Anda di halaman 1dari 38

Kugenggam Kau dengan Bismillah

Assalamualaikum Yaa Akhii Yaa Ukhtii..

Welcome to My Second Story, Sahabat Wattpadku tercinta.. (walau My First Story merupakan
suatu kesuksesan yang tertunda.. #bilangajagagalwkwk). *ekhm, ada yang mau nanya kenapa bisa
gagal gak? ~Oke, skip.

Dengan lafadz Basmalah yang menjadi Ibtida Haqiqi, mari kita khususkan part ini untuk berta'aruf
dengan duo kesayangannya Author (moga-moga disayang Readers juga *aamiin!).

Perkenalkan, Aa Gereget Lingga dan Teteh Malu-Malu Meong Ligar yang kisah kasihnya miris-
manis nan mengundang gerimis tangis.

Lingga dengan segala sifat khasnya dibonusi ketampanan surga Firdaus warisan sang Ayahanda..
*lebaybingitz>_< dan Ligar yang cantik, asik, imut, unyu, manja, ea ea ea :*...

Mungkin sebagian sahabat lebih senang bertamasya dengan alam imajinasinya sehingga tidak
memerlukan visualisasi tokoh saat membaca cerita. Seperti Author nih, lebih senang
membayangkan pemeran utamanya itu.. ibarat diriku dan dirinya, ciecie doi doi doi wkwk!

Namun, sebagian lagi mungkin merasa suatu cerita akan lebih hidup dan afdhal apabila ada
visualisasi para tokohnya.

Nah, demi kesejahteraan bersama, Author kasih deh gambaran wajah Lingga dan Ligar.. Terserah
Sahabat ya mau berimajinasi mandiri atau dengan visualisasi ;) .

♥Giantara Lingga Swara

Ugh syalala~ hoho, sumpah demi apa, Author lagi "kesemsem" sama Callan Mcauliffe nih, gara-
gara nostalgia film Flipped.. bayangin aja ayang Lingga seganteng Callan ea ea ea..

♥Gentra Agna Ligar Binangkit

Kalo Yoona "SNSD", idola Author banget dia mah! So, Author jodohin bebeb Callan sama Yoona
sebagai pemeran pasangan terketjeh Lingga dan Ligar ^_^

(Sekedar pemberitahuan, di cerita LINGGAR ini, Sahabat akan menemukan beberapa Point Of
View (POV) atau Sudut Pandang dari para tokoh ya, kalo para tokoh udah angkat tangan sama
kisahnya, baru deh Author's POV beraksi ^_^ ).
Sekian dulu ya Ta'arufnya..
Hatur thank you Sahabat :*

See you on the next part!

Wassalamualaikum Yaa Akhii Yaa Ukhtii..

Salam Author ketjeh parah,


Bunga 'Bungsu' Ramadhan♡

BAB 1. ADA PELANGI DI MATA HATIMU

~LIGAR'S POV~ 

Tak elegan rasanya seorang AKU, Gentra Agna Ligar Binangkit, menitikkan air mata hanya
karena menolak gejolak rindu di dada.

Sesak, Mak!
Mendengar kabar duka bahwa sosok cinta pertamaku harus berpulang ke kampung halamannya
selama 3 tahun hingga sang doi menanggalkan seragam putih abu-abunya...

Ah, Doi. Kemana atuh, Doi?

Aku, siswi menengah pertama yang baru naik tangga jadi kelas IX, tak pantas mengekang diri
dalam penjara galau yang mematikan ini. Terlebih, di usiaku yang terbilang masih "unyu-unyu".
Ha, lucu kalau masa depanku jadi kapal pecah gara-gara urusan sepele semisal.. cinta 'uu 'aa?

Di sini, di jalan setapak tempatku berpijak, kuulurkan tanganku tuk menggapai udara yang tak
peka pada genggamanku. Kubelai barisan para jerami yang mengapit tubuh imutku dengan jemari
lembut nan lentik ini, berharap ada kekuatan karbohidrat yang ditransferkan rerumpun padi itu
agar tubuhku kuat menopang beban rindu yang menggerogoti rasa dan logika.

Ah, Giantara Lingga Swara, dedemit hatiku itu. Sebegitu angkerkah mencintainya hingga aku
merasa hatiku disihir Mak Lampir tuk terus berhihi-hihi ria menangisi kepergiannya?

Usiaku baru berkepala satu dan aku tahu diri, cinta semestinya jangan dulu bertandang ke lubuk
hati yang masih rawan bencana ini. Aku tak mau masa depanku suram akibat cinta pertamaku
yang seram.

Semilir angin Minggu pagi menggelitik bulu kudukku. Rengrengan Oksigen, dkk itu mendesakku
melirihkan sebuah lagu.

Lingga.. Lingga..
Jantungku berdebar tiap kuingat pada
Lingga.. Lingga..
Begitu banyak cerita tak habis tentang
Lingga.. Lingga..
Melihatmu, menyentuhmu itu yang kumau.

Kau tak sempat tanyakan aku, cintakah aku padamu?

Tiap kali aku berlutut, aku berdoa


Suatu saat kau bisa cinta padaku
Tiap kali aku memanggil di dalam hati
Mana Lingga, mana Linggaku?

Linggaku..

“Hiperbola.”

ZONK!

Aku tadi nyanyinya pelan, kan? Bisikku pada angin.

"Bisikanmu saja masih bisa kudengar, Ligar, apalagi suara melengkingmu?"

Jujurlah padaku, wahai Tuan Angin, apa benar pemilik suara serak-serak banjir itu berjalan di
belakangku?

Sempat kudengar cekikikan khasnya bernotasi balok di udara. "Hahaha" itu menjadi nada minor
paling maut versi indera pendengaranku rasanya.

"Seingatku, Bunga Citra Lestari menyanyikan lagu itu dengan lirik 'SUNNY' bukan 'LINGGA'."

Gawat, dari segi ketengilan kalimatnya, itu memang 101% si doi!

Aqxzvdgdgwytgsy!

Bulu kudukku meremang sementara derap langkah lawan jenis di belakangku semakin
berdendang. Aku dan dia akhirnya berpacu dalam langkah. Kuputuskan tuk menggas kecepatan
kaki dan.. yes! Aku terlepas dari bayang-bayang langkahnya!

"Ligar, tunggu!"

Oh, Tuhan! Tunjukkan jalan pintasMu agar aku mampu menghindari makhluk berparas surgaMu
itu. Jangan biarkan aku mengkristal karena injeksi matanya atau meleleh karena senyum tengilnya.
Ini konyol, doi mengejarku, iya.. si doi, Lingga! Kuambil ancang-ancang tuk melarikan diri... dari
perasaan ini?

Ada jalan raya yang wajib kutaklukkan jika ingin enyah dari kejaran si doi. Kabar dukanya, aku
payah dalam urusan sebrang-menyebrang!

"Tunggu, Ligar!"

Duh, si doi makin mendekat.. sebelum dia merapat, aku harus segera minggat! Saatnya
mengamalkan ajaran iklan susu di televisi, kalau mau menyebrang, lirik kanan-kiri, stop.. jalan!

NGENG TIIT TIIITT!

"AAAAARGH!!!"

"LIGAAARR, AWAASS!!"

Peringatkan aku kalau ada truk hitam merangkak selincah kilat kehadapanku. Ingatkan aku bahwa
ada sepasang tangan yang sigap meraup tubuhku menjauh dari jemputan malaikat maut.

"Akh.." sekujur tubuhku linu akibat pendaratatan yang tak mulus. Untung aku segera waras,
kondisi manusia yang kutindih saat ini jauh lebih mengenaskan. Sudah terbanting trotoar, tertimpa
tubuhku pula.

"Li.. gar.." lirih Lingga, nyaris kedap suara.

"Aw!" Ngilu, linu, ngeri, nyeri. Ck, perpaduan yang harmonis. Aku mencoba bangkit tapi sulit
juga sakit. Tadinya aku ingin menyingkir dari tubuh Lingga yang terkapar-tak berdaya. Namun,
tangan Lingga menahan lenganku agar bertahan dalam posisi tak wajar ini lebih lama.

"Kamu baik-baik saja?" Tanya Lingga, tepat di telinga.

Leug. Kok sweet, ya?

Di trotoar, saling terkapar, Lingga di sampingku, kepalaku berbantal dada bidangnya.. Jangan
dibayangkan, Sahabat! Takutnya puasa kalian batal :D . #RamadhanDamai

Astagfirullah! Otak malaikatku angkat suara.

"Ma-maaf, Lingga.. a-aku.." aku terduduk. Sempat kulirik orang-orang berlalu-lalang melintasi
trotoar. Mungkin mereka menerka-nerka apa yang tengah kami lakukan.

Aku malu, Mak!


"Emm makasih, Ga. Kalau gak ada kamu, aku bisa.."

"Mati?" Lingga terkekeh. "Kamu emang cari mati, Ligar."

Aku berusaha berdiri, lalu merapikan summer dress selututku juga rambut lurus-agak-pirang
sepunggungku yang porak poranda diterjang angin.

"Mau kubantu berdiri?" tawarku.

Lingga tak menggubris. Ia malah sibuk menonton wajahku. Baiklah, boleh aku salah tingkah
sekarang?

Lingga perlahan berdiri. Ia membersihkan kaos abu-abu dengan hashtag #jombloelegan di


dadanya lalu turun menuju levis biru toska selututnya. Ya ampun, di lututnya ada luka benturan,
sikut-sikutnya juga berdarah!

Krek-krek, aku meringis saat mendengar cekitan pinggang Lingga.

"Lingga, sikut sama lutut kamu berdarah. Mau kubelikan plester?"

