Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh
Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan sa tu pihak
terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. PPh Pasal 22
dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap “menguntungkan”, sehingga baik
penjual maupun pembelinya dapat menerima keuntungan dari perdagangan.
Kegiatan impor dan ekspor barang yang dilakukan eksportir dan dikenakan PPh Pasal 22
diantaranya barang komoditas: 1) Tambang batubara 2) Mineral logam 3) Mineral bukan logam
Pembayaran atas pembelian barang yang dikenakan PPh Pasal 22 ini adalah yang dilakukan oleh
bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada:
Pembayaran atas pembelian barang yang dikenakan PPh Pasal 22 adalah yang dilakukan dengan
mekanisme Uang Persediaan (UP) yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran.
4. Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga. Pembayaran atas pembelian barang
kepada pihak ketiga yang dikenai PPh Pasal 22 adalah dengan mekanisme: 1) Pembayaran
langsung (LS) oleh KPA. 2) Pejabat penerbit surat perintah membayar yang diberi delegasi oleh
KPA
Pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang dikenai PPh Pasal 22 adalah untuk keperluan kegiatan usahanya.
Penjualan hasil produksi kepada distributor yang dikenai PPh Pasal 22 adalah distributor di
dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha:
1. Industri semen
2. Industri kertas
3. Industri baja
4. Merupakan industri hulu
5. Industri otomotif
6. Industri farmasi
Penjualan kendaraan bermotor yang dikenakan PPh Pasal 22 adalah penjualan di dalam negeri
oleh: 1) Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM). 2) Agen Pemegang Merek (APM) 3) Importir
umum kendaraan bermotor.
8. Penjualan Migas
Penjualan migas yang dikenakan PPh Pasal 22 oleh produsen atau importir ini di antaranya:
Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengepul yang dikenakan PPh Pasal 22 ini adalah untuk
keperluan industrinya atau ekspornya oleh industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor:
1. Kehutanan
2. Perkebunan
3. Pertanian
4. Peternakan
5. Perikanan
Penjualan barang yang tergolong sangat mewah yang dikenakan PPh Pasal 22 ini adalah
dilakukan oleh wajib pajak badan.
Besar tarif pajak penghasilan pasal 22 menurut UU PPh dan diatur dalam PMK No. 34/2017
adalah:
UU PPh No. 7 Tahun 1983 yang beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008,
pemungut PPh Pasal 22 ini adalah wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang
tergolong sangat mewah.
1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri
baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada
distributor di dalam negeri.
2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir
umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri.
3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas.
4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang merupakan industri
hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi antara hulu dan industri hilir.
5. Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
1. Mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan;
2. Menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
6. Sesuai dengan PMK No. 92/PMK.03/2019, pemerintah menambahkan pemungut PPh
Pasal 22 dengan wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong
sangat mewah.
Saat Terhitung dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan Pasal 22
Tata cara pemungutan dan penyetoran PPh Pasal 22 ini juga diatur dalam Pasal 5 PMK No.
34/PMK.010/2017, yakni:
1. Pemungutan PPh Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan penyetoran ke kas
negara melalui Pos Persepsi, Bank Devisa Persepsi, atau Bank Persepsi yang ditunjuk
Menteri Keuangan, oleh:
1. Importir yang bersangkutan
2. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)
2. Pemungutan PPh Pasal 22 atas ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam dan
mineral bukan logam dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh eksportir yang
bersangkutan ke kas negara melalui Pos Persepsi, Bank Devisa Persepsi, atau Bank
Persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
3. Pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak (bendahara
pemerintah, KPA, bendahara pengeluaran, pejabat penerbit SPM) wajib disetor oleh
pemungut ke kas negara melalui Pos Persepsi, Bank Devisa Persepsi, atau Bank Persepsi
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
(SSP) yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.
4. Pemungutan PPh Pasal 22 oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j , dan huruf k PMK 16/2016
wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Pos Persepsi, Bank Devisa Persepsi,
Masih berdasarkan ketentuan dalam Pasal 6 Perdirjen PER-3/PJ/2015 ini, tata cara penyetoran
PPh Pasal 22 ini adalah:
1. Penyetoran PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh eksportir komoditas tambang batubara,
mineral logam dan mineral bukan logam, dilakukan menggunakan SSP dengan ketentuan
dalam kolom ‘Uraian Pembayaran’ diisi ‘Nomor Pengajuan Pemberitahuan Ekspor
Barang’.
