Anda di halaman 1dari 29

Laporan Kasus

Seorang laki-laki, 70 tahun, datang dengan sesak hebat 1 jam SMRS

Disusun oleh

dr. Antonius D. Duha


Pembimbing

dr. Sunario M.P.H


dr. Dian

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
RSUD CURUP, REJANG LEBONG
PERIODE NOVEMBER 2018/2019
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Congestive Heart Failure et causa
Hypertension Heart Disease. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dr. Sunario M.P.H, dr. Dian, selaku pembimbing yang telah
membantu penyelesaian laporan kasus ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat kami harapkan.

Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat, aamiin.

Curup, Oktober 2019

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan
merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Diperkirakan
hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-
laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 perseribu penderita
pertahun. Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin
bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard
mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung.
Gagal jantung susah dikenali secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis serta tidak
spesifik serta hanya sedikit tanda–tanda klinis pada tahap awal penyakit. Perkembangan
terkini memungkinkan untuk mengenali gagal jantung secara dini serta perkembangan
pengobatan yang memeperbaiki gejala klinis, kualitas hidup, penurunan angka perawatan,
memperlambat progresifitas penyakit dan meningkatkan kelangsungan hidu

Gagal jantung sering disebut juga gagal jantung kongestif (CHF) yaitu
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang mendasar
tentang  gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah
pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang mendasari termasuk
aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung.
Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal
jantung. Peningkatan laju metabolic (misalnya: demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia
dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan
oksigen.1 Untuk itu diperlukan pemahaman lebih lanjut mengenai gagal jantung kongestif
ini. Itulah sebabnya, kasus ini perlu diangkat untuk dipelajari.

3
BAB II

LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI

Nama : Tn.Aks

Umur : 70 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Talang Benih

Status : Menikah

Pekerjaan : Swasta

Pendidikan : SD

Agama : Islam

MRS Tanggal : 14 Agustus 2019

No. R. Medik : 201953

Ruang : Melati laki-laki

II. ANAMNESIS

(Auto dan Alloanamnesis) pada tanggal 14 Agustus 2019

Keluhan utama

Sesak hebat sejak ± 1 jam SMRS.

Riwayat Perjalan Penyakit

Sejak 1 bulan SMRS, os mengeluh kaki bengkak pada kedua tungkai, bengkak
pertama kali timbul di tungkai. Bengkak tidak bertambah saat aktivitas, bengkak tidak
berkurang pada saat istirahat. Os juga mengeluh sesak napas hebat tidak dipengaruhi cuaca
dan emosi, bertambah hebat saat aktivitas seperti berjalan 50 m, sesak berkurang saat
istirahat, tidak ada mengi, os tidur dengan 3 bantal tersusun, sering terbangun malam hari
karena sesak, tidak ada nyeri dada, batuk ada terus menerus tidak berdahak, demam

4
disangkal, sembab di kemaluan ada, BAK dan BAB normal, Os lalu berobat ke RSUD Curup,
dan dirawat 4 hari.

Sejak 1 jam SMRS, os mengeluh sesak bertambah hebat, tidak dipengaruhi cuaca dan
emosi, bertambah berat saat aktivitas seperti berjalan 10 m, sesak tidak berkurang saat
istirahat, tidak ada mengi, os tidur dengan 3 bantal tersusun, sering terbangun malam hari
karena sesak, tidak ada nyeri dada, batuk ada tidak berdahak, keringat dingin disangkal, mual
muntah disangkal, demam disangkal, sembab di kaluan ada, bengkak di kedua tungkai ada,
bengkak pertama kali timbul di tungkai, asites ada, os lalu berobat ke RSUD Curup.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.

 Riwayat darah tinggi sejak 10 tahun yang lalu

 Riwayat kencing manis disangkal

 Riwayat asma disangkal

 Riwayat sakit ginjal disangkal

 Riwayat Penyakit serupa dalam keluarga disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum  : Tampak sakit sedang

Kesadaran  :  Compos Mentis

Tekanan Darah  :  150/100 mmHg

Nadi  :  96 x/m regular, isi dan tegangan cukup

Temperatur  :  36.8 ºC 

RR  :  34 x/m, tipe thorakoabdominal

Berat Badan  :  56 kg

Tinggi Badan  :  156 cm

IMT  :  56/(1.56)2 = 23,3

5
Keadaan Spesifik

Kulit

Warna sawo matang, efloresensi tidak ada, scar tidak ada, pigmentasi dalam batas
normal, ikterus pada kulit tidak ada, temperatur kulit normal, keringat umum tidak ada,
keringat setempat tidak ada, pucat pada telapak tangan dan kaki tidak ada, sianosis tidak ada,
dan lapisan lemak cukup. 

