Anda di halaman 1dari 2

Mengapa Harus Telur?

Mulawarman
Perayaan Paskah sudah dekat, hal ini mengingatkan saya pada masa
lalu ketika saya masih duduk di bangku sekolah dasar. Saya teringat setiap
satu minggu sebelum merayakan Paskah, sekolah memiliki kebiasaan setiap
tahunnya untuk merayakan Paskah bersama-sama. Biasanya paskah diisi
dengan berbagai kegiatan, misalnya ada perlombaan menyanyi,
menggambar, dan menghias telur Berbagai kegiatan tersebut selalu ditunggu-
tunggu oleh para murid, karena kegiatan positif ini memberikan sukacita dan
kebahagiaan yang dapat dirasakan bersama. Di benak saya, terlintas
kenangan saat menghiasi telur paskah. Disaat itu saya bertanya pada diri
sendiri, “Mengapa telur dijadikan simbol Paskah?”
Paskah merupakan hari di mana Kristus Yesus bangkit dari kematian-
Nya demi menebus dosa-dosa manusia agar manusia mendapatkan
keselamatan dan kasih dari Allah. Kebangkitan Kristus dari kubur tanah
dimaknai dengan telur yang sekarang ini dijadikan sebagai simbol pada masa
Paskah. Asal-usul dijadikannya telur di masa Paskah berawal dari kaum
Indo-Eropa. Awalnya telur-telur pada zaman tersebut dianggap sebagai
tradisi kesuburan kaum Indo-Eropa pada musim semi. Kala itu, kaum Indo-
Eropa selalu mendapatkan banyak telur setiap musim semi. Mereka
menganggap bahwa telur di musim semi selalu memberi banyak keuntungan
dan kesuburan . Oleh karena itu, mereka menjadikan musim semi sebagai
perayaan dimulainya tahun yang baru dan rezeki dengan membagikan telur
yang telah mereka dapatkan. Itulah awal mula telur tersebut dijadikan simbol
sebagai makna kebangkitan Kristus di masa Paskah.
Pada abad pertama kekristenan tradisi telur Paskah sempat akan
dihilangkan, tetapi amat sulit untuk dihilangkan, karena pada saat itu Paskah
selalu berjatuan tepat pada awal musim semi. Sehingga setiap musim semi
selalu dirayakan dengan meriah karena kegembiraan dapat meninggalkan
musim dingin. Kegembiraan meninggalkan musim dingin dihayati dengan
membagikan telur sebagai hasil ucapan syukur atas keuntungan, yang
akhirnya Gereja mau menerima dan menjadikan telur sebagai makna
kebangkitan Kristus. (Daniel Tanamal, 2011) “Telur yang dianalogikan
sebagai simbol dimana suatu makhluk hidup muncul dari cangkangnya yang
mati seketika. Dijaman dahulu kala ketika seseorang menyaksikan proses
ayam yang menetas dari telur adalah sebuah mukjizat. Karena itulah menjadi
simbol universal yang umum untuk perayaan tahun baru, pernikahan, juga
kelahiran” .Maka Gereja berharap dengan dijadikan telur sebagai simbol
Paskah, umat kristiani semakin menghayati dan menyadari kehadiran Kristus
di dunia pertama-tama untuk memberikan keselamatan dan penebusan dosa-
dosa kita
Proses penetasan telur diartikan sama seperti Yesus yang bangkit dari
batu kubur. Kebangkitan kristus dari kematian dan Yesus yang membuka
batu pada tempat kubur-Nya dilihat oleh Magdalena ketika ia pergi ke batu
kubur dan melihat batu kubur telah diambil (Yoh 20.1). Hilangnya batu
kubur Magdalena langsung memberitahu dua murid Yesus bahwa Yesus
telah diambil orang tanpa meyadari bahwa Yesus berada disana (Yoh 20:2).
Yesus yang melihat Magdalena sedang menagis dan diam dekat batu kubur
dihamipirinya ia dan berkata “Ibu, mengapa engkau menangis? Siapakah
yang engkau cari? Magdalena menyangka orang tersebut adalah penunggu
taman (Yoh 20:16). Agar Magdalena semakin percaya bahwa seorang
penuggu taman tersebut adalah Yesus, maka berkatalah Yesus dalam bahasa
Ibrani, “Rabuni” yang artinya guru (Yoh 20:16).
Kisah pertemuan Magdalena dan Yesus yang bangkit mendatangkan
tugas bagi kami seminaris untuk tidak berdiam diri dari keterbatasan dan
keterpurukan. Melainkan menjadikan sebuah pelajaran yang penting untuk
terus mengembangkan diri menjadi sebuah kelebihan. Apalagi, dengan
ditengah pandemi covid-19 menjadikan sebuah tantangan yang berat bagi
kami seminaris untuk bertahan dalam menjalani panggilan. Tantang berat
yang mengharuskan kami seminaris untuk tinggal di dalam dan tidak keluar
dari lingkup seminari dengan melakukan berbagai kegiatan yang ada di
seminari dan sekolah. Tentu, hal ini yang bagi kami seminaris

Anda mungkin juga menyukai