesis dalam elemen

poliribosom retikulum endoplasmik sel β pankreas, kemudian berpindah ke

sisterna retikulum endoplasmik dan menuju kompleks golgi untuk berubah

menjadi insulin (Handoko dan Suharto, 2005).

Insulin merupakan salah satu pengatur utama metabolisme karbohidrat

dan lipid, adalah hormon peptida yang disintesis oleh seel-sel β pulau

Langerhans, insulin disimpan dalam vesikel sekretori dan dilepaskan ke dalam

aliran darah sebagai respon terhadap peningkatan kadar glukosa. Sekresi

insulin juga diatur oleh beberapa faktor seperti glucagon-like peptide-1 (GLP-

1) dan asam lemak bebas (FFA). Dalam sirkulasi, insulin menstabilkan kadar

glukosa darah secara endokrin dengan merangsang pengambilan glukosa oleh

berbagai jaringan dan menekan produksi glukosa hati (HGP). Hal ini juga
3

merangsang lipogenesis dan menekan lipolisis dan proteolsis (Vijayakumar,

dkk., 2011).

Insulin-like growth factor (IGFs) memiliki struktur yang serupa dan

fungsi seperti insulin dan dapat dibagi menjadi IGF-1 dan IGF-2. Sekitar 75%

IGF-1 yang beredar dalam sirkulasi disintesis oleh organ hati untuk

menjalankan fungsi endokrin dan sekitar 25% IGF-1 yang disintesis dalam

tulang, tulang rawan, sistem saraf pusat, ginjal, ovarium dan prekursor sel

eritroid melakukan fungsi autokrin dan parakrin (Wahab dkk, 2015). Sintesis

IGF-1 dirangsang oleh nutrisi dan growth hormon (GH) di hati dan jaringan

lain. IGF-1 dalam plasma dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis

kelamin, usia, status gizi, dan adanya penyakit kronik (Jian-Bo, dkk., 2004).

Growth hormon adalah hormon pertumbuhan yang diproduksi di

hipofisis anterior. Insulin-like growth factor 1, glukosa, kortisol dan asam

lemak bebas dapat mengurangi kadar growth hormon, sedangkan esterogen,

ghrelin dan testosterone dapat meningkatkan kadar GH. Kadar GH menurun

dengan bertambahnya usia.(Bonefeld dan Moller, 2011).

Insulin-like growth factor 1 dapat mengurangi kadar GH serum

melalui umpan balik negatif somatostatin di hipofisis yang akan menekan GH

dalam hati sehingga meningkatkan kerja insulin di dalam hati. IGF-1 dapat

secara tidak langsung dapat memodulasi metabolisme karbohidrat melalui

penekanan pada GH dan peningkatan kerja insulin. Konsentrasi IGF-1 yang

tinggi mampu menstimulasi transportasi glukosa melalui reseptor insulin.

(Aguirre, dkk., 2016). Hal ini karena IGF-1 mampu menginduksi ekspresi gen
4

Glucokinase sehingga meningkatkan sekresi insulin di dalam plasma

(Yoshida, dkk., 2013).

Growth hormon dapat meningkatkan lipolitik katekolamin dengan

meningkatkan jumlah reseptor adrenergik dalam adiposit dan meningkatkan

produksi glukosa hati. Pada otot rangka, growth hormon meningkatkan

aktivitas lipoprotein lipase melalui adrenergik β-3 reseptor, sebagai hasilnya

memfasilitasi penggunaan FFA. Peningkatan keluaran FFA dari jaringan

adiposa ke hati dapat menyebabkan resistensi insulin di hati (Aguirre dkk.,

2016).

Pengobatan DM dapat dilakukan secara medis dengan obat anti

diabetes melitus (OAD) dan insulin tetapi karena mahalnya biaya pengobatan

secara medis sehingga ada banyak penderita DM yang tidak menjalani

pengobatan. Oleh karena itu, perlu dikembangkan obat herbal yang efektif

murah dan aman. Salah satu jenis tanaman yang banyak digunakan sebagai

herbal adalah buah pare (Momordica charantia L.) yang telah familiar di

kalangan masyarakat awam, yang dapat dimanfaatkan dan harganya yang

relatif murah. Pare telah banyak dimanfaatkan sebagai anti diabetes di wilayah

Asia dan Afrika (Ananta dkk., 2016).

Buah pare varietas charantia dan muricata secara empiris digunakan

sebagai anti asam urat dan dapat menurunkan glukosa darah pada hewan uji

diabetes. Selain itu, beberapa penelitian telah menunjukan bahwa dengan

menggunakan ekstrak buah pare dapat menurunkan stres oksidatif dan

meningkatkan aktivitas beberapa komponen sistem antioksidan endogen


5

(Parawansah dkk., 2017). Kandungan kimia buah pare yang berkhasiat dalam

pengobatan adalah saponin, flavonoid, triterpenoid polifenon, alkaloid,

momordisin, glikosida cucurbitacin, charantin, asam butirat, asam palmitat,

asam linoleat, dan asam stearat (Yuda, dkk., 2013).