Kelenjar Getah Bening

Kelenjar getah bening submandibular, leher, axilla, dan inguinal tidak ada pembesaran,
dan nyeri tekan tidak ada.

Kepala

Bentuk normal, simetris, rambut rontok ada, deformitas tidak ada, perdarahan temporal
tidak ada, dan nyeri tekan tidak ada.

Mata

Eksopthalmus dan Endopthalmus tidak ada, edema palpebra tidak ada, konjungtiva
palpebra kedua mata pucat tidak ada, sklera ikterik tidak ada, pupil isokor, refleks cahaya
baik, penglihatan kabur pada kedua mata tidak ada, gerakan bola mata ke segala arah, dan
simetris, lapangan penglihatan baik.

Hidung

Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang perabaan baik. Selaput lendir
dalam batas normal. Tidak ditemukan adanya penyumbatan dan perdarahan. Pernapasan
cuping hidung tidak ada.

Telinga

Tophi tidak ada, pada liang telinga tidak ada kelainan, nyeri tekan pada processus mastoideus
tidak ada, selaput pendengaran tidak ada kelainan, pendengaran baik.

Mulut

Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah tidak ada, atrofi papil tidak ada, gusi
berdarah tidak ada, stomatitis tidak ada, bau pernapasan yang khas tidak ada.

Leher

Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada, pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP
(5+2) cm H2O, hipertrofi m. sternocleidomastoideus tidak ada. 

6
Dada

Bentuk thoraks normal. Tidak terdapat barrel chest, sela iga melebar tidak ada, retraksi
dinding thoraks tidak ada, ginekomastia tidak ada, tidak ditemukan venektasi, dan spider
nevi.

Paru-paru

 Inspeksi  :  Statis dandinamis simetris kanan-kiri.

 Palpasi  :  Stemfremitus kanan=kiri

 Perkusi  :  Sonor di kedua lapangan paru

 Auskultasi  : Vesikuler (+) normal, ronkhi basah halus (+) di kedua basal

paru, wheezing (-)

Jantung

 Inspeksi  :  Ictus cordis tidak terlihat

 Palpasi  :  Ictus cordis tidak teraba

 Perkusi  : Batas atas jantung ICS II, kanan 1 jari lateral linea parasternalis

dextra, kiri linea axillaris anterior sinistra

 Auskultasi :  HR: 96x/m, BJ I dan II normal, murmur (+) sistolik, grade


4/6 pada katup pulmonal, gallop (-)

Abdomen

 Inspeksi  :  Cembung

 Palpasi  :  Lemas, Nyeri Tekan (-) Hepar teraba 2 jari di bawah arcus

costae, Lien sulit dinilai, Undulasi (-)

 Perkusi  :  Shifting Dullness (+)

 Auskultasi  :  Bising Usus (+) Normal

Ekstremitas Atas

Kedua ekstremitas atas tampak pucat tidak ada, palmar eritema tidak ada, nyeri otot dan
sendi tidak ada, gerakan kesegala arah, kekuatan +5, refleks fisiologis normal, refleks
patologis tidak ada, jari tabuh tidak ada, eutoni, eutropi, tremor tidak ada, edema ada pada
kedua lengan dan tangan tidak ada.

7
Ekstremitas Bawah

Kedua ekstremitas bawah tidak tampak pucat, nyeri otot dan sendi tidak ada, kekuatan
+5, refleks fisiologis normal, refleks patologis tidak ada, eutoni, eutrophi, varices tidak
dijumpai, jaringan parut tidak ada, pigmentasi dalam batas normal, jari tabuh tidak
ada, turgor cukup, edema pretibial ada.