Lingga tersenyum, sejuk sekali. "Lelaki sejati tak perlu plester untuk menutupi luka." Unggahnya,
penuh makna.

Tiada hujan, tiada badai, Lingga menautkan jemarinya di sela-sela jemari kiriku. Tubuhnya sedikit
merapat hingga keningku membentur dadanya. Dih, sebegitu imutkah tubuhku?

"Kuharap 3 tahun setelah ini, keningmu pas menabrak bibirku, bukan dadaku." Lingga terkekeh-
kekeh ria. What the...! Kurasakan telapak tangannya menepuk lembut pucuk rambutku. Bukannya
suudzan, menurutku dia sedang mengukur seberapa pendeknyakah diriku dibandingkan dirinya.

Please ya, Ga. Kita masih masa pertumbuhan. Biar kubuktikan di era pubertas ini, aku mampu
tumbuh menjulang, melebihi ekspetasi yang kamu bayangkan! Desak batinku.

"Ayo!" Lingga menarikku melintasi jalan raya. Oh, pegang-pegang begini mau ngajak nyebrang,
toh? Ya sudah, maafkan prasangka negatif Hayati barusan ya, Bang.. :P #Wkwkcekakak

Aku dan Lingga membatu di pinggir jalan, menunggu angkutan umum melintas. Naas, seperempat
jam menanti, tak ada sespion pun angkutan umum yang menepi.

"Ekhm, kamu mau kemana, Gar?" Akhirnya Lingga bersuara.

"Aku mau ke Toko Buku. Ini jadwal bulananku beli buku soalnya. Katanya Minggu sekarang lagi
diskon akbar-akbaran. Emm, kalo kamu mau kemana, Ga?"
"Aku mau per.. ah, boleh aku ikut denganmu?"

Aku mengerutkan dahi, "Ke toko buku? Yakin?"

"Yah.. beres dari toko buku, kita hunting-hunting berdua dulu. Keliling Kota Bandung, misalnya?"

Ini jantung.. kok jadi dag dig dug serr begini, ya?

Selamat.. tak ada angkot, taxi pun jadi. Grasa-grusu aku menaikinya. Disusul Lingga, ia menutup
pintu lalu menebar senyum mirasantika padaku. Senyumnya.. memabukkan sekaligus membuat
ketagihan!

... Ada pelangi di bola matamu


Dan memaksa diri tuk bilang
Aku sayang padamu...

Aih, kacau! Lagu Jamrud yang mengalun lembut dari radio taxi ini nampaknya memancing hasrat
jahil Lingga keluar dari sarangnya.

Entah hanya feelingku atau memang kenyataannya begitu, sedari awal naik taxi, tatapan pelangi
Lingga terus menguntit bola mataku.

Kutundukkan pandangan. Haram, kan, hukumnya bermain mata dengan lelaki yang "belum"
mahram? Belum atau bukan, itu rahasia Tuhan. Hanya saja..
Ada yang lain di senyumnya yang membuat lidahku gugup tak bergerak.
Ada pelangi di bola matanya, dan memaksa diri tuk bilang.. aku sayang padanya.

Cekrek..

Aku mencium aroma ketidakberesan di sini, pemirsa!

"HAHAHA!" tawa Lingga seketika membahana.

"LINGGA!" gerutuku.

"Aku posting ke IG, boleh?"

"Argh, Jangan!!"

"Done.." tukas Lingga.

Penasaran fose wajahku bagaimana saat di potret Lingga tadi, akupun mengeluarkan smartphone,
dan..
Linggaswara

♥ 9.999 likes
Linggaswara Ada Pelangi di Mata Hatimu..
#Justafriend #friendzone
View 914 komentar
22Rachmaww_ Friendzone mulu, ga ada kemajuan ente berdua @linggaswara @ligar_agna
Asriamel Follback @linggaswara!! Betewe kalian ngedate di belakang kita? HAHA nusuk bangett
a en je a ye.. #angrygirl
Annisa_nur Iih bebep @ligar_agna tiap detik tambah cantik ajaa kamu! Lapyupul :* BTW I
HATE YOU FULL @linggaswara!!
MrsXYZ ih jelek tau cantikan aku abang @linggaswara :'(
Qkyamnh_ Hayati envy bang! Sakiit hati Lola, peddih batin Lola.. :'(
GhinaAP Oo @linggaswara jadi sekarangmah sama yang ini.. cie PJ nya manaaa
Diana8947 Andhaay.. ada yang ngedidih nih.. #nunjukdada
Wawaonenangs huanjirr.. CANTIK gak ketulungan @ligar_agna.. awas @linggaswara jagain tuh
bidadari ane!
Linggaswara See how beautiful she is
Waionediks Siapa tuh yg byutipul2x @liggaswara?
22Rachmaww_ tag in atuh kalo berani mah bhaks~

Leug..

"Cantik." Bisik Lingga.

Aqzxstrw! Boleh jambak janggut embek, gak? Aku maluu.. :(

Lelaki bermata bulan sabit itu menatapku. Wajah Arjunanya dihinggapi senyum tiga jari. Amarah
di ujung tandukpun tertahan, tak jadi kutembakkan.

“Ga, please, hapus postinganmu atau kupastikan gigi-gigimu patah sekarang juga!” ancamku.

“Itu lebih baik daripada kamu mematahkan hatiku.” Kerlingnya, tanpa malu mencuri simpati
pak supir taxi yang sedang fokus-fokusnya mengemudi.

Disuguhi senandung mendung lagu Pelangi di Matamu membuatku urung menyambung tatapan
Lingga. Kuputuskan mengintip langit lewat jendela. Mendung mulai melucuti awan suci hingga
mengelam, hitam dan suram. Dilihat dari wajah jalanan dan udara, rupanya langit mulai menangis,
bergerimis miris.

Begitu taxi berhenti, tak sengaja kembali kubenturkan pandanganku padanya. Dunia seakan
mengerdil, tak lagi tampil menyesaki pupil.
Lagu Jamrud yang dipersembahkan radio di taxi ini semakin membuatku terbawa perasaan.
Terlebih ada sosok bermata pelangi yang sedari tadi mengobrak-abrik relung hati.

Seakan memaksa dan terus memaksa..

“Ada pelangi..” ucap lelaki pembias pelangi itu, Lingga, telunjuknya mengarah ke luar jendela.

Kukemudikan pandanganku ke dunia luar. Tak ada pelangi di langit, hanya ada rinai hujan yang
mengembuni pipi. “Katamu ada pelangi, di mana?” tanyaku, kaku.

“Di bola matamu.” Lingga mengulum senyum. "Maaf, terlalu menghayati lagu ini membuatku
terbawa suasana."

Feeling yang sama!

”Ligar, apa senyummu seindah ini jika ditatap dari dekat?” kerlingnya, “Ini konyol, lain waktu
jangan duduk di sampingku. Duduk berdampingan seperti ini memaksa mataku tuk terus
menatapmu.”

“Modus.” Tawaku di sela-sela keseriusannya.

"Ini realita, aku hanya ingin menjaga kehormatanmu, itu saja.” tukasnya.

Cukup, berbicara dengannya hanya membuat sel-sel saraf otakku berebut menghantar impuls,
membuat otakku keliru menerjemahkan kata-kata.

Tak terbayang jika Lingga benar-benar pergi. Takkan lagi kutemukan makhluk blak-blakan
semenyeleneh Lingga..

"Sebenarnya.. kamu mau kemana sih, Ga?"

"Kemanapun, semauku. Kenapa?"

"Eng-enggak. Cuman.. bukannya besok kamu harus pergi ke Palembang, ya?"

"Kata siapa?"

"Eh-oh-mm gak tau sih, kan katanya.."

Lingga tersenyum. "Emang iya." Ia membuang nafas berat. "Besok aku pergi. Kamu jangan nakal,
ya?"

"Idih.. nakal? Hati bidadari gini dibilang nakal?"


"Aku kan bilang jangan nakal, Del!"

Nah, aku paling benci- tapi suka, sih-dipanggil "DEL" oleh Lingga. Itu mengisyaratkan
penghinaan terselubung! Kata utuh dari DEL adalah CADEL. Implikasinya begini, jika Lingga
menyebutku DEL maka aku akan menyebutnya TET karena TET berarti PETET bin SIPIT bin
TITAN #wkwk

"Kamu bakal sekolah di sana ya, Tet? Yah.. gak bisa satu sekolah lagi, dong."

"Cuma 3 tahun, Del. Sesudah itu, I'm yours."

Eh?

"Apa? I-am-yours? Ekhm, maaf, telingaku lagi error, kadang suka salah denger, hehe."

Lingga mencubit pipi chubby kebanggaanku dengan sewenang-wenang! "Gemesin banget iih!"

"Linggaaa, pencubitan illegal!"

Lingga tertawa renyah lalu tersenyum empuk.

"Eh, tapi gapapa deng, buat hari ini, pipi aku gratis kamu cubit. Takutnya tiga tahun tanpa cubitan
kamu, pipi aku mendadak tirus kayak Julia Perez.."

Lingga lagi-lagi tersenyum. Namun, ada yang lain di senyumnya kini, keresahan. Entah
pernyataanku yang salah atau lelaki itu yang mencoba menyembunyikan permasalahan?

♡♥♡

Aku hanya pergi tuk sementara


Bukan tuk meninggalkanmu selamanya
Aku pasti kan kembali pada dirimu
Tapi kau jangan nakal
Aku pasti kembali...

~Lingga side~

Huhuu :'( bebeb Lingga lagi cedih..


Sedih karena harus meninggalkan kampung halaman
atau..
Harus meninggalkan Ligar sang teman kesayangan?

