Anda di halaman 1dari 88

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

ANALISIS EFISIENSI EKONOMI


PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI
PADA USAHATANI BAWANG MERAH VARIETAS BIMA
DI KABUPATEN BREBES

yang dipersiapkan dan disusun oleh :

Linda Riyanti
H 0307010

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji


pada tanggal: 12 Juli 2011
dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua Anggota I Anggota II

Ir. Suprapto Mei Tri Sundari, SP. M.Si Ir. Sugiharti Mulya H. MP
NIP. 19500612 198003 1 001 NIP. 19731017 200312 1 002 NIP. 19650626 199003 2 001

Surakarta, Juli 2011

Mengetahui
Universitas Sebelas Maret
Fakultas Pertanian
Dekan

commit to Pujiasmanto,
Prof. Dr. Ir. Bambang user M.S
NIP. 19560225 198601 1 001

ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu
komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi ditinjau dari sisi
pemenuhan konsumsi nasional, sumber penghasilan petani dan potensinya
sebagai penghasil devisa negara. Rukmana (1994) menjelaskan bahwa bawang
merah termasuk komoditas utama dalam prioritas pengembangan tanaman
sayuran dataran rendah di Indonesia. Bawang merah digunakan sebagai
bumbu dan rempah-rempah. Selain itu, bawang merah juga digunakan sebagai
bahan obat tradisional.
Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008), konsumsi bawang
merah penduduk Indonesia mencapai 4,56 kg/kapita/tahun. Permintaan
bawang merah akan terus meningkat (dengan perkiraan 5% per tahun) seiring
dengan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat karena adanya
pertambahan jumlah penduduk, semakin berkembangnya industri makanan
jadi dan pengembangan pasar ekspor bawang merah. Kebutuhan terhadap
bawang merah yang semakin meningkat merupakan peluang pasar yang
potensial dan dapat menjadi motivasi bagi petani untuk meningkatkan
produksi bawang merah.
Salah satu sentra produksi bawang merah di Indonesia adalah
Kabupaten Brebes. Pada tahun 2009, Kabupaten Brebes memberikan
kontribusi 75,58% terhadap produksi bawang merah Provinsi Jawa Tengah.
Hal tersebut menjadikan bawang merah sebagai komoditas hortikultura yang
merupakan Produk Unggulan Daerah (PUD) Kabupaten Brebes. Adanya
faktor alam yang serasi dengan faktor pertumbuhan tanaman, menjadikan
tanaman bawang merah cocok dibudidayakan di Kabupaten Brebes.
Produksi bawang merah Kabupaten Brebes berasal dari produksi
beberapa varietas bawang merah yang ditanam di Kabupaten Brebes, yaitu
meliputi varietas Bima, Kuning dan varietas bawang merah impor seperti dari
Filipina dan Bangkok. MenurutcommitDinas
to userPertanian Tanaman Pangan dan

1
perpustakaan.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id

Hortikultura Kabupaten Brebes (2010), mayoritas petani di Kabupaten Brebes


(80%) dalam melakukan usahatani bawang merah menggunakan varietas
Bima. Hal ini dikarenakan varietas Bima mempunyai sifat genjah atau umur
panen cepat (50-60 hari setelah tanam) dan tahan penyakit busuk umbi.
Varietas ini cocok ditanam di dataran rendah, sehingga sesuai dengan kondisi
alam kabupaten Brebes. Adapun data luas panen, produksi dan produktivitas
bawang merah Kabupaten Brebes tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah di Kabupaten
Brebes Tahun 2006-2010
Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Kw) Produktivitas (Kw/Ha)
2006 18.869,00 1.792.278,00 94,98
2007 23.361,00 2.531.835,00 108,38
2008 26.236,00 3.366.447,00 128,31
2009 24.978,00 3.125.832,00 125,14
2010 32.680,00 4.128.128,00 126,32
Jumlah 126.124,00 14.944.520,00 583,13
Rata-rata 25.224,80 2.988.904,00 116,63
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes
Tahun 2010
Data pada Tabel 1, menunjukkan bahwa tingkat produktivitas bawang
merah di Kabupaten Brebes yang berfluktuatif dengan tingkat produktivitas
rata-rata selama tahun 2006-2010 sebesar 116,63 kw/ha atau 11,66 ton/ha.
Namun tingkat produktivitasnya masih dikatakan rendah. Hal ini dikarenakan
menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2002), potensi
tingkat produktivitas bawang merah di Indonesia dapat mencapai lebih dari 20
ton/ha. Tingkat produktivitas bawang merah berkaitan dengan produksi dan
penggunaan faktor-faktor produksi. Penggunaan faktor-faktor produksi dinilai
sangat penting karena mempunyai pengaruh terhadap produksi yang
dihasilkan. Arti pentingnya ditekankan pada kombinasi penggunaan faktor-
faktor produksi karena mendukung tercapainya kondisi produksi yang optimal.
Oleh karena itu, petani dituntut untuk bekerja secara efisien dalam mengelola
usahataninya agar produksi yang diperoleh optimal.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui
commit
hubungan faktor-faktor produksi to userproduksi pada usahatani bawang
dengan
perpustakaan.uns.ac.id 3
digilib.uns.ac.id

merah varietas Bima di Kabupaten Brebes dan usaha mengkombinasikannya


untuk mencapai produksi yang optimal sekaligus mengetahui tingkat efisiensi
ekonomi penggunaan faktor-faktor produksinya.

B. Perumusan Masalah
Petani di Kabupaten Brebes dalam berusahatani bawang merah
varietas Bima bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Varietas Bima
merupakan varietas yang digunakan sebagian besar petani (80%) di Kabupaten
Brebes. Varietas ini cocok ditanam di dataran rendah, sehingga sangat sesuai
dengan kondisi alam Kabupaten Brebes. Selain itu, varietas Bima mempunyai
umur panen yang cepat (50-60 hari setelah tanam), sehingga diharapkan
dengan menanam varietas Bima maka petani cepat memperoleh hasil
(keuntungan) dari kegiatan usahataninya. Hal tersebut merupakan potensi
yang dapat dikelola seoptimal mungkin sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan petani.
Pada dasarnya usahatani bawang merah varietas Bima tidak berbeda
dengan usahatani bawang merah varietas lainnya, hanya saja untuk
pemanenan produksi bawang merah varietas Bima dapat dilakukan pada usia
50-60 hari setelah tanam. Pada usahatani bawang merah varietas Bima,
besarnya produksi yang dihasilkan berkaitan dengan besarnya faktor-faktor
produksi yang digunakan. Namun, petani dihadapkan pada permasalahan
bagaimana mengkombinasikan faktor-faktor produksinya secara optimal untuk
menghasilkan produksi yang optimal sehingga keuntungan yang diperoleh
maksimal. Hal ini dikarenakan petani dalam melakukan usahataninya
menghadapi keterbatasan berupa keterbatasan pengetahuan. Oleh karena itu,
dalam melakukan usahatani seorang petani harus memperhatikan apakah
penggunaan penggunaan faktor-faktor produksinya optimal, sehingga
keuntungan yang diperoleh maksimal atau dengan kata lain kombinasi
penggunaan faktor-faktor produksinya mencapai efisiensi ekonomi tertinggi.
Faktor produksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah faktor
produksi yang digunakan dalam usahatani bawang merah varietas Bima di
commit to user
Kabupaten Brebes, berupa luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk
perpustakaan.uns.ac.id 4
digilib.uns.ac.id

NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair. Faktor-faktor produksi tersebut


berkaitan langsung dengan produksi bawang merah varietas Bima sehingga
penggunaannya perlu diperhatikan. Penggunaan faktor-faktor produksi yang
digunakan oleh petani juga mempengaruhi biaya yang harus dikeluarkan
dalam usahataninya. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani
akan mempengaruhi keuntungan yang akan diterima oleh petani.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Berapakah besarnya biaya, penerimaan, pendapatan dan keuntungan
usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes?
2. Diantara faktor-faktor produksi luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk
urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair, manakah yang
berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima di
Kabupaten Brebes?
3. Apakah petani dalam mengkombinasikan penggunaan faktor-faktor
produksi luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara,
pupuk ZA dan pestisida cair pada usahatani bawang merah varietas Bima
di Kabupaten Brebes telah mencapai efisiensi ekonomi tertinggi?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui besarnya biaya, penerimaan, pendapatan dan keuntungan
usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes.
2. Mengetahui pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi luas lahan,
benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan
pestisida cair terhadap produksi bawang merah varietas Bima di
Kabupaten Brebes.
3. Mengetahui tingkat efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi
luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk
ZA dan pestisida cair pada usahatani bawang merah varietas Bima di
Kabupaten Brebes.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id

D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan
pengetahuan terutama terkait dengan bahan penelitian. Di samping itu,
penelitian ini dimaksudkan sebagai bahan penyusunan skripsi yang
merupakan salah satu syarat kelengkapan dalam meraih gelar sarjana di
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bagi petani, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
dalam penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah
varietas Bima.
3. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Brebes, penelitian ini diharapkan
dapat menjadi sumbangan pemikiran atau bahan pertimbangan dalam
menyusun kebijakan di sektor pertanian, khususnya sub sektor tanaman
bahan makanan.
4. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
tambahan informasi dan bahan pertimbangan pada penelitian dengan
masalah yang sama.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Usahatani Bawang Merah Varietas Bima
Usahatani merupakan organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal
yang ditujukan untuk produksi di lapangan pertanian. Bentuknya dapat
berupa memelihara ternak atau dengan bercocok tanam (Firdaus, 2008).
Salah satu tanaman yang diusahakan sebagai usahatani adalah bawang
merah yang merupakan tanaman semusim berbentuk rumput dan berakar
serabut. Daunnya memanjang serta berongga seperti pipa. Pangkal
daunnya dapat berubah fungsi menjadi umbi lapis (Sunarjono, 2004).
Salah satu varietas bawang merah yang ditanam di Indonesia
adalah varietas Bima. Varietas ini berasal dari daerah Brebes dan cocok
ditanam di daerah dataran rendah. Varietas Bima mempunyai nama lokal
Bima Curut dan memiliki karakteristik, yaitu tinggi tanaman berkisar
antara 25-44 cm, jumlah anakan antara 7-12, daun tanaman berbentuk
silindris berlubang, warna daun hijau, jumlah daun 14-50 helai, dan umur
panen kurang lebih 60 hari setelah tanam (Pitojo, 2000).
Bawang merah varietas Bima mempunyai susut bobot umbi 22%
dari bobot panen basah. Umbinya berwarna merah muda, berbentuk
lonjong, dan bercincin kecil pada leher cakramnya. Varietas Bima tahan
terhadap penyakit busuk umbi (Botrytis allii), tetapi peka terhadap
penyakit busuk daun (Phytophtora porii) (Rahayu dan Nur, 2004).
Di Indonesia bawang merah dapat ditanam di dataran rendah
sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Ketinggian tempat yang
optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan bawang merah adalah 0-
450 di atas permukaan laut. Tanaman bawang merah masih dapat
tumbuh dan berumbi di dataran tinggi, tetapi umur tanamnya menjadi
lebih panjang 0,5-1 bulan dan hasil umbinya lebih rendah
(Sutarya dan Grubben, 1995).
commit to user

6
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

Menurut Sunarjono (2004) sebelum bawang merah ditanam, tanah


diolah terlebih dahulu. Pengolahannya dengan cara dicangkul untuk
membuat bedengan dan diberi pupuk, serta dibuat parit-parit yang berguna
untuk drainase dan penampung air untuk siraman. Selanjutnya penanaman
bawang merah dapat dilakukan di atas bedengan.
Pemeliharaan tanaman bawang merah meliputi beberapa kegiatan,
yaitu penyulaman, pengairan, pemupukan, penyiangan (pendangiran),
serta pengendalian hama dan penyakit. Pemanenan bawang merah dapat
dilakukan pada umur 60-90 hari setelah tanam, atau tergantung varietas
dan tujuan penggunaan hasil umbinya. Ciri-ciri umum bawang merah siap
panen, yaitu tanaman telah cukup tua, hampir 60%-90% leher batang
lemas dan daunnya menguning, serta umbi lapis sudah kelihatan penuh
(padat) berisi dan tersembul sebagian di atas tanah (Rukmana, 1994).
2. Biaya, Penerimaan, Pendapatan dan Keuntungan Usahatani
Hernanto (1991) menjelaskan biaya yang dikeluarkan oleh seorang
petani dalam proses produksi serta membawanya menjadi produk disebut
biaya produksi. Pengelompokkan biaya pada usahatani, yaitu:
a. Biaya tetap dan biaya variabel
Biaya tetap (fixed costs): biaya yang penggunaannya tidak habis dalam
satu masa produksi. Tergolong dalam kelompok biaya ini antara lain:
pajak tanah, pajak air, dan penyusutan alat dan bangunan pertanian.
Biaya variabel (variable costs): biaya yang besar kecilnya sangat
tergantung pada skala produksi. Tergolong dalam kelompok biaya ini
antara lain: biaya untuk pupuk, bibit, obat pembasmi hama dan
penyakit, tenaga kerja upahan dan sewa tanah.
b. Biaya tunai dan biaya tidak tunai
Biaya tunai dari biaya tetap berupa air dan pajak tanah, sedangkan
untuk biaya variabel antara lain biaya untuk pemakaian bibit, pupuk,
obat-obatan dan tenaga kerja luar. Biaya tidak tunai (diperhitungkan)
meliputi biaya tetap yaitu biaya tenaga kerja keluarga, sedangkan dari
commit
biaya variabel yaitu jumlah to user
pupuk kandang yang dipakai.
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

c. Biaya langsung dan biaya tidak langsung


Biaya langsung adalah biaya yang langsung digunakan dalam proses
produksi, sedangkan biaya tidak langsung adalah biaya penyusutan.
Berdasarkan segi pandang ilmu ekonomi, pengeluaran produsen
untuk biaya produksi dapat dikelompokkan menjadi dua macam biaya,
yaitu biaya produksi eksplisit dan biaya produksi implisit. Biaya produksi
eksplisit adalah biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk faktor-faktor
produksi yang harus dibeli dari pihak luar. Biaya produksi implisit adalah
biaya produksi yang berasal dari penggunaan faktor-faktor produksi yang
dimiliki sendiri oleh produsen tersebut. Biaya eksplisit harus ditambahkan
dengan biaya eksplisit dalam perhitungan keuntungan (Sudarman, 1992).
Biaya eksplisit (explicit cost) adalah biaya yang secara nyata
dikeluarkan oleh petani selama proses produksi. Biaya ini berupa
pengeluaran aktual petani untuk mempekerjakan tenaga kerja luar
keluarga, menyewa atau membeli input yang dibutuhkan dalam usahatani
seperti biaya pembelian sarana produksi. Biaya implisit (implicit cost)
adalah biaya yang tidak secara nyata dikeluarkan oleh petani selama proses
produksi. Jadi, faktor produksinya merupakan milik petani sendiri dan
digunakan dalam aktivitas produksinya sendiri. Biaya implisit ini dapat
berupa biaya tenaga kerja dalam keluarga (Salvatore, 2005).
Menurut Soekartawi (1995), penerimaan usahatani adalah
perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini
dapat dituliskan sebagai berikut:
TRi = Yi . Pyi
Keterangan: TRi : total penerimaan
Yi : produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
Pyi : harga Yi
Soekartawi (1995) menjelaskan, perhitungan pendapatan usahatani
adalah selisih antara penerimaan dan total biaya. Total biaya yang dipakai
adalah biaya riil yang sebenarnya dikeluarkan selama usahatani, dan
commit to user
dirumuskan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

Pd = TR – TC
Keterangan: Pd : pendapatan usahatani
TR : total penerimaan
TC : total biaya
Sudarmanto (1992) menjelaskan perhitungan keuntungan adalah
selisih antara penerimaan dikurangi dengan biaya-biaya yang terdiri dari
biaya eksplisit dan biaya implisit. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai
berikut:
p = TR – TC
= TR – (EC + IC)
Keterangan: p : keuntungan
TR : total penerimaan (total revenue)
TC : total biaya (total cost)
EC : total biaya eksplisit (explicit cost)
IC : total biaya implisit (implicit cost)
3. Produksi, Faktor Produksi dan Fungsi Produksi
Kegiatan produksi adalah perubahan faktor produksi menjadi
barang produksi. Usaha untuk mencapai efisiensi produksi yaitu dengan
menghasilkan barang dengan biaya yang paling rendah untuk suatu jangka
waktu tertentu. Efisiensi dari proses produksi itu tergantung dari proporsi
faktor produksi yang digunakan dan jumlah masing-masing faktor
produksi serta produktivitas masing-masing faktor produksi untuk setiap
tingkat penggunaannya (Suparmoko, 1998).
Faktor-faktor produksi yang dapat mempengaruhi produksi suatu
usahatani dapat berupa:
a. Luas lahan
Mubyarto (1989) menjelaskan lahan sebagai salah satu faktor
produksi yang mempunyai kontribusi cukup besar terhadap usahatani.
Besar kecilnya produksi dari usahatani antara lain dipengaruhi oleh
luas lahan yang digunakan. Namun, bukan berarti semakin luas lahan
commit to user
pertanian maka semakin efisien lahan tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

b. Benih
Faktor benih memegang peranan yang penting untuk
menunjang keberhasilan produksi tanaman. Penggunaan benih yang
bermutu tinggi merupakan langkah awal peningkatan produksi.
Penggunaan benih yang terlalu banyak akan berdampak pada
penurunan jumlah produksi karena jarak tanam menjadi rapat sehingga
tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik (Rahayu dan Nur, 2004).
c. Tenaga kerja
Penggunaan tenaga kerja ditentukan oleh pasar tenaga kerja
yang dipengaruhi upah tenaga kerja dan harga hasil produksi.
Pengusaha cenderung menambah tenaga kerja selama produk marjinal
(nilai tambah output yang diakibatkan oleh bertambahnya 1 unit tenaga
kerja) lebih tinggi daripada cost yang dikeluarkan (Nopirin, 1996).
d. Pupuk
Pupuk adalah bahan-bahan yang diberikan ke dalam tanah dan
secara langsung atau tidak langsung dapat menambah zat-zat makanan
tanaman yang tersedia dalam tanah. Pemberian pupuk merupakan
usaha untuk pemenuhan kebutuhan hara tanaman, sehingga tanaman
dapat tumbuh dengan baik. Pemberian pupuk yang tepat dan
berimbang akan menghasilkan produksi yang optimal (Kasirah, 2007).
e. Pestisida
Penggunaan faktor produksi pestisida sampai saat ini
merupakan cara yang paling banyak digunakan dalam pengendalian
hama dan penyakit. Hal ini dikarenakan, penggunaan pestisida
merupakan cara yang paling mudah dan efektif, dengan penggunaan
pestisida yang efektif akan memberikan hasil yang memuaskan.
Namun, penggunaan pestisida juga berdampak negatif terhadap
lingkungan. Dampak negatifnya dapat dihindari dengan penggunaan
pestisida dengan dosis yang tepat (Sulistiyono, 2004).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada


tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan
baik. Faktor produksi sangat menentukan besar kecilnya produksi yang
diperoleh. Hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output)
disebut dengan fungsi produksi atau juga disebut dengan factor
relationship (Soekartawi, 1991).
Menurut Salvatore (2007) suatu fungsi produksi pertanian yang
sederhana didapatkan dengan menggunakan berbagai alternatif jumlah
tenaga kerja per unit waktu untuk menggarap sebidang tanah yang tetap
dan mencatat alternatif output yang dihasilkannya per unit waktu. Produk
rata-rata tenaga kerja (average product of labor = APL) didefinisikan
sebagai produk total (TPL) dibagi jumlah unit tenaga kerja yang
digunakan. Produk marjinal tenaga kerja (marginal product of labor =
MPL) ditentukan oleh perubahan produk total (TPL) per unit perubahan
jumlah tenaga kerja yang digunakan. Hubungan antara TPL, APL, dan MPL
digambarkan pada Gambar 1.
Produk

