EKU114M
KEPEMIMPINAN
Disusun oleh:
Kelompok 13
Dosen Pengampu:
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya
lah kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Kepemimpinan” ini dengan baik
dan lancer. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap teman-teman sekelompok dan
pihak-pihak lain yang terlah berpatisipasi dengan memberikan pemikiran dan materinya untuk
makalah kami ini.
Kami tentunya mengharapkan agar makalah ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan untuk teman-teman pembaca khususnya mahasiswa dalam hal pengetahuan
terhadap materi kepemimpinan. Bahkan kami harap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
membuat pembaca memahami dengan baik dan mengembangkannya serta mempraktikannya
di dalam dunia manajemen.
Kami yakin masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untun itu kami sangat mengharapkan
pemakluman, kritik, dan saran dari pembaca demi kesuksesan makalah ini.
Kelompok 13
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan
REFERENSI
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Menjadi seorang atasan bukanlah perkara yang mudah, terlebih menjadi pemimpin
harus dituntut memiliki performa dan menjadi contoh bagi karyawan lainnya. Seorang
atasan yang baik dan efektif mampu mendorong bawahannya menjadi lebih baik dan
mampu bekerja secara maksimal untuk perusahaan. Bila dihadapkan pada suatu persoalan
pemimpin seperti ini bisa dengan tenang menyelesaikannya dan menjauhkan perusahaan
dari resiko yang merugikan baik secara materiil maupun non material. Berikut beberapa hal
yang perlu dicermati untuk menjadi sosok pemimpin yang mampu diandalkan:
2. Kecerdasan emosional
Poin yang kedua adalah pemimpin perlu memiliki kecerdasan emosional. Selain
kredibilitas dan argumen logis seorang pemimpin juga perlu mengontrol emosinya agar
mampu menetapkan sikap pada segala kondisi yang membawa nama baik dirinya dan
perusahaan. Selain kemampuan ternyata karakter juga poin utama seseorang bisa
diangkat menjadi seorang atasan. Karakter ini bahkan bisa lebih mahal harganya
dibanding hardskill. Adanya kecerdasan emosional mampu memahami dampak
perilaku terhadap orang lain. Terlebih kecerdasan emosional ini bukanlah kemampuan
yang bisa dipelajari begitu saja layaknya pelajaran di sekolah sehingga semakin dini
seorang pemimpin dapat menjadi seseorang yang mampu diandalkan.
Seorang pemimpin juga harus menjadi pendengar yang baik sehingga ia bisa
menjadi teman siapa saja. Tidak bersikap bossy dan menempatkan ketegasan pada
kondisi tertentu. Alhasil ia mampu memberikan arahan kepada bawahannya untuk
menemukan solusi yang tepat. Tidak hanya sebagai pemimpin dalam perusahaan
namun atasan yang mendengarkan dengan baik mampu memahami kesulitan orang lain
serta lebih membumi.
2.2 PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
1. Rata-rata pembawaan manusia malas atau tidak menyukai pekerjaan dan akan
menghindarinya bila mungkin.
2. Karena karakteristik manusia tersebut, orang harus dipaksa, diawasi, diarahkan,
atau diancam dengan hukuman agar mereka menjalankan tugas untuk mencapai
tujuan-tujuan organisasi.
3. Rata-rata manusia lebih menyukai diarahkan, ingin menghindari tanggung jawab,
mempunyai ambisi relatif kecil, dan menginginkan keamanan/jaminan hidup di atas
segalanya.
Anggapan-anggapan Teori Y:
1. Penggunaan usaha fisik dan mental dalam bekerja adalah kodrat manusia, seperti
bermain atau istirahat.
2. Pengawasan dan ancaman hukuman eksternal bukanlah satu-satunya cara untuk
mengarahkan usaha pencapaian tujuan organisasi. Orang akan melakukan
pengendalian diri dan pengarahan diri untuk mencapai tujuan yang telah
disetujuinya.
3. Keterikatan pada tujuan merupakan fungsi dari penghargaan yang berhubungan
dengan prestasi mereka.
4. Rata-rata manusia, dalam kondisi yang layak, belajar tidak hanya untuk menerima
tetapi mencari tanggung jawab.
5. Ada kapasitas besar untuk melakukan imajinasi, kecerdikan dan kreativitas dalam
penyelesaian masalah-masalah organisasi yang secara luas tersebar pada seluruh
karyawan.
6. Potensi intelektual rata-rata manusia hanya digunakan sebagian saja dalam kondisi
kehidupan industri modern.
Sistem 4, adalah yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana
organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan keputusan-keputusan kerja
dibuat oleh kelompok. Bila manajer secara formal yang membuat keputusan, mereka
melakukan setelah memperitimbangkan saran-saran dan pendapat dari para anggota
kelompok. Untuk memotivasi bawahan, manajer tidak hanya menggunakan
penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepada
bawahan perasaan dibutuhkan dan penting.
Manajer 1. I., pada sudut kiri bawah dalam kisi-kisi, digambarkan sebagai
seorang manajer yang "turun takhta" - perhatian rendah terhadap karyawan terhadap
produksi atau tugas. Ini adalah bentuk dari gaya manajemen laissez-faire.