Jawabannya:

Ada satu permasalahan yang bertengger di benak Lingga dan satu-satunya jalan untuk Lingga
terbebas dari masalah itu adalah..
Melarikan diri..
Ke Negeri Paman Sam,
Bukan kota Empek-Empek, Palembang.

Di usia Lingga yang ke-16 tahun ini, dia layak disebut "embek" karena hatinya begitu lembek!

Kalau ada masalah, masalah seberat apapun itu, TERJANG bukannya TERBANG!

AUTHOR YANG LAGI KEZEL,


BUNGSU RAMADHAN

No, I can't forget tomorrow


When I think of all my sorrow
When I had you there
But then I let you go...

(Without You-Air Supply)

♡♥♡

◇LINGGA'S POV◇

Prang.. brukk.. plaakk!!!

Aaaarrgh!!

Ini Minggu pagi, yang kuharapkan hanya ketenangan sebelum kujumpai duniaku yang
menyedihkan esok hari. Namun ampun, tak bisakah Bunda dan Ayah berhenti berselisih walau
hanya sepersekian detik saja?

"Aku tidak rela putraku dibawa olehmu! Apa jadinya Lingga di tangan mantan narapidana
sepertimu?!" Gertak Bunda di penghujung ruang keluarga sana.

Saking meledaknya gertakan Bunda bahkan mampu menembus gendang telingaku. Padahal, jarak
kamarku dan ruang keluarga tersekat 3 ruangan dengan beberapa lapis pintu.

Plaaak!!
Satu tamparan Ayah. Dibonusi isak tangis Bunda. AH, aku bosan dengan adegan di balik tembok
sana.

Tiga bulan setelah terbebasnya Ayah dari belenggu jeruji besi, rumahku tak pernah damai-tentram
lagi. Kata mutiara "Rumahku, Surgaku" tak berlaku lagi untuk rumah sederhana ini. Yang ada
hanya replika Neraka Jahannam yang menyala-nyala.

"Kita sudah BERCERAI, Swara! Ingat satu hal, hak asuh Lingga ada padaku. Kamu sudah dapat
si bau kencur Gentra, urus anak bungsumu dengan benar! Anak itu bukan darah dagingku!"

"Jaga mulutmu, Tuan Giantara!"

"Pokoknya tak ada bantahan! Mulai besok, Lingga harus ikut merantau denganku. Aku takkan
pernah sudi membiarkan Lingga, darah dagingku, menginjakkan kaki ke rumah ini lagi!"

"Kamu memang layak pergi, tapi tidak dengan putraku! Urus saja hidupmu sendiri, bukankah
banyak 'kupu-kupu jalang' di luar sana yang sudi mengisi kesepianmu, hah?!"

Argh, cukup! Aku harus segera bertindak sebelum..

Plaak!! Ayah menampar Bunda.. lagi.

"HENTIKAN, AYAH!"

Suasana menghening seketika.

"Lingga muak dengan semua ini! Bunuh saja Lingga daripada Lingga harus selalu dicekoki
pertengkaran Ayah dan Bunda! BUNUH SAJA LINGGA, BUNUH!" Aku terkulai, hilang akal,
hilang arah. Kepalaku tertunduk, dan..

Ighfirlii Yaa Robb..

Adikku, Giantara Gentra Swara, yang baru berusia 7 tahun, bersembunyi di pinggir lemari televisi.
Tubuh kurusnya gemetar, matanya semerah darah, ia membisu-terisak tanpa tangis. Bisa
kupastikan sedari tadi ia menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga yang diperankan Bunda dan
Ayahnya.

Ah, adik lelaki semata wayangku yang malang.

Dan hal itu semakin memacu laju amarahku hingga meluap ke ubun-ubun.

Aku meledak!
"AYAH DAN BUNDA EGOIS, KERAS KEPALA, TAK PUNYA HATI!" Kuhampiri adikku, oh
Tuhan, betapa kaku nan bekunya adikku, seakan raganya telah meregang nyawa.

Kupeluk ia erat-erat, cengkraman tangannya semakin rekat.. dan tangisnya pun akhirnya pecah
dipundakku.

"JIKA TAKDIR BISA KUPILIH, LEBIH BAIK AKU TAK PERNAH DILAHIRKAN DALAM
KELUARGA INI!" Entah singa mana yang merasukiku. Kalimat menyayat itu seketika mengaum
saja di mulutku.

Kugendong Gentra ke kamarku. Aku tak peduli lagi Bunda dan Ayah hendak bertarung hingga
membabi buta sekalipun.

Beruntung kali ini menenangkan Gentra tak sesulit hari-hari yang lalu. Cukup kuusap lembut
punggungnya dan kulirihkan tilawah QS. At-Taubah: 40.

...Laa tahzan innallaha ma'anaa...


...Jangan bersedih! Sesungguhnya Allah bersama kita...

Gentra pun hanyut dalam alam mimpinya.

Setelah nyenyak, kukecup keningnya lalu kuselimuti tubuh kering kerontangnya dengan selimut
usangku.

Oh, Allah.. Betapa aku mengkhawatirkan kesehatan jasmani dan rohani adik kecilku ini.

Akupun bergegas pergi, kemanapun, sesukaku. Tak kuhiraukan lolongan Bapak yang mencegahku
berkeliaran pagi ini.

Argh! Aku benci hidupku! Aku jijik pada diriku yang lemah! Bahkan melindungi adik dan
Bundaku saja aku tak becus! Aku memang tak berguna! Aku sampah!

AH!! Astagfirullah..
Ampuni hambaMu yang hina ini, Yaa Allah!

♡♥♡

Selepas melarikan diri dari konflik keluarga, langkah kaki mengiringku menuju jalan setapak
sawah di desaku. Bebauan yang berbaur di pesawahan seakan memiliki aroma khasnya tersendiri.

Aroma khas yang membuat hati rileks dan.. aroma gadis special yang mengubah gundah jadi..
gelak tawa?

Haha. Ligar, Ligar. Lihatlah, ada-ada saja kelakuan sahabat kecilku itu. Konser di tengah sawah,
membawakan lagu Bunga Citra Lestari yang berjudul Lingga.

Lingga.. eh?

...Tiap kali aku memanggil di dalam hati


Mana Lingga, mana Linggaku?
Linggaku...

"Setahuku Bunga Citra Lestari menyanyikan lagu itu dengan lirik 'SUNNY' bukan 'LINGGA'."

Bisa kupastikan pipi Ligar merona di depan sana. Haha, menggoda Ligar menjadi kesenangan
tersendiri untukku.

Ligar adalah putri bungsu dari dua bersaudara. Yang kutahu, orang tuanya sibuk bekerja dan kakak
lelakinya jarang berdiam diri di rumah. Aku mengenal Ligar sejak SD dulu, sejak keluargaku
pindah ke desa ini 8 tahun lalu.

Dari dulu bocah cantik itu selalu salah tingkah bila bersamaku. Tapi ah, aku tak ingin mengirim
kabar gembira yang semu pada otakku jika gadis imut itu menyukaiku.

Aku dan dia hanya teman. Sahabat kecil. Tidak lebih. Walau terkadang perasaan unik bin aneh
menyerang hatiku, menurutku itu hanya sekedar respon imun hati agar aku lebih menyayanginya
dan menjaganya.. sebagai sahabat-tentu saja-(titik)

Entahlah, selalu ada rasa nyaman bila berada di dekatnya. Senyum malu-malu dihiasi lesung pipit
di salah satu pipinya, ditunjang tubuh imut-ideal dan yaah.. cadelnya itu.. candu yang buatku
selalu merindu.

Pagi itu, kuputuskan untuk menghabiskan jam-jam terakhirku di sini bersama Ligar sebelum Ayah
merenggut masa putih abu-abuku yang tadinya ingin kumulai dan kuakhiri di desa ini.

Setelah mengantar Ligar membeli buku beragam genre, akupun mengajaknya berkeliling kota
Bandung, naik bis kota, mengunjungi alun-alun serta taman-taman andalan di kota kembang, tak
lupa menunaikan shalat Dzuhur hingga Ashar di Masjid Raya Bandung.

Bisa kurasakan binar kebahagiaan di manik mata Ligar. Bagaimana tidak? Ini pengalaman
pertamanya menjelajahi kota kembang bersama someone special, katanya.

Ah, rasanya melayang disebut special oleh.. yang lebih special? *ekhm, B aja.

"Ga, thank for today, ya!" bisik Ligar dalam perjalanan pulang. Geruh mesin bus tak menghalangi
ketajaman pendengaranku. Aku tersenyum nakal.

"Cobaa aja kamu memanggilku Aa.."


Ligar tertawa, "Aa? Iyuuh.."

"Yaah begini-begini usiaku dua tahun lebih tua darimu, Gar. Walau aku baru lulus tahun ini, aku
tetap kakak kelasmu."

"So?" Ligar mencondongkan wajah lugunya padaku.

Bukan "Lingga" namanya jika tak memanfaatkan kesempitan. Kucondongkan pula wajahku
hingga pandangan kami beradu. "So.. I do love you so much. And you?"

Pipi Ligar memerah delima.

"Answer me, please.."

Ligar tak berkedip, binar matanya berkelap-kelip. "Aku.. aku.."

Ekspresi salah tingkahnya menggagalkan fokusku. Aku tertawa selepas-lepasnya.

"IIH.. LINGGAAA!!"

"Aw aw ampun.. haha iyaa ampun, Garrr, ampunn, aku hanya bercanda, Garr!"

Ligar menambah kuantitas cubitannya di sekujur tubuhku. "Gak ada ampun ya buat kamu, 'AA'
Lingga Swara!"