Genitalia

Tidak diperiksa.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Hematologi (14 Agustus 2019)

 Hb  :  10,6 g/dl (normal : 11 – 15 g/dl)

 RBC : 3,46 * 106 /mm3 (normal : 4,20 – 4,87 /mm3)

 Leukosit  :  6100 / mm3 (normal : 4000-10000/mm3)

 Trombosit  :  256.000/mm3 (normal : 150.000-500.000/mm3)

Kimia Klinik (14 Agustus 2019)

 BSS  :  124 mg/dl

 SGOT  :  29 U/L (normal : 0-32 U/L)

 SGPT  :  11 U/L (normal : 0-31U/L)

Ginjal (14 Agustus 2019)

 Ureum : 39 mg/dL (normal : 16,6-48,5 mg/dL )

 Kreatinin : 0,78mg/dL (normal : 0,50-0,90 mg/dL )

 Glukosa  :  negatif 

8
Elektrokardiograf  (14 Agustus 2019)

Kesan :

Sinus rhytm with occasional, premature ventricular complexes, posible left atrial
enlargement, prolonged QT, abnormal ECG

9
Rontgen Thorax PA (14 Agustus 2019)

1. Kondisi foto baik

2. Simetris kanan = kiri

3. Trakhea di tengah

4. Tulang-tulang baik

5. Sela iga tidak melebar

6. CTR > 50%

7. Sudut costophrenicus kanan dan kiri tumpul.

8. Parenkim paru : corakan vaskuler normal.

Kesan : Kardiomegali dan efusi pelura bilateral.

V. RESUME

Keluhan utama

Sesak hebat sejak ± 1 jam SMRS.

Riwayat Perjalan Penyakit

Sejak 1 bulan SMRS, os mengeluh kaki bengkak pada kedua tungkai, bengkak
pertama kali timbul di tungkai. Bengkak tidak bertambah saat aktivitas, bengkak tidak
berkurang pada saat istirahat. Os juga mengeluh sesak napas hebat tidak dipengaruhi cuaca
dan emosi, bertambah hebat saat aktivitas seperti berjalan 50 m, sesak berkurang saat
istirahat, tidak ada mengi, os tidur dengan 3 bantal tersusun, sering terbangun malam hari
karena sesak, tidak ada nyeri dada, batuk ada terus menerus tidak berdahak, demam
disangkal, sembab di kemaluan ada, BAK dan BAB normal, Os lalu berobat ke RSUD Curup,
dan dirawat 4 hari.

Sejak 1 jam SMRS, os mengeluh sesak bertambah hebat, tidak dipengaruhi cuaca dan
emosi, bertambah berat saat aktivitas seperti berjalan 10 m, sesak tidak berkurang saat
istirahat, tidak ada mengi, os tidur dengan 3 bantal tersusun, sering terbangun malam hari
karena sesak, tidak ada nyeri dada, batuk ada tidak berdahak, keringat dingin disangkal, mual

10
muntah disangkal, demam disangkal, sembab di kaluan ada, bengkak di kedua tungkai ada,
bengkak pertama kali timbul di tungkai, asites ada, os lalu berobat ke RSUD Curup.

Os menyangkal ada riwayat keluhan yang sama sebelumnya, darah tinggi disangkal,
riwayat kencing manis disangkal, riwayat asma disangkal, riwayat penyakit ginjal disangkal,
dan os juga menyangkal keluhan yang sama muncul pada keluarga. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan bahwa keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan darah 140/100 mmHg, nadi
96 x/m reguler isi dan tegangancukup, frekuensi pernapasan 34 x/m, dan suhu 36.7ºC.

Pada pemeriksaan JVP ditemukan hasil peningkatan, 5+2 cmH2O. Pada pemeriksaan
paru ditemukan adanya ronkhi basah halus di kedua basal paru dan pada pemeriksaan jantung
didapatkan batas jantung membesar yaitu batas jantung kanan 1 jari lateral LPS dekstra, kiri
pada linea axillaris anterior sinistra. Pada auskultasi ditemukan murmur sistolik grade 4/6.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan pada inspeksi tampak cembung, pada palpasi
ditemukan hepar membesar, teraba 1 jari dibawah arcus costae. Lien tidak teraba, pada
perkusi ditemukan adanya shifting dullness. Pada pemeriksaan ekstremitas tampak adanya
edema pretibial.