Daerah I Daerah II Daerah III

Ep<0
Ep>1

0<Ep<1 TPL

I
Ep=1 Ep=0

MPmax

APmax
APL
MP=AP
Tenaga
0 x* x** x*** Kerja

MPL

Gambar 1. Hubungan antara TPL, APL, dan MPL


Bentuk kurva APL dan MPL ditentukan oleh bentuk kurva TPL.
Kurva APL awalnya naik, commit to maksimum
mencapai user dan kemudian turun tetapi
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

tetap positif selama TPL positif. Sedangkan kurva MPL mula-mula juga
naik, mencapai maksimum (sebelum APL mencapai maksimum) dan
kemudian turun. MPL menjadi nol bila TPL mencapai maksimum dan
negatif bila TPL mulai menurun. Bagian kurva MPL yang menurun
menggambarkan hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang (the law
of deminishing returns) (Salvatore, 2007).
Menurut Sudarman (1992) salah satu fungsi produksi yang sering
digunakan untuk penelitian ekonomi adalah fungsi Cobb Douglas. Secara
umum hubungan antara faktor produksi modal dan tenaga kerja dengan
kuantitas produksi pada fungsi Cobb Douglas ditulis sebagai berikut:
Q = f (K,L) = A.Ka.Lb
Dimana:
Q : kuantitas produksi
K : modal
L : tenaga kerja
A,a,b : besaran yang diduga
Fungsi Cobb Douglas dapat digunakan untuk meneliti returns to
scale yaitu dengan penjumlahan derajat dari fungsi Cobb Douglas. Jika
berderajat lebih dari satu maka menunjukkan skala dengan hasil meningkat
(increasing returns to scale), artinya proporsi penambahan faktor produksi
akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar. Jika
derajatnya sama dengan satu maka menunjukkan skala dengan hasil
konstan (constant returns to scale), artinya penambahan proporsi
penambahan faktor produksi akan sama dengan proporsi penambahan
produksi yang diperoleh. Jika derajatnya kurang dari satu maka fungsi
menunjukkan skala dengan hasil yang menurun (decreasing returns to
scale), artinya proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan
tambahan produksi yang proporsinya lebih kecil (Soekartawi, 2003).
Soekartawi (2003) menjelaskan hubungan antara produksi dengan
faktor produksi pada fungsi Cobb Douglas dapat diketahui dengan
melakukan analisis regresicommit
linier. to user tersebut dilakukan dengan cara
Analisis
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

melogaritmakan fungsi Cobb Douglas agar diperoleh fungsi yang linier,


oleh karena itu ada persyaratan yang harus dipenuhi sebelum
menggunakan fungsi Cobb Douglas yaitu:
a. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol.
b. Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan
teknologi pada setiap pengamatan.
c. Tiap variabel X adalah perfect competition.
d. Perbedaan lokasi seperti iklim tercakup pada faktor kesalahan, u.
4. Efisiensi Ekonomi
Efisiensi ekonomi adalah efisiensi dari biaya produksi. Efisiensi
ekonomi diukur dengan semakin kecilnya biaya yang dikeluarkan per unit
produksi yang dihasilkan. Efisiensi ekonomi bertindak sebagai ukuran
untuk menilai setiap pemilihan kombinasi penggunaan faktor-faktor
produksi. Efisiensi ekonomi dapat dicapai dengan berbagai teknik
penggunaan kombinasi faktor-faktor produksi dengan biaya minimal
(Faizal, 2007).
Menurut Cramer dan Clarence (1994), alokasi penggunaan faktor-
faktor produksi dengan kaidah biaya minimal berarti memproduksi
sejumlah produk tertentu dengan biaya minimal, maka pengusaha harus
menggunakan faktor-faktor produksi sampai kondisi dimana perbandingan
antara produksi marjinal dengan harga yang dibelanjakan untuk setiap
faktor produksi mempunyai nilai sama. Pada penggunaan dua faktor
produksi (x1 dan x2), kondisi tersebut dapat diketahui dari hubungan antara
kurva isoquant dan isocost yang secara grafis dapat memperlihatkan letak
kombinasi optimum. Pengusaha selalu mencari kombinasi faktor-faktor
produksi yang paling murah di sepanjang kurva isoquant, dan titik dimana
kurva isoquant bersinggungan dengan kurva isocost merupakan letak
kombinasi penggunaan faktor produksi yang optimal. Pada keadaan
optimal maka kemiringan dari kedua kurva (isoquant dan isocost) adalah
sama. Hubungan antara kurva isoquant dan isocost digambarkan sebagai
berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

x2

Px2

A Kombinasi Optimum
x2*

isoquant

isocost
x1
0 Px1
x1*
Gambar 2. Kurva Isoquant dan Isocost dengan Kombinasi Faktor-Faktor
Produksi dengan Biaya Minimum Jatuh di Titik A
Bishop dan Toussaint (1979) menyatakan apabila suatu produksi
menggunakan sebanyak n input, maka analisisnya menjadi rumit dan tidak
dapat digambarkan dengan grafik. Meskipun demikian, syarat untuk
kombinasi biaya minimal (least cost combination) untuk n input dapat
dijelaskan secara matematik yaitu sebagai berikut:
MPPx 1 MPPx 2 MPPx n
= = .............. =
Px 1 Px 2 Px n
Kesamaan perbandingan antara produk marjinal input dengan
harga masing-masing input merupakan syarat bagi biaya minimum dalam
menghasilkan sejumlah produk yang menggunakan input sebanyak n.
Apabila terdapat input mempunyai harga sama dan salah satunya lebih
produktif daripada input lainnya, maka pembelian input tersebut akan
lebih menguntungkan. Hal ini dikarenakan dengan penambahan satuan
input yang berproduk marjinal lebih tinggi, maka produk marjinal akan
berkurang sampai perbandingan antara produk marjinal dengan harga
input menjadi sama bagi semua input.
Meskipun demikian, berproduksi pada suatu taraf tertentu dengan
biaya minimal, tidak berarti tercapai taraf produksi yang menghasilkan
keuntungan maksimal. Penentuan tingkat produksi yang memberikan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

keuntungan maksimal (efisiensi ekonomi tertinggi) dengan penggunaan


sebanyak n input, secara matematis adalah sebagai berikut:
MVPx 1 MVPx 2 MVPx n
= = .............. = =1
Px 1 Px 2 Px n
Soekartawi (1991) mengemukakan bahwa di lapangan, kondisi
efisiensi ekonomi tertinggi sulit dicapai karena berbagai hal, diantarannya
keterbatasan pengetahuan petani dalam menggunakan faktor produksi,
kesulitan petani memperoleh faktor produksi dalam jumlah yang tepat
waktu dan adanya faktor luar yang menyebabkan petani tidak dapat
berusahatani secara efisien.
5. Penelitian terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Irianto dan Sugiharti (2005) yang
berjudul Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi
Pada Usahatani Bawang Merah Lahan Pantai di Daerah Istimewa
Yogyakarta menunjukkan rata-rata luas lahan 676,47 m2 per usahatani,
dengan penggunaan benih 57,84 kg; tenaga kerja 16,99 HKP; pupuk urea
22,84 kg; pupuk SP36 7,61 kg; pupuk organik 1.228,43 kg; pupuk NPK
6,55 kg; pupuk ZA 5,61 kg; pupuk KCL 7,88 kg; serta hasil produksi yang
dicapai sebesar 612,80 kg per usahatani. Biaya produksi Rp 870.544,24
per usahatani, penerimaan Rp 2.451.215,69 per usahatani, sehingga
keuntungannya Rp 1.580.671,45 per usahatani. Hubungan penggunaan
faktor-faktor produksi dengan hasil produksi bawang merah dinyatakan
dalam model fungsi Cobb Douglas yaitu: Y=1,535.X10,739.X2-0,183.
X30,293.X40,812.X5-0,00862.X6-0,608. X7-0,00229. X80,193. X9-0,00965. Hasil analisis
dengan uji F menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi yang
terdiri dari tenaga kerja, benih, pupuk urea, pupuk SP36, pupuk ZA, pupuk
KCL, pupuk organik, pupuk NPK, dan luas lahan secara bersama-sama
berpengaruh nyata terhadap hasil produksi bawang merah. Uji t
menunjukkan bahwa faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja, pupuk
SP36 dan pupuk KCL berpengaruh nyata terhadap hasil produksi bawang
merah. Berdasarkan hasilcommit to user
analisis efisiensi ekonomi diketahui bahwa
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan pada usahatani bawang


merah lahan pantai tidak efisien, sehingga kombinasinya belum mencapai
efisiensi ekonomi tertinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Damanah (2008) yang berjudul
Analisis Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Bawang
Merah di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten
Majalengka Provinsi Jawa Barat, menunjukkan rata-rata total biaya tunai
usahataninya sebesar Rp 14.940.146,82 per musim tanam, rata-rata total
biaya yang diperhitungkan sebesar Rp 13.630.437,99 per musim tanam,
dan rata-rata total biayanya sebesar Rp 28.570.584,81 per musim tanam.
Rata-rata penerimaan usahataninya Rp 52.030.264,79 per musim tanam,
sehingga besarnya pendapatan atas biaya tunai adalah Rp 37.090.117,97
per musim tanam dan pendapatan atas total biaya adalah Rp 23.459.679,97
per musim tanam. Analisis faktor-faktor produksinya menggunakan
fungsi produksi Cobb Douglas. Rata-rata penggunaan faktor-faktor
produksinya, yaitu luas lahan (X1) 0,737 ha, tenaga kerja wanita (X3)
108,656 HOK, bibit (X4) 1642,063 kg, pupuk buatan (X5) 983,812 kg dan
obat-obatan (X7) 8,539 kg. Berdasarkan hasil analisis, maka model fungsi
produksi Cobb Douglas dari hasil penelitian adalah sebagai berikut:
Y=7,14.X10,703.X30,0146.X40,202.X50,0761X70,0188. Hasil analisis uji F
menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi yang terdiri dari
luas lahan, tenaga kerja wanita, bibit, pupuk buatan dan obat-obatan secara
bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah.
Berdasarkan uji t, faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap
produksi bawang merah adalah luas lahan, bibit dan pupuk buatan.
Analisis efisiensi ekonomi menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor
produksi pada usahatani bawang merah belum mencapai efisiensi ekonomi
tertinggi. Efisiensi ekonomi tertinggi dapat dicapai dengan menggunakan
kombinasi optimal dari faktor-faktor produksi. Hal tersebut diperoleh
apabila rasio antara NPMx/Px sama dengan satu. Berdasarkan hasil
commit toproduksi
analisis, penggunaan faktor-faktor user yang optimal pada usahatani
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

bawang merah di Desa Sukasari Kaler adalah lahan 15,735 ha, bibit
2.189,55 kg dan pupuk buatan 1.988,45 kg.
Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan penelitian
terkait efisiensi ekonomi usahatani bawang merah dan hasil penelitian dari
kedua penelitian terdahulu menyatakan bahwa kombinasi penggunaan
faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah belum mencapai
efisiensi ekonomi tertinggi. Hal tersebut dapat memberikan gambaran
tentang tingkat efisiensi ekonomi pada usahatani bawang merah varietas
Bima.

B. Kerangka Teori Pendekatan Masalah


Usahatani bawang merah varietas Bima merupakan kegiatan ekonomi
dengan mengalokasikan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan produksi
dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Pada usahatani, seorang petani
akan mengeluarkan biaya usahatani selama proses produksinya. Biaya
usahatani dalam penelitian ini terdiri dari biaya eksplisit dan biaya implisit.
Biaya eksplisit adalah biaya yang secara nyata dikeluarkan oleh petani selama
proses produksi dalam satu musim tanam. Biaya eksplisit yang diperhitungkan
pada penelitian ini meliputi biaya untuk upah tenaga kerja luar, pajak, iuran
irigasi, transportasi, biaya bunga modal pinjaman dan biaya untuk pembelian
sarana produksi seperti pupuk, pestisida dan perata. Biaya implisit adalah
biaya yang tidak secara nyata dikeluarkan oleh petani selama proses produksi
dalam satu musim tanam. Biaya implisit yang diperhitungkan dalam penelitian
ini meliputi biaya pembelian benih, biaya sewa lahan sendiri, biaya
penyusutan alat, bunga modal sendiri dan biaya tenaga kerja dalam yang
diperhitungkan berdasarkan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja luar.
Penjumlahan dari biaya eksplisit dan biaya implisit merupakan total biaya
yang dikeluarkan oleh petani untuk usahatani bawang merah varietas Bima.
Suatu usahatani akan menghasilkan sejumlah penerimaan. Pada
usahatani bawang merah varietas Bima, penerimaan merupakan nilai produksi
yang dihasilkan selama satu musim tanam. Penerimaan dihitung dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

mengalikan produksi pada satu musim tanam (Y) dengan harga produksi (Py)
dan dinyatakan dalam rupiah.
Pendapatan usahatani selama satu musim tanam dihitung dengan
mengurangi penerimaan dengan total biaya yang secara riil dikeluarkan (biaya
eksplisit) dan dirumuskan sebagai berikut:
Pd = TR – TC
= (Y.Py) - EC
Keterangan:
Pd : pendapatan usahatani (Rp/Ha/MT)
TR : total penerimaan usahatani (Rp/Ha/MT)
TC : total biaya usahatani (Rp/Ha/MT)
Py : harga produksi usahatani (Rp/Kg)
Y : produksi usahatani (Kg/Ha/MT)
EC : total biaya eksplisit usahatani (Rp/Ha/MT)
Selanjutnya untuk menghitung keuntungan yang didapatkan dari
usahatani bawang merah varietas Bima selama satu musim tanam, yaitu
dengan cara penerimaan dikurangi dengan total biaya yang terdiri dari biaya
eksplisit dan biaya implisit. Adapun rumusnya, yaitu sebagai berikut:
p = TR – TC
= TR – (EC + IC)
Keterangan:
p : keuntungan usahatani (Rp/Ha/MT)
TR : total penerimaan usahatani (Rp/Ha/MT)
TC : total biaya usahatani (Rp/Ha/MT)
EC : total biaya eksplisit usahatani (Rp/Ha/MT)
IC : total biaya implisit usahatani (Rp/Ha/MT)
Pengkajian hubungan penggunaan faktor-faktor produksi berupa luas
lahan, tenaga kerja, benih, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan
pestisida cair dengan produksi bawang merah varietas Bima menggunakan
model berbentuk kepangkatan yang merupakan modifikasi fungsi produksi
commit to user
Cobb Douglas dan dirumuskan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

Y = b0. X1b1. X2b2. X3b3. X4b4. X5b5. X6b6. X7b7


Keterangan:
Y : produksi bawang merah varietas Bima (Kg)
X1 : luas lahan (Ha)
X2 : benih (Kg)
X3 : tenaga kerja (HKP)
X4 : pupuk urea (Kg)
X5 : pupuk NPK Mutiara (Kg)
X6 : pupuk ZA (Kg)
X7 : pestisida cair (Ltr)
b0 : konstanta
b1–b7 : koefisien regresi X1 sampai X7
Hubungan antara faktor-faktor produksi dengan produksi bawang
merah varietas Bima dapat diketahui dengan analisis regresi linier berganda.
Oleh karena itu, fungsi produksinya diubah ke dalam bentuk linier dengan
cara dilogaritmakan menjadi:
Log Y = log b0 + b1 log X1 + b2 log X2 + b3 log X3 + b4 log X4+ b5 log X5 +
b6 log X6+ b7 log X7
Analisis regresi linier berganda menghasilkan model persamaan fungsi
produksi usahatani bawang merah varietas Bima, yang kemudian dilakukan
pengujian model untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor produksi
dan produksi bawang merah varietas Bima. Pengujian model ini terdiri dari uji
adjusted R2, uji F, uji t dan uji standar koefisien regresi. Uji adjusted R2
sebagai suatu ukuran yang menunjukkan besarnya proporsi dari variasi
produksi bawang merah varietas Bima yang dijelaskan oleh faktor-faktor
produksi pada model fungsi produksi. Selanjutnya uji F dengan tingkat
kepercayaan 95% untuk mengetahui apakah faktor-faktor produksi secara
bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas
Bima, dan uji t dengan tingkat kepercayaan 95% untuk menguji apakah faktor-
faktor produksi secara individual berpengaruh nyata terhadap produksi
commit to user
bawang merah varietas Bima. Pengujiannya juga mencakup
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

uji standar koefisien regresi, tujuannya untuk mengetahui faktor produksi yang
paling berpengaruh diantara faktor-faktor produksi yang lain.
Analisis efisiensi ekonomi digunakan untuk mengetahui kombinasi
penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah varietas
Bima mencapai efisiensi ekonomi tertinggi atau belum. Adapun rumusnya:
NPMx1 NPMx2 NPMx3 NPMx4 NPMx5 NPMx6 NPMx7
= = = = = = =1
Px1 Px2 Px3 Px4 Px5 Px6 Px7
Keterangan:
NPMxi : nilai produk marjinal untuk faktor produksi xi
Pxi : harga faktor produksi xi
Dengan ketentuan:
NPMxi
= 1, berarti penggunaan faktor produksi xi mencapai efisiensi
Pxi
ekonomi tertinggi.
NPMxi
≠ 1, berarti penggunaan faktor produksi xi tidak efisien secara
Pxi
ekonomi.
Apabila terdapat kendala sehingga kombinasi penggunaan faktor-
faktor produksi belum mencapai efisiensi ekonomi tertinggi, maka dilakukan
analisis optimalisasi. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi
penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah varietas
Bima mencapai kombinasi optimal atau belum. Adapun rumusnya adalah
sebagai berikut:
PFMx1 PFMx2 PFMx3 PFMx4 PFMx5 PFMx6 PFMx7
= = = = = =
Px1 Px2 Px3 Px4 Px5 Px6 Px7
Keterangan:
PFMxi : Produk Fisik Marjinal faktor produksi xi
Pxi : harga faktor produksi xi
Berdasarkan konsep mengenai kerangka teori pendekatan masalah,
maka dapat disusun kerangka berpikir seperti pada Gambar 3.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

Faktor-Faktor Produksi
X1 : luas lahan (Ha)
X2 : benih (Kg) Usahatani Pendapatan
X3 : tenaga kerja (HKP) Bawang Merah Biaya Eksplisit
Usahatani
X4 : pupuk urea (Kg) Varietas Bima
X5 : pupuk NPK Mutiara (Kg)
X6 : pupuk ZA (Kg)
X7 : pestisida cair (Ltr) Biaya Usahatani

Produksi Usahatani Biaya Implisit


Model Kepangkatan Modifikasi Keuntungan
Fungsi Produksi Cobb Douglas Usahatani
Penerimaan Usahatani

Analisis Regresi Linier Berganda

Efisiensi Ekonomi Penggunaan Optimalisasi Penggunaan Faktor-Faktor


Faktor-Faktor Produksi Produksi

Gambar 3. Kerangka Berpikir Pendekatan Masalah


C. Hipotesis
1. Diduga bahwa faktor-faktor produksi usahatani bawang merah varietas
Bima yang berupa luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK
Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair, berpengaruh nyata terhadap
produksi bawang merah varietas Bima.
2. Diduga bahwa kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi yang berupa
luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk
ZA dan pestisida cair, pada usahatani bawang merah varietas Bima belum
mencapai tingkat efisiensi ekonomi tertinggi.
3. Diduga bahwa kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi yang berupa
luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk
ZA dan pestisida cair, pada usahatani bawang merah varietas Bima belum
optimal.

D. Asumsi-Asumsi
1. Petani bertindak secara rasional, yaitu selalu berusaha memperoleh
keuntungan yang maksimal.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

2. Kondisi daerah penelitian seperti keadaan tanah, iklim, cuaca, ketinggian


tempat dan topografi di daerah penelitian dianggap sama dan berpengaruh
normal terhadap proses produksi.
3. Teknologi yang ada di daerah penelitian dianggap sama.
4. Pasar faktor-faktor produksi dan produksi merupakan pasar persaingan
sempurna.
5. Variabel-variabel lain yang tidak diamati dalam penelitian diabaikan.

E. Pembatasan Masalah
Data yang dikaji pada penelitian ini adalah data produksi bawang
merah varietas Bima di Kabupaten Brebes selama satu musim tanam yaitu
pada bulan Oktober sampai Desember 2010.

F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel


1. Usahatani bawang merah varietas Bima adalah usaha budidaya bawang
merah varietas Bima di lahan sawah secara monokultur di Kabupaten
Brebes selama satu musim tanam.
2. Petani sampel adalah petani pemilik penggarap yang menanam bawang
merah varietas Bima di lahan sawah secara monokultur.
3. Berat kering askip adalah berat bawang merah varietas Bima dalam bentuk
ikatan yang sudah dijemur selama 10-14 hari dan sudah dibersihkan dari
akar dan kotoran atau tanah.
4. Produksi (Y) adalah jumlah hasil panen bawang merah varietas Bima
dalam berat kering askip yang dihasilkan dari usahatani bawang merah
varietas Bima pada satu musim tanam dan pada satuan luas lahan tertentu
yang dinyatakan dalam satuan kilogram (Kg).
5. Harga produksi (Py) adalah nilai produksi bawang merah dalam berat
kering askip per satuan kilogram yang dihasilkan dari usahatani bawang
merah varietas Bima pada satu musim tanam dan pada satuan luas lahan
tertentu yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Harga produksi yang
digunakan adalah harga yang berlaku ditingkat produsen pada musim

commit 2010.
tanam Oktober sampai Desember to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

6. Penerimaan usahatani (TR) adalah nilai total produksi usahatani bawang


merah varietas Bima dan diukur dengan mengkalikan jumlah produksi
fisik bawang merah varietas Bima per satuan luas usahatani dengan harga
produksi per kilogram, dan dinyatakan dalam satuan rupiah per hektar per
musim tanam (Rp/Ha/MT).
7. Biaya eksplisit (EC) adalah total biaya yang secara nyata dikeluarkan oleh
petani untuk usahatani bawang merah varietas Bima. Biaya ini terdiri dari
biaya pembelian pupuk, pestisida, perata, biaya upah tenaga kerja luar,
pajak lahan, biaya irigasi, biaya transportasi, dan bunga modal pinjaman,
dan dihitung dalam satuan rupiah per hektar per musim tanam
(Rp/Ha/MT).
8. Biaya implisit (IC) adalah total biaya yang tidak secara nyata dikeluarkan
oleh petani untuk usahatani bawang merah varietas Bima. Biaya ini terdiri
dari biaya pembelian benih, upah tenaga kerja harian dalam, sewa lahan
sendiri, biaya penyusutan alat dan bunga modal sendiri. Biaya implisit
dihitung dalam satuan rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha/MT).
9. Total biaya (TC) adalah penjumlahan total biaya eksplisit dan total biaya
implisit pada usahatani bawang merah varietas Bima dan dihitung dalam
satuan rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha/MT).
10. Pendapatan usahatani (Pd) adalah pendapatan dari usahatani bawang
merah varietas Bima yang diperhitungkan dari selisih antara penerimaan
usahatani dengan biaya eksplisit selama satu musim tanam, diukur dalam
satuan rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha/MT).
11. Keuntungan usahatani (p) adalah keuntungan dari usahatani bawang merah
varietas Bima yang diperhitungkan dari selisih antara penerimaan dengan
total biaya, diukur dalam satuan rupiah per hektar per musim tanam
(Rp/Ha/MT).
12. Faktor produksi usahatani bawang merah varietas Bima yang dimaksud
dalam penelitian adalah faktor-faktor produksi yang digunakan selama
satu kali musim tanam yaitu luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea,
commit to user
pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair.
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

13. Luas lahan (X1) adalah luas lahan sawah garapan petani yang digunakan
untuk usahatani bawang merah varietas Bima selama satu musim tanam
dan dinyatakan dengan satuan hektar (Ha).
14. Benih (X2) adalah banyaknya benih yang digunakan dalam usahatani
bawang merah varietas Bima selama satu musim tanam dan dinyatakan
dengan satuan kilogram (Kg). Harga benih dinyatakan dengan satuan
rupiah (Rp).
15. Tenaga kerja (X3) adalah seluruh tenaga kerja yang digunakan dalam
usahatani bawang merah varietas Bima, selama satu musim tanam baik
tenaga kerja keluarga, maupun tenaga kerja luar dan dinyatakan dalam
satuan Hari Kerja Pria (HKP). Nilai tenaga kerja dihitung berdasarkan
upah per HKP dan dinyatakan dalam rupiah per Hari Kerja Pria (Rp/HKP).
16. Pupuk urea (X4) adalah jumlah pupuk urea yang digunakan dalam
usahatani bawang merah varietas Bima selama satu musim tanam dan
dinyatakan dengan satuan kilogram (Kg). Harga pupuk urea dinyatakan
dengan satuan rupiah (Rp).
17. Pupuk NPK Mutiara (X5) adalah jumlah pupuk NPK Mutiara yang
digunakan dalam usahatani bawang merah varietas Bima selama satu
musim tanam dan dinyatakan dengan satuan kilogram (Kg). Harga pupuk
NPK Mutiara dinyatakan dengan satuan rupiah (Rp).
18. Pupuk ZA (X6) adalah jumlah pupuk ZA yang digunakan dalam usahatani
bawang merah varietas Bima selama satu musim tanam dan dinyatakan
dengan satuan kilogram (Kg). Harga pupuk ZA dinyatakan dengan satuan
rupiah (Rp).
19. Pestisida cair (X7) adalah jumlah pestisida yang digunakan dalam
usahatani bawang merah varietas Bima selama satu musim tanam dan
dinyatakan dengan satuan liter (Ltr). Harga pestisida dinyatakan dengan
satuan rupiah (Rp).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian


Metode dasar penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
metode deskriptif analitik. Pelaksanaan metode deskriptif analitik tidak hanya
terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisa dan
interpretasi tentang arti data. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun,
dijelaskan dan kemudian dianalisa (Surakhmad, 1994).
Pelaksanaan penelitian ini dengan menggunakan metode survai, yaitu
penelitian yang datanya dikumpulkan dengan mengambil sampel dari satu
populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat untuk mengumpulkan data
yang pokok (Singarimbun dan Effendi, 1995).

B. Metode Penentuan Sampel


1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Brebes yang merupakan
salah satu daerah penghasil bawang merah di Provinsi Jawa Tengah.
Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten
Brebes (2010), pada tahun 2010 produksi bawang merah mencapai
4.128.128 kw dan luas panen mencapai 32.680 ha yang tersebar di 11
kecamatan. Secara keseluruhan dari 11 kecamatan, sekitar 80% petani
menanam bawang merah varietas Bima. Namun, khusus untuk daerah
utara (Brebes, Wanasari, Bulakamba, Tanjung) secara keseluruhan (100%)
petani menggunakan bawang merah varietas Bima. Oleh karena itu,
Kecamatan Wanasari dipilih sebagai lokasi penelitian karena di kecamatan
tersebut secara keseluruhan petani menggunakan bawang merah varietas
Bima dan pada tahun 2010 Kecamatan Wanasari mempunyai luas panen
yang paling besar dibandingkan kecamatan lainnya. Dengan demikian,
Kecamatan Wanasari memiliki populasi petani bawang merah yang paling
banyak dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Rincian mengenai luas
panen, produksi dan produktivitas bawang merah menurut kecamatan di
commit to user
Kabupaten Brebes tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.

25
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

Tabel 2. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah Menurut


Kecamatan Di Kabupaten Brebes Tahun 2010
Luas Panen Produksi Produktivitas
No. Kecamatan
(Ha) (Kw) (Kw/Ha)
1. Salem 0,00 0,00 0,00
2. Bantarkawung 15,00 1.300,00 86,67
3. Bumiayu 0,00 0,00 0,00
4. Paguyangan 0,00 0,00 0,00
5. Sirampog 0,00 0,00 0,00
6. Tonjong 0,00 0,00 0,00
7. Larangan 5.008,00 585.006,00 116,81
8. Ketanggungan 1.076,00 134.500,00 125,00
9. Banjarharjo 158,00 19.530,00 123,61
10. Losari 1.025,00 151.620,00 147,92
11. Tanjung 1.700,00 172.821,00 101,66
12. Kersana 480,00 53.830,00 112,15
13. Bulakamba 3.779,00 393.628,00 104,16
14. Wanasari 8.734,00 1.326.830,00 151,92
15. Jatibarang 2.490,00 252.014,00 101,21
16. Songgom 1.548,00 208.436,00 134,65
17. Brebes 6.667,00 828.613,00 124,29
Jumlah 32.680,00 4.128.128,00 1.430,04
Rata-Rata 1.922,35 242.831,06 84,12
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten
Brebes Tahun 2010
Penentuan desa sebagai lokasi penelitian di wilayah Kecamatan
Wanasari menggunakan metode stratified dengan mengelompokkan desa
berdasarkan kategori produktivitas bawang merah menurut desa di
Kecamatan Wanasari tahun 2010. Penentuan kategorinya dengan
mengikuti distribusi normal, sehingga dilakukan pengujian normalitas
terhadap data produktivitas bawang merah. Menurut Nisfiannoor (2009)
pengujian normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov-
Smirnov (K-S) dan berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa data
produktivitas bawang merah menurut desa di Kecamatan Wanasari
berdistribusi normal, sehingga distribusi datanya mengikuti kurva normal.
Selanjutnya, menentukan kriteria produktivitas rendah, sedang dan tinggi
berdasarkan nilai persentil pada kurva normal, kemudian dianalisis
commit
menggunakan Frequencies. to user hasil analisis, maka rincian
Berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

mengenai luas panen, produksi, produktivitas dan kategori produktivitas


bawang merah menurut desa di Kecamatan Wanasari tahun 2010 dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Luas Panen, Produksi, Produktivitas dan Kategori Produktivitas
Bawang Merah Menurut Desa di Kecamatan Wanasari Tahun
2010
Luas Panen Produksi Produktivitas Kategori
No Desa
(Ha) (Kw) (Kw/Ha) Produktivitas
1. Dkh.Waringin 422,60 68.205,00 161,39 Tinggi
2. Dumeling 351,70 50.590,00 143,84 Sedang
3. Glonggong 496,15 76.050,00 153,28 Sedang
4. Jagalempeni 815,30 129.651,00 159,02 Tinggi
5. Keboledan 301,30 42.653,00 141,56 Sedang
6. Kertabasuki 315,22 43.438,00 137,80 Rendah
7. Klampok 426,60 67.050,00 157,17 Sedang
8. Kupu 340,50 48.480,00 142,38 Sedang
9. Lengkong 245,80 34.060,00 138,57 Rendah
10. Pebatan 407,23 59.400,00 145,86 Sedang
11. Pesantunan 298,60 41.600,00 139,32 Sedang
12. Sawojajar 329,50 47.034,00 142,74 Sedang
13. Siasem 320,30 43.826,00 136,83 Rendah
14. Sidamulya 423,80 64.391,00 151,94 Sedang
15. Sigentong 363,20 55.314,00 152,30 Sedang
16. Sisalam 878,60 147.841,00 168,27 Tinggi
17. Siwungkuk 287,10 41.358,00 144,05 Sedang
18. Tanjung Sari 540,50 85.117,00 157,48 Sedang
19. Tegalgandu 587,90 89.267,00 151,84 Sedang
20. Wanasari 591,10 91.505,00 154,80 Sedang
Jumlah 8.743,00 1.326.830,00 2980,46
rata-rata 437,15 66.341,50 149,02
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten
Brebes Tahun 2010 (Lampiran 2, Halaman 91)
Penentuan lokasi penelitian dengan mengambil satu desa dari tiap
kategori, sehingga terdapat 3 desa di Kecamatan Wanasari dengan luas
panen paling besar pada tiap kategori, yang dijadikan lokasi penelitian.
Desa kategori produktivitas rendah adalah Desa Siasem, desa kategori
produktivitas sedang adalah Desa Wanasari dan desa kategori
produktivitas tinggi adalah Desa Sisalam.
2. Metode Pengambilan Sampel
Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), suatu penelitian harus
menggunakan ukuran sampel yang cukup besar sehingga dapat mengikuti
distribusi normal. Sampelcommit
yang to userdan mengikuti distribusi normal
besar
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

adalah sampel yang ukurannya ≥ 30, sehingga ukuran sampel petani pada
penelitian ini adalah 30 yang diambil dari tiga desa di Kecamatan
Wanasari yaitu Desa Siasem, Desa Wanasari dan Desa Sisalam.
Pengambilan sampel petani dari tiap desa menggunakan metode
proportion random sampling. Menurut Soekartawi (1995), metode
proportion random sampling adalah cara pengambilan sampel dari tiap-
tiap sub populasi dengan memperhitungkan besar kecilnya sub-sub
populasi tersebut dan pengambilannya dilakukan secara random. Adapun
rumus menghitung ukuran sampel petani pada tiap desa, yaitu:
Nk
Ni = ´ 30
N
Keterangan:
Ni : ukuran sampel petani
Nk : jumlah petani yang memenuhi syarat pada desa ke-i
N : jumlah populasi petani dari ketiga desa
Petani yang diambil sebagai sampel merupakan petani bawang
merah varietas Bima berstatus pemilik penggarap dan mengusahakannya
secara monokultur di lahan sawah. Berdasarkan data sekunder, maka
ukuran sampel petani bawang merah varietas Bima untuk tiap desa di
Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes, dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Ukuran Sampel Petani Bawang Merah Varietas Bima untuk Tiap
Desa di Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes
Populasi Petani Ukuran Sampel Petani
No. Desa
(Nk) (Ni)
1 Siasem 309 5
2 Wanasari 790 13
3 Sisalam 681 12
Jumlah 1780 30
Sumber : Analisis Data Sekunder (Lampiran 3, Halaman 93)
C. Jenis dan Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang didapatkan langsung dari petani yang
mengusahakan bawang merah varietas Bima maupun pihak lain yang
commit to user
berhubungan dengan usahatani bawang merah varietas Bima. Datanya
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

mengenai faktor produksi yang digunakan, teknik budidaya, produksi dan


sebagainya. Data ini diperoleh melalui wawancara.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui pencatatan
terhadap laporan maupun dokumen dari instansi-instansi yang berkaitan
dengan penelitian. Data tersebut didapatkan dari Kantor Kecamatan
Wanasari, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten
Brebes, Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes, dan Badan Pusat Statistik
Provinsi Jawa Tengah.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Teknik ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung terhadap
objek yang diamati sehingga memberikan gambaran yang jelas mengenai
objek yang akan diteliti. Data yang dikumpulkan terkait faktor-faktor
produksi dan teknik budidaya bawang merah varietas Bima.
2. Wawancara
Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data primer yang
dilakukan dengan mewawancarai langsung petani sampel dengan
menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) terkait dengan usahatani
bawang merah varietas Bima.
3. Pencatatan
Teknik ini dilakukan untuk mengumpulkan data primer dan data
sekunder. Data primer berupa pencatatan yang berasal dari hasil
wawancara dan data sekunder berupa pencatatan data pada instansi-
instansi yang berhubungan dengan penelitian.
E. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Analisis Pendapatan dan Keuntungan Usahatani
Analisis besarnya pendapatan usahatani bawang merah varietas
Bima menggunakan rumus sebagai berikut:
commit to user
Pd = TR – TC
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

= (Y.Py) – EC
Keterangan:
Pd : pendapatan usahatani (Rp/Ha/MT)
TR : total penerimaan usahatani (Rp/Ha/MT)
TC : total biaya usahatani (Rp/Ha/MT)
Py : harga produksi usahatani (Rp/Kg)
Y : produksi usahatani (Kg/Ha/MT)
EC : total biaya eksplisit usahatani (Rp/Ha/MT)
Analisis besarnya keuntungan usahatani bawang merah varietas
Bima menggunakan rumus sebagai berikut:
p = TR – TC
= TR – (EC + IC)
Keterangan:
p : keuntungan usahatani (Rp/Ha/MT)
TR : total penerimaan usahatani (Rp/Ha/MT)
TC : total biaya usahatani (Rp/Ha/MT)
EC : total biaya eksplisit usahatani (Rp/Ha/MT)
IC : total biaya implisit usahatani (Rp/Ha/MT)
2. Analisis Hubungan Faktor-Faktor Produksi dengan Produksi
Pengkajian hubungan penggunaan faktor-faktor produksi berupa
luas lahan, tenaga kerja, benih, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk
ZA dan pestisida cair dengan produksi bawang merah varietas Bima
digunakan model berbentuk kepangkatan yang merupakan modifikasi
fungsi produksi Cobb Douglas, dan dirumuskan sebagai berikut:
Y = b0. X1b1. X2b2. X3b3. X4b4. X5b5. X6b6. X7b7
Keterangan:
Y : produksi bawang merah varietas Bima (Kg)
X1 : luas lahan (Ha)
X2 : benih (Kg)
X3 : tenaga kerja (HKP)
commit to user
X4 : pupuk urea (Kg)
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

X5 : pupuk NPK Mutiara (Kg)


X6 : pupuk ZA (Kg)
X7 : pestisida cair (Ltr)
b0 : konstanta
b1–b7 : koefisien regresi X1 sampai X7
Hubungan faktor-faktor produksi dengan produksi bawang merah
varietas Bima dapat diketahui dengan analisis regresi linier berganda. Oleh
karena itu, fungsi produksinya diubah ke dalam bentuk linier dengan cara
dilogaritmakan menjadi:
Log Y = log b0 + b1 log X1 + b2 log X2 + b3 log X3 + b4 log X4+ b5 log
X5 + b6 log X6+ b7 log X7
3. Pengujian Model
Pada penelitian ini uji yang akan digunakan yaitu sebagai berikut:
v 2)
a. Uji adjusted R2(R
Uji adjusted R2 (R2 yang disesuaikan) digunakan sebagai
ukuran yang menunjukkan besarnya proporsi variasi produksi bawang
merah varietas Bima yang dapat dijelaskan oleh faktor-faktor produksi
dengan mempertimbangkan jumlah variabel bebas yang dimasukkan
ke dalam model fungsi produksi. Adapun rumusnya, yaitu:

v 2 = 1 – (1 – R2) n - 1
R
n-k

Keterangan:
v2
R : R2 yang disesuaikan
R2 : R2 yang belum disesuaikan
n : ukuran sampel
k : jumlah variabel
(Gujarati, 2007).
b. Uji serentak (Uji F)
Uji F yang digunakan untuk mengetahui apakah faktor-faktor
produksi secara bersama-sama berpengaruh terhadap produksi bawang
commit to user
merah varietas Bima. Menutut Gujarati (2007) rumus uji F, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

ESS/(k-1)
Fhitung =
RSS/(n-k)

Keterangan:
ESS : jumlah kuadrat yang dijelaskan (∑yi2)
RSS : jumlah kuadrat residu (∑ei2)
n : ukuran sampel
k : jumlah variabel
Dengan hipotesis yang diuji:
Ho : b1 = b2 = b3 = b4 = b5 = b6 = b7 = 0
Ha : minimal ada satu bi ≠ 0
Pada tingkat kepercayaan 95%, maka:
1) Jika Fhitung < Ftabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, yang artinya
faktor-faktor produksi secara bersama-sama tidak berpengaruh
nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima.
2) Jika Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang artinya
faktor-faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh nyata
terhadap produksi bawang merah varietas Bima.
c. Uji individual (Uji t)
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing
faktor produksi terhadap produksi bawang merah varietas Bima.
Menurut Arief (1993) rumus uji t adalah sebagai berikut:
bi
thitung =
Si
Keterangan:
bi : koefisien regresi ke-i
Si : standard error koefisien regresi ke-i
Dengan hipotesis yang diuji:
Ho : bi = 0
Ha : bi ¹ 0

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

Pada tingkat kepercayaan 95%, maka:


1) Jika thitung < ttabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, yang berarti
faktor produksi ke-i tidak berpengaruh nyata terhadap produksi
bawang merah varietas Bima.
2) Jika thitung > ttabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti
faktor produksi ke-i berpengaruh nyata terhadap produksi bawang
merah varietas Bima.
d. Uji standard koefisien regresi (beta coefficient)
Uji Standard koefisien regresi digunakan untuk mengetahui
faktor produksi yang paling berpengaruh diantara faktor produksi yang
lain. Menurut Arief (1993) beta coefficient dihitung dengan rumus:

bi* = bi
i

Keterangan:
bi* : standard koefisien regresi
bi : koefisien regresi untuk faktor produksi ke-i
σi : standard deviasi faktor produksi ke-i
σy : standard deviasi produksi
Nilai standard koefisien regresi yang paling besar merupakan faktor
produksi yang paling berpengaruh terhadap produksi bawang merah
varietas Bima.
4. Uji Asumsi Klasik
a. Uji multikolinearitas
Uji multikolinieritas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
korelasi yang sangat kuat antar variabel bebas pada model regresi.
Deteksinya diketahui dari matriks pearson correlation. Apabila
matriks pearson correlation tidak ada yang bernilai lebih dari 0,8 maka
disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas (Nisfiannoor, 2009).
b. Uji autokorelasi
Menurut Sulaiman (2002), uji autokorelasi digunakan untuk
commit tokorelasi
mengetahui apakah terdapat user antara anggota serangkaian
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

observasi yang diurutkan menurut waktu (time series) atau


tempat/ruang (cross section). Pengujian autokorelasi dilakukan dengan
melihat nilai Durbin Watson dengan kriteria sebagai berikut:
1) 1,65 < DW < 2,35 yang artinya tidak terjadi autokorelasi
2) 1,21 < DW < 1,65 atau 2,35 < DW < 2,79 yang artinya tidak dapat
disimpulkan (inconclusion)
3) DW < 1,21 atau DW > 2,79 yang artinya terjadi autokorelasi
c. Uji heteroskedastisitas
Uji Heterokesdastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi mempunyai varians (variance) yang tidak sama untuk
semua pengamatan. Uji ini dilakukan dengan scatterplot antara nilai
prediksi variabel dependent yaitu ZPRED (sumbu X) dengan
residualnya SRESID (sumbu Y). Apabila tidak terdapat pola yang
jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada
sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Nisfiannoor, 2009).
5. Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi
Analisis efisiensi ekonomi digunakan untuk mengetahui kombinasi
penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah
mencapai efisiensi ekonomi tertinggi atau belum. Efisiensi ekonomi
tertinggi dicapai apabila perbandingan nilai produk marjinal (NPMxi)
dengan harga faktor produksi (Pxi) sama dengan satu. Adapun rumusnya:
NPMx1 NPMx2 NPMx3 NPMx4 NPMx5 NPMx6 NPMx7
= = = = = = =1
Px1 Px2 Px3 Px4 Px5 Px6 Px7
Keterangan:
NPMxi : Nilai Produk Marginal untuk faktor produksi xi
Pxi : harga faktor produksi xi
Kriteria yang digunakan sebagai berikut:
NPMxi
= 1, berarti penggunaan faktor produksi xi telah mencapai
Pxi
efisiensi ekonomi tertinggi.
NPMxi
≠ 1, berarti penggunaan faktor produksi xi tidak efisien secara
Pxi commit to user
ekonomi.
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

Apabila terdapat kendala sehingga kombinasi penggunaan faktor-


faktor produksi belum mencapai efisiensi ekonomi tertinggi, maka
dilakukan analisis optimalisasi. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui
kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang
merah varietas Bima mencapai kombinasi optimal atau belum. Kombinasi
optimal dicapai apabila perbandingan antara produk fisik marjinal
(PFMxi) dengan harga faktor produksi (Pxi) besarnya sama untuk setiap
faktor produksi. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:
PFMx1 PFMx2 PFMx3 PFMx4 PFMx5 PFMx6 PFMx7
= = = = = =
Px1 Px2 Px3 Px4 Px5 Px6 Px7
Keterangan:
PFMxi : Produk Fisik Marjinal faktor produksi xi
Pxi : harga faktor produksi xi
Apabila belum mencapai kombinasi optimal, maka yang dapat
dilakukan adalah mencapai kondisi optimum dengan mengoptimalkan
penggunaan faktor-faktor produksinya. Penentuannya menggunakan
pendekatan Least Cost Combination (LCC) dengan menentukan salah satu
faktor produksi yang dijadikan sebagai faktor pembatas (constraint) (xi),
sehingga penentuan penggunaan faktor produksi lain (xj) yang optimal
menggunakan rumus:
βj.Xi.Pxi
Xj =
βi.Pxj
Keterangan:
Xi : penggunaan faktor pembatas
Xj : penggunaan faktor produksi lain
Pxi : harga faktor produksi pembatas
Pxj : harga faktor produksi ke-j
βi : koefisien regresi faktor pembatas
βi : koefisien regresi faktor produksi ke-j

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Geografis
1. Lokasi Daerah Penelitian
Kabupaten Brebes merupakan daerah strategis di Provinsi Jawa
Tengah, yang ditinjau dari aspek letak daerah, sosial dan ekonomi, serta
merupakan pintu masuk jalur utara dari Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta
menuju Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Letak geografis Kabupaten Brebes terletak diantara antara 108º 41’ 37”-
109º 11’ 29” Bujur Timur (BT) dan 6º 44’ 56,5”-7º 20’ 51,48” Lintang
Selatan (LS) dengan jarak terjauh dari utara ke selatan 87 km dan dari
barat ke timur 50 km.
Wilayah administrasi Kabupaten Brebes terbagi menjadi 17
kecamatan yang terdiri dari 297 desa dan 5 kelurahan dengan luas wilayah
166.296 ha atau 5,10% dari luas Provinsi Jawa Tengah yang sebesar
3.254.412 Ha. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Brebes adalah
sebagai berikut:
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Selatan : Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap
Sebelah Timur : Kabupaten Tegal dan Kota Tegal
Sebelah Barat : Provinsi Jawa Barat
Kecamatan Wanasari merupakan salah satu kecamatan yang ada di
Kabupaten Brebes dengan luas 7.444 ha atau 4,48% dari luas wilayah
Kabupaten Brebes. Kecamatan Wanasari terletak di sebelah barat Ibukota
Kabupaten Brebes dengan jarak 4 km. Wilayah Kecamatan Wanasari
disebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan
dengan Kecamatan Larangan, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan
Brebes dan Kecamatan Jatibarang, dan sebelah barat berbatasan dengan
Kecamatan Bulakamba. Kecamatan Wanasari terdiri dari 20 desa yang
semuanya berpotensi sebagai penghasil bawang merah varietas Bima.
commit to user