2. Terhadap bukti penyetoran pajak yang dilakukan oleh eksportir tersebut, DJBC
melakukan pemeriksaan formil bukti penyetoran pajak itu sebagai dokumen pelengkap
pemberitahuan pabean ekspor dan dijadikan dasar pelayanan ekspor.
3. Bukti penyetoran pajak yang digunakan sebagai dokumen pelengkap pemberitahuan
pabean ekspor adalah SSP yang telah tertera Nomor Transaksi Penerimaan Negara
(NTPN). Eksportir wajib mengisi Lembar Lanjutan Pemberitahuan Ekspor Barang
(LLPEB) sesuai ketentuan sebagai berikut:
1. Dalam kolom ‘Jenis Dokumen’ diisi dengan SSP
2. Dalam kolom ‘Nomor Dokumen’ diisi dengan NTPN yang tertera dalam SSP
3. Dalam kolom ‘Tanggal Dokumen’ diisi dengan tanggal NTPN
Berikutnya, ketentuan cara penyetoran PPh Pasal 22 dalam Pasal 6 PMK No. 34/PMK.010/2017
ini disebutkan:
1. Penyetoran PPh Pasal 22 oleh importir, eksportir komoditas tambang batubara, mineral
logam, dan mineral bukan logam, DJBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1)
huruf a dan Pasal ayat (1) huruf b, dan pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (1) huruf b, c, dan huruf d, dalam PMK 34/2017 ini dilakukan menggunakan
formulir Surat Setoran Pajak, Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak dalam rangka impor
(SSPCP) dan/atau Bukti Penerimaan Negara yang berlaku sebagai bukti pemungutan
pajak.
2. Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g,
huruf h, huruf i, huruf j, dan huruf k wajib menerbitkan Bukti Pemungutan (Bukti
Potong) PPh Pasal 22 dalam rangkap 3, yaitu:
1. Lembar kesatu untuk Wajib Pajak yang dipungut.
2. Lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) yang dilampirkan pada Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 22.
3. Lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.
Tata cara pelaporan SPT Masa PPh Pasal 22 diatur dan sesuai Lampiran III.1 Perdirjen No. PER-
53/PJ/2009. penyampaian SPT Masa PPh Pasal 22 berdasarkan PMK No. 224/PMK.011/2012
melalui:
1. Batas waktu penyampaian SPT Masa adalah paling lama 20 hari setelah akhir Tahun
Pajak:
2. Tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat
atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling lama 15 hari setelah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.
3. Tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran pajak, dan pelaporan pajak untuk SPT
Masa, yaitu:
1. Jika tanggal jatuh tempo pembayaran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk
hari sabtu atau hari libur nasional, maka pembayaran pajak dapat dilakukan pada hari
kerja berikutnya.
2. Jika tanggal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu
atau hari libur nasional, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
3. Hari libur nasional termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan pemilihan
umum yang ditetapkan oleh pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang
ditetapkan oleh pemerintah.
Sedangkan batas waktu pembayaran, penyetoran, atau pelaporan pajak untuk SPT Masa PPh
Pasal 22, adalah:
Pph Pasal 23
1. Dividen
2. Bunga
3. Royalti
4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain kepada Orang Pribadi
5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah
dan/atau bangunan
6. Imbalan sehubungan dengan jasa industri, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Pihak atau subjek yang memungut atau memotong jenis PPh Pasal 23 terbagi menjadi dua
kategori, yakni:
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri (hanya memotong PPh Pasal 23 atas sewa saja) yang
ditunjuk sebagai pemotong jenis PPh 23.
1. Harus ada Surat Keputusan Penunjukan (SKP) yang diterbitkan oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak (KPP), namun tidak ada format baku yang tersedia, yaitu:
1. Akuntan
2. Arsitek
3. Dokter
4. Notaris
2. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah camat, pengacara,
dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas
3. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.
Saat Pemotongan
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 UU PPh dilakukan pada akhir bulan dibayarkannya
penghasilan, disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau jatuh temponya pembayaran
penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
Saat Terutang
Saat terutangnya Pajak Penghasilan Pasal 23 UU PPh adalah pada saat pembayaran, saat
disediakan untuk dibayarkan (seperti: dividen) dan jatuh tempo (seperti: bunga dan sewa), saat
yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa teknik
atau jasa manajemen atau jasa lainnya).