Skor Farmingham untuk pasien ini :

Kriteria Mayor :

 Paroxysmal nocturnal dyspneu (+)

 Distensi vena leher (+)

 Ronkhi paru (+)

 Kardiomegali (+)

 Edema paru akut (+)

 Gallop S3 (-)

 Peninggian tekanan vena jugularis (+)

 Refluks hepatojugular (-)

11
Kriteria Minor

 Edema ekstremitas (+)

 Batuk malam hari (+)

 Dispneu d’effort (+)

 Hepatomegali (+)

 Efusi pleura (-)

 Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal (-)

 Takikardi (>120 x/menit) (-)

 VI. DIAGNOSIS KERJA SEMENTARA

CHF NYHA IV e.c HHD + Hipertensi stage II

VII. DIAGNOSIS BANDING

 CHF NYHA IV e.c ASHD + hipertensi stage II

 CHF NYHA IV e.c RHD + hipertensi stage II

VIII. PENATALAKSANAAN

Non Farmakologis

- Istirahat ½ duduk, Bed rest

- Diet Jantung II

- O2 3 L/menit

- Edukasi

Farmakologis

- IVFD RL gtt X/menit mikro

- Injeksi Furosemid 1 x 20 mg (iv)

12
- Captopril 2 x 12.5 mg

- Laxadine syr 3 x 1 c

- Spironolakton 1 x 25 mg

IX. RENCANA PEMERIKSAAN

- Echocardiograhy

- Pemeriksaan enzim jantung (CK MB, CK NAC, Troponin T)

X. PROGNOSIS

 Quo ad vitam : dubia

 Quo ad functionam : dubia ad malam

13
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI

Gagal jantung adalah Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen..

Gambar 1. Gambaran CHF

Beberapa istilah dalam gagal jantung :

1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik:

Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari pemeriksaan fisis,
foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan echocardiography.

Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga


curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan aktivitas fisik
menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.

Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel.
Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih
dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik ; Gangguan relaksasi, pseudo-normal,
tipe restriktif.

2. Low Output dan High Output Heart Failure

Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan
katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan resistensi

14
vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A –V, beri-beri,
dan Penyakit Paget . Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.

3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan (CHF)

Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis
dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung kanan terjadi
kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal
primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang
menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena
perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel, maka retensi
cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.

4. Gagal Jantung Akut dan Kronik

Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat
endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara tiba-
tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer.

Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular
yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok, namun tekanan
darah masih terpelihara dengan baik.

Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure , hampir selalu
disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena (backward failure), karena
ventrikel yang lemah tidak mampu memompa darah dalam jumlah normal, hal ini
menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel pada waktu diastol, peningkatan
tekanan diastolik akhir di dalam jantung dan akhirnya peningkatan tekanan vena . Gagal
jantung kongestif mungkin mengenai sisi kiri dan kanan jantung atau seluruh rongga
jantung.2

3.2 ETIOLOGI

Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan


defek septum ventrikel, beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta
dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium

15
dan kardiomiopati. Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui
penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik, infeksi paru-
paru dan emboli paru.

Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik, penyakit katup
mitral atau aorta, penyakit jantung iskemik (CAD), dan penyakit miokardium primer.
Penyebab tersering gagal jantung kanan adalah gagal ventrikel kiri, yang menyebabkan
kongesti paru dan peningkatan tekanan arteria pulmonalis. Gagal jantung kanan juga dapat
terjadi tanpa disertai gagal jantung kiri pada pasien dengan penyakit parenkim paru dan atau
pembuluh paru (kor polmunale) dan pada pasien dengan penyakit katup arteri pulmonalis
atau trikuspid.2

3.3 PATOFISIOLOGI

Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti infark miokard, maka kemampuan
pemompaan jantung akan segera menurun. Sebagai akibatnya akan timbul dua efek utama
penurunan curah jantung, dan bendungan darah di vena yang menimbulkan kenaikan tekanan
vena jugularis.

Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai terpacu dalam
upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup peningkatan aktivitas
adrenergik simpatik, peningkatan beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-
aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Mekanisme ini mungkin memadai untuk
mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada awal
perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan
menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal
jantung, kompensasi menjadi semakin kurang efektif.

1. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis :


Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung adalah peningkatan
aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis
merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medulla
adrenal. Katekolamin ini akan menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung (efek
inotropik positif) dan peningkatan kecepatan jantung. Selain itu juga terjadi
vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume

16
darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah
misal kulit dan ginjal untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak.
Vasokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk
selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling. Kadar
katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung, terutama selama latihan.
Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar dalam darah untuk
mempertahankan kerja ventrikel.namun pada akhirnya respons miokardium terhadap
rangsangan simpatis akan menurun; katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap
kerja ventrikel.
2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron :
Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air oleh
ginjal, meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme yang mengakibatkan aktivasi sistem
renin angiotensin aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas. Namun apapun
mekanisme pastinya, penurunan curah jantung akan memulai serangkaian peristiwa
berikut:

 Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus

 Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus

 Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensinI

 Konversi angotensin I menjadi angiotensin II

 Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.

 Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus.

Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan darah.

3. Hipertrofi ventrikel

Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau bertambah


tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan peningkatan kekuatan
kontraksi ventrikel.

Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan;


namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala, meningkatkan

17
kerja jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan
untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan
kongesti vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri juga meningkatkan beban akhir
dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel; beban akhir juga meningkat
karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan oksigen
miokardium juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut
akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Jika peningkatan kebutuhan oksigen
tidak dapat dipenuhi akan terjadi iskemia miokardium dan gangguan miokardium
lainnya. Hasil akhir dari peristiwa yang saling berkaitan ini adalah meningkatnya beban
miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung.3

Gambar 2. Patofisiologi dan Simptomatologi CHF.

3.4 MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap derajat


latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala hanya
muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah beratnya gagal jantung, toleransi
terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang
lebih ringan. Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai
dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit.
18
Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun kelelahan adalah
gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala kelelahan merupakan gejala
yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak kondisi-kondisi lain. Kemampuan
seseorang untuk berolahraga juga berkurang. Beberapa pasien bahkan tidak merasakan
keluhan ini dan mereka tanpa sadar membatasi aktivitas fisik mereka untuk memenuhi
kebutuhan oksigen.

 Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung yang paling
umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan akibat kongesti
vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru.meningkatnya tahanan aliran udara
juga menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari
kongesti vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar,
maka dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan
gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama
disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian- bagian tubuh yang di bawah ke
arah sirkulasi sentral.reabsorpsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga akan
menyebabkan kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal
Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND merupakan
manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan dispnea
atau ortopnea.

 Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi
berbaring.

 Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas dari
gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru karena
pengaruh gaya gravitasi.

 Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat
distensi vena.

 Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena sistemik.
Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-vena leher mengalami
bendungan tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradoks selama
inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap
peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi.

19
 Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula
hati.

 Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat
disebabkan kongesti hati dan usus.

 Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mula-
mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama pada malam hari;
dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi retensi cairan.nokturia
disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga
berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat.

 Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka.
Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara klasik
dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi paling dini dari
bendungan sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal jantung
kanan yang nyata.

 Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat mengalami
sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Aritmia ventrikel akibat
iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan sietem saraf simpatis sering terjadi
dan merupakan penyebab penting kematian mendadak dalam situasi ini.3-5

3.5 DIAGNOSIS

Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada dan
penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto thorax, EKG,
ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan biomarker.

Kriteria Diagnosis :

Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif

Kriteria Major :

1. Paroksismal nokturnal dispnea

2. Distensi vena leher


20
3. Ronki paru

4. Kardiomegali

5. Edema paru akut

6. Gallop S3

7. Peninggian tekana vena jugularis

8. Refluks hepatojugular

Kriteria Minor :

1. Edema eksremitas

2. Batuk malam hari

3. Dispnea d’effort

4. Hepatomegali

5. Efusi pleura

6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

7. Takikardi(>120/menit)

Diagnosis gagal jantung ditegakkan jika ada 2 kriteria mayor atau 1 kriteria major dan 2
kriteria minor.

Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan pedoman


untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif berdasarkan tingkat aktivitas fisik,
antara lain:

 NYHA class I , penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik
serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak
napas atau berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan biasa.

 NYHA class II , penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka
tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa dapat

21
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar,
sesak napas atau nyeri dada.

 NYHA class III , penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih banyak dalam
kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan
fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi
jantung seperti yang tersebut di atas.