Manajer 5.5., (disebut gaya middle of - the - road management atau organiation
man management) memperhatikan baik produksi maupun terhadap karyawan. Kadang-
kadang manajer tipe ini menggunakan pendekatan tawar-menawar implisit untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan.
Manajer 9.1., digambarkan sebagai seorang otokrat, pemegang tugas yang keras,
dengan berbagai karakteristik pengawasan tertutup. Manajemen tugas atau otoriter ini
perhatiannya terhadap produksi dan efisiensi tinggi tetapi terhadap karyawan rendah.
Tekanannya pada penyelesaian kerja-bila perlu dengan penerapan ketegangan tertentu.
Manajer 9.9. percaya bahwa saling memahami dan menyetujui tentang apa
tujuan-tujuan organisasi - dan cara-cara pencapaiannya adalah inti pengarahan kerja.
Manajemen team atau demokratik,ini memberikan perhatian penuh baik terhadap
produksi maupun semangat kerja dan kepuasan karyawan, melalui penggunaan
pendekatan partisipatif atau team dalam pelaksanaan pekerjaan. Blake dan Mouton
mengemukakan bahwa gaya manajemen 9.9. adalah tipe perilaku kepemimpinan yang
paling efektif. Pendekatan ini akan; dalam hamper semua situasi, menghasilkan
peningkatan prestasi, tingkat absensi dan perputaran karyawan rendah, dan kepuasan
kerja karyawan tinggi. Kisi-kisi manajerial dari Blake dan Mouton digunakan secara
meluas sebagai peralatan latihan.
Dari model ini dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi pemimpin yang paling
efektif, mereka perlu menyesuaikan gaya-gaya kepemimpinannya terhadap situasi. Dalam
situasi 1, 2, 7, dan 8, pendekatan otokratik mungkin akan paling efektif. Sedangkan dalam
situasi 3, 4, 5, dan 6, pendekatan yang lebih berorientasi hubungan akan paling efektif. Bila
pemimpin mempunyai keterbatasan dalam kemampuan mereka untuk mengubah
kepribadian dasar dan gaya kepemimpinannya harus diubah, atau pemimpin harus dipilih
yang gayanya cocok dengan situasi yang ada. Tetapi seharusnya pemimpin dapat
mengubah-ubah gaya kepemimpinan mereka untuk memenuhi persyaratan/kebutuhan
situasi tertentu dan seharusnya mereka dapat belajar menjadi pemimpin yang efektif.
2.5 PANDANGAN KONTEMPORER
Tiga hal yang perlu diidentifikasi sehubungan dengan perlu tidaknya substitusi terhadap peran
pemimpin dalam organisasi, yaitu:
a. Karakteristik bawahan
Jika struktur kerja atau pekerjaan baik, di mana jenis-jenis pekerjaan telah jelas,
deskripsinya jelas, prosedurnya jelas, hingga metode serta mekanismenya jelas dan lengkap,
maka bawahan tidak perlu menunggu arahan dari pimpinan, sehingga kelengkapan dan
kejelasan struktur kerja tadi telah dapat menggantikan peran pemimpin dalam organisasi,
paling tidak untuk pekerjaan-pekerjaan yang bersifat rutinitas.
c. Karakteristik organisasi
2. Kepemimpinan Karismatik
Karisma sendiri artinya suatu perilaku individu yang memberikan inspirasi, dukungan,
dan penerimaan bagi bawahan. Adapun yang dimaksud dengan kepemimpinan karismatik atau
charismatic leadership adalah kepemimpinan yang mengasumsikan bahwa karisma merupakan
karakteristik individu yang dimiliki oleh seorang pemimpin yang dapat membedakannya
dengan pemimpin yang lain, terutama dalam hal implikasi terhadap inspirasi, penerimaan, dan
dukungan para bawahan. Robert House termasuk orang yang pertama kali menyusun teori-teori
ilmiah mengenai kepemimpinan karismatik ini pada 1977. Menurut House, seorang pemimpin
karismatik haruslah memiliki kriteria sebagai seorang yang tinggi tingkat kepercayaan dirinya,
kuat keyakinan dan idealismenya, serta mampu memengaruhi orang lain. Selain itu, dirinya
haruslah mampu berkomunikasi secara persuasif dan memotivasi para bawahannya.
Griffin (2000) menjelaskan bahwa paling tidak, terdapat tiga elemen yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin karismatik, yaitu:
a. Mampu menyusun visi bagi masa depan, mampu menetapkan harapan yang tinggi, serta
mampu memberikan perilaku yang mendukung pencapaian harapan yang tinggi tersebut.
b. Mampu untuk memberikan kekuatan kepada orang lain untuk menunjukkan kinerja yang
baik dan terdorong untuk berprestasi, percaya diri, dan terdorong untuk meraih kesuksesan.
c. Mampu untuk membangun relasi dengan orang lain melalui dukungan, empati, dan
keyakinan akan kemampuan yang dimiliki orang lain.
3. Kepemimpinan Transformatif
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Sule, Ernie Tisnawati dan Saefullah, Kurniawan. 2019. Pengantar Manajemen Edisi Revisi.
Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP
Well, Fadli. 2020. Isu Kepemimpinan Sexy Abad 21: Government Leadership.
https://medium.com/@fadliwell/isu-kepemimpinan-sexy-abad-21-government-
leadership-ea1c86b36950. (diakses pada tanggal 16 Oktober 2020)