Anda di halaman 1dari 3

Nurmila Awalia P Further Studies in Drama

5D 24 Desember 2020

1185030147

Laboring Literature dalam Drama Buried Child, The Zoo Story dan The Dumb Waiter

Ekonomi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan sosial. Sering kali strata
anggota masyarakat dibedakan berdasarkan pada kekayaan yang dimilikinya. Max dan Weber
mendefinisikan bahwa yang menentukan strata kelas anggota masyarakat adalah aspek ekonomi.
Working-class literature ini membahas isu-isu berkaitan dengan masalah ekonomi sosial, fokus
pada pekerjaan dan representasi akurat dari materi dan kondisi sosial kehidupan kelas pekerja.
Artinya adalah bahwa cerita yang mencerminkan realitas kompleks kehidupan kelas pekerja.
Karena studi sastra kelas pekerja membantu kita memahami bagaimana berpikir kritis tentang
representasi kelas pekerja, tidak peduli siapa yang membuatnya. Pada kali ini, saya akan
menuliskan pemahaman saya terkait laboring literature. Laboring Literature ini merupakan
karya sastra yang kuat dalam membahas isu ekonomi. Adanya revolusi industri sekitar tahun
1750-1850 memberikan efek yang tidak sedikit terutama untuk pekerja kelas bawah atau
proletarian. Kesulitan ekonomi yang terjadi bisa memicu permasalahan lain seperti keluarga
menjadi tidak harmonis, bunuh diri, pembunuhan, tindak kekerasan, dan permasalahan lainnya.
Para sastrawan ingin menunjukan realitas yang terjadi contohnya seperti pada drama Burried
Child karya Sam Shepard, The Zoo Story karya Edward Albee, dan The Dumb Waiter karya
Harold Pinter.

Pada drama Burried Child keruntuhan ekonomi yang dialami keluarga mereka yaitu
Dodge, Halie, Tilden, dan Bradley. Sepertinya keluarga mereka dulunya berkecukupan. Anak-
anak tumbuh dengan baik, mereka juga mempunyai perkebunan dan menggantungkan hidupnya
dari hasil panen tersebut. Tetapi sudah sekitar tiga puluh tahun mereka tidak memanen lagi
seperti pada kutipan “We haven’t had corn here for over thirty years.” (Act I, p.25), menurut
pemahaman saya Halie dan keluarganya sudah lama tidak mendapatkan hasil panen dan berujung
menganggur. Dodge, suami Halie tidak bisa diandalkan karena ia hanya berbaring sepanjang hari
di sofa. Karena masalah ekonomi inilah keluarga Dodge berselisih satu sama lain. Jatuhnya
keluarga mereka ke kelas kalangan bawah membuat Halie sulit menerima keadaan. Halie pernah
berhubungan dengan anaknya sendiri, yaitu Tiden kemudian berselingkuh dengan seorang
pendeta, yaitu Bapak Dewis. Dodge bahkan lupa dengan cucunya sendiri. Konflik-konflik yang
menyelimuti keluarga ini berawal dari keadaan eknomi mereka yang hancur, realita yang terjadi
juga tidak beda jauh. Banyak pasangan suami-istri yang ribut bahkan bercerai karena masalah
ekonomi dan biasanya terjadi pada masayarakat kelas rendahan.

Kemudian pada The Zoo Story terdapat kesenjangan hidup yang dialami tokohnya, yaitu
Peter dan Jerry. Peter mempunyai seorang istri, dua anak perempuan, dan beberapa parkit dan
kucing, dia bekerja di salah satu penerbit. Sedangkan Jerry saat bertemu dengan Peter sedang
dalam keadaan kacau Jerry sedang kacau, dia juga tidak memiliki pekerjaan yang jelas. Penulis
drama ini, Edward Albee mendeskripsikan ciri-ciri dari dua tokoh ini. Dari ciri-ciri tersebut, saya
bisa melihat perbedaan status sosial mereka.

“Peter : A man in his early forties, neither fat nor gaunt, neither handsome nor homely. He
wears tweeds, smokes a pipe, carries horn-rimmed glasses. Although he is moving into middle
age, his dress and his manner would suggest a man younger.”

“Jerry : A man in his late thirties, not poorly dressed, but carelessly. What was once a trim and
lightly muscled body has begun to go to fat; and while he is no longer handsome, it is evident
that he once was.” (p.1)

Disebutkan bahwa Peter lebih rapih dan teratur diumurnya yang sudahtua sedangkan Jerry yang
tampaknya lusuh dan tidak teratur. Jerry yang berasal dari kelas bawah penasaran dengan
bagaiman hidup Peter yang berada di kelas menengah. Jerry yang mempunyai masalah ekonomi
yang tak berujung tidak bisa mendapatkan istri, anak, rumah, dan pekerjaan seperti apa yang
Peter punya. Karena rasa drustasinya, Jerry memutuskan untuk bunuh diri. Kesenjangan sosial
ini memang sangat nyata terjadi dan tidak sedikit pula yang mengakhiri nyawanya sendiri karena
permasalahan ekonomi yang tiada hentinya.

Laboring literature juga terdapat pada The Dumb Waiter yang mengisahkan tentang dua
orang yang nampaknya sebagai pembunuh bayaran yaitu Ben dan Gus. Mereka adalah pekerja
kelas bawah yang menunggu perintah dari atasannya. Mereka menunggu di ruang bawah tanah
sebuah rumah kos tua, terhubung ke kamar-kamar di atas oleh lift makanan dan interkom. Ben
dan Gus berbasa-basi dan menunggu. Drama ini juga berkaitan dengan masalah ekonomi,
sepertinya Ben dan Gus menerima pekerjaan apapun yang dapat menghasilkan uang. Seiring
waktu berlalu mereka mendapatlan pesanan makanan dan mereka juga tidak tahu makanan yang
disantap oleh upper class itu seperti apa, bisa dilihat pada kutipan:

GUS (reading). Macaroni Pastitsio. Ormitha Macarounada. BEN. What was that?

GUS. Macaroni Pastitsio. Ormitha Macarounada.

BEN. Greek dishes.

GUS. No.

BEN. That's right.

GUS. That's pretty high class.

Mereka merasa asing dan tidak familiar dengan santapan kelas tinggi karena belum pernah
mencobanya. Sebagai pekerja kelas rendah dengan upah yang tidak seberapa mereka harus patuh
pada atasan, walaupun atasannya belum jelas siapa dan apakah mereka ditipu atau tidak, agar
setidaknya jika bekerja degan baik akan diberi bonus. Disini sosok Wilson yang merupakan
atasan mereka masih misterius. Ada saja kemungkinan bahwa mereka hanya dipermainkan oleh
Wilson, sebagaimana kita tahu pada realita yang terjadi para upper class yang mempunyai
“power” selalu bisa mendapatkan apa yang mereka mau walaupun harus mengorbankan
kalangan kelas rendah.

Anda mungkin juga menyukai