36
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

2. Topografi Daerah
Wilayah Kabupaten Brebes memiliki topografi yang bervariasi
yaitu datar, bergelombang, curam dan sangat curam. Sebagian besar
wilayah Kabupaten Brebes mempunyai topografi datar dengan kemiringan
0-2% dan luasnya 71.441 ha atau 43,02% dari wilayah Kabupaten Brebes.
Luas wilayah dengan topografi bergelombang (kemiringan 2-15%) adalah
30.641 ha atau 18,45% dari wilayah Kabupaten Brebes. Luas wilayah
dengan topografi curam (kemiringan 15-40%) adalah 38.442 ha atau
23,15% dari wilayah Kabupaten Brebes, dan luas wilayah dengan
topografi sangat curam (kemiringan > 40%) adalah 25.542 ha atau 15,38%
dari wilayah Kabupaten Brebes.
Wilayah Kabupaten Brebes terletak pada ketinggian mulai dari 0
meter (garis pantai) sampai dengan daerah pegunungan dengan ketinggian
875 meter di atas permukaan laut (Kecamatan Sirampog). Sebagian besar
(97.895 ha atau 58,87%) wilayah Kabupaten Brebes merupakan daerah
pantai yang mempunyai ketinggian 0-25 m dpl, untuk dataran tinggi
wilayahnya sebesar 61.698 ha atau 37,10% dengan ketinggian 101-500 m
dpl, dan untuk daerah pegunungan wilayahnya sebesar 6.703 ha atau
4,03% yang berada pada ketinggian >500 m dpl.
Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Brebes merupakan hasil
proses pembentukan tanah masa lampau dengan pH tanah antara 5,15-7,0.
Jenis tanah di Kabupaten Brebes terdiri dari tiga macam, yaitu:
a. Tanah aluvial umumnya terdapat di dataran rendah, pelembahan, daerah
cekungan, dan sepanjang daerah aliran sungai besar. Tanah ini berwarna
kelabu sampai kecoklat-coklatan, dan tekstur tanahnya liat atau liat
berpasir. Jenis tanah aluvial terdapat di 11 kecamatan di Kabupaten
Brebes, yaitu Kecamatan Larangan, Kecamatan Ketanggungan,
Kecamatan Banjarharjo, Kecamatan Losari, Kecamatan Tanjung,
Kecamatan Kersana, Kecamatan Bulakamba, Kecamatan Wanasari,
Kecamatan Jatibarang, Kecamatan Songgom dan Kecamatan Brebes.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id

b. Tanah andosol pada umumnya tersebar di dataran tinggi, berwarna


hitam, kelabu sampai coklat tua, tekstur tanahnya debu, lempung
berdebu sampai lempung, dan struktur tanahnya termasuk remah. Jenis
tanah andosol terdapat di 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Salem dan
Kecamatan Sirampog.
c. Tanah regosol umumnya terdapat di wilayah yang bergelombang
hingga dataran tinggi, tanah ini berwarna kelabu, coklat, sampai coklat
kekuning-kuningan atau keputih-putihan dengan tekstur tanahnya pasir
sampai lempung. Jenis tanah regosol terdapat di 4 kecamatan, yaitu
Kecamatan Bantarkawung, Kecamatan Bumiayu, Kecamatan
Paguyangan dan Kecamatan Tonjong.
Wilayah Kecamatan Wanasari berada pada ketinggian 1 m dpl dan
mempunyai topografi wilayah datar dengan kemiringan lahan 0-2%.
Berdasarkan keadaan alamnya, Kabupaten Brebes dan khususnya
Kecamatan Wanasari merupakan daerah yang cocok untuk budidaya
bawang merah khususnya varietas Bima, dimana bawang merah dapat
tumbuh pada ketinggian 0-1000 m dpl dan ketinggian tempat yang optimal
untuk pertumbuhan dan perkembangan bawang merah adalah 0-400 m di
atas permukaan laut. Selain itu, untuk pertumbuhan yang optimal bawang
merah juga menghendaki tanah yang gembur, mengandung humus dengan
aerasi yang baik seperti pada tanah jenis aluvial, andosol dan latosol.
3. Keadaan Iklim
Kabupaten Brebes memiliki iklim tropis dengan musim hujan dan
musim kemarau yang silih berganti sepanjang tahun. Pada bulan Juni
sampai September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak
mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau.
Sebaliknya pada bulan Desember sampai dengan Maret arus angin banyak
mengandung uap air yang berasal dari Samudra Pasifik, sehingga terjadi
musim penghujan. Keadaan ini berganti setengah tahun setelah melewati
masa peralihan (pancaroba) pada bulan April-Mei dan Oktober-November.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id

Pada tahun 2009 curah hujan di Kabupaten Brebes sebesar 25.949 mm


dengan jumlah hari hujan 1620.
Kondisi iklim di suatu daerah juga dapat diketahui dengan
menggunakan metode Schmidth Ferguson yaitu dengan membagi rata-rata
jumlah bulan kering (BK) dengan rata-rata jumlah bulan basah (BB)
selama sepuluh tahun. Berdasarkan analisis pada Lampiran 4 (halaman
94), diketahui bahwa tipe iklim di Kabupaten Brebes adalah tipe iklim B
(14,3% ≤ Q < 33,3%) atau daerah yang beriklim basah dengan nilai Q
Kabupaten Brebes sebesar 15,69%. Kondisi iklim basah umumnya
dimanfaatkan untuk usaha pertanian. Kabupaten Brebes memiliki potensi
sumberdaya air yang meliputi air permukaan 114.002.600 m3, air sungai
20.001.748.287 m3, dan air tanah 30.608.200 m3. Potensi tersebut
memberikan ketersediaan air yang cukup untuk digunakan sebagai sarana
irigasi lahan-lahan pertanian, sehingga mendukung usaha pengembangan
berbagai komoditi tanaman bahan makanan.
Berdasarkan analisis pada Lampiran 4 (halaman 94), Kecamatan
Wanasari mempunyai nilai Q sebesar 71,21%, yang berarti Kecamatan
Wanasari mempunyai tipe iklim D (60,0% ≤ Q < 100%) atau merupakan
daerah beriklim sedang. Kondisi iklim yang demikian, sangat cocok untuk
budidaya bawang merah, karena tanaman bawang merah tidak
menghendaki banyak air.

B. Keadaan Penduduk
1. Jumlah Penduduk
Penduduk merupakan sumberdaya manusia yang menjadi subyek
sekaligus obyek dalam kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di suatu
daerah. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi kekuatan sekaligus
juga dapat menjadi beban dalam menunjang keberhasilan pembangunan di
suatu daerah. Jumlah penduduk di Kabupaten Brebes dan Kecamatan
Wanasari dapat dilihat pada Tabel 5.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id

Tabel 5. Jumlah Penduduk Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari


Tahun 2005-2009
Kabupaten Brebes Kecamatan Wanasari
No. Tahun Jumlah Pertumbuhan Jumlah Pertumbuhan
Penduduk Penduduk (%) Penduduk Penduduk (%)
(Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa)
1. 2005 1.727.708 5.402 0,31 134.823 1.990 1,48
2. 2006 1.736.401 8.693 0,50 136.613 1.790 1,31
3. 2007 1.743.195 6.794 0,39 137.404 791 0,58
4. 2008 1.747.430 4.235 0,24 137.901 497 0,36
5. 2009 1.752.128 4.698 0,27 138.438 537 0,39
Jumlah 8.706.862 29.822 1,71 685.179 5.605 4,11
Rata-Rata 1.741.372 5.964 0,34 137.035,80 1.121,00 0,82
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes Tahun 2009
Jumlah penduduk Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari dari
tahun 2005 sampai tahun 2009 cenderung mengalami peningkatan.
Peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten Brebes dan Kecamatan
Wanasari, salah satunya disebabkan oleh pertumbuhan penduduk secara
alami, dimana angka kelahiran lebih besar daripada angka kematian.
Jumlah penduduk yang semakin bertambah akan berdampak negatif pada
ketersediaan lahan pertanian yaitu berkurangnya lahan pertanian karena
adanya konversi lahan menjadi pemukiman penduduk, tempat usaha dan
pengembangan pembangunan daerah.
2. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin
Komposisi penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat
memberikan gambaran tentang Angka Beban Tanggungan (ABT) dan Sex
ratio/SR. Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin di
Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi Penduduk Kabupaten Brebes dan Kecamatan
Wanasari Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2009
Kelom- Kabupaten Brebes Kecamatan Wanasari
pok Laki- Perem- Laki- Perem-
No. Jumlah Jumlah
Umur laki puan laki puan
(orang) (org)
(Thn) (orang) (orang) (org) (org)
1. 0-14 297.242 285.276 582.518 24.142 23.804 47.946
2. 15-64 540.119 549.615 1.089.734 42.491 42.843 85.334
3. ≥ 65 35.701 44.175 79.876 2.414 2.744 5.158
Jumlah 873.062 879.066 1.752.128 69.047 69.391 138.438
commit
Sumber: Badan Pusat Statistik to user Brebes Tahun 2009
Kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id

Berdasarkan data pada Tabel 6, dapat diketahui bahwa jumlah


penduduk usia produktif di Kabupaten Brebes adalah 1.089.743 orang dan
di Kecamatan Wanasari adalah 85.334 orang. Banyaknya jumlah
penduduk dengan usia produktif menunjukkan bahwa tersediannya sumber
daya manusia yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja
di sektor perekonomian wilayah Kabupaten Brebes, khususnya sektor
pertanian. Tenaga kerja yang terampil merupakan potensi sumberdaya
manusia yang sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan. Dengan
demikian, banyaknya penduduk usia produktif dapat dijadikan sebagai
modal (tenaga kerja) untuk meningkatkan pembangunan ekonomi daerah
di Kabupaten Brebes.
Angka Beban Tanggungan (ABT) dapat diketahui dengan
membandingkan jumlah penduduk non produktif dengan penduduk
produktif. Berdasarkan analisis pada Lampiran 5 (halaman 96), nilai dari
Angka Beban Tanggungan (ABT) di Kabupaten Brebes pada diperoleh
nilai ABT sebesar 60,78%, artinya dalam setiap 100 orang penduduk usia
produktif di wilayah tersebut harus menanggung 61 orang penduduk usia
non produktif dan untuk Kecamatan Wanasari besarnya nilai ABT adalah
62,23%, sehingga setiap 100 orang penduduk usia produktif harus
menanggung 62 orang usia non produktif.
Sex ratio/SR dapat diketahui dengan membandingkan jumlah
penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan. Berdasarkan
analisis pada Lampiran 5 (halaman 96), nilai sex ratio Kabupaten Brebes
sebesar 99, artinya jika di kabupaten tersebut terdapat 100 orang penduduk
perempuan maka terdapat 99 penduduk laki-laki. Nilai sex ratio untuk
Kecamatan Wanasari adalah 100 sehingga jika ada 100 orang penduduk
perempuan, maka terdapat 100 orang penduduk laki-laki.
3. Komposisi Penduduk Menurut Lapangan Usaha
Komposisi penduduk menurut lapangan usaha digunakan untuk
mengetahui tingkat sosial ekonomi dan karakteristik daerah dengan
melihat lapangan usaha commit to user mata pencahariaan penduduk.
yang menjadi
perpustakaan.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id

Penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 10


tahun ke atas. Komposisi penduduk menurut lapangan usaha di Kabupaten
Brebes dan Kecamatan Wanasari tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Komposisi Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Lapangan
Usaha di Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari pada
Tahun 2009
Kabupaten Kecamatan
Brebes Wanasari
No. Lapangan Usaha
Jumlah Jumlah
% %
(Jiwa) (Jiwa)
1. Pertanian 698.957 71,14 59.967 77,18
2. Industri 48.223 4,91 3.161 4,07
3. Bangunan 72.041 7,33 3.007 3,87
4. Perdagangan 84.573 8,61 6.478 8,34
5. Angkutan 16.014 1,63 1.400 1,80
6. PNS/Polisis/TNI 25.652 2,61 893 1,15
7. Pensiunan 7.731 0,79 245 0,32
8. Lain-Lain 29.346 2,99 2.548 3,28
Jumlah 982.537 100,00 77.699 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes 2009
Berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa pada tahun 2009 sebagian
besar penduduk Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari mempunyai
lapangan usaha atau mata pencaharian di sektor pertanian. Hal ini
menunjukkan bahwa sektor pertanian mampu menyerap lebih dari 50%
penduduk sebagai tenaga kerja yang ada di Kabupaten Brebes dan
khususnya di Kecamatan Wanasari. Dengan demikian sektor pertanian di
daerah ini mampu memberikan kontribusi yang berarti dalam memberikan
sumber kehidupan/pendapatan bagi sebagian besar penduduknya.
Banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian disebabkan karena
kondisi alam yang mendukung dan tersedianya lahan pertanian yang luas.
Hal ini menunjukkan pula bahwa Kabupaten Brebes mempunyai karakter
sebagai kabupaten agraris.
4. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan dapat digunakan
untuk mengetahui kualitas sumber daya manusia dan kemampuan
commit to user
penduduk untuk menyerap teknologi yang ada dan baru di daerah tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id

Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Brebes


dan Kecamatan Wanasari tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Komposisi Menurut Tingkat Pendidikan Penduduk Kabupaten
Brebes dan Kecamatan Wanasari Tahun 2009
Kabupaten Kecamatan
Brebes Wanasari
No. Pendidikan
Jumlah Jumlah
(%) (%)
(orang) (orang)
1. Tidak/Belum tamat SD/Tidak
punya ijazah SD 564.886 41,11 29.341 27,08
2. Tamat SD/MI 462.429 33,66 39.319 36,29
3. Tamat SLTP 169.211 12,32 22.260 20,55
4. Tamat SLTA 136.397 9,93 14.826 13,68
5. Tamat Akademi/PT 41.042 2,99 2.597 2,40
Jumlah 1.373.965 100,00 108.343 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupten Brebes 2009
Berdasarkan data pada Tabel 8, diketahui bahwa penduduk di
Kabupaten Brebes sebagian besar tidak/belum tamat/tidak punya ijasah
sekolah dasar. Meskipun demikian, adapula penduduk yang berpendidikan
tamat akademi atau perguruan tinggi. Kondisi pendidikan di Kecamatan
Wanasari menunjukkan hal yang berbeda, dimana sebagian besar
penduduk tingkat pendidikannya tamat SD/MI dan sebagian kecil
penduduknya tamat akademi atau perguruan tinggi.
Penduduk dengan sumberdaya manusia yang berkualitas sangat
diperlukan dalam menunjang pembangunan daerah di Kabupaten Brebes.
Tingkat pendidikan yang ditempuh masyarakat akan mempengaruhi pola
pikir, daya serap terhadap teknologi yang baru dan kemampuan dalam
mengambil keputusan dalam usahataninya. Oleh karena itu, hal ini akan
berpengaruh juga terhadap tindakan yang akan diambil masyarakat dalam
usahataninya, khususnya usahatani bawang merah varietas Bima.

C. KeadaanPertanian
1. Tata Guna Lahan
Pada tahun 2009 Kabupaten Brebes mempunyai luas lahan total
sebesar 166.296 ha. Secara umum penggunaan lahan yang ada di
commit to user
Kabupaten Brebes dibagi menjadi dua yaitu penggunaan untuk lahan
perpustakaan.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id

sawah dan lahan bukan sawah. Tata guna lahan di Kabupaten Brebes dan
Kecamatan Wanasari tahun 2009 disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Tata Guna Lahan di Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari
Tahun 2009
Kabupaten Kecamatan
Brebes Wanasari
No. Tata Guna Lahan
Luas Luas
% %
(Ha) (Ha)
1. Lahan Sawah 62.703 37,71 3.926,24 52,74
a. Irigasi Teknis 26.553 15,97 2.100,48 28,22
b. Irigasi ½ Teknis 10.697 6,43 849,22 11,41
c. Irigasi Sederhana 8.837 5,31 24,00 0,32
d. Tadah Hujan 16.616 9,99 952,54 12,80
2. Lahan Bukan Sawah 103.593 62,29 3.518,18 47,26
a. Bangunan/Pekarangan 19.250 11,58 1.644,50 22,09
b. Tegal/Kebun 17.499 10,52 66,53 0,89
c. Ladang/Tanah Semen-
tara Tidak diusahakan 279 0,17 - -
d. Tambak/Kolam 9.001 5,41 1.579,10 21,21
e. Hutan Rakyat 5.557 3,34 - -
f. Hutan Negara 46.708 28,09 - -
g. Perkebunan Negara/
Swasta 1.252 0,75 - -
h. Lain-lain 4.047 2,43 228,05 3,06
Jumlah 166.296 100,00 7.444,42 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes Tahun 2009
Berdasarkan Tabel 9, diketahui bahwa sebagian besar lahan di
Kabupaten Brebes merupakan lahan bukan sawah, sedangkan di
Kecamatan Wanasari sebagian besar lahannya merupakan lahan sawah.
Luas lahan sawah yang cukup besar sangat menunjang dalam peningkatan
produksi pertanian, khususnya tanaman bawang merah. Hal ini
dikarenakan, mayoritas petani di Kabupaten Brebes melakukan usahatani
bawang merah di lahan sawah. Hal ini menjadikan bawang merah menjadi
komoditas hortikultura yang merupakan Produk Unggulan Daerah (PUD)
Kabupaten Brebes.
2. Produksi Tanaman Sayuran
Kabupaten Brebes terdiri dari 17 kecamatan yang terbentang dari
commit
wilayah utara (Pantura) ke arah to user (daerah pegunungan), sehingga
selatan
perpustakaan.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id

tanaman sayuran yang dibudidayakan di Kabupaten Brebes sangat


bervariasi. Komoditas unggulan tanaman sayuran Kabupaten Brebes
adalah bawang merah yang dihasilkan dari 11 kecamatan, dan salah
satunya adalah Kecamatan Wanasari. Luas panen dan produksi tanaman
sayuran di Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari tahun 2010 dapat
dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Luas Panen dan Produksi Tanaman Sayuran di Kabupaten
Brebes dan Kecamatan Wanasari Tahun 2010
Jenis Tanaman Kabupaten Brebes Kecamatan Wanasari
No Sayuran Luas Panen Produksi Luas Panen Produksi
(Ha) (Kw) (Ha) (Kw)
1. Bawang Merah 49.968 4.128.128 8.734 1.326.830
2. Bawang Putih 23 1.083 -
3. Bawang Daun 1.623 94.587 - -
4. Kentang 5.097 581.294 - -
5. Kubis 2.595 449.074 - -
6. Petsai/Sawi 24 2.215 - -
7. Wortel 1.139 129.620 - -
8. Kacang Panjang 46 796 - -
9. Cabe Besar 9.662 380.320 500 70.840
10. Cabe Rawit 2.119 98.874 - -
11. Jamur 5.714 2.015 - -
12. Tomat 119 4.151 -
13. Terung 334 11.959 - -
14. Buncis 357 15.216 - -
15. Ketimun 49 2.003 - -
16. Labu Siam 229 12.000 - -
17. Kangkung 102 1.701 - -
18. Bayam 5 19 - -
Jumlah 79.569 5.915.028 9.234 1.397.670
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten
Brebes 2010
Pertanian Kabupaten Brebes, khususnya tanaman sayuran
menghasilkan berbagai macam tanaman diantaranya yaitu bawang merah,
bawang putih, bawang daun, kentang, kubis, sawi, wortel, kacang panjang,
cabe besar, cabe rawit, jamur, tomat, terung, buncis, ketimun, labu siam,
kangkung dan bayam. Namun dari kesemuanya, bawang merah menjadi
andalan petani Kabupaten Brebes. Oleh karena itu tanaman bawang merah
mempunyai luas panen dan produksi terbesar di Kabupaten Brebes. Pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 46
digilib.uns.ac.id

tahun 2010, luas panen bawang merah Kabupaten Brebes mencapai 49.969
ha dengan produksi 4.128.128 kw.
Pada tahun 2010, Kecamatan Wanasari hanya menghasilkan dua
jenis tanaman sayuran, yaitu bawang merah dan cabe besar. Luas panen
bawang merah mencapai 8.734 ha dengan produksi 1.326.830 kw.
Kecamatan Wanasari menyumbang 32,14% dari produksi bawang merah
Kabupaten Brebes, dan hal tersebut menjadikan Kecamatan Wanasari
merupakan kecamatan dengan luas panen dan produksi tertinggi di
Kabupaten Brebes. Sedangkan untuk tanaman cabe besar, pada tahun 2010
luas panennya mencapai 500 ha dengan produksi 70.840 kw. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar petani Kecamatan Wanasari
mengantungkan mata pencahariannya pada usahatani bawang merah dan
cabe besar. Tidak beragamnya tanaman sayuran di Kecamatan Wanasari
dikarenakan keadaan geografinya yang memang hanya cocok untuk
pertumbuhan kedua tanaman tersebut, serta mempunyai harga jual yang
cukup tinggi.

