Anda di halaman 1dari 2

Nama: Mutiara Fatimah Ar Rozan

NIM: N011191003
Kelas: Farmakologi A

1. Bagaimana histamin berfungsi sebagai neurotransmiter?


2. Bagaimana histamin berperan dalam tiap sel : (Mast cells, basophils, enterochromaffin
cells, dan neurons)
3. Apakah antihistamin dapat digunakan dalam penanganan pasien covid 19?
4. Bagaimana mekanisme antihistamin bisa menyebabkan efek sedasi (efek ngantuk)?
5. Bagaimana antihistamin dapat menyebabkan konstipasi dan diare

1. Histamin adalah senyawa jenis amin yang terlibat dalam tanggapan imun lokal yang
berfungsi sebagai reseptor histamin di sel. Reseptor histamine tanggapan tubuh terhadap
patogen, maka tubuh memproduksi histamin di dalam basofil dan sel mast, dengan adanya
histamin maka terjadi peningkatan permeabilitas kapiler-kapiler terhadap sel darah putih
dan protein lainnya, sehinnga sel darah putih dpat mengatasi infeksi di jaringan tersebut.
Dari mekanisme histamine tersebut maka histamine berupa reseptor dapat berfungsi
sebagai neurotransmitter yang bertugas menyampaikan pesan antara satu sel saraf (neuron)
ke sel saraf target (Katzung, 2014).

2. Histamine dilepaskan dari sel mast dan basophil, sel-sel tersbut akan tersensitisasi oleh
antibody IgE yang melekat pada permukaan membrannya, sehingga sel mast akan
terdegranulasi ketika terpajan ke antigen yang sesuai. Histamin yang dilepaskan ini adalah
mediator pada reaksi alergik tipe cepat (tipe I), misalnya hay fever dan urtikaria akut
(Mulcahy. K, dkk. 2017). Peran histamine pada sel eneterkromafin terjadi pada lambung
dimana histamine dilepaskan dengan merangsang sel parietal mukosa lambung untuk
menghasilkan menghasilkan asam lambung pencernaan (Sherwood, L. 2007). Pada sel
neuron, di otak terdapat reseptor H1 dan H2 yang terletak di membrane pascasinaps dan
H3 terdapat di parasinaps. Pengaktifan H1 terdapat di endotel, sel otot, polos dan ujung
saraf, sehingga memicu suatu pengingkatan hidrolisis fosfoinositol, peningktan inositol
trisofat (IP3) serta kalsiium intrasel. Pengaktifan H2 terdpat terdapat di mukosa lambung,
sel oto otot jantung, sebagian sel imun dan meingkatkan adenosine onofosfat siklik
(cAMP). Pengaktifan H3 menurunkan pengeluaran transmitter dari neuron histaminergic
dan neoron lain yang diperentrai penurunan influx kalsium (Katzung, 2014).

3. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus (coronavirus, influenza virus) pada saluran
pernapasan bagian atas, dapat menyebabkan berupa gejala hidung berair/pilek
(rhinorrhoea) dan hidung tersumbat. Pada umumnya infeksi dapat sembuh dengan
sendirinya dengan meningkatkan daya tahan tubuh melalui istirahat yang cukup, asupan
gizi dan banyak minum air. Namun karena gejala tersebut seringkali mengganggu
aktivitas, maka dapat diatasi dengan pengobatan simtomatik yaitu untuk mengurangi
keluhan tanpa melihat penyakit utama, salah satunya golongan antihistamin. Berdasarkan
cara kerjanya, molekul histamin juga menghambat pelepasan sitokin proinflamasi, yaitu
Interferon-gamma (IFN-γ), IFN-γ dapat mengaktifkan kemampuan makrofag untuk
melawan infeksi virus dan membunuh sel lain yang telah terinfeksi. Oleh karena itu,
elepasan histamin dapat dicegah dengan antihistamin sehingga menghasilkan lebih banyak
IFN-γ dan mengendalikan replikasi virus (COVID-19). Antihistamin dapat memberikan
efek antivirus tidak langsung pada sel yang terinfeksi (Aydin. S & Aydin. S, 2020)

4. Antihistamin generasi pertama memiliki efek sedasi yang relative lebih kuat daripada
generasi kedua. Antihistamin generasi pertama sangat cepat masuk ke saraf otak,
dsehingga efek sedasi akan timbul lebi cepat. Hal itu dikarenakan antihistamin generasi
pertama memiliki sifat lipofilik yang dapat menembus sawar darah otak sehingga dapat
menempel pada reseptor H1 di sel-sel otak. Sedangkan antihistamin generasi kedua
mempunyai sifat lipofiliknya lebih rendah, kurang larut dalam lemak dan merupakan
subtrat dari pengangkut glikoprotein-P di sawar darah otak, sehingga sulit masuk ke
susunan saraf pusat (Katzung, 2014).

5. Antihistamin dapat menyebabkan kontraksi otot usus yang lemah dan kuat. Kontraksi pada
otot dinding usus yang lebih kuat dari biasanya dapat menyebabkan penumpukan gas,
kembung, dan diare. Sedangkan kontraksi yang lebih lemah dapat menyebabkan makanan
menjadi sulit lewat di usus dan terjadi konstipasi (Shalim, 2019).

Referensi:
Aydin. S & Aydin. S, 2020. Could Antihistamine Help in the Treatment and Spread of
Covid-19 Via Re-Modulating Cytokines and by Reducing Sneezing. Acta Scientific
Nutritional Health. Vol 4. Issue 4.
Katzung, B.G., Masters, S.B. dan Trevor, A.J., 2014, Farmakologi Dasar & Klinik, Vol.2,
Edisi 12, Editor Bahasa Indonesia Ricky Soeharsono et al., Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Mulcahy. K, dkk. 2017. Pharmacotherapeutics. Edisi pertama. Jones & Bartlett Learning.
Shalim, C.P. dkk. 2019. Diagnosis dan Tatalaksana Irritable Bowel Syndrome. Continuing
Medical Education. Vol.46, No. 12
Sherwood. L. 2007. Fisiologi Manusia. Edisi 7. Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai