Beberapa sekte dalam Yudaisme terbentuk selama jenjang waktu 400 tahun
peralihan dari Perjanjian Lama ke masa Perjanjian Baru, ketika Allah dianggap tidak
berfirman lagi, dimana didalam tradisi Kristiani disebut sebagai masa dunia antar
perjanjian atau masa Intertestamental. Beberapa diantaranya sangatlah dominan
membentuk dan menajamkan Yudaisme sebagai agama yang presisi dan berpengaruh
pada saat itu. Sekte-sekte tersebut antara lain adalah:
1. Sekte Farisi.
Kata ‘Farisi’ berasal dari akar kata ‘Parash’ yang bermakna memisahkan.
Sekte ini dikenal sebagai golongan puritan di dalam Yudaisme yang ingin
menghindari segala bentuk kejahatan dan menaati seluruh hukum lisan
maupun tulisan secara absolut sampai sedetail-detailnya. Sekte Farisi
terbentuk setelah masa pemberontakan Makabe dan muncul dari kalangan
Hasidim, yaitu golongan Shamai dan golongan Hillel yang merupakan
golongan kaum menengah (para tukang dan pedagang) yang memiliki
pengaruh yang luas serta memiliki banyak pengikut di dalam masyarakat.
Titik kekuatan mereka adalah Sekolah Shamai dan Sekolah Hillel yang
mengajarkan ilmu tafsir tradisi oral para Rabi Yahudi (yang dikemudian hari
dikompilasikan menjadi kitab Talmud yang terdiri dari Mishnah dan Gemara).
Yesus Kristus paling sering bersitegang dengan sekte ini dalam hal tafsir
terhadap Torah. Sekte Farisi mewariskan harapan Mesianik di dalam konsep
eskatologisnya. Menurut ajaran mereka, Mesias yang dinantikan akan datang
dan membuat Israel menjadi bebas dan termahsyur di bumi.
1
2. Sekte Saduki.
Makna dari nama sekte ini adalah para penjaga Torah, integritas moral, dan
kebenaran. Nama sekte ini diambil dari imam Zadok yang diangkat oleh Raja
Salomo setelah memecat imam Abyatar, semenjak itu keluarga imam Zadok
menjadi imam turun temurun di Israel. Anggota dari sekte ini adalah para
imam, para bangsawan, dan orang-orang kaya. Orang-orang miskin tidak
dapat menjadi anggota sekte ini.
Sekte Saduki menolak tradisi pengajaran para Rabi dan hanya mengakui
tulisan-tulisan Musa, yakni kitab Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan
Ulangan saja. Mereka tidak percaya akan kebangkitann orang mati,
mementingkan kehidupan materi saja serta menjabat sebagai Imam Besar di
Bait Suci Herodes saat itu.
4. Sekte Zelot.
Pada tahun ke-6 Masehi, seorang yang bernama Yudas dari Galilea, bersama
anggota kelompoknya melakukan pemberontakan yang berujung kegagalan
tragis. Sejak saat itu, anggota kelompok ini membentuk suatu partai yang
bernama Zelot dengan harapan akan melakukan revolusi pada saatnya nanti.
2
Makna dari partai ini berarti golongan yang berusaha keras untuk menaati
peraturan-peraturan agama Yahudi dan melestarikan Torah. Mereka selalu
membawa belati kecil dibalik jubah mereka untuk melakukan pembunuhan
terhadap para simpatisan Romawi. Aktivitas mereka yang radikal ini
bereskalasi terhadap penghancuran Bait Allah dan Yerusalem pada tahun 70
Masehi nantinya. Konsep eskatologis sekte Zelot juga berada diseputar
konsep harapan Mesianik yang akan datang dan membebaskan mereka secara
politis dan militer.
5. Sekte Herodian.
Anggota sekte ini para loyalis yang melayani kerajaan Herodes dan
keluarganya. Mereka menyatukan kebudayaan Yunani dan ajaran Yudaisme
menjadi satu partai serta mengajarkan bahwa Kerajaan Allah telah tergenapi
di dalam kerajaan Herodes. Konsep eskatologis sekte ini tidaklah jelas.
3
terhadap institusi-institusi Kekristenan yang resmi di Indonesia, misalnya
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI).
Dari sisi eskatologis, pandangan gerakan ini masih terbagi kedalam pandangan
eskatologis Kristen pada umumnya, selain karena belum memiliki sistematika doktrin
yang fundamental, gerakan ini mudah sekali terpecah kedalam bentukan kelompok-
kelompok yang baru karena perbedaan-perbedaan tafsir yang ada. Inilah fakta dari
Gerakan Nama Suci di Indonesia.
Secara umum, sistematika Eskatologis di dalam Kekristenan, sama dengan
Yudaisme, juga menekankan kepada konsep Mesianik. Perbedaan yang nyata adalah
bahwa konsep Mesianik Yudaisme masih bersifat harapan untuk yang akan datang,
sedangkan konsep Mesianik di dalam Kekristenan bersifat telah digenapi dan akan
digenapi kembali melalui kedatangan Sang Mesias Yesus Kristus untuk yang kedua
kalinya. Hal ini dikarenakan antara Yudaisme dan Kekristenan terdapat akar filosofis
keyakinan yang berbeda. Judaism belives in guilt, karena tidak lagi memiliki Bait
Suci, maka Yudaisme tidak lagi dapat melakukan upacara penghapusan dosa di hari
raya Yom Kippur. Sampai detik ini, Yudaisme tidak lagi memiliki keyakinan
sepenuhnya bahwa Allah mengampuni dosa dan pelanggaran mereka. Sedangkan
Christianity believes in love. Kekristenan percaya akan pengampunan dosa di dalam
Yesus Kristus yang sebenarnya adalah Seorang Pria dan seorang Rabi Yahudi pula.