Manusia disebut sebagai makhluk yang sempurna karena Allah SWT memberi manusia kemampuan
untuk berpikir dan berkehendak sendiri. Dengan kemampuan berpikir dan kehendak sendiri inilah
manusia bisa menjadi lebih baik dari malaikat, atau mungkin sebaliknya.
Tindakan Allah sebagai Tuhan yang telah memiliki semesta alam merupakan hal mutlak dan tidak
perlu persetujuan dari siapapun. Sebagai perbandingan, kita sebagai manusia terbiasa memelihara
hewan ternak, mengembangbiakkannya lalu menyembelihnya sebagai makanan tanpa merasa bersalah
sedikit pun sebab merasa berhak melakukannya. Padahal, kuasa kita pada hewan ternak itu amatlah
sedikit sebab bukan kita yang memberi dan menjamin kehidupan hewan itu tetapi semuanya dilakukan
hanya oleh Allah.
Namun, anehnya manusia kerap merasa lebih begitu spesial sehingga seolah Tuhan sekalipun harus
meminta persetujuan padahal dirinya sendiri juga seutuhnya mutlak milik Tuhan sehingga Tuhan lebih
berkehendak melakukan apapun untuk dirinya.
Maka dari itu, sangat penting bagi kita sebenarnya apa tujuan manusia diciptakan menurut agama
Islam. Dengan mempelajari hal tersebut maka kita seharusnya akan lebih tahu bagaimana Tuhan telah
menciptakan kita untuk apa dan mengapa diciptakan.
Tujuan manusia diciptakan salah satunya adalah dibentuk sebagai pengurus (khalifah) di planet bumi
ini. hal tersebut telah dinyatakan dalam firman Allah :
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi". (QS. Al-Baqarah: 30)
Tujuan manusia diciptakan juga memiliki tujuan agar manusia dapat menyembah Allah sebagai
pencipta mereka. Hal tersebut telah dijelaskan dalam firman Allah sebagai berikut :
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Al-
Dzariyat: 56)
Untuk lebih memberikan penjelasan tentang ayat tersebut, Imam Ibnu Katsir menjelaskan tentang tafsir
dari ayat tersebut.
“Sesungguhnya Aku menciptakan mereka hanyalah supaya Aku memerintah mereka menyembahku,
bukan karena Aku butuh terhadap mereka. Makna ayat itu adalah bahwa Allah menciptakan manusia
supaya menyembah Dia saja, tak menyekutukan dengan yang lain. Siapa yang taat pada Allah, maka
Allah akan membalasnya dengan balasan yang sempurna. Siapa yang bermaksiat pada-Nya, Allah akan
menyiksanya dengan parah.” (Ibnu Katsir, Tafsîr Ibnu Katsîr, VII, 425.
Tujuan manusia diciptakan antara lain juga agar mengetahui bahwa seluruh bumi, tata surya, dan
isinya telah terbentuk berkat maha kuasa Allah SWT. Hal tersebut telah dijelaskan dalam firman Allah
berikut ini:
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar
kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha-Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya
benar-benar meliputi segala sesuatu. (QS at-Thalaq: 12)
Tujuan manusia diciptakan juga akan menjadi bukti kelayakan manusia akan ditempatkan di mana
nanti saat di akhirat. Akhirat mempunyai dua tempat yang bertolak belakang, yakni surga dan neraka.
Allah bisa saja langsung menciptakan manusia untuk seketika ditempatkan di keduanya tanpa alasan apa
pun, tetapi Allah tak melakukannya. Allah memilih membuat manusia hidup di dunia terlebih dahulu
untuk melihat sendiri amal perbuatannya sehingga layak di tempat mana. Allah telah berfirman :
“Kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan bumi, agar Ia membalas orang-orang yang berbuat
buruk sebab apa yang mereka kerjakan dan membalas orang-orang yang berbuat baik dengan
kebaikan.” (QS. An-Najm: 31).
Dari kemenangan dan kesabaran menghadapi berbagai kesusahan itulah kita dapat membuktikan
“kelayakan” kita untuk menjadi penghuni surga. Meskipun sebenarnya amal perbuatan manusia tak
cukup untuk menebus surga yang begitu sempurna, namun kemurahan Allah membuat kita tahu bahwa
melakukan amal kebaikan, bersyukur terhadap nikmat dan bersabar terhadap musibah adalah hal yang
dapat membuat kita mendapat balasan surga.
Itulah di antara alasan yang dinyatakan secara eksplisit dari Alquran tentang kenapa Allah menciptakan
manusia. Dari informasi itu, kita jadi tahu tujuan hidup di dunia ini untuk apa dan seharusnya kita fokus
untuk memenuhinya dan tak ada opsi lain bagi manusia.
MATERI 2
Muroqobah yakni keyakinan senantiasa (hati kita)diawasi (oleh Allah), diketahui (hati kita oleh Allah)dan
diperhatikan hati kita oleh AllahMunasabah yakni proses introspeksi diri kita sendiriMujahadah yakni
upaya kerja keras untuk meraihyang kita cita-citakan
Menjaga dan memelihara diri dari segala sesuatuyang bisa menimbulkan bahaya dan kesengsaraan(Q.S.
al-Tahrim: 6)Menghiasi diri dengan akhlak yang mulia.
Tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan(Q.S. al-Maidah: 2)Bertanggung jawab terhadap amar
ma’ruf nahimunkar (Q.S. Ali Imran: 104 dan 110)Menegakkan keadilan dalam masyarakat (Q.S. al-Nisa’:
135)Berlaku baik terhadap golongan masyarakat yanglemah, termasuk di dalamnya adalah para fakir
danmiskin serta anak yatim (Q.S. al-Taubah: 60, al-Nisa’: 2), orang yang cacat tubuh (Q.S. ’Abasa: 1-
11)Sikap menghargai dan toleran kepada pemeluk agama lain (QS. Al Kafirun ayat 6)
mengkulturkan natur (membudayakan alam),yakni alam yang tersedia ini agar dibudayakan,sehingga
menghasilkan karya-karya yangbermanfaat bagi kemaslahatan hidup manusia.menaturkan kultur
(mengalamkan budaya),yakni budaya atau hasil karya manusia harusdisesuaikan dengan kondisi alam,
jangan sampaimerusak alam atau lingkungan hidup, agar tidakmenimbulkan malapetaka bagi manusia
dan lingkungannya
Hakikat Agama dan Komponen dalam Beragama (Hal Hakikat dilarang dan
diperintahkan)
1. Hakikat Agama
Agama dalam kehidupan tidak brada dalam ruang hampa. Ia tidak sekadar
mengisi kekosongan batin, tapi juga memberi corak kehidupan, bahkan
menjadi acuan dalam pencarian makna hidup.
Jika agama belum membuahkan keteguhan hati dan ketenangan batin,
berarti agama baru sebatas formalitas (kepemelukan pasif), atau bisa jadi
kepemelukan aktif tetapi belum menemukan maknanya yang hakiki,
sehingga keberagaman hanya semu, melelahkan, dan tak bermakna.
Maka, memahami hakikat agama sangat penting, tidak sebatas kognitif
(pengetahuan) saja.
Tidak juga sebatas pemahaman tekstual, tetapi harus menyentuh sisi
filosofis, psikologis, dan sosiologis.
Beragama adalah fitrah manusia
“Maka hadapkanlah wajahmu denga lurus kepada agama (Allah); (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptkan manusia menurut fitrah itu”.
Umumnya orang mewariskan agama kepada keturunannya. (QS. Al-
Baqarah, 2:132-133).
Lalu membekali mereka tuntunan hidup sejak dini, lewat pendidikan agama
dari keluarga sampai sekolah.
Agama adalah ajaran yang diwahyukan Allah kepada manusia melalui
seorang Rasul. (QS.At-Taubah 9:33).
Ayat-ayat kitab suci (al-Qur`an), menambah keyakinan terhadap agama.
Agama adalah pengikat antara manusia dengan Tuhan dan antara manusia
dengan manusia dalam sebuah komunitas sakral yang disebut ummah
(umat).
Dalam Al-Qur`an, agama (al-din) memiliki berbagai makna, antara lain:
pahala, hukum, ketaatan, kecenderungan, dan tunduk. (QS. At Taubah: 29)
Agama yang benar bersumber dari Tuhan, sementara agama batil berasal
dari selain Tuhan.
Lalu, apakah kepatuhan terhadap agama hanya karena rasa takut akan
siksa (neraka)-Nya dan berharap balasan (surga)-Nya.
Bagaimana jika Tuhan tidak menciptakan surga dan neraka sebagai
balasan, apakah manusia tetap patuh terhadap agama?
Ditinjau dari sumbernya agama dibagi 2:
MATERI 4
Nilai agama dalam Profesi Keperawatan dan Sosial Masyarakat