Anda di halaman 1dari 17

Pph pasal 22

Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh
Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan sa tu pihak
terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. PPh Pasal 22
dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap “menguntungkan”, sehingga baik
penjual maupun pembelinya dapat menerima keuntungan dari perdagangan.

Objek PPh Pasal 22

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 34/PMK.010/2017 tentang


Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan
Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain, berikut yang
menjadi objek PPh Pasal 22:

1. Impor barang dan ekspor

Kegiatan impor dan ekspor barang yang dilakukan eksportir dan dikenakan PPh Pasal 22
diantaranya barang komoditas: 1) Tambang batubara 2) Mineral logam 3) Mineral bukan logam

2. Pembayaran atas pembelian barang

Pembayaran atas pembelian barang yang dikenakan PPh Pasal 22 ini adalah yang dilakukan oleh
bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada:

1) Pemerintah Pusat 2) Pemerintah Daerah 3) Instansi atau lembaga Pemerintah 3) Lembaga-


lembaga negara lainnya

3. Pembayaran atas pembelian barang

Pembayaran atas pembelian barang yang dikenakan PPh Pasal 22 adalah yang dilakukan dengan
mekanisme Uang Persediaan (UP) yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran.
4. Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga. Pembayaran atas pembelian barang
kepada pihak ketiga yang dikenai PPh Pasal 22 adalah dengan mekanisme: 1) Pembayaran
langsung (LS) oleh KPA. 2) Pejabat penerbit surat perintah membayar yang diberi delegasi oleh
KPA

5. Pembayaran atas pembelian barang untuk BUMN

Pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang dikenai PPh Pasal 22 adalah untuk keperluan kegiatan usahanya.

6. Penjualan hasil produksi kepada distributor

Penjualan hasil produksi kepada distributor yang dikenai PPh Pasal 22 adalah distributor di
dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha:

1. Industri semen
2. Industri kertas
3. Industri baja
4. Merupakan industri hulu
5. Industri otomotif
6. Industri farmasi

7. Penjualan kendaraan bermotor

Penjualan kendaraan bermotor yang dikenakan PPh Pasal 22 adalah penjualan di dalam negeri
oleh: 1) Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM). 2) Agen Pemegang Merek (APM) 3) Importir
umum kendaraan bermotor.

8. Penjualan Migas

Penjualan migas yang dikenakan PPh Pasal 22 oleh produsen atau importir ini di antaranya:

1) Bahan bakar minyak 2) Bahan bakar gas 3) Pelumas


9. Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul

Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengepul yang dikenakan PPh Pasal 22 ini adalah untuk
keperluan industrinya atau ekspornya oleh industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor:

1. Kehutanan
2. Perkebunan
3. Pertanian
4. Peternakan
5. Perikanan

10. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah

Penjualan barang yang tergolong sangat mewah yang dikenakan PPh Pasal 22 ini adalah
dilakukan oleh wajib pajak badan.

Tarif PPh Pasal 22

Besar tarif pajak penghasilan pasal 22 menurut UU PPh dan diatur dalam PMK No. 34/2017
adalah:

1. Tarif PPh Pasal 22 sebesar 2,5% dan 7,5% atas Impor


Tarif pajak penghasilan pasal 22 ini untuk pajak penghasilan atas impor barang dengan
rincian sebagai berikut:
1. Tarif pembebanan tunggal sebesar 10% dari nilai impor, dengan atau tanpa
menggunakan API untuk barang tertentu yang tercantum dalam Lampiran I PMK
34/2017.
2. Importir yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API): 2,5% dari nilai impor.
3. Importir non-API: 7,5% dari nilai impor.
4. Importir yang tidak dikuasai: 7,5% dari harga jual lelang.
2. Tarif PPh Pasal 22 sebesar 1,5% atas Pembelian
Besar tarif pajak penghasilan pasal 22 sebesar 1,5 persen dari harga pembelian barang
tidak termasuk PPN dan tidak final. Pembelian barang ini dilakukan oleh:
1. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Kementerian Keuangan
2. Bendahara Pemerintah
3. BUMN/BUMD (Badan Usaha Milik Daerah)
3. Tarif PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Tertentu
Tarif pajak penghasilan pasal 22 atas penjualan hasil produksi ini ditetapkan berdasarkan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak (KEP) yang dihitung dari Dasar Pengenaan Pajak
(DPP) PPN dan bersifat tidak final, di antaranya:
1. Kertas: 0.1% dari DPP PPN
2. Semen: 0.25% dari DPP PPN
3. Baja: 0.3% dari DPP PPN
4. Otomotif: 0.45% dari DPP PPN
5. Semua jenis obat: 0,3% dari DPP PPN
DPP adalah harga jual, nilai ekspor/impor, penggantian, atau nilai yang dipakai
sebagai dasar dari perhitungan besarnya pajak yang terutang.
DPP ini merupakan nilai dasar yang digunakan untuk menghitung pajak terutang
seperti PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2), dan PPN.
4. Tarif PPh Pasal 22 Hasil Produksi Migas
Pengenaan pajak penghasilan pasal 22 dari hasil produksi atau penyerahan barang oleh
produsen/importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah:
1. 0,25% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada stasiun pengisian
bahan bakar umum yang menjual BBM yang dibeli dari Pertamina atau anak usaha
Pertamina
2. 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada stasiun pengisian
bahan bakar umum yang menjual bakar minyak yang dibeli selain dari Pertamina atau
anak perusahaan Pertamina
3. 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada pihak yang dibeli
dari Pertamina maupun selain dari Pertamina atau anak usaha Pertamina.
4. 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk bahan bakar gas
5. 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk pelumas
5. Tarif PPh Pasal 22 sebesar 0,25% atas Pembelian Bahan untuk Industri
Besar tarif pajak penghasilan pasal 22 sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak
termasuk PPN ini atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari
pedagang pengumpul. Di antaranya pembelian hasil kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur.
6. Tarif PPh Pasal 22 sebesar 0,5% atas Impor Komoditas
Tarif pajak penghasilan pasal 22 sebesar 0,5 persen dari nilai impor ini berlaku untuk
impor beberapa komoditas seperti kedelai, gandum, dan tepung terigu, oleh importir yang
menggunakan API.
7. Tarif PPh Pasal 22 sebesar 1,5% atas Ekspor Komoditas Tambang
Tarif pajak penghasilan pasal 22 sebesar 1,5% dari nilai ekspor ini berlaku untuk ekspor
komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, sesuai uraian
barang dan pos tarif (HS/Harmonized System) oleh eksportir yang terikat dalam
perjanjian kerjasama pengusaha pertambangan dan Kontrak Karya (KK).
8. Tarif PPh Pasal 22 sebesar 0,45% atas Penjualan Kendaraan Bermotor
Tarif pajak penghasilan pasal 22 sebesar 0,45% dari DPP PPN ini berlaku atas penjualan
kendaraan bermotor di dalam negeri oleh ATPM, APM, dan importir umum kendaraan
bermotor, tidak termasuk alat berat.
9. Tarif PPh Pasal 22 sebesar 0,45% atas Penjualan Emas Batangan
Tarif pajak penghasilan pasal 22 sebesar 0,45% dari harga jual emas batangan ini berlaku
atas penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melakukan penjualan.
10. Tarif PPh Pasal 22 Barang Mewah
Sesuai Pasal 2 ayat (2) PMK 29/2019 ini, besar pajak penghasilan pasal 22 yang dipungut
pada saat melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah adalah:
1. Tarif PPh Pasal 22 sebesar 1% atas Penjualan Barang Mewah
Tarif PPh 22 sebesar 1 persen dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atas barang ini untuk:
1. Rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari
Rp30 miliar atau luas bangunan lebih dari 400 meter persegi
2. Apartemen, kondominium dan sejenisnya, dengan harga jual atau pengalihannya
lebih dari Rp30 miliar atau luas bangunan lebih dari 150 meter persegi
2. Tarif PPh Pasal 22 sebesar 5% atas Penjualan Barang Mewah
Tarif PPh 22 sebesar 5 persen dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM atas
barang ini berlaku untuk:
1. Pesawat terbang pribadi dan helicopter
2. Kapal pesiar, yacht dan sejenisnya
3. Kendaraan bermotor roda 4 pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa
sedan, jeep, SUV, MPV, minibus dan sejenisnya, dengan harga jual lebih dari
Rp2 miliar atau dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000cc
4. Kendaraan bermotor roda 2 dan 3 dengan harga jual lebih dari Rp300 juta atau
dengan kapasitas silinder lebih dari 250cc
5. Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea
Masuk (BM) yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk
dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan kepabeanan di bidang impor.
6. Jika wajib pajak tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka akan
dikenakan tarif 100% daripada tarif umum PPh Pasal 22 yang berlaku.

Pemungut PPh Pasal 22

UU PPh No. 7 Tahun 1983 yang beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008,
pemungut PPh Pasal 22 ini adalah wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang
tergolong sangat mewah.

1. Wajib Pajak Badan Pemungut PPh Pasal 22:


1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) atas objek PPh Pasal 22
impor barang.
2. Bendara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak
pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian
barang.
3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang
dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP).
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar
yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan
mekanisme pembayaran langsung (LS)
5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal
dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi:
1. PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan
Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT
Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk.,
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama
Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero)
2. Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas
pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
6. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul
untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara,
mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang
izin usaha pertambangan.
2. Perusahaan Swasta yang Wajib Memungut PPh Pasal 22 saat Penjualan

1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri
baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada
distributor di dalam negeri.
2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir
umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri.
3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas.
4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang merupakan industri
hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi antara hulu dan industri hilir.
5. Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
1. Mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan;
2. Menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
6. Sesuai dengan PMK No. 92/PMK.03/2019, pemerintah menambahkan pemungut PPh
Pasal 22 dengan wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong
sangat mewah.

Saat Terhitung dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan Pasal 22

Tata Cara Pemungutan PPh Pasal 22

Tata cara pemungutan dan penyetoran PPh Pasal 22 ini juga diatur dalam Pasal 5 PMK No.
34/PMK.010/2017, yakni:

1. Pemungutan PPh Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan penyetoran ke kas
negara melalui Pos Persepsi, Bank Devisa Persepsi, atau Bank Persepsi yang ditunjuk
Menteri Keuangan, oleh:
1. Importir yang bersangkutan
2. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)
2. Pemungutan PPh Pasal 22 atas ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam dan
mineral bukan logam dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh eksportir yang
bersangkutan ke kas negara melalui Pos Persepsi, Bank Devisa Persepsi, atau Bank
Persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
3. Pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak (bendahara
pemerintah, KPA, bendahara pengeluaran, pejabat penerbit SPM) wajib disetor oleh
pemungut ke kas negara melalui Pos Persepsi, Bank Devisa Persepsi, atau Bank Persepsi
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
(SSP) yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.
4. Pemungutan PPh Pasal 22 oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j , dan huruf k PMK 16/2016
wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Pos Persepsi, Bank Devisa Persepsi,

Tata Cara Penyetoran PPh Pasal 22

Masih berdasarkan ketentuan dalam Pasal 6 Perdirjen PER-3/PJ/2015 ini, tata cara penyetoran
PPh Pasal 22 ini adalah:

1. Penyetoran PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh eksportir komoditas tambang batubara,
mineral logam dan mineral bukan logam, dilakukan menggunakan SSP dengan ketentuan
dalam kolom ‘Uraian Pembayaran’ diisi ‘Nomor Pengajuan Pemberitahuan Ekspor
Barang’.
2. Terhadap bukti penyetoran pajak yang dilakukan oleh eksportir tersebut, DJBC
melakukan pemeriksaan formil bukti penyetoran pajak itu sebagai dokumen pelengkap
pemberitahuan pabean ekspor dan dijadikan dasar pelayanan ekspor.
3. Bukti penyetoran pajak yang digunakan sebagai dokumen pelengkap pemberitahuan
pabean ekspor adalah SSP yang telah tertera Nomor Transaksi Penerimaan Negara
(NTPN). Eksportir wajib mengisi Lembar Lanjutan Pemberitahuan Ekspor Barang
(LLPEB) sesuai ketentuan sebagai berikut:
1. Dalam kolom ‘Jenis Dokumen’ diisi dengan SSP
2. Dalam kolom ‘Nomor Dokumen’ diisi dengan NTPN yang tertera dalam SSP
3. Dalam kolom ‘Tanggal Dokumen’ diisi dengan tanggal NTPN