D. Keadaan Perekonomian
Pemerintah Daerah Kabupaten Brebes dari tahun ke tahun terus
berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi guna meningkatkan
kesejahteraan penduduk Kabupaten Brebes. Kondisi perekonomian di
Kabupaten Brebes dapat dilihat dari pendapatan perkapita penduduk untuk
mengetahui tingkat kemakmuran penduduk dan sarana perekonomian yang
ada di Kabupaten Brebes.
1. Pendapatan Per Kapita
Pendapatan per kapita digunakan untuk menunjukkan
perkembangan tingkat kemakmuran di suatu daerah. Suatu daerah
dikatakan mengalami pertambahan kemakmuran masyarakatnya, apabila
pendapatan per kapita terus menerus bertambah. Pendapatan per kapita di
Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari atas dasar harga konstan 2000
tahun 2005-2009 disajikan pada Tabel 11.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 47
digilib.uns.ac.id

Tabel 11. Pendapatan Per Kapita Kabupaten Brebes dan Kecamatan


Wanasari Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2005-2009
Kabupaten Brebes Kecamatan Wanasari
Pendapatan Pertumbuhan Pendapatan Pertumbuhan
Tahun
Per Kapita Per Kapita Per Kapita Per Kapita
(Rp) (%) (Rp) (%)
2005 2.521.554,95 4,32 1.785.593,13 3,08
2006 2.629.439,55 4,10 1.828.555,92 2,35
2007 2.742.704,05 4,13 1.904.228,00 3,97
2008 2.864.120,05 4,24 1.999.859,80 4,78
2009 2.999.444,69 4,51 2.086.204,48 4,14
Jumlah 13.757.263,29 21,30 9.604.441,33 18,32
Rata-rata 2.751.452,66 4,26 1.920.888,27 3,66
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes Tahun 2009
Berdasarkan Tabel 11, dapat diketahui bahwa besarnya pendapatan
per kapita di Kabupaten Brebes dari tahun 2005-2009 cenderung semakin
meningkat. Rata-rata pendapatan per kapita Kabupaten Brebes dari tahun
2005-2009 adalah sebesar Rp 2.751.452,66 dengan rata-rata pertumbuhan
per kapita 4,26%. Keadaan yang sama juga diperlihatkan di Kecamatan
Wanasari dan rata-rata pendapatan per kapitanya dari tahun 2005-2009
yaitu Rp 1.920.888,27 dengan rata-rata pertumbuhannya 3,66%. Tingkat
pertumbuhan pendapatan per kapita yang semakin meningkat
menunjukkan perkembangan kemakmuran masyarakat Kabupaten Brebes
dan Kecamatan Wanasari. Hal ini menunjukkan dari segi konsumsi berarti
masyarakat mempunyai kesempatan untuk menikmati barang dan jasa
yang lebih banyak atau lebih tinggi kuantitasnya.
2. Sarana Perekonomian
Sarana dan prasarana serta lembaga perekonomian sangat
dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi, baik yang
diusahakan oleh pemerintah, swasta, maupun oleh masyarakat setempat.
Sarana perekonomian di Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari
dapat dilihat pada Tabel 12.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 48
digilib.uns.ac.id

Tabel 12. Sarana Perekonomian di Kabupaten Brebes dan Kecamatan


Wanasari Tahun 2009
Kabupaten Kecamatan
No. Sarana
Brebes Wanasari
1. KUD (Koperasi Unit Desa) 26 5
2. Koperasi Non KUD 297 20
3. Badan Perkreditan
4. Pasar
a. Umum 70 4
b. Ikan 8 1
c. Hewan 5 -
5. Toko/Kios/Warung 10.483 482
7. Penggilingan Padi 806 46
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes Tahun 2009
Keberadaan sarana perekonomian di Kabupaten Brebes dan
Kecamatan Wanasari membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
ekonominya, khususnya untuk kelancaran usahatani. Petani dapat membeli
berbagai keperluan usahataninya seperti sarana produksi dan peralatan
pertanian di KUD, toko/kios/warung ataupun di pasar. Keberadaan pasar
dan KUD juga dapat berfungsi sebagai tempat jual beli produk hasil
usahatani yang dilakukan oleh petani. Keberadaan penggilingan padi
sebagai penyedia jasa untuk menggiling padi hasil panen petani. Peran
yang lebih penting diberikan KUD dan koperasi non KUD yaitu
memberikan pinjaman modal kepada para petani sebagai tambahan modal
untuk melakukan usahatani.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Budidaya Tanaman Bawang Merah Varietas Bima


Tanaman bawang merah yang diusahakan petani di Kabupaten Brebes
dilakukan pada Januari sampai dengan Desember atau dengan kata lain
dilakukan sepanjang tahun. Di Kabupaten Brebes terdapat beberapa varietas
bawang merah yang diusahakan, namun varietas Bima merupakan varietas
yang paling banyak diusahakan oleh petani, karena varietas ini mempunyai
sifat genjah atau umur panennya cepat, yaitu antara 50-60 hari setelah tanam.
Penanaman bawang merah varietas Bima dilakukan dilahan sawah
secara monokultur. Teknik budidaya bawang merah varietas Bima, pada
dasarnya sama dengan budidaya tanaman bawang merah pada umumnya.
Teknik budidaya tanaman bawang merah varietas Bima yang dilakukan oleh
petani di daerah penelitian adalah sebagai berikut:
1. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah dimaksudkan untuk menciptakan lapisan tanah
yang gembur dan cocok untuk pertumbuhan tanaman bawang merah.
Pengolahan tanah dilakukan sekitar 3-4 minggu sebelum tanam dan
dimulai dengan pembongkaran atau pembersihan sisa-sisa tanaman yang
ditanam musim tanam sebelumnya. Pengolahan tanah pada budidaya
bawang merah terdiri dari beberapa kali pengolahan. Pengolahan pertama
adalah pemetakan tanah (membuat suwatan) dengan menggunakan
dlampeng (alat untuk menentukan letak parit dan bedengan). Selanjutnya
membuat parit sedalam 50-60 cm dan lebar 50 cm, dengan cara dicangkul
dan tanah galian dihamparkan di atas bedengan (ungkap I) yang berukuran
sekitar 1-2 m dan panjangnya menyesuaikan panjang lahan. Selanjutnya
parit diisi dengan air dan dibiarkan selama 1 minggu agar tanah di atas
bedengan menjadi kering.
Pengolahan tanah kedua adalah mencangkul tanah di atas
bedengan, diratakan dan digemburkan, sehingga tanah menjadi remah.
commit
Selanjutnya parit dicangkul to user
kembali dan tanah galian dihamparkan ke atas

49
perpustakaan.uns.ac.id 50
digilib.uns.ac.id

bedengan lagi (ungkap II). Hal ini dilakukan untuk pembentukan guludan
di atas bedengan sebagai media tanam bawang merah dengan tinggi sekitar
20 cm dari permukaan air yang ada di parit. Kemudian tanah didiamkan
kembali sekitar 1 minggu agar tanah menjadi kering.
Pengolahan tanah ketiga adalah tanah di atas bedengan dicangkul
kembali (cocrok) agar lebih remah dan diratakan, serta ditambahkan
dengan pupuk dasar dan disemprot dengan herbisida. Pupuk dasar yang
digunakan adalah pupuk kompos (1.111,11 kg/ha) dan pupuk KCL (43,80
kg/ha), sedangkan herbisida yang digunakan adalah herbisida kontak pra
tumbuh dengan merk dagang Goal 240 EC dan dosisnya 3,53 liter/ha.
Selanjutnya tepi guludan dipadatkan dengan lumpur yang diambil dari
dalam parit, tujuannya agar tidak mudah longsor.
2. Penanaman
Jarak tanam yang digunakan untuk menanam bawang merah
varietas Bima adalah 10 x 15 cm dengan penggunaan benih 1.633,74
kg/ha. Penanaman bawang merah varietas Bima berasal dari benih yang
kemudian dipotong ujung umbinya (perompesan). Perompesan dilakukan
1-2 hari sebelum tanam dengan tujuan untuk memecahkan masa dormansi
dan mempercepat proses keluarnya tunas secara serempak. Penanaman
benih dilakukan dengan cara gerakan memutar sekrup sampai ujung umbi
sama dengan permukaan tanah dan posisi umbi menghadap ke atas. Setiap
lubang tanaman dengan satu benih.
3. Pemeliharaan tanaman
a. Pemupukan
Pupuk yang digunakan untuk budidaya bawang merah varietas
Bima adalah pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk anorganik
yang digunakan terdiri dari pupuk urea, pupuk ZA, pupuk NPK
Mutiara, pupuk Kamas dan pupuk KCL. Pupuk organiknya berupa
pupuk kompos. Pupuk kompos dan pupuk KCL digunakan sebagai
pupuk dasar dan diberikan saat pengolahan tanah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 51
digilib.uns.ac.id

Pemberian pupuk urea (197,86 kg/ha), pupuk ZA (202,14


kg/ha), pupuk NPK Mutiara (114,53 kg/ha) dan pupuk Kamas (88,68
kg/ha) dilakukan dengan cara mencampur semua pupuk tersebut,
kemudian ditebarkan di atas bedengan. Kombinasi penggunaan
pupuknya untuk setiap kali pemupukan yaitu 1/3 urea + 1/3 ZA + 1/3
NPK Mutiara + 1/3 Kamas. Namun, kombinasi tersebut dapat berubah
sesuai dengan intensitas pemupukannya.
Intensitas pemupukan tergantung pada musim, dimana pada
musim penghujan intensitas pemupukannya lebih banyak daripada
pada musim kemarau. Namun, pada umumnya petani melakukan
pemupukan 3-4 kali dalam satu musim tanam. Aplikasi pupuk pertama
dilakukan ketika tanaman berumur 7 hari setelah tanam. Aplikasi
kedua pada umur 14-20 hari setelah tanam dan aplikasi selanjutnya
pada umur 30-40 hari setelah tanam.
b. Penyiraman
Penyiraman tanaman bawang merah varietas Bima dilakukan
secara teratur sampai tanaman membentuk umbi yang cukup tua atau
tanaman berumur 50 hari setelah tanam. Penyiraman pertama
dilakukan tepat setelah penanaman, selanjutnya dilakukan sesuai
kebutuhan. Apabila cuaca kering atau pada musim kemarau,
penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pada pagi dan sore hari. Pada
musim penghujan penyiraman dilakukan setiap 2 hari sekali dengan
tujuan untuk membilas daun tanaman dari percikan tanah yang
menempel pada daun.
c. Penyiangan dan pembumbunan (malem)
Penyiangan merupakan pencabutan gulma yang berada
disekitar tanaman. Penyiangan dapat dilakukan 2 kali selama
pertumbuhan tanaman atau disesuaikan dengan kebutuhan.
Pembumbunan dilakukan untuk memperbaiki bedengan yang rusak
dan mengurangi kehilangan pupuk saat penyiraman.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 52
digilib.uns.ac.id

d. Pengendalian organisme penganggu tanaman


Pengendalian organisme penganggu tanaman (OPT) baik
berupa hama maupun penyakit dilakukan dengan penyemprotan
beberapa jenis pestisida yang berupa insektisida (6,27 liter/ha) dan
fungisida (9,28 kg/ha). Aplikasinya dengan mencampur insektisida dan
fungisida kemudian ditambahkan perata (3,28 liter/ha) dan air.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam alat sprayer dan disemprotkan.
Penyemprotan pestisida pada dasarnya dilakukan dengan tepat
jenis, tepat cara, tepat dosis, tepat sasaran dan tepat waktu, sehingga
penyemprotan disesuaikan dengan kondisi tanaman. Namun, petani
bawang merah varietas Bima melakukan penyemprotan secara rutin
(tanpa mempertimbangkan ada tidaknya hama atau penyakit yang
menyerang tanaman) yaitu sekitar 3-4 hari sekali. Penyemprotan
pertama dilakukan setelah tanaman berumur satu minggu dan
selanjutnya disesuaikan intervalnya. Meskipun demikian, adapula
petani yang hanya melakukan penyemprotan apabila terdapat serangan
hama atau penyakit.
Pengendalian hama atau penyakit juga dilakukan secara
mekanik, yaitu dengan membuang telur hama dan ulat, membuang
daun yang sakit atau yang sudah terinfeksi oleh hama atau penyakit.
Hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman bawang merah
varietas Bima adalah ulat grayak (Spodoptera litura), busuk daun
(Phytophtora porii), layu (Fusarium) dan otomatis (Colletotrichum).
4. Panen dan pasca panen
a. Panen
Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut tanaman pada
bagian daun, sehingga umbi tidak rusak. Kriteria tanaman bawang
merah varietas Bima yang sudah dapat dipanen adalah sebagai berikut:
1) Daun mulai menguning mencapai 20-80% dari bagian daun
tanaman dan bagian atas mulai rebah.
commit
2) Sebagian besar umbi to user
tersembul di atas permukaan tanah.
perpustakaan.uns.ac.id 53
digilib.uns.ac.id

3) Umur tanaman sudah mencapai 50-60 hari setelah tanam.


b. Pasca panen
Bawang merah varietas Bima yang sudah dipanen kemudian
diikat pada daunnya agar mempermudah penanganan. Setiap ikatan
beratnya kurang lebih 2-3 kg. Selanjutnya dilakukan proses
penjemuran dengan cara umbi bawang merah dijemur dibawah terik
matahari dan dihamparkan di atas tikar atau anyaman bambu.
Penjemuran bertujuan untuk menghilangkan kandungan air yang
tersimpan dan agar warna kulit umbi bawang merah menjadi lebih
merah dan mengkilat. Penjemuran dilakukan dengan dua tahap selama
10-14 hari (tergantung cuaca). Tahap I yaitu pelayuan yang dilakukan
selama 4-5 hari dengan tujuan menghilangkan kandungan air yang
tersimpan pada kulit luar dan leher batang. Selama pelayuan akan
terbentuk lapisan epidermis sehingga dapat menutupi permukaan kulit
umbi dari luka atau goresan yang terjadi selama pengangkutan. Pada
hari terakhir tahap pelayuan, bawang merah dibersihkan dari tanah atau
kotoran yang masih menempel pada umbi dan akarnya dibersihkan.
Tahap II adalah pengeringan dengan cara dijemur dibawah
sinar matahari dan dilakukan pembalikan 2-3 hari sekali. Pengeringan
dihentikan pada saat bobot panen basah bawang merah berkurang 22%
yang ditandai dengan kulit bawang merah sudah mengkilat dan apabila
digesek-gesekkan antara yang satu dengan yang lainnya akan terdengar
suara gemerisik. Bawang merah varietas Bima yang sudah dikeringkan
dapat langsung dijual dan dapat pula disimpan dengan cara digantung
di para-para.

B. Identitas Petani Sampel


Identitas petani sampel merupakan suatu gambaran tentang latar
belakang petani beserta pengalamannya dalam berusahatani. Identitas petani
sampel dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu meliputi umur petani, tingkat
pendidikan, jumlah anggota keluarga, jumlah anggota keluarga yang aktif
commit to user
dalam usahatani dan pengalaman petani. Identitas petani sampel usahatani
perpustakaan.uns.ac.id 54
digilib.uns.ac.id

bawang merah varietas Bima musim tanam Oktober-Desember 2010 di


Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Identitas Petani Sampel Usahatani Bawang Merah Varietas Bima
Musim Tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes
No. Uraian Keterangan
1. Jumlah petani sampel (orang) 30,00
2. Rata-rata umur (th) 48,00
3. Pendidikan
a. SD (orang) 12,00
b. SLTP (orang) 8,00
c. SLTA (orang) 9,00
d. Perguruan Tinggi (orang) 1,00
4. Rata-rata jumlah anggota keluarga (orang) 4,00
5. Rata-rata jumlah anggota keluarga yang aktif di
usahatani (orang) 2,00
6. Rata-rata pengalaman usahatani bawang merah
varietas Bima (th) 18,00
Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 6, Halaman 97)
Pada penelitian ini, jumlah petani sampel adalah 30 petani.
Berdasarkan Tabel 13, diketahui bahwa rata-rata umur petani bawang merah
varietas Bima berusia 48 tahun. Usia tersebut merupakan usia produktif,
dimana petani lebih berpikir rasional dan berpotensi untuk mendukung
kegiatan usahataninya. Tingkat pendidikan formal petani sampel terdiri dari
SD 12 orang petani, SLTP 8 petani dan SLTA 9 petani, serta 1 petani dengan
tingkat pendidikan perguruan tinggi. Petani juga mendapatkan pendidikan
informal berupa penyuluhan yang diadakan Petugas Penyuluh Lapangan
Kabupaten Brebes sehingga menjadi tambahan pengetahuan maupun
informasi bagi petani terkait usahataninya.
Profil keluarga petani sampel merupakan penduduk asli yang telah
lama berdomisili di Kabupaten Brebes dan pada umumnya merupakan petani
yang sudah berkeluarga. Rata-rata pengalaman usahataninya selama 18 tahun,
yang menunjukkan petani mempunyai kemampuan mengelola usahataninya.
Rata-rata jumlah anggota keluarga petani bawang merah varietas Bima adalah
4 orang dan pada umumnya yang terlibat dalam proses usahatani hanya kepala

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 55
digilib.uns.ac.id

keluarga dan istri sehingga sebagian besar petani menggunakan tambahan


tenaga kerja luar.

C. Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Bawang Merah Varietas


Bima
Produksi bawang merah varietas Bima merupakan hasil dari kombinasi
berbagai macam faktor produksi yang digunakan petani. Macam dan jumlah
faktor produksi yang digunakan dalam usahatani akan menentukan produksi
yang diperoleh, oleh karena itu kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi
harus efisien untuk memperoleh keuntungan maksimal. Adapun faktor-faktor
produksi yang dimaksud adalah lahan, benih, tenaga kerja, pupuk, pestisida
dan perata. Rinciannya adalah sebagai berikut:
1. Lahan
Faktor produksi lahan merupakan faktor produksi yang sangat
penting dalam usahatani, karena lahan merupakan tempat untuk menanam
tanaman yang akan diusahakan, dengan kata lain lahan merupakan pabrik
untuk menghasilkan produksi tanaman. Penggunaan luas lahan untuk
setiap petani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes cukup
beragam, yaitu antara 0,27 ha hingga 1,50 ha. Rata-rata luas lahan garapan
usahatani bawang merah varietas Bima adalah sebesar 0,78 ha.
2. Sarana Produksi
Benih, pupuk, pestisida dan perata merupakan sarana produksi
yang digunakan dalam usahatani bawang merah varietas Bima. Rata-rata
penggunaan sarana produksi usahatani bawang merah varietas Bima
musim tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes dapat dilihat
pada Tabel 14.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 56
digilib.uns.ac.id

Tabel 14. Rata-Rata Penggunaan Sarana Produksi Usahatani Bawang


Merah Varietas Bima Musim Tanam Oktober-Desember 2010
di Kabupaten Brebes
No. Uraian Per Usahatani Per Hektar
1. Benih (kg) 1.323,33 1.633,74
2. Pupuk:
b. Pupuk Urea (kg) 154,33 197,86
c. Pupuk NPK Mutiara (kg) 89,33 114,53
d. Pupuk ZA (kg) 157,67 202,14
e. Pupuk Kamas (kg) 69,17 88,68
f. Pupuk KCL 34,17 43,80
g. Pupuk Kompos (kg) 866,67 1.111,11
3. Pestisida:
a. Fungisida (kg) 7,24 9,28
b. Insektisida (ltr) 4,89 6,27
c. Herbisida (ltr) 2,75 3,53
4. Perata 2,57 3,29
Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 7, Halaman 98)
Berdasarkan Tabel 14, diketahui bahwa rata-rata penggunaan benih
oleh petani adalah 1.323,33 kg/UT atau 1.633,74 kg/Ha. Penggunaan
pupuk pada usahatani bawang merah varietas Bima sangat beragam, baik
berupa pupuk organik maupun pupuk anorganik. Pupuk organik yang
digunakan adalah pupuk kompos, sedangkan pupuk anorganik yang
digunakan terdiri dari 5 macam, yaitu pupuk urea, pupuk NPK Mutiara,
pupuk ZA, pupuk Kamas, dan pupuk KCL. Penggunaan pupuk tersebut
dimaksudkan untuk menambah kandungan hara dalam tanah.
Penggunaan pupuk anorganik dengan jumlah terbanyak adalah
pupuk ZA (157,67 kg/UT atau 202,14 kg/Ha). Hal ini dikarenakan pupuk
tersebut mengandung dua unsur yang penting bagi tanaman bawang merah
varietas Bima, yaitu 21% nitrogen dan 23% sulfat. Nitrogen berfungsi
untuk mempercepat pertumbuhan tanaman, menambah tinggi tanaman,
dan merangsang pertunasan, sedangkan sulfat memegang peranan penting
dalam metabolisme tanaman yang berhubungan dengan parameter penentu
kualitas, yaitu ketajaman aroma bawang merah.
Pestisida yang digunakan pada usahatani bawang merah varietas
commit
Bima terdiri dari 3 macam, to user
yaitu fungisida, insektisida dan herbisida.
perpustakaan.uns.ac.id 57
digilib.uns.ac.id

Fungisida digunakan untuk membantu petani memberantas cendawan


penyebab penyakit dan Insektisida digunakan untuk memberantas hama.
Fungisida yang digunakan oleh petani adalah merk dagang Antracol 70
WP dan Dhitane M-45 80 WP. Rata-rata penggunaan fungisida pada
usahatani bawah merah varietas Bima yaitu sebanyak 7,24 kg/UT atau
9,28 kg/Ha. Insektisida yang digunakan oleh petani adalah dengan merk
dagang Prevaton 50 SC, Decis 25EC dan Hostathion 40EC. Rata-rata
penggunaan insektisidanya yaitu sebanyak 4,89 liter/UT atau 6,27 liter/Ha.
Herbisida digunakan untuk memberantas gulma yang berada di
areal tanaman. Rata-rata penggunaan herbisida, yaitu 2,75 liter/UT atau
3,53 liter/Ha. Herbisida yang digunakan oleh petani adalah herbisida
dengan merk dagang Goal 240 EC yang merupakan herbisida kontak pra
tumbuh. Oleh karena itu, aplikasi herbisida dilakukan pada saat pra tanam,
yaitu pada saat pengolahan tanah dengan harapan pada saat musim tanam
tidak terdapat gulma yang tumbuh di lahan kecuali tanaman bawang merah
varietas Bima.
Aplikasi insektisida dilakukan secara bersamaan dengan fungisida
dengan cara mencampurnya dan ditambahkan perata. Perata digunakan
sebagai bahan tambahan agar fungisida dan pestisida dapat tercampur
secara merata. Rata-rata penggunaan perata pada usahatani bawang merah
varietas Bima adalah 2,57 liter/UT atau 3,29 liter/Ha dengan merk dagang
Besmor 200 AS. Penyemprotan insektisida dan fungisida dilakukan secara
rutin, artinya tanpa mempertimbangkan ada tidaknya hama penyakit yang
menyerang tanaman.
3. Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu
diperhitungkan dalam proses produksi. Setiap proses produksi diperlukan
tenaga kerja yang cukup memadai. Rata-rata penggunaan tenaga kerja
usahatani bawang merah varietas Bima musim tanam Oktober-Desember
2010 di Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Tabel 15.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 58
digilib.uns.ac.id