 NYHA class IV , penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa
menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik
meskipun sangat ringan.2,6,7

3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan penunjang
sebaiknya dilakukan.

1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin :

Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN), kreatinin
serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan gula darah, profil lipid.

2. Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG adalah untuk
menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy (LVH) atau riwayat MI (ada
atau tidak adanya Q wave). EKG Normal biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya
disfungsi diastolik pada LV.

3. Radiologi :

Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung dan


bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang- kadang efusi pleura. begitu
pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada
gejala pasien.

22
4. Penilaian fungsi LV :

Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis, mengevaluasi, dan


menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling berguna adalah echocardiogram 2D/ Doppler,
dimana dapat memberikan penilaian semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi LV begitu
pula dengan menentukan keberadaan abnormalitas pada katup dan/atau pergerakan dinding
regional (indikasi adanya MI sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial kiri dan hypertrophy
LV, disertai dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic pada LV yang ditunjukkan
oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal jantung dengan EF yang normal.
Echocardiogram 2- D/Doppler juga bernilai untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan
tekanan pulmoner, dimana sangat penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor
pulmonale. MRI juga memberikan analisis komprehensif terhadap anatomi jantung dan
sekarang menjadi gold standard dalam penilaian massa dan volume LV. Petunjuk paling
berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume dibagi dengan end-diastolic
volume). Karena EF mudah diukur dengan pemeriksaan noninvasive dan mudah
dikonsepkan. Pemeriksaan ini diterima secara luas oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki
beberapa keterbatasan sebagai tolak ukur kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh
perubahan pada afterload dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF meningkat pada
regurgitasi mitral sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah.
Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%), fungsi sistolik biasanya
adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-40%).4,7

3.7 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara non


farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun
kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis, meskipun
penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi.

 Non –farmakologi :

a. Anjuran Umum

- Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan

23
- Aktivasi social dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa.
Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa dilakukan.

- Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.

- Vaksinasi terhadap infeksi influenza dan pneumokokus bila mampu.

- Kontrasepsi dengan IUD pada gagal jantung sedang dan berat, penggunaan
hormone dosis rendah masih dapat dianjurkan.

b. Tindakan Umum

- Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan 1 g
pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5
liter pada gagal jantung ringan).

- Hentikan rokok

- Hentikan alcohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang lainnya.

- Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau
sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut
jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang).

- Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

 Farmakologi

- Diuretik : kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit


diuretic regular dosis rendah dengan tujuan untuk mencapai tekanan vena jugularis
normal dan menghilangkan edema. Permulaan dapat digunakan loop diuretic atau
tiazid. Bila respom tidak cukup baik, dosis dapat dinaikan, berikan diuretic intravena
atau kombinasi loop diuretic dengan tiazid. Diuretic hemat kalium, spironolakton
dengan dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal
jantung sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung
sistolik.

- Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal, dan pada gagal
jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan
dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif.

24
- Penyekat beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian mulai dengan
dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom
gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung klas
fungsional II dan III. Penyekat beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau
metoprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan diuretic.

- Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada kontraindikasi penggunaan


penghambat ACE.

- Kombinasi hidralazin dengan ISDN memberi hasil yang baik pada pasien yang
intoleran dengan penghambat ACE dapat dipertimbangkan.

- Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi sistolik
ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama
diuretic, penghambat ACE, penyekat beta.

- Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli


serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk.
Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat
emboli, thrombosis dan transient ischemis attack, thrombus intrakardiak dan
aneurisma ventrikel.

- Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau aritmia


ventrikel yang tidak menetap. Antiaritmia klas I harus dihindarkan kecuali pada
aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron dapat
digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk mencegah kematian
mendadak.

- Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk


mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.6,8

3.8 PROGNOSIS

Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat berkembang,


tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas setahun bervariasi dari 5%
pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-50% pada pasien dengan gejala berat dan

25
progresif. Prognosisnya lebih buruk jika disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi
ejeksi< 20%), gejala menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen
maksimal < 10 ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin
plasma yang meningkat. Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak.
Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya merupakan
akibat infark miokard akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis. Kematian lainnya
adalah akibat gagal jantung progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami
gagal jantung stadium lanjut dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi paliatif
yang sangat cermat. 8

26
BAB IV

ANALISA KASUS

Gagal jantung Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Gagal jantung
terbagi menjadi gagal jantung kiri, gagal jantung kanan dan gagal jantung kongestif, yakni
gabungan gagal jantung kiri dan kanan. Gagal jantung kiri ditandai oleh dispneu d’effort,
kelelahan, orthopnea, paroksismal nokturnal dispnea, batuk, pembesaran jantung, irama
derap, bunyi derap S3 dan S4, pernapasan cheyne stokes, takikardi, ronki dan kongesti vena
pulmonalis. Gagal jantung kanan ditandai oleh adanya kelelahan, pitting edema, ascites,
peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali,  pembesaran jantung kanan, irama derap
atrium kanan, murmur dan bunyi P2 mengeras, sedangkan gagal jantung kongestif terjadi
manifestasi gejala gabungan keduanya. Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan jika
terdapat 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor kriteria framingham,
ditambah dengan pemeriksaan penunjang. Kriteria framingham terbagi menjadi kriteria
mayor dan kriteria minor. Yang termasuk kriteria mayor yakni: dispneu nokturnal
paroksismal atau orthopneu, peningkatan tekanan vena jugularis, ronki basah tidak nyaring,
kardiomegali, edema paru akut, irama derap S3, peningkatan vena > 16 cm H2O dan refluks
hepatojugular. Sedangkan yang termasuk kriteria minor yakni : edema pergelangan kaki,
batuk pada malam hari, dispneu d’effort, hepatomegali, efusi pleura, kapisitas vital berkurang
menjadi 1/3 maksimum dan takikardi (>120x/menit). Sedangkan pada pemeriksaan
penunjang, dari hasil pemeriksaan fotorontgen toraks dapat mengarah ke kardiomegali
dengan corakan bronkovaskuler yang meningkat.

Pada pasien ini, dari hasil anamnesis didapatkan adanya sesak nafas, sesak dipengaruhi
oleh aktifitas, pasien juga sering terbangun pada malam hari karena sesak, selain itu pasien
juga lebih nyaman jika berada dalam posisi duduk. Tidak adanya keluhan-keluhan lain seperti
sakit kepala, mual, muntah, bengkak pada kelopak mata mendukung bahwa sesak yang
dialami oleh pasien berhubungan dengan jantung bukan dari organ yang lain. Selain itu,
pasien juga mengeluhkan adanya perut yang membesar. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 150/100 mmHg. didapatkan pula adanya peningkatan tekanan vena
jugularis, ronki basah halus (RBH) pada kedua basal paru, adanya pelebaran, batas jantung,
serta adanya ascites.

27
Berdasarkan  anamnesis  dan  pemeriksaan fisik diatas, dapat disimpulkan bahwa pada
pasien ini dapat ditegakkan diagnosis gagal jantung kongestif, karena kriteria framingham
sudah terpenuhi. selain itu berdasarkan JNC 7 os menderita hipertensi stage II

Terapi utama yang diberikan adalah furosemid 1x 20 mg, pemberian diuretika ini
bertujuan untuk mengurangi kelebihan cairan, di paru dan ascites yang ada pada pasien ini.
dan untuk mengurangi beban awal jantung tanpa mengurangi curah jantung. Selain itu
diberikan pulas captopril 2 x 12,5 mg guna menatalaksana hipertensinya.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. P R Marantz et al. 2012. The relationship between left ventricular systolic function
and congestive heart failure diagnosed by clinical criteria. Circulation Journal Of The
American Heart Association. Available from : http://circ.ahajournals.org

2. Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III ed.IV, Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. h. 1514-7.

3. Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I ed.IV, Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. h. 1638-45.

4. Nicholas J. Talley, Nimish Vakil. 2005. Guidelines for the Management of Dyspepsia,
Practice Parameters Committee of the American College of Gastroenterology.
American Journal of Gastroenterology.

5. Djojodibroto R Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Penerbit Buku


Kedokteran EGC. Jakarta. h. 132-5.

6. McPhee S and Papadakis M A. 2008. Current Medical Diagnosis & Treatment 47th
Edition. Mc Graw Hill. h. 464-8.

7. Brashers V L. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan & Manajemen.


Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. h. 261-5.

8. Rani A A, dkk. 2009. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis


Penyakit Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. h. 83-6.

29

Anda mungkin juga menyukai