Berikutnya, ketentuan cara penyetoran PPh Pasal 22 dalam Pasal 6 PMK No. 34/PMK.010/2017
ini disebutkan:

1. Penyetoran PPh Pasal 22 oleh importir, eksportir komoditas tambang batubara, mineral
logam, dan mineral bukan logam, DJBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1)
huruf a dan Pasal ayat (1) huruf b, dan pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (1) huruf b, c, dan huruf d, dalam PMK 34/2017 ini dilakukan menggunakan
formulir Surat Setoran Pajak, Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak dalam rangka impor
(SSPCP) dan/atau Bukti Penerimaan Negara yang berlaku sebagai bukti pemungutan
pajak.
2. Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g,
huruf h, huruf i, huruf j, dan huruf k wajib menerbitkan Bukti Pemungutan (Bukti
Potong) PPh Pasal 22 dalam rangkap 3, yaitu:
1. Lembar kesatu untuk Wajib Pajak yang dipungut.
2. Lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) yang dilampirkan pada Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 22.
3. Lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.

Cara Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 22

Tata cara pelaporan SPT Masa PPh Pasal 22 diatur dan sesuai Lampiran III.1 Perdirjen No. PER-
53/PJ/2009. penyampaian SPT Masa PPh Pasal 22 berdasarkan PMK No. 224/PMK.011/2012
melalui:

1. e-SPT Masa PPh Pasal 22


2. Dengan cara melakukan install atau update e-SPT Masa PPh Pasal 22
3. Memasukkan tarif PPh Pasal 22 atas penjualan BBM, gas, dan pelumas (baik final
maupun tidak final) berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf c PMK-224/2012 dengan
ketentuan salah satu saja yang dimasukkan
Penyampaian SPT Masa PPh Pasal 22

Pada umumnya, ketentuan penyampaian SPT Masa adalah:

1. Batas waktu penyampaian SPT Masa adalah paling lama 20 hari setelah akhir Tahun
Pajak:
2. Tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat
atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling lama 15 hari setelah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.
3. Tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran pajak, dan pelaporan pajak untuk SPT
Masa, yaitu:
1. Jika tanggal jatuh tempo pembayaran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk
hari sabtu atau hari libur nasional, maka pembayaran pajak dapat dilakukan pada hari
kerja berikutnya.
2. Jika tanggal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu
atau hari libur nasional, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
3. Hari libur nasional termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan pemilihan
umum yang ditetapkan oleh pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang
ditetapkan oleh pemerintah.

Sedangkan batas waktu pembayaran, penyetoran, atau pelaporan pajak untuk SPT Masa PPh
Pasal 22, adalah:
Pph Pasal 23

Objek PPh Pasal 23

Objek jenis PPh atau pajak penghasilan pasal 23 ini di antaranya:

1. Dividen
2. Bunga
3. Royalti
4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain kepada Orang Pribadi
5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah
dan/atau bangunan
6. Imbalan sehubungan dengan jasa industri, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Subjek yang dikenakan PPh 23

Jenis PPh Pasal 23 ini dikenakan pada:

1. Wajib pajak dalam negeri


2. BUT

Subjek pemotong PPh 23

Pihak atau subjek yang memungut atau memotong jenis PPh Pasal 23 terbagi menjadi dua
kategori, yakni:

1. Pemotong PPh 23 Bentuk Badan


2. Badan pemerintah
3. Subjek pajak badan dalam negeri
4. Penyelenggara kegiatan
5. Bentuk usaha tetap
6. Atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
Pemotong PPh 23 oleh Orang Pribadi

Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri (hanya memotong PPh Pasal 23 atas sewa saja) yang
ditunjuk sebagai pemotong jenis PPh 23.

1. Harus ada Surat Keputusan Penunjukan (SKP) yang diterbitkan oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak (KPP), namun tidak ada format baku yang tersedia, yaitu:
1. Akuntan
2. Arsitek
3. Dokter
4. Notaris
2. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah camat, pengacara,
dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas
3. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.

Saat Terhutang, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23/26

Saat Pemotongan

Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 UU PPh dilakukan pada akhir bulan dibayarkannya
penghasilan, disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau jatuh temponya pembayaran
penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.

Saat Terutang

Saat terutangnya Pajak Penghasilan Pasal 23 UU PPh adalah pada saat pembayaran, saat
disediakan untuk dibayarkan (seperti: dividen) dan jatuh tempo (seperti: bunga dan sewa), saat
yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa teknik
atau jasa manajemen atau jasa lainnya).

Penyetoran Pajak

PPh Pasal 23 disetor Pemotong Pajak paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah
bulan saat terutang pajak.

Pelaporan dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara mengisi SPT Masa PPh Pasal 23, lalu
bisa melaporkannya melalui fitur lapor pajak online. Jatuh tempo pelaporan adalah tanggal 20,
sebulan setelah bulan terutang pajak penghasilan 23.
PPh UKMM ( PP 23/2018 )

Subjek Pajak :

1. Wajib Pajak orang pribadi; dan


2. Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan
terbatas, yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak
melebihi Rp 4.800.000.000,00 dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki
peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 dalam 1 (satu) Tahun Pajak. Tidak termasuk
objek pajak PP 23 adalah:

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan
dengan pekerjaan bebas;
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang atau telah
dibayar di luar negeri;
3. Penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan
4. Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.\

Cara Pembayaran PPh Final UMKM

Tarif Pajak Penghasilan PP 23 tahun 2018 ini sebesar 0,5% dari jumlah peredaran bruto setiap
bulan dan bersifat final.

Pajak Penghasilan terutang dilunasi dengan cara:

1. disetor sendiri oleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu; atau
2. dipotong atau dipungut oleh Pemotong atau Pemungut Pajak dalam hal Wajib Pajak
bersangkutan melakukan transaksi dengan pihak yang ditunjuk sebagai Pemotong atau
Pemungut Pajak.

Jangka Waktu PPh Final UMKM

Jangka waktu tertentu pengenaan Pajak Penghasilan Final UMKM yaitu paling lama:

1. 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi;


2. 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan
komanditer, atau firma; dan
3. 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas.
Jangka waktu terhitung sejak:

1. Tahun Pajak Wajib Pajak terdaftar, bagi Wajib Pajak yang terdaftar sejak 1 Juli 2018,
atau
2. Tahun Pajak 2018, bagi Wajib Pajak yang telah terdaftar sebelum 1 Juli 2018.

Surat Keterangan PP 23 tahun 2018

Gunanya Surat Keterangan adalah agar Wajib Pajak dipotong PPh Finl 0,5% saat bertransaksi
dengan pemotong atau pemungut. Jika tidak menunjukkan Surat Keterangan WP UMKM ini,
pemotong atau pemungut akan memotong PPh Pasal 22 atau PPh Pasal 23 tergantung objek
pajaknya.

Permohonan Surat Keterangan diajukan ke:

1. KPP tempat WP Pusat terdaftar


2. KP2KP atau KPP Mikro yang berada dibawah wilayah kerja KPP Pusat terdaftar;
3. Saluran tertentu yang ditetapkan DJP (single login pajak.go.id)

Persyaratan:

1. Permohonan ditandatangani oleh WP


2. Telah menyampaikan SPT Tahunan terakhir, kecuali WP baru atau WP yang tidak wajib
SPT Tahunan.
3. Memenuhi kriteria subjek PP 23

Surat Keterangan atau penolakan permohonan diterbitkan dalam jangka waktu 3 hari kerja sejak
permohonan diterima.

Surat keterangan berlaku sampai dengan jangka waktu sesuai diatur dalam PP 23, kecuali:

1. WP memilih dikenai ketentuan umum PPh sebelum jangka waktu berakhir


2. Tidak lagi memenuhi kriteria subjek PP 23 (misal omset tahun kedua CV melebihi 4,8
milyar, maka tahun ketiga tidak boleh lagi menggunakan ketentuan PP 23 ini).

Surat Pemberitahuan tidak Memilih PP 23

WP yang tidak memilih PPh final UMKM ini dapat menyampaikan Surat pemberitahuan ke:

KPP tempat WP Pusat terdaftar, KP2KP atau KPP Mikro yang berada dibawah wilayah kerja
KPP Pusat terdaftar,
Saluran tertentu yang ditetapkan DJP

Setelah menyampaikan surat ini, kewajiban perpajakan WP tidak lagi PPh Final,melainkan
ketentuan PPh Umum (PPh Pasal 25) dan berlaku untuk Tahun Pajak berikutnya. Ketentuan
rincinya sebagai berikut:

1. WP yang masa Januari 2018 sd Juni 2018 dikenai PPh Umum, dapat dikenai PPh umum
sd akhir Tahun Pajak 2018 dengan cara menyampaikan surat pemberitahuan paling
lambat tgl 31 Desember 2018.
2. WP terdaftar tgl 1 Juli 2018 – 31 Des 2018, dapat dikenai PPh umum mulai Tahun Pajak
terdaftar (tahun pajak 2018) dengan cara menyampaikan pemberitahuan paling lambat tgl
31 Desember 2018.
3. WP terdaftar sejak 1 Januari 2019 dan seterusnya, dapat dikenai PPh umum mulai Tahun
Pajak terdaftar dengan cara menyampaikan surat pemberitahuan saat pendaftaran NPWP.

Kasus PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23/26

PPh Pasal 22 Contoh Kasus

Perhitungan PPh Pasal 22 atas Pembelian Barang oleh Instansi Pemerintah

No Diketahui Nilai (Rp)

1 Nilai kontrak termasuk PPN Rp11.000.000

2 DPP (100/110) x Rp11.000.000 Rp10.000.000

3 PPN dipungut (10% dari DPP) Rp1.000.000

4 PPh Pasal 22 yang dipungut (1,5% x Rp10.000.000) Rp150.000


PT DTC berkedudukan di Jakarta, menjadi pemasok alat-alat tulis kantor bagi Dinas Pendidikan
Kota Tangerang Selatan. Pada tanggal 1 Oktober 2015, PT DTC melakukan penyerahan barang
kena pajak dengan nilai kontrak sebesar Rp11.000.000 (nilai sudah termasuk PPN). Maka,
berapakah PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan?

Jawaban: Besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan
sebesar Rp150.000. PPh Pasal 22 = 1,5% x harga pembelian tidak termasuk PPN. Atas
pembelian barang yang dananya berasal dari belanja negara atau belanja daerah yang
dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah:

1. Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah)


yang meliputi jumlah kurang dari Rp1.000.000,00.
2. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak,listrik,gas,air minum/PDAM, dan
benda-benda pos.
3. Pembayaran/ pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh kantor Perbendaharaan
dan Kas Negara.

PPh 23 Contoh Kasus

Perhitungan PPh Pasal 23 atas Dividen

Pada 10 Mei 2015, PT Dahlia mengumumkan akan membagikan dividen melalui Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS), dan melakukan pembayaran dividen tunai kepada PT Melati sebesar
Rp30.000.000 yang melakukan penyertaan modal sebesal 15%.

Jawab: PPh Pasal 23 = 15% x Rp30.000.000 = Rp4.500.000

Saat terutang: akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Mei 2015

Saat penyetoran: paling lambat 10 Juni 2015

Saat pelaporan: paling lambat 20 Juni 2015

Anda mungkin juga menyukai