Tabel 15. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Bawang Merah


Varietas Bima Musim Tanam Oktober-Desember 2010 di
Kabupaten Brebes
TKHD (HKP) TKHL (HKP) Jumlah (HKP)
No. Uraian Per Per Per Per Per Per
UT Ha UT Ha UT Ha
1. TK Harian untuk:
a. Pengolahan tanah 2,90 3,72 34,51 44,25 37,41 47,97
b. Perompesan 0,39 0,50 7,17 9,19 7,56 9,68
c. Penanaman 0,67 0,85 26,31 33,73 26,97 34,58
d. Pemupukan 3,63 4,65 16,60 21,28 20,23 25,93
e. Penyiangan dan
Pembubunan 1,06 1,36 34,16 43,79 35,22 45,16
f. Pengendalian OPT 10,33 13,25 28,63 36,71 38,97 49,96
g. Pemanenan 0,82 1,04 35,08 44,98 35,90 46,02
h. Pengangkutan 0,10 0,13 8,77 11,24 8,87 11,37
i. Penjemuran 13,78 17,66 75,75 97,12 89,53 114,78
2. TK Borongan untuk:
a. Pengolahan tanah I - - - - 88,00 112,82
b. Pengolahan tanah II - - - - 85,67 109,83
c. Penyiraman - - - - 72,06 92,38
Jumlah 33,67 43,17 266,98 342,28 546,37 700,48
Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 8, Halaman 100)
Keterangan: TKHD : Tenaga Kerja Harian Dalam
TKHL : Tenaga Kerja Harian Luar
HKP : Hari Kerja Pria
UT : Usahatani
Berdasarkan Tabel 15, rata-rata penggunaan tenaga kerja pada
usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes adalah
546,37 HKP/UT atau 700,48 HKP/Ha. Jumlah penggunaan tenaga kerja
tersebut terdiri dari tenaga kerja harian dalam 33,67 HKP/UT atau 43,17
HKP/Ha, tenaga kerja harian luar 266,98 HKP/UT atau 342,28 HKP/Ha,
dan tenaga kerja borongan 245,72 HKP/UT atau 315,03 HKP/Ha. Rata-
rata penggunaan tenaga kerja yang terbesar adalah pada pengolahan tanah.
Tenaga kerja untuk pengolahan tanah terdiri dari tenaga kerja harian dan
tenaga kerja borongan. Tenaga kerja borongan adalah tenaga kerja yang
dibayar berdasarkan luas lahan, kemudian untuk menentukan jumlah HKP-
nya dengan cara jumlah yang dibayar oleh petani dibagi dengan upah
harian untuk setiap HKP. Tenaga kerja borongan digunakan pada
pengolahan tanah ungkap I, yaitu sebanyak 88,00 HKP/UT atau 112,82
commit to85,67
HKP/Ha dan ungkap II sebanyak user HKP/UT atau 109,83 HKP/Ha.
perpustakaan.uns.ac.id 59
digilib.uns.ac.id

Tenaga kerja harian digunakan pada pengolahan tanah cocrok dan besar
penggunaannya untuk tenaga kerja harian dalam 2,90 HKP/UT atau 3,72
HKP/Ha dan tenaga kerja harian luar 34,51 HKP/UT atau 44,25 HKP/Ha.

D. Analisis Biaya, Penerimaan, Pendapatan dan Keuntungan Usahatani


Bawang Merah Varietas Bima
1. Biaya Usahatani Bawang Merah Varietas Bima
Biaya dikeluarkan untuk membeli faktor-faktor produksi yang
dibutuhkan pada usahatani bawang merah varietas Bima. Pada penelitian
ini, konsep biaya yang digunakan adalah biaya eksplisit dan biaya implisit.
Biaya eksplisit merupakan biaya yang secara nyata dikeluarkan oleh petani
selama usahatani. Adapun rata-rata biaya eksplisit usahatani bawang
merah varietas Bima musim tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten
Brebes dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Rata-Rata Biaya Eksplisit Usahatani Bawang Merah Varietas
Bima Musim Tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten
Brebes
Per Usahatani Per Hektar
No. Uraian
Rp % Rp %
1. Pupuk:
a. Urea 270.083,33 1,16 346.260,68 1,16
b. NPK Mutiara 580.666,67 2,50 744.444,44 2,50
c. ZA 220.733,33 0,95 282.991,45 0,95
d. Kamas 415.000,00 1,79 532.051,28 1,79
e. KCL 187.916,67 0,81 240.918,80 0,81
f. Kompos 433.333,33 1,87 555.555,56 1,87
Jumlah biaya pupuk: 2.107.733,33 9,09 2.702.222,22 9,09
2. Pestisida:
a. Fungisida 599.493,33 2,59 768.581,20 2,59
b. Insektisida 1.047.640,00 4,52 1.343.128,21 4,52
c. Herbisida 412.500,00 1,78 528.846,15 1,78
Jumlah biaya pestisida: 2.059.633,33 8,88 2.640.555,56 8,88
3. Perata 166.833,33 0,72 213.888,89 0,72
4. Tenaga kerja:
a. Tenaga kerja harian luar 8.009.405,56 34,54 10.268.468,66 34,54
b. Tenaga kerja borongan 7.346.666,67 31,69 9.418.803,42 31,69
Jumlah biaya tenaga kerja: 15.356.072,22 66,23 19.687.272,08 66,23
5. Bunga modal pinjaman 2.065.000,00 8,91 2.647.435,90 8,91
6. Pajak 37.625,00 0,16 48.237,18 0,16
7. Biaya irigasi 2.606.666,67 11,24 3.341.880,34 11,24
8. Biaya transportasi 438.518,52 1,89 562.203,23 1,89
Jumlah 23.186.082,41 100,00 29.725.746,68 100,00
commit
Sumber : Analisis Data Primer to user 10, Halaman 103)
(Lampiran
perpustakaan.uns.ac.id 60
digilib.uns.ac.id

Berdasarkan Tabel 16, diketahui rata-rata besarnya biaya eksplisit


yaitu Rp 23.186.082,41/UT/MT atau Rp 29.725.746,68/Ha/MT. Biaya
terbesar dikeluarkan untuk biaya tenaga kerja Rp 15.356.072,22/UT/MT
atau Rp 19.687.272,08/Ha/MT. Tingkat upah tenaga kerja berkaitan
dengan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Upah tenaga
kerja harian Rp 30.000,00/HKP, sedangkan tenaga kerja borongan
besarnya disesuaikan dengan luas lahan. Rata-rata biaya untuk tenaga kerja
borongan adalah Rp 3.333.333,33/Ha.
Biaya implisit merupakan biaya yang tidak secara nyata
dikeluarkan oleh petani selama usahatani. Pada kenyataannya biaya ini
tidak dikeluarkan oleh petani, karena faktor produksi yang digunakan
merupakan milik sendiri dan digunakan pada usahatani sendiri. Rata-rata
biaya implisit usahatani bawang merah varietas Bima musim tanam
Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Rata-Rata Biaya Implisit Usahatani Bawang Merah Varietas
Bima Musim Tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten
Brebes
Per Usahatani Per Hektar
No. Uraian
Rp % Rp %
1. Benih 19.850.000,00 69,40 25.448.717,95 69,40
2. Sewa lahan sendiri 3.120.000,00 10,91 4.000.000,00 10,91
3. Tenaga kerja dalam 1.010.070,00 3,53 1.294.961,54 3,53
4. Biaya penyusutan alat 36.458,33 0,13 46.741,45 0,13
5. Bunga modal sendiri 4.584.106,00 16,03 5.877.058,98 16,03
Jumlah 28.600.634,34 100,00 36.667.479,92 100,00
Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 11, Halaman 104)
Biaya implisit usahatani bawang merah varietas Bima terdiri dari
biaya untuk pembelian benih, sewa lahan sendiri, upah tenaga kerja, biaya
penyusutan alat dan bunga modal sendiri. Rata-rata besarnya biaya implisit
usahatani bawang merah varietas Bima adalah Rp 28.600.634,34/UT/MT
atau Rp 36.667.479,92/Ha/MT. Biaya untuk pembelian benih merupakan
komponen biaya implisit terbesar. Benih yang digunakan berasal dari hasil
panen sendiri yang sudah disimpan selama 3 bulan. Jadi, pada
kenyataannya petani tidak mengeluarkan biaya untuk pembelian benih.
commit to user
Namun, untuk menghitung total biaya usahatani maka penggunaan benih
perpustakaan.uns.ac.id 61
digilib.uns.ac.id

dihitung berdasarkan harga yang berlaku yaitu Rp 15.000,00/Kg, sehingga


rata-rata besarnya biaya benih yaitu Rp 19.850.000,00/UT/MT atau
Rp 25.448.717,95/Ha/MT. Alasan petani membuat benih dari hasil
produksi sendiri adalah untuk menghemat biaya usahatani, mendapatkan
benih dengan kualitas terjamin dan dijual apabila membutuhkan uang.
Penjumlahan dari biaya ekplisit dan biaya implisit merupakan total
biaya yang dikeluarkan untuk melakukan usahatani bawang merah varietas
Bima. Adapun rincian total biayanya disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18. Rata-Rata Total Biaya Usahatani Bawang Merah Varietas Bima
Musim Tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes
Per Usahatani Per Hektar
No. Uraian
Rp % Rp %
1. Biaya eksplisit (Rp) 23.186.082,41 44,77 29.725.746,68 44,77
2. Biaya implisit (Rp) 28.600.643,34 55,23 36.667.479,92 55,23
3. Total biaya (Rp) 51.786.716,74 100,00 66.393.226,59 100,00
Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 12, Halaman 105)
Berdasarkan Tabel 18, diketahui bahwa rata-rata total biaya
usahatani bawang merah varietas Bima adalah sebesar
Rp 51.786.716,74/UT/MT atau Rp 66.393.226,59/Ha/MT. Apabila
dibandingkan antara komponen total biaya pada usahatani bawang merah
varietas Bima, maka terlihat bahwa biaya implisit lebih besar daripada
biaya eksplisit sehingga akan berpengaruh terhadap pendapatan petani
yang jauh lebih besar dibandingkan keuntungan yang diperoleh petani.
2. Produksi dan Penerimaan Usahatani Bawang Merah Varietas Bima
Produksi usahatani bawang merah varietas Bima diwujudkan
dalam bawang merah berat kering askip yang merupakan berat bawang
merah varietas Bima setelah dijemur selama 10-14 hari dalam bentuk
ikatan dan sudah dibersihkan dari kotoran (tanah) dan akar. Selanjutnya,
bawang merah dijual dan hasil penjualannya merupakan penerimaan bagi
petani. Rata-rata produksi dan penerimaan usahatani bawang merah
varietas Bima musim tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes
dapat dilihat pada Tabel 20.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 62
digilib.uns.ac.id

Tabel 19. Rata-Rata Produksi dan Penerimaan Usahatani Bawang Merah


Varietas Bima Musim Tanam Oktober-Desember 2010 di
Kabupaten Brebes
Per Usahatani Per Hektar
No. Uraian
(Rp) (Rp)
1. Produksi (Kg) 5.283,43 6.773,63
2. Harga (Rp) 12.000,00 12.000,00
3. Penerimaan (Rp) 63.401.200,00 81.283.589,74
Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 13, Halaman 106)
Produksi rata-rata yang dihasilkan usahatani bawang merah
varietas Bima adalah sebesar 5.283,43 Kg/UT/MT atau 6.773,63
Kg/Ha/MT. Harga jual ditingkat produsen pada saat musim tanam
Oktober-Desember adalah Rp 12.000,00/Kg untuk berat kering askip,
sehingga penerimaan yang didapat oleh petani rata-rata sebesar
Rp 63.401.200,00/UT/MT atau Rp 81.283.589,74/Ha/MT.
3. Pendapatan dan Keuntungan Usahatani Bawang Merah Varietas Bima
Pendapatan usahatani diperoleh dari penerimaan dikurangi dengan
biaya eksplisit. Pendapatan petani merupakan nilai yang didapatkan hanya
dengan menghitung biaya yang secara nyata dikeluarkan oleh petani. Rata-
rata pendapatan usahatani bawang merah varietas Bima musim tanam
Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 20. Rata-Rata Pendapatan Usahatani Bawang Merah Varietas Bima
Musim Tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes
Per Usahatani Per Hektar
No. Uraian
(Rp) (Rp)
1. Penerimaan (Rp) 63.401.200,00 81.283.589,74
2. Biaya eksplisit (Rp) 23.186.082,41 29.725.746,68
3. Pendapatan (Rp) 40.215.117,59 51.557.843,07
Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 13, Halaman 106)
Rata-rata pendapatan petani yang diperoleh dari usahatani bawang
merah varietas Bima adalah sebesar Rp 40.215.117,59/UT/MT atau
Rp 51.557.843,07/Ha/MT. Pendapatannya dapat dikatakan besar karena
dipengaruhi oleh harga jual bawang merah yang pada musim tanam
Oktober-Desember harga jual ditingkat produsen mencapai
commit
Rp 12.000,00/Kg untuk berat to askip.
kering user Harga tersebut jauh lebih tinggi
perpustakaan.uns.ac.id 63
digilib.uns.ac.id

dibandingkan dengan HMK (Harga Minimal Kabupaten) sebesar


Rp 3.850,00/Kg yang ditetapkan Pemerintah Kabupaten Brebes, yaitu 10%
dari harga BEP (Rp 3.500,00/Kg).
Keuntungan adalah selisih antara penerimaan dikurangi dengan
total biaya usahatani yang terdiri dari biaya eksplisit dan biaya implisit.
Berdasarkan perhitungan, keuntungan usahatani bawang merah varietas
Bima yaitu Rp 11.614.483,26/UT/MT atau Rp 14.890.363,15/Ha/MT.
Rata-rata keuntungan usahatani bawang merah varietas Bima musim
tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes dapat dilihat pada
Tabel 21.
Tabel 21. Rata-Rata Keuntungan Usahatani Bawang Merah Varietas Bima
Musim Tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes
Per Usahatani Per Hektar
No. Uraian
(Rp) (Rp)
1. Penerimaan (Rp) 63.401.200,00 81.283.589,74
2. Total Biaya (Rp) 51.786.716,74 66.393.226,59
3. Keuntungan (Rp) 11.614.483,26 14.890.363,15
Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 13, Halaman 106)

E. Analisis Fungsi Produksi Usahatani Bawang Merah Varietas Bima


Analisis fungsi produksi menunjukkan hubungan antara produksi
dengan faktor-faktor produksi yang digunakan pada usahatani bawang merah
varietas Bima. Faktor-faktor produksi yang dimaksud adalah luas lahan (X1),
benih (X2), tenaga kerja (X3), pupuk urea (X4), pupuk NPK Mutiara (X5),
pupuk ZA (X6) dan pestisida cair (X7). Adapun model pendugaan fungsi
produksi bawang merah varietas Bima adalah sebagai berikut:
Y = 74,473. X10,215. X20,314. X30,247. X4-0,114. X50,164. X60,002. X70,278
Berdasarkan persamaan fungsi produksi bawang merah varietas Bima,
diketahui jumlah koefisien regresinya sebesar 1,054. Angka ini menunjukkan
nilai return to scale yang besarnya lebih dari 1 sehingga usahatani bawang
merah varietas Bima berada pada kondisi increasing return to scale. Artinya,
proses produksi usahatani bawang merah varietas Bima berada pada tahap
produksi dengan skala yangcommit
semakin meningkat atau proporsi kenaikan
to user
perpustakaan.uns.ac.id 64
digilib.uns.ac.id

penggunaan faktor-faktor produksi memberikan proporsi kenaikan produksi


yang lebih besar.
Pengujian terhadap persamaan fungsi produksi bawang merah varietas
Bima dilakukan dengan uji statistik dan uji asumsi klasik. Pengujian model
meliputi uji adjusted R2, uji F, uji t dan uji standar koefisien regresi,
sedangkan uji asumsi klasik meliputi uji multikolinieritas, uji
heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.
1. Pengujian Model
n 2)
a. Uji adjusted R2 (R
Adjusted R2 merupakan R2 yang disesuaikan dengan besarnya
derajat kebebasan (df) akibat jumlah variabel bebas yang dimasukkan
ke dalam model regresi. Adjusted R2 merupakan uji ketepatan model
sebagai suatu ukuran yang menunjukkan besarnya sumbangan dari
variabel independent terhadap variabel dependent, atau dengan kata
lain menunjukkan variasi Y yang dijelaskan oleh variasi X. Pada
penelitian ini terdapat tujuh variabel bebas yang dimasukkan ke dalam
model, sehingga derajat kebebasannya (df) sebesar 22. Berdasarkan
hasil analisis diperoleh nilai adjusted R2 sebesar 0,911 atau 91,10%.
Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 91,10% variasi produksi bawang
merah varietas Bima dapat dijelaskan oleh variasi faktor produksi luas
lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA
dan pestisida cair, sedangkan 8,90% sisanya dijelaskan oleh variabel
lain di luar model. Variabel lain ini dapat berupa keadaan tanah,
keadaan cuaca, pengalaman usahatani dan penggunaan faktor produksi
lain seperti pupuk Kamas, pupuk KCL dan pupuk kompos.
b. Uji serentak (uji F)
Pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi secara bersama-
sama terhadap produksi bawang merah varietas Bima diketahui dengan
uji F. Analisis varians penggunaan faktor yang mempengaruhi
produksi bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes, dapat
dilihat pada Tabel 22. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 65
digilib.uns.ac.id

Tabel 22. Analisis Varians Penggunaan Faktor yang Mempengaruhi


Produksi Bawang Merah Varietas Bima di Kabupaten
Brebes
Jumlah Kuadrat Ftabel
Model df Fhitumg
Kuadrat Tengah (α:0,05)
1 Regression 1,575 7 0,225 43,340** 2,46
Residual 0,114 22 0,005
Total 1,689 29
Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 15, Halaman 108)
Keterangan : **) : berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95%
Berdasarkan Tabel 22, diketahui bahwa nilai Fhitung sebesar
43,340, sedangkan Ftabel sebesar 2,46 pada tingkat kepercayaan 95%.
Hal ini berarti nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel (Ha diterima). Dengan
demikian, faktor-faktor produksi yang berupa luas lahan, benih, tenaga
kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair
secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi bawang
merah varietas Bima di Kabupaten Brebes.
c. Uji individual (uji t)
Pengaruh masing-masing faktor produksi terhadap produksi
bawang merah varietas Bima diketahui dengan uji t. Hasil uji
individual faktor-faktor produksi bawang merah varietas Bima di
Kabupaten Brebes, dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Analisis Uji Individual Faktor-Faktor Produksi Bawang
Merah Varietas Bima di Kabupaten Brebes
Koefisien t tabel
No. Variabel t hitung
Regresi (α:0,05)
1. Luas Lahan 0,215 2,106** 2,074
2. Benih 0,314 3,753** 2,074
3. Tenaga Kerja 0,247 2,208** 2,074
4. Pupuk Urea -0,114 -1,599ns 2,074
5. Pupuk NPK Mutiara 0,164 1,750ns 2,074
6. Pupuk ZA 0,002 0,022ns 2,074
7. Pestisida Cair 0,278 3,811** 2,074
Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 15, Halaman 108)
Keterangan : **) : berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95%
ns
) : tidak berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan
95%commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 66
digilib.uns.ac.id

Hasil uji t menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95%,


faktor produksi berupa luas lahan, benih, tenaga kerja dan pestisida
cair berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima
(Ha diterima). Apabila dilihat dari koefisien regresinya, maka faktor-
faktor produksi tersebut mempunyai elastisitas produksi yang positif.
Dengan demikian, setiap peningkatan penggunaan faktor produksi
berupa luas lahan, benih, tenaga kerja dan pestisida cair, akan
meningkatkan produksi bawang merah varietas Bima.
Faktor produksi lainnya, yaitu pupuk urea, pupuk NPK Mutiara
dan pupuk ZA pada tingkat kepercayaan 95% tidak berpengaruh nyata
terhadap produksi bawang merah varietas Bima. Hal ini berarti nilai
elastisitas produksi faktor produksi tersebut sama dengan nol (Ho
diterima), sehingga produk fisik marginalnya (PFM) sama dengan nol.
Hal ini menunjukkan penggunaan faktor produksi berupa pupuk urea,
pupuk NPK Mutiara dan pupuk ZA pada usahatani bawang merah
varietas Bima telah mencapai tahap Levelling off (titik jenuh). Pada
tahap ini tidak terjadi peningkatan ataupun penurunan produksi,
sehingga terjadi stagnasi produksi bawang merah varietas Bima.
d. Uji standar koefisien regresi (beta coefficient)
Uji standard koefisien regresi digunakan untuk mengetahui
faktor produksi yang paling berpengaruh terhadap produksi bawang
merah varietas Bima. Peringkat nilai standar koefisien regresi (beta
coefficient) faktor-faktor produksi usahatani bawang merah varietas
Bima di Kabupaten Brebes, dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Peringkat Nilai Standar Koefisien Regresi (Beta Coefficient)
Faktor-Faktor Produksi Usahatani Bawang Merah Varietas
Bima di Kabupaten Brebes
No. Faktor Produksi Beta Coefficient (bi*) Peringkat
1. Luas Lahan (X1) 0,217 4
2. Benih (X2) 0,313 1
3. Tenaga kerja (X3) 0,218 3
4. Pestisida cair (X7) 0,312 2
Sumber : Analisis Datacommit
Primer to user
(Lampiran 15, Halaman 108)
perpustakaan.uns.ac.id 67
digilib.uns.ac.id

Berdasarkan Tabel 24, dapat diketahui bahwa nilai nilai standar


koefisien regresi (beta coefficient) yang terbesar adalah benih (X2),
yaitu sebesar 0,313, sehingga benih merupakan faktor produksi yang
paling berpengaruh terhadap produksi bawang merah varietas Bima.
Hal tersebut berkaitan dengan ukuran benih bawang merah yang
digunakan, dimana pada jarak tanam yang sama, ukuran benih yang
besar akan memberikan anakan yang lebih banyak. Begitu pula
sebaliknya, ukuran benih yang kecil akan menghasilkan anakan yang
lebih sedikit dibandingkan dengan ukuran benih yang besar. Ukuran
benih bawang merah varietas Bima terdiri dari tiga macam, yaitu benih
besar (5-7,5 gram/benih), benih sedang (2,5-4,0 gram/benih) dan benih
kecil (< 2,5 gram/benih). Dengan demikian, sangat dianjurkan petani
menggunakan benih dengan ukuran yang sedang atau besar.
2. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan untuk memastikan model yang
dihasilkan dari analisis memenuhi kaidah BLUE (Best Linier Unbiased
Estimator), sehingga tidak terdapat penyimpangan asumsi klasik seperti
multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi.
a. Uji multikolinieritas
Pengujian multikolinieritas menggunakan matriks pearson
correlation antar variabel. Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran
15 (halaman 108), menunjukkan bahwa nilai matriks pearson
correlation tidak ada yang lebih dari 0,8. Dengan demikian,
disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas pada model fungsi produksi
bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes.
b. Autokorelasi
Uji autokorelasi menggunakan nilai DW (Durbin Watson).
Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 15 (halaman 108),
menunjukkan bahwa nilai DW sebesar 2,161. Nilai tersebut terletak
diantara 1,65 < DW < 2,35, sehingga disimpulkan bahwa tidak terjadi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 68
digilib.uns.ac.id

autokorelasi. Prosedur uji autokorelasi dengan Durbin Watson dapat


dijelaskan dengan gambar berikut.