Penyetoran Pajak
PPh Pasal 23 disetor Pemotong Pajak paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah
bulan saat terutang pajak.
Pelaporan dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara mengisi SPT Masa PPh Pasal 23, lalu
bisa melaporkannya melalui fitur lapor pajak online. Jatuh tempo pelaporan adalah tanggal 20,
sebulan setelah bulan terutang pajak penghasilan 23.
PPh UKMM ( PP 23/2018 )
Subjek Pajak :
Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki
peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 dalam 1 (satu) Tahun Pajak. Tidak termasuk
objek pajak PP 23 adalah:
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan
dengan pekerjaan bebas;
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang atau telah
dibayar di luar negeri;
3. Penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan
4. Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.\
Tarif Pajak Penghasilan PP 23 tahun 2018 ini sebesar 0,5% dari jumlah peredaran bruto setiap
bulan dan bersifat final.
1. disetor sendiri oleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu; atau
2. dipotong atau dipungut oleh Pemotong atau Pemungut Pajak dalam hal Wajib Pajak
bersangkutan melakukan transaksi dengan pihak yang ditunjuk sebagai Pemotong atau
Pemungut Pajak.
Jangka waktu tertentu pengenaan Pajak Penghasilan Final UMKM yaitu paling lama:
1. Tahun Pajak Wajib Pajak terdaftar, bagi Wajib Pajak yang terdaftar sejak 1 Juli 2018,
atau
2. Tahun Pajak 2018, bagi Wajib Pajak yang telah terdaftar sebelum 1 Juli 2018.
Gunanya Surat Keterangan adalah agar Wajib Pajak dipotong PPh Finl 0,5% saat bertransaksi
dengan pemotong atau pemungut. Jika tidak menunjukkan Surat Keterangan WP UMKM ini,
pemotong atau pemungut akan memotong PPh Pasal 22 atau PPh Pasal 23 tergantung objek
pajaknya.
Persyaratan:
Surat Keterangan atau penolakan permohonan diterbitkan dalam jangka waktu 3 hari kerja sejak
permohonan diterima.
Surat keterangan berlaku sampai dengan jangka waktu sesuai diatur dalam PP 23, kecuali:
WP yang tidak memilih PPh final UMKM ini dapat menyampaikan Surat pemberitahuan ke:
KPP tempat WP Pusat terdaftar, KP2KP atau KPP Mikro yang berada dibawah wilayah kerja
KPP Pusat terdaftar,
Saluran tertentu yang ditetapkan DJP
Setelah menyampaikan surat ini, kewajiban perpajakan WP tidak lagi PPh Final,melainkan
ketentuan PPh Umum (PPh Pasal 25) dan berlaku untuk Tahun Pajak berikutnya. Ketentuan
rincinya sebagai berikut:
1. WP yang masa Januari 2018 sd Juni 2018 dikenai PPh Umum, dapat dikenai PPh umum
sd akhir Tahun Pajak 2018 dengan cara menyampaikan surat pemberitahuan paling
lambat tgl 31 Desember 2018.
2. WP terdaftar tgl 1 Juli 2018 – 31 Des 2018, dapat dikenai PPh umum mulai Tahun Pajak
terdaftar (tahun pajak 2018) dengan cara menyampaikan pemberitahuan paling lambat tgl
31 Desember 2018.
3. WP terdaftar sejak 1 Januari 2019 dan seterusnya, dapat dikenai PPh umum mulai Tahun
Pajak terdaftar dengan cara menyampaikan surat pemberitahuan saat pendaftaran NPWP.
Jawaban: Besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan
sebesar Rp150.000. PPh Pasal 22 = 1,5% x harga pembelian tidak termasuk PPN. Atas
pembelian barang yang dananya berasal dari belanja negara atau belanja daerah yang
dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah:
Pada 10 Mei 2015, PT Dahlia mengumumkan akan membagikan dividen melalui Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS), dan melakukan pembayaran dividen tunai kepada PT Melati sebesar
Rp30.000.000 yang melakukan penyertaan modal sebesal 15%.
Saat terutang: akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Mei 2015