Buah pare mengandung senyawa yang berkhasiat sebagai pengobatan

antaranya saponin, flavanoid, alkaloid, tannin, juga charantin, momordisin,

polipeptida-p, vicine, dan galactose-binding lecting yang dapat berfungsi

sebagai insulin mimetik. Komponen bioaktif terbesar ialah charantin,

polipeptida-p dan vicine. Senyawa yang dimiliki berupa momocharin dan

momordisin memiliki fungsi seperti insulin (Patel, dkk., 2012; Joseph dan Jini,

2013; Sing, 2001; Katiyar, dkk., 2017).

Buah pare juga mengandung nutrien kompleks meliputi vitamin,

mineral, dan anti oksidan (Joseph dan Jini, 2013). Pada penelitian yang

dilakukan oleh Zamzani dkk. (2017) didapatkan bahwa hasil dari fraksi etil

asetat buah pare positif mengandung alkaloid, flavanoid, dan saponin.

Aktivitas antidiabetik berupa kandungan senyawa flavanoid yang memiliki

sifat antioksidan yang melindungi tubuh terhadap efek buruk dari

hiperglikemik pada DM tipe 2. Senyawa ini bekerja pada sel terget seperti

alfa-glukosidase, glucosidase co-transporter atau aldose reduktase. Selain

flavanoid, juga terdapat charantin memiliki sifat yang mampu menurunkan

resistensi sel terhadap insulin, mengurangi penyerapan glukosa di usus halus,

mengurangi kerja pembentukan glukosa dalam hati, dan meningkatkan


6

kemampuan penyerapan glukosa dalam lemak maupun sel-sel otot di seluruh

tubuh (Zamzani dkk., 2017).

Pemberian ekstrak buah pare pada tikus putih hiperglikemia memiliki

banyak mekanisme baik, yaitu 1) mencegah penyerapan glukosa dalam

saluran pencernaan, 2) meningkatkan penyerapan glukosa dalam jaringan, 3)

meningkatkan metabolisme glukosa, 4) meningkatkan insulin dengan

menstimulasi sel beta pankreas. Hal ini dikarenakan ekstrak buah pare

mengandung senyawa aktif karantin, vicine dan polypeptide – P insulin.

Beberapa peneliti melaporkan bahwa ektrak buah pare meningkatkan

penyerapan glukosa dalam sel, sehingga meningkatkan metabolisme glukosa

(Alam, 2015).

Penelitian yang dilakukan oleh Brennan dkk. (2011) menunjukkan

ekstrak buah pare (Momordica Charantia L) memiliki efek antiproliferatif

terhadap sel kanker adrenokortikal. Ekstrak buah pare memberikan efek yang

signifikan terhadap penghambatan pertumbuhan sel dan regulasi siklus sel,

mengurangi steroidogenesis, dan penghambatan jalur pensinyalan dari

IGF1R/AKT yang terlibat dalam sel kanker adrenokortikal (Brennan, dkk.,

2011). Penelitian terkait peranan buah pare terhadap IGF-1 masih belum

dieskplorasi lebih jauh. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian

untuk melihat ekspresi gen Insulin-like Growth Factor 1 pada hati tikus

diabetes yang diberikan fraksi etil asetat ekstrak buah pare (Momordica

Charantia L) dengan metode qRT-PCR.


7

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah terdapat perbedaan tingkat ekspresi gen IGF-1 pada hati tikus

diabetes yang diberi fraksi etil asetat ekstrak buah pare dan tikus sehat

dengan menggunakan metode qRT-PCR?

2. Apakah terdapat perbedaan tingkat ekspresi gen IGF-1 pada hati tikus

diabetes yang diberi fraksi etil asetat ekstrak buah pare dan tikus diabetes

tanpa perlakuan dengan menggunakan metode qRT-PCR?

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui ekspresi gen IGF-1 pada hati tikus diabetes yang

diberikan ekstrak fraksi etil asestat buah pare (Momordica charantia L)

dengan metode qRT – PCR

2. Tujuan khusus

a) Untuk menganalisis perbedaan ekspresi gen IGF-1 pada hati tikus

diabetes yang diberi fraksi etil asetat ekstrak buah pare dan tikus sehat

dengan menggunakan metode qRT-PCR

b) Untuk menganalisis perbedaan ekspresi gen IGF-1 pada hati tikus

diabetes yang diberi fraksi etil asetat ekstrak buah pare dan tikus

diabetes tanpa perlakuan dengan menggunakan metode qRT-PCR


8

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat teoretis

a) Menambah wawasan mengenai riset kedokteran yang bersifat

eksperimental khususnya yang berkaitan dalam pemanfaatan obat-

obatan yang berasal dari alam.

b) Mengembangkan obat anti diabetes melitus sebagai alternative

pengobatan medis

c) Mengembangkan ilmu kesehatan tradisional alternatif dan

komplementer

2. Manfaat aplikatif

a) Menambah informasi kepada masyarakat luas dan klinisi mengenai

pemanfaatan fraksi ekstrak buah pare (Momordica charantia L.)

sebagai anti diabetik.

b) Memberikan edukasi dan motivasi kepada masyarakat khususnya

penderita diabetes melitus untuk menggunakan buah pare sebagai salah

satu menu dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari

Anda mungkin juga menyukai