A+ Incon- Incon- A-
clusio clusio

Tidak ada autokorelasi

d
0 1,21 1,65 2 2,161 2,35 2,79 4

Gambar 4. Uji autokorelasi dengan Durbin Watson


c. Uji heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dengan melihat scatterplot. Berdasarkan
hasil analisis pada Lampiran 15 (halaman 108), terlihat bahwa titik-
titik pada scatterplot tidak membentuk suatu pola tertentu dan
menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas.

F. Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-faktor Produksi Pada


Usahatani Bawang Merah Varietas Bima
Petani yang rasional dalam proses produksinya mempunyai tujuan
untuk memperoleh keuntungan maksimal. Keuntungan akan maksimal apabila
kombinasi penggunaan faktor-faktor produksinya mencapai tingkat efisiensi
ekonomi tertinggi. Kondisi tersebut tercapai apabila perbandingan antara nilai
produk marginal (NPMxi) dengan harga faktor produksi (Pxi) sama dengan
satu. Berdasarkan faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi
bawang merah varietas Bima, maka analisis efisiensi ekonomi penggunaaan
faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah varietas Bima musim
tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes, disajikan pada Tabel 25.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 69
digilib.uns.ac.id

Tabel 25. Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaaan Faktor-Faktor Produksi


Pada Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Musim Tanam
Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes
NPMxi
No. Faktor Produksi NPMxi Pxi
Pxi
1. Luas Lahan (X1) 2.185.3151,28 18.720.000 1,167
2. Benih (X2) 18.811,81 15.000 1,254
3. Tenaga kerja (X3) 35.840,92 30.000 1,195
4. Pestisida cair (X7) 2.884.839,48 918.000 3,143
Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 16, Halaman 112)
Berdasarkan Tabel 25 dapat diketahui bahwa perbandingan antara nilai
produk marjinal dengan harga untuk setiap faktor produksi, yaitu:
NPMx 1 NPMx NPMx NPMx
¹ 2
¹ 3
¹ 7
¹1
Px 1 Px 2 Px 3 Px 7

Hal ini berarti penggunaan faktor produksi yang berupa luas lahan, benih,
tenaga kerja dan pestisida cair pada usahatani bawang merah varietas Bima di
Kabupaten Brebes tidak efisiensi secara ekonomi tertinggi. Dengan demikian,
hipotesis kedua yang menyatakan bahwa kombinasi penggunaan faktor-faktor
produksi pada usahatani bawang merah varietas Bima belum mencapai
efisiensi ekonomi tertinggi diterima.

G. Analisis Optimalisasi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada


Usahatani Bawang Merah Varietas Bima
Hasil analisis efisiensi ekonomi menunjukkan bahwa kombinasi
penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah varietas
Bima belum mencapai efisiensi ekonomi tertinggi. Hal ini mengindikasikan
adanya kendala dalam melakukan usahatani bawang merah varietas Bima.
Oleh karena itu, perlu adanya analisis optimalisasi untuk mengetahui apakah
kombinasi penggunaan faktor-faktor produksinya sudah optimal atau belum.
Kombinasi optimal dicapai apabila perbandingan antara produk fisik marjinal
(PFMxi) dengan harga faktor produksi (Pxi) mempunyai nilai yang sama
untuk semua faktor produksi. Berdasarkan jumlah faktor produksi yang
berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima, maka
commitfaktor-faktor
analisis optimalisasi penggunaan to user produksi pada usahatani
perpustakaan.uns.ac.id 70
digilib.uns.ac.id

bawang merah varietas Bima musim tanam Oktober-Desember 2010 di


Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Analisis Optimalisasi Penggunaaan Faktor-Faktor Produksi Pada
Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Musim Tanam Oktober-
Desember 2010 di Kabupaten Brebes
PFMxi
No. Faktor Produksi PFMxi Pxi
Pxi
1. Luas Lahan (X1) 1821,095940 18.7200.000 0,000097
2. Benih (X2) 1,567651 15.000 0,000104
3. Tenaga kerja (X3) 2,986744 30.000 0,000100
4. Pestisida cair (X7) 240,403290 918.000 0,000262
Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 16, Halaman 112)
Berdasarkan Tabel 26, diketahui bahwa perbandingan antara produk
fisik marjinal dengan harga untuk semua faktor produksi mempunyai nilai
yang tidak sama. Dengan demikian:
PFMx1 PFMx2 PFMx3 PFMx7
¹ ¹ ¹
Px1 Px 2 Px 3 Px 7
Hal ini berarti kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani
bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes belum optimal, sehingga
hipotesis ketiga diterima. Dengan demikian, yang dapat dilakukan petani
adalah mencapai kondisi optimal.
Kondisi optimal adalah kondisi terbaik yang dapat dicapai sesuai
dengan kemampuan petani untuk menghadapi kendala yang ada. Kondisi
optimal dapat dicapai dengan mengoptimalkan penggunaan faktor-faktor
produksinya dengan menggunakan pendekatan Least Cost Combination
(LCC). Pada penelitian ini sebagai faktor pembatasnya (constraint) adalah luas
lahan (X1) karena ketersediaannya terbatas dengan rata-rata kepemilikan luas
lahannya 0,78 ha. Analisis penggunaan faktor-faktor produksi kondisi
kenyataan (existing) dan kondisi optimal dapat dilihat pada Tabel 27.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 71
digilib.uns.ac.id

Tabel 27. Analisis Rata-Rata Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Kondisi


Existing dan Kondisi Optimal dengan Luas Lahan 0,78 ha Pada
Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Musim Tanam Oktober-
Desember Di Kabupaten Brebes
No. Faktor Produksi Kondisi Existing Kondisi Optimal
1. Benih (X2) 1.323,33 1.421,68
2. Tenaga Kerja (X3) 546,37 559,16
3. Pestisida cair (X7) 7,64 20,57
Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 17, Halaman 113)
Pada kondisi kenyataan (existing) penggunaan faktor-faktor produksi
pada luas lahan 0,78 ha adalah 1.323,33 kg benih, 546,37 HKP tenaga kerja
dan 7,64 liter pestisida cair. Pada kondisi optimal penggunaan faktor-faktor
produksi pada luas lahan 0,78 ha adalah 1.421,68 kg benih, 559,16 HKP
tenaga kerja dan 20,57 liter pestisida cair. Dengan demikian, untuk mencapai
kondisi optimal dilakukan dengan peningkatan penggunaan faktor-faktor
produksi tersebut. Hal ini sejalan dengan analisis efisiensi ekonomi, dimana
nilai perbandingan nilai produk marjinal (NPMxi) dengan harga faktor
produksi (Pxi) untuk faktor produksi benih, tenaga kerja dan pestisida cair
mempunyai nilai lebih dari satu, sehingga penggunaannya perlu ditambah.
Pada kondisi optimal akan didapatkan produksi yang optimal, sehingga
selisih antara biaya dan penerimaan lebih besar dibandingkan dengan kondisi
kenyataan (existing). Hal tersebut dibuktikan dengan mengetahui besarnya
produksi yang dihitung berdasarkan fungsi produksi usahatani bawang merah
varietas Bima. Pada perhitungan disertakan penggunaan faktor produksi pupuk
urea (154,33 kg), pupuk NPK Mutiara (89,33 kg) dan pupuk ZA (157,67 kg),
baik pada kondisi kenyataan (existing) maupun pada kondisi optimal.
Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 18 (halaman 114), maka
produksi pada kondisi kenyataan (existing) sebesar 5.631,99 kg, sehingga
besarnya penerimaan Rp 67.583.929,73 dan biaya yang dikeluarkan untuk
penggunaan faktor-faktor produksi sebesar Rp 47.446.030,50; maka selisih
antara penerimaan dan biaya pada kondisi kenyataan (existing) sebesar
Rp 20.137.899,23. Produksi pada kondisi optimal sebesar 7.629,56 kg,
sehingga besarnya penerimaancommit to user
Rp 91.554.725,63 dan biaya yang dikeluarkan
perpustakaan.uns.ac.id 72
digilib.uns.ac.id

sebesar Rp 61.174.720,50; maka selisih antara penerimaan dan biaya pada


kondisi optimal sebesar Rp 30.380.005,13. Dengan demikian terbukti bahwa
pada kondisi optimal, selisih antara biaya dan penerimaan lebih besar
dibandingkan pada kondisi kenyataan (existing).

H. Pembahasan
Usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes,
merupakan usahatani yang dilakukan secara monokultur dilahan sawah.
Varietas Bima sebagai varietas yang banyak digunakan mempunyai
keunggulan, yaitu umur panen yang cepat sekitar 50-60 hari. Hal ini menjadi
alasan utama untuk memilih varietas Bima, karena petani ingin cepat
mendapatkan keuntungan dari usahataninnya. Keuntungan yang didapat dari
suatu usahatani berkaitan dengan produksi yang dihasilkan dan penggunaan
faktor produksi yang berdampak pada besarnya biaya yang dikeluarkan.
1. Biaya, Penerimaan, Pendapatan dan Keuntungan Usahatani Bawang
Merah Varietas Bima
Macam dan jumlah faktor produksi yang digunakan akan
mempengaruhi besarnya biaya yang dikeluarkan untuk usahatani. Konsep
biaya yang digunakan untuk analisis usahatani bawang merah varietas
Bima adalah biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya eksplisit merupakan
biaya yang secara nyata dikeluarkan oleh petani selama usahatani bawang
merah varietas Bima. Komponen biaya ini terdiri dari biaya untuk
pembelian pupuk, pestisida, perata, upah tenaga kerja luar dan tenaga kerja
borongan, serta pengeluaran untuk pembayaran bunga modal pinjaman,
pajak tanah, biaya irigasi dan biaya transportasi.
Rata-rata besarnya biaya eksplisit untuk usahatani bawang
merah varietas Bima, yaitu biaya eksplisit yaitu Rp 23.186.082,41/UT/MT
atau Rp 29.725.746,68/Ha/MT. Biaya terbesar dikeluarkan untuk biaya
tenaga kerja. Usahatani ini membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah
banyak, karena jumlah anggota keluarga yang aktif dalam usahatani
sedikit dan kepemilikan lahan yang cukup luas. Biaya tenaga kerja terdiri
commit to user
dari biaya untuk tenaga kerja harian luar sebesar Rp 8.009.405,56/UT/MT
perpustakaan.uns.ac.id 73
digilib.uns.ac.id

atau Rp 10.268.468,66/Ha/MT dan tenaga kerja borongan sebesar


Rp 7.346.666,67/UT/MT atau Rp 9.418.803,42/Ha/MT. Biaya tenaga kerja
harian luar lebih besar dibandingkan tenaga kerja borongan, karena tenaga
kerja harian luar merupakan tenaga kerja yang dibayar berdasarkan
lamanya bekerja (hari), sedangkan untuk tenaga kerja borongan dibayar
secara langsung dan tanpa memperhitungkan jumlah hari kerja. Rata-rata
upah tenaga kerja harian adalah Rp 30.000,00/HKP, sedangkan tenaga
kerja borongan perhitungannya berdasarkan luas lahan. Rata-rata biaya
untuk tenaga kerja borongan pada pengolahan tanah adalah
Rp 3.333.333,33/Ha.
Biaya implisit digunakan untuk menghitung besarnya biaya yang
pada kenyataannya tidak dikeluarkan oleh petani selama usahatani, karena
faktor produksinya merupakan milik sendiri dan digunakan untuk
usahatani sendiri. Namun, perhitungannya tetap dilakukan untuk
mengetahui besarnya total biaya usahatani bawang merah varietas Bima.
Biaya implisitnya terdiri dari biaya pembelian benih, sewa lahan sendiri,
upah tenaga kerja harian dalam, biaya penyusutan alat dan bunga modal
sendiri. Rata-rata besarnya biaya implisit adalah p 28.600.634,34/UT/MT
atau Rp 36.667.479,92/Ha/MT. Biaya pembelian benih merupakan biaya
terbesar dari biaya implisit. Harganya yang mencapai Rp 15.000,00/kg
membuat petani lebih memilih untuk menyisakan hasil panennya untuk
dijadikan benih. Hal tersebut merupakan salah satu strategi petani untuk
mengurangi besarnya biaya eksplisit. Selain itu, petani juga lebih
mengetahui tentang asal usul benih.
Penjumlahan dari biaya ekplisit dan biaya implisit merupakan total
biaya yang dikeluarkan untuk usahatani bawang merah varietas Bima,
yaitu Rp 51.786.716,74/UT/MT atau Rp 66.393.226,59/Ha/MT. Biaya
tersebut merupakan bentuk pengorbanan yang dikeluarkan petani dalam
usaha untuk menghasilkan produksi bawang merah varietas Bima.
Produksi menjadi penerimaan bagi petani setelah dijual dengan harga yang
commit
berlaku ditingkat produsen. to user
Bawang merah varietas Bima dijual dalam
perpustakaan.uns.ac.id 74
digilib.uns.ac.id

bentuk ikatan yang sudah dijemur selama 10-14 hari (tergantung cuaca)
atau disebut dengan bawang merah berat kering askip dengan harga jual
Rp 12.000,00/Kg.
Penerimaan usahatani bawang merah varietas Bima sebesar
Rp 63.401.200,00/UT/MT atau Rp 81.283.589,74/Ha/MT. Dengan
demikian, penerimaan masih lebih besar dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan oleh petani. Penerimaan dapat langsung diterima oleh petani,
karena hasilnya dibeli langsung oleh pedagang. Namun, penerimaan ini
masih merupakan pendapatan kotor, karena belum dikurangi dengan biaya.
Pada penelitian ini, dilakukan perhitungan pendapatan dan
keuntungan. Pendapatan dihitung dengan cara penerimaan dikurangi biaya
eksplisit. Pendapatannya diartikan sebagai nilai nominal yang diperoleh
petani dari pengeluaran biaya yang hanya secara nyata dikeluarkan oleh
petani untuk usahatani bawang merah varietas Bima. Berdasarkan hasil
perhitungan, rata-rata pendapatan usahatani bawang merah varietas Bima
di Kabupaten Brebes adalah Rp 40.215.117,59/UT/MT atau
Rp 51.557.843,07/Ha/MT. Pendapatan usahatani ini dapat dikatakan
sangat besar, karena besarnya 70,89% dari penerimaan dan 29,11%
merupakan biaya eksplisit. Secara nyata pendapatan petani yang diterima
oleh petani lebih tinggi karena benih yang digunakan berasal dari hasil
panen sendiri, padahal besarnya biaya benih 38,18% dari total biaya
usahatani. Oleh karena itu, dilakukan perhitungan keuntungan dengan
tujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan riil yang diterima petani.
Perhitungan keuntungan dengan cara penerimaan dikurangi total
biaya (biaya eksplisit ditambah biaya implisit). Berdasarkan perhitungan,
besarnya keuntungan usahatani bawang merah varietas Bima, yaitu
Rp 11.614.483,26/UT/MT atau Rp 14.890.363,15/Ha/MT. Meskipun
demikian, pada dasarnya besarnya keuntungan dan pendapatan yang
diperoleh tergantung pada pengeluaran biaya produksi dan harga jual
bawang merah. Kendalanya ketika harga jual bawang merah mengalami
commitpetani
penurunan, maka dikhawatirkan to usermengalami kerugian. Kenyataanya
perpustakaan.uns.ac.id 75
digilib.uns.ac.id

petani hanya sebagai price taker, sehingga yang dapat dilakukan adalah
mengontrol besarnya biaya usahatani dengan mengkombinasikan
penggunaan faktor-faktor produksinya seefisien mungkin, sehingga biaya
yang dikeluarkan dapat ditekan serendah mungkin dengan harapan
keuntungan yang diperoleh lebih besar.
2. Hubungan Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dengan Produksi Bawang
Merah Varietas Bima
Analisis hubungan faktor-faktor produksi dengan produksi
menggunakan model kepangkatan modifikasi dari fungsi produksi Cobb
Douglas. Faktor produksi yang dimasukkan ke dalam model fungsi
produksi adalah luas lahan (X1), benih (X2), tenaga kerja (X3), pupuk urea
(X4), pupuk NPK Mutiara (X5), pupuk ZA (X6) dan pestisida cair (X7).
Berdasarkan hasil analisis diperoleh model pendugaan fungsi produksi:
Y = 74,473. X10,215. X20,314. X30,247. X4-0,114. X50,164. X60,002. X70,278
Berdasarkan persamaan fungsi produksinya dapat diketahui bahwa
return to scale sebesar 1,054. Jadi, usahatani bawang merah varietas Bima
berada pada kondisi increasing return to scale. Artinya, proses produksi
usahatani bawang merah varietas Bima berada pada tahap produksi dengan
skala yang semakin meningkat atau proporsi kenaikan penggunaan faktor-
faktor produksi memberikan proporsi kenaikan produksi yang lebih besar.
Model fungsi produksi di atas didapatkan dari analisis regresi linier
berganda, sehingga untuk memastikan modelnya tidak terdapat
penyimpangan asumsi klasik, maka dilakukan uji asumsi klasik yang
meliputi multikolinieritas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Uji
multikolinieritas menggunakan matriks pearson correlation. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa semua matriks pearson correlation antar
variabel bebas tidak ada yang bernilai lebih dari 0,8. Dengan demikian,
disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas.
Pengujian autokorelasi menggunakan nilai DW (Durbin Watson).
Berdasarkan hasil analisis nilai DW sebesar 2,161. Nilai tersebut terletak
diantara 1,65 < DW <commit 2,35,to sehingga
user disimpulkan tidak terjadi
perpustakaan.uns.ac.id 76
digilib.uns.ac.id

autokorelasi. Selanjutnya, untuk mendeteksi ada tidaknya


heteroskedastisitas menggunakan scatterplot. Berdasarkan scatterplot
diketahui bahwa titik-titiknya tidak membentuk pola tertentu dan
menyebar di atas dan di bawah sumbu Y, sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. Dengan demikian, berdasarkan uji
asumsi klasik model fungsi produksi usahatani bawang merah varietas
Bima sudah memenuhi kaidah BLUE (Best Linier Unbiased Estimator).
Hubungan antara faktor-faktor produksi dan produksi bawang
merah varietas Bima dapat diketahui dengan melakukan pengujian model
yang meliputi uji adjusted R2, uji F, uji t serta uji standar koefisien regresi.
Uji yang pertama adalah uji adjusted R2 untuk mengetahui ketepatan
model fungsi produksi usahatani bawang merah varietas Bima dengan
mempertimbangkan besarnya derajat kebebasan (df), karena pada
penelitian ini terdapat tujuh variabel yang dimasukkan ke dalam model.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai adjusted R2 sebesar 0,911 atau
91,10%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 91,10% variasi produksi
bawang merah varietas Bima dapat dijelaskan oleh variabel luas lahan,
benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan
pestisida cair, sedangkan 8,90% sisanya dijelaskan oleh variabel lain di
luar model. Variabel lain ini dapat berupa keadaan tanah, keadaan cuaca,
pengalaman usahatani dan penggunaan faktor produksi lain seperti pupuk
Kamas, pupuk KCL dan pupuk kompos.
Uji selanjutnya adalah uji F dengan tingkat kepercayaan 95% dan
berdasarkan hasil analisis faktor-faktor produksi yang berupa luas lahan,
benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan
pestisida cair secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi
bawang merah varietas Bima (Ha diterima). Selanjutnya pengujian
pengaruh masing-masing faktor produksi terhadap produksi dilakukan
dengan uji t pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil analisis uji t, yaitu:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 77
digilib.uns.ac.id