Sedang nikmat-nikmatnya tertawa, ponselku bergetar hebat. Ada 3 panggilan tak terjawab dan 3
pesan dari Ayah berisi hal yang sama:

Ayah tunggu di Jembatan Merah pukul 17.00!


Datanglah, Lingga! Ayah ingin bermanja-manja denganmu.
Jika kamu tak datang, ibumu yang akan jadi taruhan!

Oh, damn! Tingkah koyol apalagi yang akan ayahku lakukan?

"Ga, ada apa? Lingga, Lingga, hey!!"

"Ah, eh, eng-gak.. gak ada apa-apa, Gar."

"Yakin? Sungguh?"

Terpaksa aku harus tersenyum. "Sungguh, jangan khawatir, tenang saja. Emm, Ligar, kayaknya
aku gak bisa ngantar kamu pulang sampai rumah. Ada sesuatu yang harus aku selesaikan."
"Ou, baiklah. Tidak apa-apa. Enjoy, Ga!"

Kutatap manik mata Ligar, lebih dalam. "Ligar, apa kamu bisa mempercayaiku? Jika ada sesuatu
yang menimpaku, baik ataupun buruk, kamu akan mempercayai pernyataanku, kan?"

Ligar balas tersenyum lalu mengangguk mantap. "Aku selalu percaya padamu, Ga. Tapi, jika
kamu merusak kepercayaanku sekali saja, tak ada lagi kata ampun untukmu! Camkan, AA
tampan!"

"Andhayy.. saddis ya, Ga."

Ligar tertawa, ah manisnya. Nampaknya aku mesti merekam segala detail tentang gadis ini dalam
memoriku.

"Kalau begitu, aku pergi. Jaga dirimu baik-baik."

Ligar mengangguk. "Hati-hati."

"Stop, kiri halte depan, Pak!"

Bus pun menepi. Dengan berat hati, aku mesti meninggalkan Ligar pulang.. sendiri.

Kuteruskan perjalanan menaiki angkutan kota, menuju tempat pertemuanku dengan pria
berkelakuan dajjal yang terpaksa kusebut "Ayah".

Kupikir pria itu telah minggat ke negara barat sampai hidupnya melarat, nyatanya ia dikurung di
jeruji besi, sedasa warsa lamanya, setelah tertangkap basah menjamah mojang Priangan di Kota
Kembang. Tak kukira, orang pertama yang ditemuinya setelah dimerdekakan dari "hotel rodeo"
adalah diriku.

Keterlaluan! Pikirku, setelah menganiaya bunda selama berumah tangga, beraninya ia


mendesakku mengikuti jejak hitamnya.

Kukabarkan saja jika aku lebih nyaman tinggal bersama bunda dan adik tiriku, kami hidup
bahagia dalam kesederhanaan dan tak menginginkan pengobral kekayaan sepertinya
menginjakkan langkah lagi dalam kehidupan baru kami. Namun bukan psikopat namanya jika
hidupnya tak penuh ancaman, paksaan, dan siksaan.

Maghrib ini, akhirnya aku tiba di tempat rekreasi idaman di masa kecilku dulu yang kini telah
lapuk diinjak Zaman.

Aku berdiri di mulut jembatan bambu 13 m yang usang dan jarang digunakan bermobilitas. Di
bawah jembatan, sungai berarus ganas menungguku lengah lalu terjatuh, bersiap melumat
seonggok dagingku yang nikmat. Aku menelan ludah sehabis membayangkan hal itu.
Kulirik pria berusia setengah abad lebih sewindu yang berdiri memunggungiku di tengah
jembatan. Pria itu yang tadi sore mengirimiku pesan bernada ancaman lalu memaksaku untuk
"bermanja-manja" di tempat terbengkalai ini.

"Dan seperti inikah 'bermanja-manja' yang Ayah maksud?" ujarku saat melihat botol-botol miras
berserakan sepanjang jembatan. Sampah-sampah terkutuk itu pasti sudah meracuni akal sehat pria
yang sialnya mesti kupanggil 'Ayah'.

Kutendangi botol-botol miras itu agar enyah dari pandangan. Gertakan kakiku membuat jembatan
bambu itu gempa.

"Ya, teruskan Putraku, mari kita bergoyang!" kerling pria itu, benar-benar sudah tak waras.

"Bergoyanglah di atas kematianmu! Aku tak sudi ditendang Tuhan ke neraka karena ulahmu!"

Ketika sampai di hadapan pria paruh baya yang telah membuatku kecewa itu, segera kuangkat
kerah bajunya hingga kaki rentanya berjingjit.

"Maumu apa? Merampas kebahagiaan bundaku untuk kedua kalinya seperti pernikahan kelabunya
denganmu dulu? Apa pantas aku memanggilmu ayah dan pantaskah kamu menjadi ayahku? Ayah
macam apa dirimu!" gertakku, disusul tawa renyah si pria.

"Ah, Giantara Lingga Swara, aku benci melihatmu tumbuh seperti bundamu, terlalu melankolis "
Unggah pria itu, setengah sadar.

Kuperkuat cengkramanku,"Sampai kapan kamu akan melampiaskan kelakuan iblismu pada


bundaku?" cekikan ringanku membuat pria angkuh itu tersedak dan terdesak!

"Se-semakin kamu marah, se-semakin mudah bagiku mem..membawamu mati ber-sama..


bersamaku! Aah, indahnya kem..kematian." pekik pria itu, terpenggal-penggal.

"Itu takkan pernah terjadi!" kuhempaskan tubuh pria itu hingga terpental melewati pembatas
jembatan. Suara krek dari patahan bambu-bambu penyusun jembatan menjadi bumbu kematian
yang.. sedap!

"Astagfirullah hal adziim!" aku khilaf, hampir saja aku membunuh pria yang pernah dicintai
bunda, "Ayah!!" segera kutahan tangan pria berperut buncit itu sementara tubuh kurusnya
terombang-ambing di udara. Sekuat tenaga kutarik kembali ayah ke atas jembatan.

Krek..krek.. bruuk! Kabar buruk, jembatanpun ambruk!

Aku dan ayah terbanting ke dasar sungai. Cukup dalam memang, namun beruntunglah Tuhan
mengizinkanku bertahan melawan arus. Kuseret tubuh pria setengah mabuk itu ke tepi sungai. Pria
itu tertawa pongah,"Haha, bocah labil. LINGGA, kamu menggagalkan kencan kita dengan
malaikat Izroil!"

Kali ini aku benar-benar murka, "Hanya Iblis yang tak pernah tahu cara untuk bersyukur!"

Aku berusaha bangkit, walau sulit juga sakit. Kuraih botol miras yang mengapung di bibir sungai,
lalu kupecahkan botol terkutuk itu ke badan batu besar yang disandari ayah.

"Aku yang akan menjadi malaikat Izroilmu!"

BLAAASS! Sungai keruh bersimpah darah.

Pecahan botol terlepas dari genggaman. Aku bungkam, tak bisa berkata-kata.

SUMPAH demi apapun, demi TUHAN sekalipun, bukan aku yang membunuh Ayah! AYAH
SENDIRI yang menghujamkan pecahan botol mirasnya tepat di dada kiri hingga jantungnya
bocor!

Ah, adakah yang mempercayaiku? Kumohon, percayalah!

Malam semakin pekat, bibirku memucat, sungai merah legam-menenggelamkan tubuh Ayah yang
berlumeran darah.

"Ling..ga.. maafkan.. A.. Ayah.." lirih ayahku di ambang sekaratnya.

Kewarasanku pasif, membuatku berinisiatif untuk melarikan diri. Biarlah, akan kutimbun
kenyataan kelam ini.. dari bunda dan Gentra.

Ya Allah.. Ampuni Hamba! Hamba terlalu hina tuk disebut manusia. Ah, Bunda, kumohon, apabila
Bunda mengetahui kebenaran ini, jangan sampai Bunda mengutukku seperti cara Bunda mengutuk
para Setan dalam Istiadzahmu.

PRAANG...

"PEMBUNUH! Kau pembunuh, Nak!"

DEUG...

♡♥♡

Oou.. Lingga ketahuan??

OH.. Linggaku yang malang..


Maafkan Author yang lagi galau,
BUNGSU RAMADHAN

¤AUTHOR'S POV¤

Banyak teman, banyak rezeki


Banyak rezeki, banyak teman

Begitulah prinsip unik persahabatan Ligar dan kawanan manusia antikenyangnya.

Ligar sangat bersyukur ditakdirkan Allah SWT. untuk lahir di desa, kecamatan, kabupaten,
provinsi, negara, yang mempertemukannya dengan makhluk-makhluk Tuhan paling Masya Allah
ini.

Seiring pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup, ketigabelas anak manusia inipun
terhimpun dalam satu nama, THE RIWEH (Bhs. Sunda: Rusuh, Rame, Ricuh).

Berikut manusia-manusia "THE RIWEH" yang menghiasi halaman utama buku harian Ligar:

1)Nama, 2)Panggilan, 3)Deskripsi si doi

★Rachmawaty, Raceh/Ama, JAIL ABIZ


☆Asri Amel, Usan, GOKIL-RAME-ASIK
■DianaDewi, Wiwiw, GALAKGEMULAI
□Nurannisa, Chai, KEPOPARAH
●Azira Lusiane, Iro, UNIK-ANEH-AJAIB
○Senitya Gustia,Icen, LUCU-IMUT
◆Ratna Nurkhalika, Ena, POLOSGEMES
◇Novianti, Ovi, CUEK-RAME
¤Ghina Amanda, Nagin, UPTODATE
$WawanNanang,Waone,DERMAWAN
@Iwan Dika, Ione, NARSIS-TAMVAN
♥G. Lingga Swara, Lingga, PINKYBOY PETETMAN SOCOOL +Gantengkalem

Terakhir dan terindah.. ya Ligar dongs ^_^

♡G. Agna Ligar B., Ligar, CANTIX IMOET MANISMANJAH +Cadel

Yah, seperti yang kalian curigai, Sahabat. Yang menambah (+) daftar deskripsi terbawah,
gantengkalem dan cadel, pastilah musuh kesayangan Ligar, yang diperAA Lingga Swara.

By the way, bicara tentang Lingga, kemana tenggelamnya anak itu, ya? Sedari Maghrib, The
Riweh sudah stay di rumah Lingga untuk menghabiskan remah-remah malam terakhir Lingga di
desa mereka. Kasihan Bunda Lingga mesti menyuguhi bertoples-toples camilan ringan dan
bergelas-gelas teh susu jahe demi memanjakan remaja-remaja rakus macam kawan-kawan putra
sulungnya ini.

"Bun, Lingga pulangnya masih lama enggak, ya?" Ama bersuara.

"Kalo masih lama, aku mau ke Y*mart dulu sama si Waone, beli susu murni sama chiki-chiki.."
Usan menyenggol sikut Waone (baca: Wa-wan). "Ya kan, Wa?"

Yang diUWAkan pasrah saja. "Iyaa iya."

"Abang Uwa baik banget, deh! Jadi makin tayaang.." Ione (baca: Iwan), sobat yang mengaku
paling lengket dengan Waone, mencium pipi remaja paling berumur itu saat ia hendak menstarter
motornya. Usan terpingkal-pingkal menyaksikan Waone pura-pura mual-muntah.

"Kok jijik yaa.." ratu polos Ena bersuara.

"Wah.. Ione nikung Dede Gemez.. Syeddih hati Lola.. Peddih batin Lola.." Nah, itu Iro, korban
per-film-an dunia.

Bunda hanya geleng-geleng kepala. "Pusing.. pala Bunda. Udah yang gede belum pulang, ayahnya
ikut ngilang, si bungsu rewelnya kebangetan, rumah penuh sesak sama yang riweh-riweh, aduh,
duh, puyeng!" Bunda tertatih sempoyongan. Dengan sigap, Ligar menangkap tubuh Bunda dalam
dekapannya.

"Bunda istirahat saja, jangan banyak pikiran. Kami kan putra-putri Bunda juga. Kami siap
membantu Bunda kapan saja.."

Bunda menggelayutkan tangannya pada lengan mulus Ligar. "Terimakasih, ya, kalian perhatian
sekali sama Bunda."

"Ekhmm kuota cemilan nambah ekhm.."

"WIWIW!!!"
Puas kamu, Wiwiw, kena semprot mulut-mulut pedas kawanan Rusuh-manjahh!

Omong-omong, malam ini The Riweh sengaja berkoloni dengan formasi completenya. Mereka
meluangkan waktu-khusus di rumah Lingga yang sebelumnya jarang sekali dijadikan tempat
nongki-nongki (nongkrong).

Malam ini special hanya untuk Lingga, sobat mereka yang mesti meninggalkan mereka lebih
cepat. Mengingat, besok Lingga akan pergi, mengisi masa putih abu-abunya di kediaman ayah
kandungnya, Palembang-katanya.

Haha, yakin Palembang? Sebenarnya.. lebih jauh dari itu. Tapi, mereka mana mungkin tahu..
"Duh.. Lingga mana, sih?" Chai garuk-garuk tengkuk. Sementara Nagin terkantuk-kantuk. Wajar,
mereka sudah bertitle Mahasiswi tingkat 2. Bukan hal aneh jika penampakan mereka terkadang
mirip zombie, sebabnya.. hanya mereka yang alami dan rasakan selama masa perkuliahan.

Icen dan Ovi mah yang paling irit suara. Namun, sekalinya kesal, terus berkoar, mulut mereka
sulit sekali dirambu-rambu lampu merahkan. Nyerocos gak karuan.

"Ih, aku udah bela-belain gak nonton drama korea baru demi Lingga. Tapi, Lingga kok kayak gak
peduli bla-bla-bla syalalala dudududu..."

Ovi menambahi, " Iyaa ih aku juga udah bela-belain gak mandi demi Lingga dst, dst, dst, dst,
dst.."

Tiada yang mendengarkan ocehan mereka berdua selain si setia Ligar. Ia angguk-angguk kepala
saja walau tak paham inti pembicaraan.

Hwaaaaa!! Huhu huhuu!! Huuu..

"Bun, Gentra nangis lagi, tuh.." Ama mengingatkan Bunda. Bunda pun segera beranjak ke kamar
putra kecilnya.

"Ah, iya.. Neng Ligar, bantu Bunda nenangin Gentra, yuk? Bunda kewalahan ngurus bocah satu
itu, soalnya.. cuman Lingga yang bisa naklukin Gentra.."

Ligar termenung. "Bunda aja nyerah, apalagi Ligar?"

"Dicoba dulu, soalnya wangi kamu mirip Lingga, semoga aja Gentra luluh sama kamu mah,
Cantik.."

Semua mata tertuju pada Ligar.

"Apa, ih?" Pipi Ligar memerah merona.

Ione dan Ama mengendus-endus baju Ligar. "Iya, ih! Kok aku baru nyadar, ya?" Ama mencolek
pipi Ligar.

"Pantesan.. kirain si Lingga sembunyi di suatu tempat gitu buat surprice.. eh, semilir wanginya
ternyata ada di tubuh kamuu mbeb Ligar.." Ione menambahkan.

"Cieee..." semua memojokkan Ligar.

"Eh Bunda mah gak tahu, ya? Fullday tuh Lingga sama Ligar hunting-hunting berdua.. pasti dong
wanginya Lingga nempel di baju Ligar.." goda Wiwiw.
"Apaan, aku udah mandi wlee.." Ligar membela diri. Padahal, ia akui, ia tak mengganti bajunya
tadi karena masih terpesona dengan wangi Lingga yang semerbak di tubuhnya.

Siapa yang menyangka Ligar mendapat pelukan pertama Lingga hari ini?

Hwaaa!! Hwaaa!!

"Aduh, Gentra makin ngamuk! Yuk, Neng Ligar, ayo cepat!" Bunda menarik tangan Ligar ke
dalam rumah. Sementara para sahabatnya masih asyik bercie-cie ria di teras sana.

♡♥♡

"Gentra, putra Bunda.. ini Bunda, Sayang." Gentra tak menggubris. Hanya nama "Kak Lingga"
yang bocah itu sebut sedari tadi.

"Gentra sayang, aku temannya Kak Lingga. Katanya, Kak Lingga gak bakal pulang kalo Gentra
masih nangis." Ligar duduk di tepi ranjang Gentra, Bunda berdiri di belakangnya.

Begitu lemah-lembutnya, Ligar mengusap kepala Gentra. "Cup cup cup. Jangan nangis lagi, ya
Sayang. Semua sayang Gentra, semua gak mau Gentra sakit."

Tangis Gentra mulai mereda. Hanya tersisa senggukannya.

"Gentra mau makan? Kak Ligar suapin, ya?"

Gentra menggeleng. "Bi-biasanya Kak Lingga ngelus-ngelus pu-punggung Genta sambil ba-baca
Quran.."

Uuu meleleh hati Ligar mendengarnya. Duh, Ligar semakin terperosok dalam sumur cinta Lingga
nih, sepertinya.

"Mau Kak Ligar bacain Surat Al-Insyiroh, gak?" Ligar mengelus lembut punggung Gentra. Gentra
merapatkan diri dalam pelukan Ligar.

"Kak Ligar wangi, kayak Kak Lingga." Ceplos bocah polos itu, semakin membuat Ligar merona.

Ligar membacakan murrotal Quran Surat Al-Insyirah:1-8.

...
...Fainna ma'al 'ushri yusroo
Inna ma'al ushri yusroo..
...Sesungguhnya setelah kesulitan itu pasti ada kemudahan
Setelah kesulitan itu pasti ada kemudahan...
Bunda Lingga tersenyum takjub dengan kelemahlembutan Ligar. Ketulusannya, kasih sayangnya,
jelas terpancar dari setiap gerak-geriknya saat menenangkan putra bungsunya itu. Ah, ibu mana
yang tak tersentuh hatinya?

Karena aroma khas kakaknya menempel di tubuh Ligar, Gentra tanpa sadar semakin mengeratkan
pelukannya pada Ligar, membuat Ligar kesulitan menengok ke depan-belakang.

"Tidur saja di samping Gentra sampai Gentra pulas, seperti yang sering dilakukan Lingga. Kamu
mau kan, Ligar?" Bisik Bunda tepat di telinga Ligar. Ligar tersenyum manis membalasnya.

Ligarpun membaringkan diri di samping Gentra. Kemudian balas memeluk adik kesayangan
Lingga itu, hingga Gentra tertidur pulas dengan sendirinya.

Bunda menyeka lelehan air mata di sudut mata sembabnya. "Andai Gentra mau kumanjakan
seperti itu.." Bunda tahu, Gentra terlalu trauma karena perbuatan buruknya dan sang mantan suami
di hadapan bocah polos itu.

♡♥♡

Pukul 21.09, The Riweh semakin rusuh setelah kedatangan Usan dan Waone. Sebab, di mana ada
Usan dan Waone, di situlah sumber makanan berada.

"Asiik.. serbuu!" Tiga bungkus keripik kentang ukuran jumbo, ludes seketika disantap 11 anak
manusia itu.

"Susu mana susu!" Ama merebut gelas susu Ena, Ena bengong. "Ah, Teh Ama mah.." Si cantik
yang usianya paling imut itupun manyun.

"Hey, Uwa, Eceu.. itu.. itu.. LINGGAAAA!!!!" Semua beralih pandang menuju Ione. Si agresif itu
berlari-lari kecil menghampiri Lingga yang..

Yang..

Tenang semuanya, tarik nafas.. keluarkan.. perlahan..

ADA
APA
DENGAN
LINGGA
???

"Aku pulang." Pekik Lingga, tanpa salam.


Semua terkejut melihat wujudnya kala itu, terutama kaos #jombloelegan warna abu-abunya yang
basah, kotor, dan.. berdarah!

Wajah kecut Lingga memandang sadis Ione yang merentangkan tangan-siap sedia memeluknya.

Leug.. Ione menelan ludah.

Sementara di kamar Lingga, seakan meyakini bahwa feeling seorang ibu pada putranya tak pernah
salah, Bundapun pamit meninggalkan Ligar yang masih dipeluk erat Gentra.

"Tak apa, Bun. Ligar akan selalu di sini sampai Gentra tertidur nyenyak."

Bunda berlari menuju teras, dan benar saja..

"Lingga.. kam-kamu ke-kenapa?" semua berseru kompak dengan mulut ternganga lebar.

"Lingga, dari mana saja kamu, Nak? Tidak biasanya kamu pulang selarut ini." Ucapan Bunda
dianggap angin lalu oleh Lingga.

Bunda mencengkram kuat jemari Ama yang berdiri di sampingnya. Ama tersenyum getir,
"Mungkin Lingga sedang galau, Bun. Biarkan dia menenangkan diri dulu."

"Parah Ente, Ga! Gak menghargai perasaan Bunda Ente!"

Wah.. Waone cari mati!

Lingga yang sedang berjalan terseok-seok menuju rumah seketika berhenti. Tangannya terkepal
kuat hingga terdengar suara "krek krek" di sana.

Diamnya Lingga, Bunda jadikan kesempatan untuk memeluk putranya itu dari belakang. Tapi apa
balasan Lingga? Ia membanting paksa tangan Bunda yang melingkar kokoh di pinggangnya.

Bunda terpental. Para gadis dengan sigap membantu Bunda berdiri lalu menenangkan Bunda yang
mulai terisak.

Waone tak terima. Ia membalik tubuh Lingga agar menghadapnya. Tangannya siap melayangkan
tinju namun.. berhasil ditangkap oleh jemari berdarah Lingga.

"Biarkan aku sendiri, please.." lirih Lingga, suaranya mengiris hati siapapun yang mendengarnya.

Waone pun membeku. Lingga kembali berjalan terseok-seok ke kamarnya. Di antara para The
Riweh, tiada satupun yang berani mengusik Lingga. Mereka sibuk menenangkan Bunda yang syok
berat akibat kondisi putranya malam ini.
BRAAKK!!

Ligar terhenyak saat melihat sosok yang baru saja membanting pintu kamar, "Ling.. ga?"

Lingga nampaknya belum sadar ada seorang gadis di kamarnya. Ia kembali membanting pintu,
menutupnya tanpa ampun.

"Aargh!!" Ia meninju tembok kamar hingga buku-buku jarinya berdarah. Kurang puas dengan luka
itu, pandangan Linggapun beralih pada cermin besar yang tergantung di dekatnya.

"Aarrgh!!"

Dan.. kepalan tinjunya tertahan di udara. Sebuah tangan mungil mati-matian menahan tangannya
agar tak meninju cermin di hadapannya.

"Jangan menyakiti dirimu lagi, Ga! Aku mohon.."

Leug..

Sejak kapan gadis ini berada di kamarku? Pikir Lingga keras.

"Turunkan tanganmu, Ga, please!" Gadis itu menangis! Ya Tuhan, apa yang telah Lingga lakukan
hingga membuat bidadari tanpa sayap ini menangis hebat?

Hati Lingga tersentak. Sudah dua wanita mulia yang ia sakiti tanpa sengaja malam ini. Ibunya
dan.. sahabatnya?

Lingga meluluh. Ia menghadapkan Ligar agar pas menemui wajahnya. Ditatapnya mata gadis lugu
itu namun Ligar masih saja tergugu dengan kepalanya yang tertunduk.

"Jangan sakiti dirim..." ucapan Ligar terputus karena.. Lingga memeluknya. Bisa Ligar rasakan
jika lelaki pujaannya itu.. menumpahkan air mata di pundak mungilnya.

"Lingga..?"

Lingga tak peduli apapun lagi. Yang ia inginkan hanya.. seseorang yang dipeluknya ini
memberinya kekuatan untuk meluapkan luka batin yang ia rasakan.

"Lingga.. tenanglah.. kami selalu ada untukmu, menguatkanmu, meng.."

Lingga melepas pelukannya begitu saja. Ia tertunduk, makin tertunduk..

"Pergilah!" gertak Lingga tiba-tiba.


"Kumohon, jangan sungkan berbagi masalahmu padaku. Jika aku mampu, aku pasti membantu!
Sedari tadi Bunda mengkhawatirkanmu..."

"PERGI!"

"Lingga..."

"KELUAARR!"

Ligar patuh. Ia membuka pintu dan Lingga membanting pintu kamarnya kembali.

"Lingga.. sebenarnya kamu kenapa? Ada apa?"

Hening.

"Lingga, ucapkan satu kalimat saja yang membuatku tak perlu mengkhawatirkanmu.." pinta Ligar,
resah.

Semenit berlalu..

Lima menit..

Sepuluh menit..

"Aku tak akan pergi sebelum kamu berbicara padaku, Ga!"

Lima belas menit..

Tiga puluh menit..

Masih hening...

"Aku sayang padamu.." lirih Lingga, membuat lidah Ligar kelu.

♡♥♡

Tiga puluh menit kita di sini


Tanpa suara
Dan aku resah harus menunggu lama
Kata darimu..

(*LIGAR SIDE*)

Linggaa :'( Kenapaa?? Why??


Author Galau Lagi Gara-Gara Lingga
BUNGSU RAMADHAN

"Aku tak akan pergi sebelum kamu berbicara padaku, Ga!"

Lima belas menit..


Tiga puluh menit..
Masih hening...

"Aku sayang padamu.." lirih Lingga, membuat lidah Ligar kelu.

♡♥♡

◇LINGGA'S POV◇

Ya, aku sayang padanya. Bukan sebagai sahabat. Lebih menjurus pada hasrat lelaki yang menuntut
untuk memiliki.

Namun, mengingat kelakuanku Maghrib lalu, pada ayah juga bundaku, rasanya mustahil untukku
memiliki gadis putih itu.
•••

... Kutatap manik mata Ligar, lebih dalam. "Ligar, apa kamu bisa mempercayaiku? Jika ada
sesuatu yang menimpaku, baik ataupun buruk, kamu akan mempercayai pernyataanku, kan?"

Ligar balas tersenyum lalu mengangguk mantap. "Aku selalu percaya padamu, Ga. Tapi, jika
kamu merusak kepercayaanku sekali saja, tak ada lagi kata ampun untukmu! Camkan, AA
tampan!" ...

•••
Ah, bahkan aku yakin, sebelum kujelaskan hitamku malam ini, kepercayaannya padaku telah
kunodai dengan tangan kotorku sendiri.

"PEMBUNUH! Kau pembunuh, Nak!"

"PEMBUNUH! Kau pembunuh, Nak!"

"PEMBUNUH! Kau pembunuh, Nak!"

Aaaaaarrghh!

Kakek penjaga jembatan terbengkalai itu tahu apa? AKU BUKAN PEMBUNUH! Jelas-jelas ayah
dalam keadaan setengah sadar mewafatkan dirinya sendiri.
Aku masih punya nurani untuk mengendalikan amarah agar tak kebablasan mencabut nyawa
seorang baj*ng*n walau baj*ng*n itu adalah ayahku sendiri. Aku tahu diri, memangnya siapa
diriku yang berani-beraninya menentang kuasa Ilahi?

PRAANG!!

Masih kuingat ketika kakek itu meraup kembali goloknya yang terjatuh akibat terkejut melihat
ayahku tertusuk pecahan botol miras. Entah kapan munculnya, yang jelas, pria renta itu pasti tak
menyaksikan adegan yang sebenarnya.

Pengecut? Ya! Aku tak mau dijejali problema yang lebih rumit lagi. Lebih baik aku lari,
meninggalkan jasad ayah yang selanjutnya didekati kakek berbaju safari kusam itu lagi.

Sempat kulirik kakek itu merangkul tubuh ayah menjauh, entah dibawa ke mana, aku tak peduli.
Jelasnya, bukan aku biang keladi dari tragedi merah ini.

Dan kini, pukul 01.49 WIB, setelah yakin tak ada orang lain di rumah ini selain Gentra dan Bunda,
segera kukemasi pakaian dan beberapa buku pelajaran. Aku sadar, aku telah mengecewakan
orang-orang yang kusayangi. Jadi, kuputuskan untuk menjauh, dengan atau tanpa ayah, aku akan
tetap pergi!

"Maafkan Kak Lingga ya, Tra. Tolong jaga Bunda, jangan seperti Kak Lingga yang telah membuat
Bunda menangis dan kecewa. Jaga diri baik-baik. Kak Lingga sayang Gentra." Kukecup kening
adik kecilku itu, lebih lama.

"Sampai jumpa lagi, jagoan." Kalimat penutupku akhirnya tersampaikan. Aku pun pergi
meninggalkan kamar.

Sempat kulirik kamar di ujung sana, ada keraguan saat aku hendak memasukinya. Pantaskah anak
durhaka ini menemui ibundanya setelah mencabik-cabik perasaan tulusnya?

Oh, Bunda. Engkau muara kasih dan sayang, sedang anakmu ini jurang benci dan murka.

"Ampuni Lingga, Bunda.." lirihku sebelum benar-benar memasuki kamar bunda.

Tarik nafas, ulurkan..

Klik. Lampu kamar menyala.

Ah, lihatlah. Betapa damai wajah surga itu. Terlelap walau masih berbalut mukena putihnya.
Kantung mata hitam menggelayuti mata sembabnya.

"Bunda.. ini Lingga." Aku berjongkok, menyejajarkan wajah. Kuraih tangan kanan Bunda yang
setia menggenggam erat tasbih. Kukecup punggung tangannya, mendalam, menumpahkan
penyesalanku pada pemilik telapak kaki surgaku itu.

"Ampuni Lingga, Bunda. Maafkan Lingga." Kukecup kening dan pipi Bunda. "Lingga sayang
Bunda. Bunda wanita nomor satu yang Lingga perjuangkan untuk selalu bahagia. Tapi maaf,
Lingga melanggar tekad Lingga. Lingga telah mengecewakan Bunda."

Aku berdiri, menguatkan diri. "Maaf Bunda, Lingga harus pergi. Lingga tidak mau kehadiran
Lingga di rumah ini hanya semakin menambah rasa sakit hati Bunda."

Kubopong ranselku, lalu beranjak pergi.

Benar-benar pergi.

Selamanya.

♡♥♡

Setelah berjalan kaki menembus jalan raya, aku berdiri di pinggir jalan, menanti kendaraan umum
yang masih beroperasi hingga dini hari.

Supir angkutan kota melambai di seberang sana. Tadinya aku ingin mengarahkan langkah ke
timur, menembus kabupaten. Namun ke arah barat, ke wilayah perkotaaan, sepertinya lebih
menantang.

Ponsel di saku celanaku bergetar. Ada beberapa pesan Whatsapp bernada resah dari Ligar.

Ligar Agna

●Lingga, kamu udah tidur? Semoga tidurmu nyenyak, ya! Soalnya.. aku gak bisa berhenti
mikirin kamu..

●Ga, are you ok? Aku gak bisa tidur.. kamu gak kenapa-kenapa, kan?

●Lingga.. ah, semoga kamu baik-baik saja.

●Selamat bobo cantik ya, AA tamfan :P

●Ga, kok feeling aku gak enak gini, ya?

●Lingga.. Jangan cuma read doang, ih! Cowok bermulut dua kayak kamu gak pantas ya jadi
silent reader!

●POKOKNYA AKU GAK AKAN TIDUR SEBELUM KAMU BALES WA DARI AKU! :@
Haha, gadis itu, pandai sekali menghijrahkan gundah jadi gembira. Terbayang pipinya yang
memerah karena marah. Jika dia ada di sini, sudah habis kucubiti itu pipi chubby!

○I'm fine, Gar. Thank :)

●Don't lie to me!

○Don't you believe me?

Jalanan mulai lenggang. Kulirik kiri-kanan, aman. Saat mulai menyebrang, ponselku kembali
bergetar, terpampang voice call dari Ligar.

Sambil geleng-geleng kepala, aku mengangkatnya.

"Ya ampun, Gar.. Aku bilang I'm..."

TIIDIT! TIIIDIITT!! TIIDIITTT!!!

"Aaaaaaa..."

BRAAKK!!!

"Lingga? Lingga? Hallo? Kamu kenapa?"

Tuuut.. Tuut.. (panggilan putus)

Handphoneku terbanting, tubuhku terseret bagian depan mobil sedan sejauh.. sejauh..

Ah, entahlah..

Pandanganku mengelam, hitam, suram.

Setelah itu, aku tak tahu Tuhan mengirim nyawaku kemana.

♡♥♡

¤AUTHOR'S POV¤

Pukul 03.00 WIB.

Bunda terbangun. Ia menerawang seisi kamar, terang benderang. Siapakah gerangan yang diam-
diam menyalakan lampu kamarnya?
Bunda beranjak menuju ruang keluarga. Tak ada mantan suaminya di sana. Ah, mungkin dia
menginap di hotel para "kupu-kupu malam"? pikir buruk Bunda.

Menuju kamar Lingga. Yaa Rabbana, hanya ada Gentra di sana. Kemana perginya Lingga?

Mungkin anak itu tidur di ruang tamu atau ke dapur mencari makanan karena tadi malam ia tak
makan? Bunda mencoba berbaik sangka.

Baik, tujuan Bunda selanjutnya, ruang tamu kemudian ruang makan.

Telepon rumah berdering. Siapa yang berani menghubungi keluarganya di sepertiga malam seperti
ini?

"Assalamu'alaikum, dengan siapa ya?"


...
"Ya, benar. Saya ibunya."
...
"Innalillahi, rumah sakit? Tabrakan? Yaa Allah, Lingga.."
...
"Baik, saya akan segera ke sana. Terimakasih. Wassalamu'alaikum."
...

Tuuut.. tuut.. tut

Lingga masuk rumah sakit? Astagfirullah.. Bunda menyeka rintikan air matanya. Ia kembali ke
kamar Lingga, membangunkan putra bungsunya, terlalu bahaya meninggalkan anak itu sendirian
di rumah sementara langit masih hitam legam.

"Gentra, ikut Bunda, ya!"

"Kemana? Kak Lingga ikut?"

"Kak Lingga udah pergi duluan ke tempat kerjanya para om Dokter dan tante Suster. Kita susul,
ya?"

Anak itu mengangguk, menganggap ungkapan ibundanya itu aman-aman saja.

♡♥♡

Sementara di kediaman Ligar, gadis itu tak henti-hentinya menghubungi nomor Lingga yang
sebenarnya sudah diamankan pihak penabrak Lingga.

Hampir sejam ia menelpon. Namun ampun, balasan yang ia terima hanya nada:
"Tuulalit.. Tuulaalit"

Selain nada horor "Tuulalit", terkadang panggilannya dibalas sosok operator cantik, "Nomor yang
Anda tuju, sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Silahkan mencoba beberapa saat
lagi.."

"Yaa Salaam, Linggaa.. sebenarnya kamu kenapa?"

Sudah jam 03.00 WIB, Ligar resah, gelisah bertubi-tubi. Ia memutuskan untuk berwudlu. Semoga
sembahyang malam dapat menenangkan pikiran was-wasnya yang membara.

Baru saja berniat Shalat Witir, seseorang mengetuk pintu depan rumahnya. Tapi ah, ketukan itu
Ligar abaikan. Mungkin hanya halusinasi atau efek begadangnya yang terlalu kebablasan?

Tok.. Tok.. Tok..

Jarak kamar Ligar dengan pintu depan rumah cukup dekat. Hanya tersekat ruang kelurga.
Sementara kamar kakak lelakinya di ujung sana, dekat ruang makan. Ibu dan ayahnya sedang
kerja malam. Jadi, tidak ada yang sudi kiranya melihat sosok tamu subuh itu, selain dirinya?
Dimotivasi rasa penasaran, Ligar pun memberanikan diri membuka pintu depan.

HAH?

"Li.. Ling-ga?"

Lingga memamerkan senyum, pucat sekali.

"Ka-kamu.. mau apa ke rumahku pagi-pagi buta begini?"

"Aku ingin melihat senyummu sebelum aku pergi." Ucap Lingga, dingin, tanpa intonasi.

"Jadi.. kamu mau berangkat ke Palembang, sekarang banget gitu?"

"Bukan ke Palembang, Gar. Lebih jauh dari itu." Lingga menatap Ligar. Yang ditatap mulai salah
tingkah. "Gar.." Lingga menggenggam jemari kanan Ligar.

Tangan Lingga terasa dingin, beku, seperti.. Mayat?

Ah, mungkin Lingga habis makan es. Pikir Ligar, tak masuk logika memang.

"Kalau aku harus pulang lebih awal, aku titip Bunda dan Gentra, ya? Sayangi mereka seperti aku
menyayangimu, tulus, tak meminta balas."

Ampun, sebenarnya Lingga kerasukan apa?


"Ga, kamu salah minum obat, ya?"

"Gar, jika nanti setelah aku pergi, tersebar kabar buruk tentangku, kumohon, jangan terhasut gosip
receh itu. Kamu mengenalku, percayalah, sesadis apapun aku, takkan mungkin aku memangsa
makhluk sejenisku sendiri."

"Aku tak mengerti.."

"Kamu akan mengerti.. setelah aku pergi."

Lingga membawa tubuh Ligar dalam dekapan lemahnya. Ligar membeku, tak berkutik.

"Maaf Gar, aku banyak mencuri darimu. Memelukmu, mencubit pipimu, menatap mata
pelangimu, ah.. sebenarnya aku menginginkan lebih dari itu. Jika Tuhan merestuiku kembali,
kumohon, jaga dirimu.. hanya untukku."

Ligar terlalu polos untuk kata-kata dewasa seperti itu. Ia hanya angguk-angguk kepala saja, yang
terpenting baginya, merasakan cinta monyet kepada sahabatnya ini tak seburuk yang ftv-sinetron-
drama tayangkan.

"Rambutmu, tubuhmu, suaramu, adalah mahkotamu, Ligar. Apa kamu bisa mempersembahkan
mahkotamu hanya untukku? Bisa tidak kamu menyembunyikannya dari tatapan predator lelaki
lain?"

Apa Lingga menyuruh Ligar berhijab? Berjilbab? Berkerudung? Ber... taubat?

"Ga, pembicaraan kita kayaknya mulai aneh. Efek angin subuh kali, ya? Emm.. lebih baik kita
masuk, yuk? Biar kubuatkan teh hangat untukmu." Ligar meloloskan diri dari dekapan Lingga.
Ditatapnya wajah lelaki 16 tahunan itu. Hanya saja, Ligar merasa.. ada yang lain di bola mata
Lingga.

Mata itu putih, tanpa lensa.

Hanya putih, seram, tiada tanda-tanda kehidupan.

"Ling.. ga? Kam-kamu.. ke-kenapa?" Ligar mundur perlahan.

"Maaf, aku harus pergi, mendahuluimu." Tubuh Lingga memucat, putih pekat. Titik-titik cahaya
keluar dari parasnya.

Perlahan tapi pasti, tubuh Lingga menjauh, jauh, jauh, jauh, jauh, jauh, jauh, jauh, jauh, jauh, jauh,
jauh, jauuuuh...
Ligar gemetar. "Lingga.. jangan pergi! Jangan.. kumohon.. Lingga!!

LINGGAAAA!!!"

♡♥♡

Selamat jalan Lingga..

Yang tabah ya, Ligar..

Perlahan tapi pasti, tubuh Lingga menjauh, jauh, jauh, jauh, jauh, jauh, jauh, jauh, jauh, jauh, jauh,
jauh, jauuuuh...

Ligar gemetar. "Lingga.. jangan pergi! Jangan.. kumohon.. Lingga!!

LINGGAAAA!!!"

♡♥♡

◆LIGAR'S POV◆

"... LINGGAAAA!!!"

Aaah!!

Hanya.. hanya mimpi, Ligar, rileks.. tenanglah.

Hanya bunga tidur. Bukan, bukan bunga tidur sepertinya, lebih pas disebut siksa tidur.

Aku masih mengumpulkan nyawa. Keringat dingin bergerimis di kening, punggung, dan dada.

Mimpi yang angker. Horor. Brrr.

Sehabis rakaat terakhir witir, mungkin tanpa sadar aku ketiduran. Saat terbangun, aku sempat
linglung karena tubuhku ternyata masih berselimut mukena dan beralaskan sejadah.

Pukul 04.45 WIB. Subhanallah, aku hampir melewatkan shalat sunah fajar pengiring shalat subuh!

Aku segera berwudlu kembali, menunaikan shalat subuh, menuntaskan tadarus Al-Quran juz 30,
kemudian bergegas membersihkan rumah.

Ett, tunggu. Ponselku berhasil menggodaku menunda pekerjaan rumah.

Ada 7 panggilan masuk dari..

LINGGA?

Penasaran, segera kutelpon balik kunyuk satu itu. Si AA Tamfan itu yang membuatku insomnia
dadakan tadi malam dan terpaksa bermimpi seram tentangnya menjelang waktu subuh.

Connecting..

"Halo? Lingga? Woy kunyuk ganteng! Kamu tuh ya, bikin aku khawatir, tahu gak? Akuu.."

"Assalamu'alaikum?"

Nah lho, kok cewek?

"Wa'alaikumsalam.. i-ini siapa, ya?"

"Ini Neng Ligar? Neng, ini Bunda.. kenapa kamu tidak mengangkat panggilan Bunda? Dari tadi
Bunda nelpon Neng Ligar.."

Bunda Lingga? Wah, firasatku mulai tak enak, pemirsa!

"Bun.. da? Ada apa, Bun? Lingganya mana ya, Bun?"

"Lingga.. Lingga.. Lingga masuk rumah sakit."

"Rumah sakit?"

"Lingga.. kecelakaan.."

"Ke-kecelakaan?"

Innalillah..

Kurasa, jantungku mogok bekerja seketika.

♡♥♡

¤AUTHOR'S POV¤
Waktu itu, ketika hari baru menunjukkan pukul 04.30 WIB...

Adzan Subuh baru berkumandang. Ione yang biasanya shalat Subuh jam 6, kini terbangun tepat
saat para muadzin di luar sana menggemakan takbir pertama adzan.

Mimpi aneh-unik-lucu-haha tentang Lingga.. sukses membuatnya tak betah tertidur lebih lama.

Bangun-bangun, Ione tertawa sendiri. Ia beristigfar berkali-kali. Kemudian menggiring langkah


kakinya yang berat menuju masjid An-Nuur di dekat rumahnya.

Belum ada yang adzan di masjid An-Nuur ini sepertinya. Wah, mau tak mau Ione harus segera
berwudlu kemudian adzan.

"Ekhm-ekhm, check sound. Test 1 2 3." Ione mendehem, memastikan suaranya tak menyiksa
gendang telinga para manusia.

Bukan Ione namanya kalau tak membuat rusuh, riya, rame. Ia mengeluarkan smartphonenya,
kemudian saat adzan mulai dikumandangkan..

Recording..

Iya, begitu kelakuannya, tengil memang, terkesan riya, merekam suara adzan nada Madinahnya
yang.. lumayanlah, mengurangi mual-mual para ibu hamil usia-trisemester-pertama di luar sana.

Setelahnya, ia kirim lengkingan adzannya ke grup Whatsapp "THE RIWEUH" kesayangannya.

THE RIWEUH:*

WaIone : (Audio) ○-----------------------------04:19 (play)

ADZAN GAES, WOY! BANGUN BANGUN BANGUN!

Amaunch : Ngakak djiwa :'D Tumben-tumbenan adzan subuh wa.

Usanpret : Terhuraa ih wa Ione adzan :')

Amaunch : Eh San, pas Ama bangun kan pengen poop tuh, ehh pas denger wa Ione adzan,
langsung hilang selera buat poop..

Usanpret : Aku mah tadinya lagi sembelit, setelah wa Ione adzan, jadi diare :')

WaIone : Yang kalian lakuin ke aku itu.. ZAHAT.

WaWaone : Kunyuk ente nyet, adzan subuh pake direkam segala. Pamer? Riya? Sombong? Inget
dosa vroh..

WaIone : Ngiri aja ah kamumah beb @WaWaone

WaWaone : Makin mual ane same lu:*

WaIone : lapyutu:*

Wiwiwiw : Yaks, jijik ih uwa-uwa

WaIone : @Wiwiwiw :*

Amaunch : Parah parah parah xD

Usanpret : Boa edan wa

WaIone : Ritual pemanggilan @Linggaes @Ligararagara @Icencen @Naginaga @Chaiann


@EnaRatnan @Ovidudu @Aziawawa.. datanglah.. datanglah.. datanglah..

Icencen : Merasa terpanggil

Aziawawa : Panggilan alam

EnaRatnan left

WaIone added EnaRatnan

Ovidudu left

WaIone added Ovidudu

WaWaone : Edan tenan ente @WaIone

Amaunch left

WaIone added Amaunch

Amaunch : wa Ione dasar nyet ih aku keluar di add lagi

Naginaga : @Chaiann mana? Rencana mutilasi WaIone jadi, kan?

Chaiann : Atur strateginya aja..

WaIone : Ngemeng-ngemeng kembaran akoh @Linggaes sama ayang embeb akoh @Ligaragara
tumben gak berkoar

Icencen : "akoh" ? Astaga wa.. alay djaya

WaWaone : Minta dirukyah lu, ya @WaIone?

WaIone : Sumpah demi cinta yang membara, tadi malem akoh mimpi si Lingga jadi penganten..
ganteng djiwa.. ya cuman akhirnya nyesek.. yang jadi mempelai ceweknya akoh.. iyuuh

Chaiann : Wah parah lu wa. Ngedoain si Lingga is death?

WaIone : Hubungannya tu mimpi sama ko'it apa?

Amaunch : Sesepuh pernah berkata kalo mimpi orang jadi pengantin berarti tu orang bentar lagi
mati

WaWaone : Yah percaya mitos. Percaya mah sama Yang Maha Kuasa.

Icencen : Eh btw si Lingga apa kabar ya?

Ovidudu left

WaIone added Ovidudu

Ovidudu : Uwa edaaannn

Amaunch : Heup ah, udah jam 06.00 mandi-mandi bauuu

EnaRatnan : Ih teteh-teteh, uwa-uwa, emang kalian gak pada tau? Emang Teh Ligar gak nelpon
kalian?

WaWaone : Kenapa gitu, Na? Emang Ligar nelpon ke kamu?

Usanpret : Ligar barusan nge-voice call..

Chaiann : Ke aku cuman ngemisscall. Emang Ligar nelpon apa @EnaRatnan?

Amaunch : Ligar nge-pc ke Ama gaes..

Ovidudu : :'(

WaIone : Kok bebeb Ligar ga ngehubungin akoh?

WaWaone : Stop basi-basi di grup. KITA KE RUMAH SAKIT SEKARANG!


WaIone : Ada apa ih? Hayati kepo Bang

WaWaone : Jgn banyak cingcong lu Ione, mau gue cincang tu mulut? Cepet kumpul di rumah
Ligar, yang lain udah pada OTW!

Aziawawa : Innalillahi wa Inna Ilaihi Rooji'uun.. Linggaa.. :'(

♡♥♡

Tak pernar terpikir olehku


Tak sedikitpun kubayangkan
Kau akan pergi.. Tinggalkan..
Ku sendiri..

~In Memoriam~

TURUT BERDUKA CITA ATAS BERPULANGNYA..

:'(

AUTHOR LAGI-LAGI GALAU


BUNGSU RAMADHAN

(Maafkan, part ini pendek, ya?


Lagi nyesek soalnya.. :') )

Anda mungkin juga menyukai