a. Luas lahan
Berdasarkan hasil analisis, faktor produksi luas lahan
berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima (Ha
diterima). Nilai elastisitas produksi luas lahan dalam fungsi produksi
sebesar 0,215 yang artinya setiap penambahan luas lahan sebesar 1%
akan meningkatkan produksi bawang merah varietas Bima sebesar
0,215% cateris paribus. Hal ini berarti faktor produksi luas lahan
berpengaruh positif terhadap produksi bawang merah varietas Bima.
Lahan merupakan tempat dimana proses produksi usahatani
berlangsung. Pada lahan yang lebih luas akan lebih banyak
menampung benih daripada lahan yang sempit, sehingga semakin
banyak benih yang ditanam maka akan diperoleh produksi yang
semakin tinggi. Akan tetapi, usaha perluasan lahan di Kabupaten
Brebes terkendala dengan ketersediaan lahan yang terbatas karena
adanya kecenderungan berkurangnya lahan pertanian akibat alih fungsi
lahan menjadi pemukiman, tempat industri dan baru-baru ini untuk
pembangunan jalan tol Pejagan-Pemalang yang menghubungkan antara
Jawa Barat dengan Jawa Tengah. Oleh karena itu, usaha untuk
meningkatkan produksinya dengan cara lain, yaitu mengkombinasikan
faktor-faktor produksi yang digunakan secara optimal, sehingga pada
luasan lahan yang ada diperoleh produksi yang optimal.
b. Benih
Hasil analisis menunjukkan, faktor produksi benih berpengaruh
nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima (Ha diterima).
Nilai elasitisitas produksinya sebesar 0,314, yang berarti setiap
penambahan 1% penggunaan benih, maka akan meningkatkan
produksi sebesar 0,314% cateris paribus. Hasil analisis uji standar
koefisien regresi juga menunjukkan bahwa faktor produksi benih
mempunyai pengaruh terbesar terhadap produksi bawang merah
varietas Bima dibandingkan faktor produksi lainnya, sehingga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 78
digilib.uns.ac.id

penambahan faktor produksi ini akan sangat berpengaruh pada


peningkatan produksi bawang merah varietas Bima.
Penambahan benih pada usahatani bawang merah bukan
berarti menambah jumlah benih, namun lebih ditekankan pada ukuran
benih. Hal ini dikarenakan, ukuran benih berpengaruh terhadap hasil
anakan. Benih dengan ukuran besar akan menghasilkan anakan yang
lebih banyak dibandingkan dengan benih yang berukuran kecil.
Ukuran benih bawang merah varietas Bima terdiri dari tiga, yaitu benih
besar (5-7,5 gram/benih), benih sedang (2,5-4,0 gram/benih) dan benih
kecil (< 2,5 gram/benih).
c. Tenaga kerja
Berdasarkan analisis diketahui bahwa faktor produksi tenaga
kerja berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas
Bima (Ha diterima). Faktor produksi tenaga kerja berperan penting
dalam berbagai kegiatan usahatani dan mengalokasikan faktor-faktor
produksi lain (pupuk, pestisida, benih) yang digunakan pada usahatani
bawang merah varietas Bima. Elastisitas produksi tenaga kerja sebesar
0,247, sehingga setiap peningkatan 1% penggunaan tenaga kerja, maka
akan meningkatkan produksi sebesar 0,247% cateris paribus. Hal ini
berarti peningkatan produksi bawang merah dapat ditingkatkan dengan
penambahan tenaga kerja misalnya melalui pemeliharaan tanaman
yang lebih intensif. Meskipun demikian, penambahan tenaga akan
menambah biaya tenaga kerja, karena upah tenaga kerja yang cukup
tinggi, yaitu Rp 30.000,00 per HKP, sehingga dikhawatirkan
keuntungan yang diperoleh petani semakin kecil. Oleh karena itu,
peningkatan tenaga kerja pada usahatani bawang merah varietas Bima
tidak hanya pada penambahan jumlah tenaga kerja (kuantitas),
melainkan juga peningkatan kualitas tenaga kerja yang digunakan.
d. Pupuk
Pemberian pupuk bertujuan untuk menambah unsur hara ke
commit to user
dalam tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Pupuk yang
perpustakaan.uns.ac.id 79
digilib.uns.ac.id

dominan digunakan pada usahatani bawang merah varietas Bima di


Kabupaten Brebes adalah pupuk anorganik yang berupa pupuk urea,
pupuk NPK Mutiara dan pupuk ZA. Pupuk urea mengandung 47%
unsur nitrogen, sedangkan pupuk NPK Mutiara mengandung tiga unsur
hara utama yaitu 16% nitrogen, 16% phosphate dan 16% kalium serta
tiga unsur hara tambahan, yaitu 16,5% magnesium, 28,5% calsium dan
2,10% sulfur. Pupuk ZA atau ammonium sulfat mengandung 21%
nitrogen dan 23% sulfat.
Hasil analisis uji t menunjukkan bahwa faktor produksi pupuk
urea, pupuk NPK Mutiara dan pupuk ZA tidak bepengaruh nyata
terhadap produksi bawang merah varietas Bima, sehingga nilai
elastisitas produksinya sama dengan 0 (Ho diterima) dan
mengindikasikan bahwa nilai produk fisik marjinal (PFM) ketiga
pupuk tersebut sama dengan 0. Hal ini berarti penggunaan pupuk urea,
pupuk NPK Mutiara dan pupuk ZA mencapai tahap levelling off (titik
jenuh), sehingga tidak terjadi peningkatan ataupun penurunan
produksi, dengan kata lain terjadi stagnasi produksi usahatani bawang
merah varietas Bima.
Keadaaan levelling off berkaitan pemberian pupuk anorganik
secara intensif dan terus-menerus yang berakibat pada semakin
rendahnya kadar bahan organik tanah (< 2 %) sehingga menyebabkan
pemupukan anorganik tidak berpengaruh terhadap penambahan hara
tanah karena tanah tidak respon terhadap penggunaan pupuk
anorganik. Hal tersebut dikarenakan pada tanah dengan kadar bahan
organik rendah maka Kapasitas Tukar Kation (KTK) rendah, sehingga
apabila diberikan pupuk anorganik maka kation yang berasal dari
pemupukan anorganik tidak dapat diikat koloid tanah. Upaya yang
dapat dilakukan adalah melakukan soil management untuk
mengembalikan kesuburan tanah dengan meningkatkan bahan organik
tanah, dan diikuti dengan pemupukan dengan jenis dan jumlah yang
tepat dan berimbang. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 80
digilib.uns.ac.id

Menurut Setyorini (2004) pemupukan berimbang merupakan


pemberian pupuk ke dalam tanah dengan jumlah dan jenis hara yang
sesuai dengan tingkat kesuburan tanah dan kebutuhan tanaman untuk
mencapai hasil yang optimal. Penetapan dosis penggunaan pupuk
secara berimbang dapat menggunaan Perangkat Uji Tanah Sawah
(Paddy Soil Test Kit). Balai Penelitian Tanah (2005) mengembangkan
Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) sebagai alat yang digunakan
untuk mengetahui status hara tanah. Hasil analisisnya dapat digunakan
sebagai kriteria penentuan rekomendasi pemupukan unsur N, P, dan K
spesifik lokasi. Perangkat Uji Tanah Sawah diharapkan mampu
membantu petani yang berkaitan dengan ketepatan pemberian dosis
pupuk N, P, dan K.
e. Pestisida cair
Penggunaan pestisida di Kabupaten Brebes yang berupa
pestisida cair terdiri dari insektisida dan herbisida. Berdasarkan hasil
analisis diketahui bahwa faktor produksi pestisida cair berpengaruh
nyata terhadap produksi bawang merah (Ha diterima). Nilai elastisitas
produksi pestisida cair sebesar 0,278, sehingga setiap penambahan 1%
penggunaan pestisida cair akan meningkatkan produksi sebesar
0,278% cateris paribus. Hal ini berarti penambahan penggunaan
pestisida cair, akan menambah produksi bawang merah varietas Bima.
Pestisida cair mempunyai peranan penting dalam pengendalian
hama. Apabila hama tidak dikendalikan sedini mungkin dan dapat
berdampak pada besarnya keuntungan yang diperoleh petani. Menurut
Sulistiyono (2004), penggunaan pestisida dapat meningkatkan
produksi pertanian secara signifikan. Cara kerja dari pestisida sangat
efektif untuk mengendalikan hama maupun penyakit, sehingga
pertumbuhan tanaman menjadi tidak terganggu dan memberikan hasil
yang optimal.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 81
digilib.uns.ac.id

3. Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Bawang


Merah Varietas Bima
Analisis efisiensi ekonomi menunjukkan perbandingan nilai
produk marjinal dengan harga faktor-faktor produksi untuk luas lahan
1,167; benih 1,254; tenaga kerja 1,195 dan pestisida cair 3,143. Hal ini
berarti kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani
bawang merah varietas Bima belum mencapai efisiensi ekonomi tertinggi,
sehingga hipotesis kedua diterima. Kondisi yang belum mencapai kriteria
efisiensi ekonomi tertinggi mengindikasikan adanya kendala pada
usahatani bawang merah varietas Bima. Meskipun demikian, usahataninya
harus dilakukan secara efisien dengan kombinasi optimal penggunaan
faktor-faktor produksinya. Oleh karena itu, dilakukan analisis optimalisasi
untuk mengetahui kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada
usahatani bawang merah varietas Bima sudah optimal atau belum.
Kombinasi optimal dicapai apabila perbandingan antara produk
fisik marginal (PFMxi) dengan harga faktor produksi (Pxi) mempunyai
nilai yang sama untuk semua faktor produksi. Berdasarkan hasil analisis
diketahui bahwa nilai perbandingan PFMx dengan Pxi untuk luas lahan
0,000097; untuk benih 0,000104; untuk tenaga kerja 0,000100; dan untuk
pestisida cair 0,000262. Dengan demikian, kombinasi penggunaan faktor-
faktor produksi pada usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten
Brebes belum optimal, sehingga hipotesis ketiga diterima. Meskipun
demikian, usahatani tetap dilakukan karena petani ingin mendapatkan
keuntungan, sehingga yang dapat dilakukan petani adalah berusaha
mencapai kondisi optimal. Kondisi optimal adalah kondisi terbaik yang
dapat dicapai sesuai dengan kemampuan petani dalam menghadapi
kendala yang ada.
Pencapaian kondisi optimal dapat dilakukan dengan
mengoptimalkan penggunaan faktor produksi dengan pendekatan Least
Cost Combination (LCC) dan sebagai faktor pembatasnya (constraint)
adalah luas lahan petani commit
dengan torata-rata
user 0,78 ha. Hal ini dikarenakan
perpustakaan.uns.ac.id 82
digilib.uns.ac.id

petani mempunyai kendala untuk memperluas lahannya karena


ketersediaan lahan yang terbatas akibat adanya alih fungsi lahan pertanian.
Dengan demikian, petani harus mengkombinasikan penggunaan faktor
produksinya secara optimal pada luas lahan 0,78 ha untuk mendapatkan
produksi yang optimal, sehingga pada kondisi tersebut petani akan
memperoleh keuntungan maksimal.
Hasil analisis kombinasi penggunaan faktor produksi pada kondisi
optimal usahatani bawang merah varietas Bima dengan luas lahan 0,78 ha,
yaitu sebagai berikut:
a. Benih
Faktor produksi benih yang digunakan pada usahatani bawang
merah varietas Bima menunjukkan bahwa penggunaannya tidak efisien
secara ekonomi. Hal tersebut dilihat dari besarnya perbandingan antara
nilai produk marjinal dengan harga untuk faktor produksi benih, yaitu
1,254. Artinya penggunaan faktor produksi benih masih harus
ditambah untuk mencapai kondisi yang optimal. Hasil analisis
menunjukan bahwa penggunaan faktor produksi benih yang optimal
adalah 1.421,68 kg/UT/MT, sedangkan kenyataannya rata-rata petani
hanya menggunakan benih sebesar 1.323,33 kg/UT/MT. Dengan
demikian untuk untuk mencapai kondisi yang optimal maka perlu
dilakukan penambahan benih sebesar 98,35 kg.
Belum tercapainya kondisi optimal pada penggunaan faktor
produksi benih dikarenakan pada sebagian besar petani di Kabupaten
Brebes menggunakan benih yang berasal dari hasil panennya sendiri.
Hal ini berarti petani menggunakan benih yang berasal dari hasil panen
yang diperuntukkan sebagai bawang merah konsumsi. Menurut
Putrasamedja dan Permadi (2001), benih yang berasal dari bawang
merah konsumsi berkualitas rendah karena tidak dihasilkan dari proses
seleksi, sehingga menyebabkan produktivitasnya rendah.
Petani di Kabupaten Brebes tidak melakukan seleksi secara
commithasil
khusus dalam menyisihkan to user
panen yang akan dijadikan benih.
perpustakaan.uns.ac.id 83
digilib.uns.ac.id

Seleksinya berdasarkan pengamatan terhadap kondisi pertumbuhan


tanaman secara keseluruhan, produktivitas dan tidak tercampur dengan
varietas lain, sehingga kemurnian varietas tidak begitu diperhatikan
dan yang menjadi patokan dalam menilai kualitas benih hanya lama
penyimpanannya, yaitu 3 bulan (kawak). Kendala modal menjadi
alasan petani, karena harga benih varietas Bima dipenangkar benih
mencapai Rp 15.000,00/Kg. Selain itu, belum ada benih bawang merah
varietas Bima yang bersertifikat dan benih yang dijual oleh penangkar
benih ternyata sebagian juga berasal dari benih hasil produksi petani.
Disisi lain, pada jarak tanam yang sama penggunaan benih yang
mempunyai ukuran lebih besar akan memberikan hasil anakan yang
lebih banyak, sehingga petani beranggapan bahwa dengan benih hasil
produksi sendiri akan lebih menghemat biaya usahatani, petani
mengetahui asal usul benih dan lebih leluasa untuk menentukan ukuran
benih yang akan digunakan. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah
penggunaan benih bawang merah varietas Bima dengan ukuran benih
besar (5,0-7,5 gram/benih) atau benih sedang (2,5-4,0 gram/benih) dan
lama penyimpanan 3 bulan (kawak) dengan jumlah penggunaan
benihnya 1.421,68 kg/UT, serta dilakukan penyediaan benih bawang
merah varietas Bima bersertifikat melalui kegiatan penangkaran benih
secara khusus.
b. Tenaga kerja
Penggunaan faktor produksi tenaga kerja pada usahatani
bawang merah varietas Bima menunjukkan kondisi yang tidak efisien
secara ekonomi, dengan besarnya perbandingan antara nilai produk
marjinal dengan harga faktor produksi tenaga kerja adalah 1,195. Nilai
tersebut mengindikasikan bahwa untuk mencapai kondisi optimal,
maka perlu adanya penambahan penggunaan faktor produksi tenaga
kerja. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan disesuaikan dengan
kebutuhannya sampai pada tingkat tertentu, sehingga jumlah
commit to user
penggunaannya optimal.
perpustakaan.uns.ac.id 84
digilib.uns.ac.id

Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk usahatani bawang


merah varietas Bima adalah 546,37 HKP/UT/MT, sedangkan hasil
analisis menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi tenaga kerja
yang optimal adalah 559,16 HKP/UT/MT. Dengan demikian, untuk
mencapai kondisi optimal perlu adanya penambahan penggunaan
tenaga kerja sebesar 12,79 HKP. Rekomendasi yang dapat diberikan
adalah penggunaan tenaga kerja sebesar 559,16 HKP/UT/MT dan
disertai dengan peningkatan kualitas tenaga kerja.
Pada dasarnya, jumlah tenaga kerja yang diperlukan
dipengaruhi oleh kualitas tenaga kerja. Pada proses produksi pertanian,
kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, dimana
untuk tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi pada pekerjaan seperti
mengolah tanah, sedangkan untuk tenaga kerja wanita biasanya
terspesialisasi pada penanaman. Oleh karena itu, peranan petani
sebagai tenaga kerja serta sebagai pemimpin usahatani sangat penting
untuk mengatur organisasi produksi secara keseluruhan.
c. Pestisida cair
Usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes
pada umumnya berorientasi pada hasil, sehingga pemeliharaannya
intensif dan dihindarkan dari gangguan hama atau penyakit.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk mendapatkan hasil yang
sesuai dengan harapan, perlu adanya tindakan pengendalian, antara lain
dengan pestisida. Pestisida yang dipakai petani terdiri dari pestisida
cair (insektisida dan herbisida) dan pestisida padat (fungisida).
Faktor produksi pestisida cair yang digunakan pada usahatani
bawang merah varietas Bima menunjukkan bahwa penggunaannya
tidak efisien secara ekonomi. Hal tersebut dilihat dari besarnya
perbandingan antara nilai produk marjinal dengan harga untuk faktor
produksi pestisida cair, yaitu 3,143. Artinya penggunaan faktor
produksi pestisida masih harus ditambah untuk mencapai kondisi yang
commit
optimal. Hasil analisis to user penggunaan faktor produksi
menunjukan,
perpustakaan.uns.ac.id 85
digilib.uns.ac.id

pestisida cair yang optimal adalah 20,57 liter/UT/MT, sedangkan pada


kenyataannya rata-rata petani menggunakan pestisida cair sebanyak
7,64 liter/UT/MT. Dengan demikian, untuk mencapai kondisi yang
optimal maka perlu peningkatan penggunaan pestisida cair sebanyak
12,93 liter.
Penggunaan pestisida merupakan cara pengendalian yang
sangat umum digunakan oleh petani, karena cara tersebut dianggap
yang paling mudah dilakukan, jaminan keberhasilan lebih tinggi dan
hasilnya lebih cepat terlihat. Meskipun demikian, penggunaan pestisida
juga mengakibatkan pencemaran lingkungan, terjadinya resistensi
hama dan penyakit, berbahaya bagi manusia, ternak, kematian pada
musuh-musuh alami dan adanya residu pestisida pada tanaman.
Menurut Purnomo (2009) langkah awal yang cukup bijak untuk
budidaya bawang merah di Kabupaten Brebes, yaitu dengan
menerapkan usahatani versi LEISA (Low External Input And
Sustainable Agriculture). Pertanian LEISA adalah cara budidaya
dengan penggunaan pupuk dan pestisida kimia buatan yang masih
diperkenankan seminimal mungkin atau sangat dibatasi sesuai dengan
kebutuhan, sedangkan penggunaan bahan alami seperti pupuk organik
dan pestisida nabati sangat dianjurkan. Dengan demikian, perilaku
petani bawang merah tidak berubah secara drastis dan produksi
bawang merah relatif tidak berkurang drastis.
Penggunaan faktor-faktor produksi pada kondisi optimal terbukti
memberikan produksi yang optimal, sehingga selisih antara biaya dan
penerimaan lebih besar dibandingkan dengan kondisi kenyataan (existing).
Hal tersebut dibuktikan dengan mengetahui besarnya produksinya, yaitu
pada kondisi kenyataan (existing) produksinya sebesar 5.631,99 kg dan
selisih antara penerimaan dan biayanya sebesar Rp 20.137.899,23;
sedangkan produksi pada kondisi optimal sebesar 7.629,56 kg dan selisih
antara penerimaan dan biayanya sebesar Rp 30.380.005,13.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 86
digilib.uns.ac.id

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada usahatani bawang merah varietas
Bima di Kabupaten Brebes dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Biaya eksplisit usahatani bawang merah varietas Bima sebesar
Rp 29.590.009,50/Ha/MTdan biaya implisit Rp 37.071.515,44/Ha/MT,
sehingga total biaya usahataninya Rp 66.661.524,94/Ha/MT. Penerimaan
usahatani bawang merah varietas Bima Rp 101.642.564,10/Ha/MT,
pendapatan usahataninya sebesar Rp 72.052.554,61/Ha/MT dan
keuntungan usahataninya Rp 34.981.039,16/Ha/MT.
2. Faktor produksi luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK
Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair, secara bersama-sama berpengaruh
nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima. Secara individual,
menunjukkan bahwa faktor produksi luas lahan, benih, tenaga kerja dan
pestisida cair berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas
Bima, sedangkan faktor produksi pupuk Urea, pupuk NPK Mutiara dan
pupuk ZA tidak berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah
varietas Bima.
3. Kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang
merah varietas Bima belum mencapai efisiensi ekonomi tertinggi.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan adalah
sebagai berikut:
1. Bagi petani bawang merah varietas Bima
a. Di Kabupaten Brebes ketersediaan lahan usahatani bawang merah
varietas Bima terbatas, sehingga untuk meningkatkan produksinya
dengan cara mengoptimalkan penggunaan faktor-faktor produksinya,
yaitu pada lahan seluas 0,78 ha dengan penggunaan benih 1.421,68 kg,
tenaga kerja 559,16 HKP dan pestisida cair 20,57 liter, sehingga
commit to user
usahatani bawang merah varietas Bima berada pada kondisi optimal.

86
perpustakaan.uns.ac.id 87
digilib.uns.ac.id

b. Sebaiknya menggunakan benih bawang merah varietas Bima dengan


ukuran benih besar (5,0-7,5 gram/benih) atau benih sedang (2,5-4,0
gram/benih) dengan lama penyimpanan 3 bulan sehingga sudah cukup
siap tanam (kawak).
2. Bagi Pemerintah Kabupaten Brebes
a. Penerapan pertanian organik versi LEISA (Low External Input And
Sustainable Agriculture) untuk mengurangi dampak negatif dari
penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimia pada usahatani
bawang merah varietas Bima.
b. Penggunaan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) untuk mengukur kadar
hara N, P dan K tanah dalam bentuk tersedia, sehingga dapat digunakan
untuk penentuan rekomendasi pemupukan unsur N, P dan K spesifik
lokasi untuk tanaman bawang merah varietas Bima di Kabupaten
Brebes.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai