Anda di halaman 1dari 22

MANAJEMEN

EKU114M

KEPEMIMPINAN

Disusun oleh:

Kelompok 13

1. Ni Putu Windayanti (2007526271)


2. Viona Fenella (2007521275)

Dosen Pengampu:

Drs. Ida Bagus Badjra, M.M

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya
lah kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Kepemimpinan” ini dengan baik
dan lancer. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap teman-teman sekelompok dan
pihak-pihak lain yang terlah berpatisipasi dengan memberikan pemikiran dan materinya untuk
makalah kami ini.

Kami tentunya mengharapkan agar makalah ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan untuk teman-teman pembaca khususnya mahasiswa dalam hal pengetahuan
terhadap materi kepemimpinan. Bahkan kami harap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
membuat pembaca memahami dengan baik dan mengembangkannya serta mempraktikannya
di dalam dunia manajemen.

Kami yakin masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untun itu kami sangat mengharapkan
pemakluman, kritik, dan saran dari pembaca demi kesuksesan makalah ini.

Tabanan, 15 Oktober 2020

Kelompok 13
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Manfaat Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Menjadi Pemimpin yang Efektif


2.2 Pengertian Kepemimpinan
2.3 Teori Kepemimpinan
2.4 Pandangan Kontigensi Tentang Kepemimpinan
2.5 Pandangan Kontemporer
2.6 Isu Kepemimpinan pada Abad 21

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

REFERENSI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kepemimpinan memainkan peranan yang penting dalam suatu organisasi. Berhasil
tidaknya suatu organisasi salah satunya ditentukan oleh sumber daya yang ada di dalam
organisasi tersebut. Disamping itu faktor yang sangat penting adalah faktor kepemimpinan.
Peran utama faktor kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
Keberhasilan dari suatu kegiatan usaha pengembangan organisasi sebagian besar
ditentukan oleh kualitas kepemimpinannya atau pengelola dan komitmen pimpinan suatu
organisasi. Kepemimpinan merupakan suatu hal yang seharusnya dimiliki oleh pemimpin
organisasi. Efektivitas seorang pemimpin ditentukan oleh kepiawaiannya dalam
mempengaruhi dan mengarahkan para anggotanya.
Jika dikaitkan dengan lingkungan yang ada, maka kepemimpinan saat ini sangat
memerlukan kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan.
Kepemimpinan dan penyesuaian terhadap perubahan yang ada merupakan tantangan
terbesar bagi seorang pemimpin. Peranan seorang pemimpin dalam hubungan antar
manusia sangat terkait dengan sifat kepemimpinan yang ditampilkannya. Seorang
pemimpin diharapkan dapat menampilkan gaya kepemimpinan segala situasi serta kepada
bawahannya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan efektif adalah
kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi dari orang-orang yang
dipimpinnya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana menjadi pemimpin yang efektif?
2. Apa pengertian dari kepemimpinan?
3. Apa saja teori kepemimpinan itu?
4. Seperti apa pandangan kontigensi tentang kepemimpinan?
5. Seperti pandangan kontemporer itu?
6. Seperti apa isu kepemimpinan pada Abad 21?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1. Untuk mengetahui bagaimana menjadi pemimpin yang efektif.
2. Untuk mengetahui pengertian dari kepemimpinan.
3. Untuk mengetahui teori kepemimpinan.
4. Untuk mengetahui pandangan kontigensi tentang kepemimpinan.
5. Untuk mengetahui pandangan kontemporer.
6. Untuk mengetahui isu kepemimpinan pada Abad 21.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 MENJADI PEMIMPIN YANG EFEKTIF

Menjadi seorang atasan bukanlah perkara yang mudah, terlebih menjadi pemimpin
harus dituntut memiliki performa dan menjadi contoh bagi karyawan lainnya. Seorang
atasan yang baik dan efektif mampu mendorong bawahannya menjadi lebih baik dan
mampu bekerja secara maksimal untuk perusahaan. Bila dihadapkan pada suatu persoalan
pemimpin seperti ini bisa dengan tenang menyelesaikannya dan menjauhkan perusahaan
dari resiko yang merugikan baik secara materiil maupun non material. Berikut beberapa hal
yang perlu dicermati untuk menjadi sosok pemimpin yang mampu diandalkan:

1. Memiliki visi dan menjadi komunikator yang baik


Langkah pertama untuk menjadi seorang pemimpin yang baik dan efektif yaitu
perlunya memiliki visi dalam hidup. Apabila seseorang memiliki visi yang jelas maka
ia tak akan tersesat dan selalu terarah. Sebagai pemimpin pasti pernah mengalami
situasi dimana perlu mengambil keputusan yang cepat. Adanya visi ini akan menuntun
pemimpin pada keputusan yang tepat karena tujuan yang hendak diraih sudah
ditetapkan sedari dulu. Selain itu menjadi pemimpin juga harus bisa berkomunikasi
dengan baik. Pemimpin tidak hanya sebagai contoh bagi karyawan yang lain namun
juga representative dari perusahaan yang akan dinaungi. Selain mampu menjaga nama
baik perusahaan dimata klien, pemimpin juga mampu menjembatani antara karyawan
satu dengan lainnya atau dari atasan ke bawahan. Untuk itu seorang pemimpin perlu
paham siapa audiens dan bagaimana sebaiknya berbicara baik secara personal maupun
didepan banyak orang.

2. Kecerdasan emosional

Poin yang kedua adalah pemimpin perlu memiliki kecerdasan emosional. Selain
kredibilitas dan argumen logis seorang pemimpin juga perlu mengontrol emosinya agar
mampu menetapkan sikap pada segala kondisi yang membawa nama baik dirinya dan
perusahaan. Selain kemampuan ternyata karakter juga poin utama seseorang bisa
diangkat menjadi seorang atasan. Karakter ini bahkan bisa lebih mahal harganya
dibanding hardskill. Adanya kecerdasan emosional mampu memahami dampak
perilaku terhadap orang lain. Terlebih kecerdasan emosional ini bukanlah kemampuan
yang bisa dipelajari begitu saja layaknya pelajaran di sekolah sehingga semakin dini
seorang pemimpin dapat menjadi seseorang yang mampu diandalkan.

3. Memiliki bahasa manajemen dan agen perubahan

Seorang pemimpin juga dituntut memiliki bahasa manajemen berupa dasar –


dasar finansial. Tidak bisa dipungkiri bahwa keuangan merupakan bagian dari tujuan
suatu pekerjaan sehingga dengan mengerti dasar –dasar keuangan maka akan lebih
aman dan tidak mudah ditipu oleh orang lain. Selain itu dasar – dasar keuangan ini
dapat membantu seorang pemimpin untuk tahu bagaimana cara mengorganisir biaya
dan menerapkan kebijakan yang tepat bagi perusahaan.

Seorang pemimpin juga dituntut bisa menjadi agen perubahan bagi


perusahaannya. Bagaimana seseorang bisa berubah jika diri sendiri tidak memulainya.
Disinilah peran seorang pemimpin sesungguhnya yakni mampu mengajak bawahannya
menjadi pekerja yang lebih baik dan menjauhkan dari keyakinan negatif. Mulailah dari
diri sendiri baru dapat menjadi agen perubahan bagi orang lain.

4. Pendengar yang baik

Seorang pemimpin juga harus menjadi pendengar yang baik sehingga ia bisa
menjadi teman siapa saja. Tidak bersikap bossy dan menempatkan ketegasan pada
kondisi tertentu. Alhasil ia mampu memberikan arahan kepada bawahannya untuk
menemukan solusi yang tepat. Tidak hanya sebagai pemimpin dalam perusahaan
namun atasan yang mendengarkan dengan baik mampu memahami kesulitan orang lain
serta lebih membumi.
2.2 PENGERTIAN KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan dapat diartikan sebagai proses memengaruhi dan mengarahkan


para pegawai dalam melakukan pekerjaan yang telah ditugaskan kepada mereka.
Sebagaimana didefinisikan oleh Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995), kepemimpinan
adalah the process of directing and influencing the task-related activities of group members.
Kepemimpinan adalah proses dalam mengarahkan dan memengaruhi para anggota dalam
hal berbagai aktivitas yang harus dilakukan. Lebih jauh lagi, Griffin (2020) membagi
pengertian kepemimpinan menjadi dua konsep, yaitu sebagai proses dan sebagai atribut.
Sebagai proses, kepemimpinan difokuskan kepada apa yang dilakukan oleh apa yang
dilakukan oleh para pemimpin, yaitu proses di mana para pemimpin menggunakan
pengaruhnya untuk memperjelas tujuan organisasi bagi para pegawai, bawahan, atau yang
dipimpinnya, memotivasi mereka untuk mencapai tujuan tersebut, serta membantu
menciptakan suatu budaya produktif dalam organisasi. Adapun dari sisi atribut,
kepemimpinan adalah kumpulan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.
Oleh karena itu, pemimpin dapat didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki
kemampuan untuk memengaruhi perilaku orang lain tanpa menggunakan kekuatan,
sehingga orang-orang yang dipimpinnya menerima dirinya sebagai sosok yang layak
memimpin mereka.

2.2 TEORI KEPEMIMPINAN

1. TEORI X DAN TEORI Y DARI McGREGOR

Strategi kepemimpinan efektif yang mempergunakan manajemen partisipatif


dikemukakan oleh Douglas McGregor, dalam buku klasiknya, The Human Side of
Enterprise. Buku ini mempunyai dampak yang besar pada para manajer, sehingga
walaupun edisi pertamanya telah dipublikasikan lebih dari dua dekade, tetapi konsep-
konsepnya masih dipelajari dalam program-program pengembangan manajemen saat
ini. Konsep McGregor yang paling terkenal adalah bahwa strategi kepemimpinan
dipengaruhi oleh anggapan-anggapan seorang pemimpin tentang sifat dasar manusia.
Sebagai hasil pengalamannya menjadi konsultan McGregor menyimpulkan dua
kumpulan anggapan yang saling berlawanan yang dibuat oleh para manajer dalam
industri.
Anggapan-anggapan Teori X:

1. Rata-rata pembawaan manusia malas atau tidak menyukai pekerjaan dan akan
menghindarinya bila mungkin.
2. Karena karakteristik manusia tersebut, orang harus dipaksa, diawasi, diarahkan,
atau diancam dengan hukuman agar mereka menjalankan tugas untuk mencapai
tujuan-tujuan organisasi.
3. Rata-rata manusia lebih menyukai diarahkan, ingin menghindari tanggung jawab,
mempunyai ambisi relatif kecil, dan menginginkan keamanan/jaminan hidup di atas
segalanya.

Anggapan-anggapan Teori Y:

1. Penggunaan usaha fisik dan mental dalam bekerja adalah kodrat manusia, seperti
bermain atau istirahat.
2. Pengawasan dan ancaman hukuman eksternal bukanlah satu-satunya cara untuk
mengarahkan usaha pencapaian tujuan organisasi. Orang akan melakukan
pengendalian diri dan pengarahan diri untuk mencapai tujuan yang telah
disetujuinya.
3. Keterikatan pada tujuan merupakan fungsi dari penghargaan yang berhubungan
dengan prestasi mereka.
4. Rata-rata manusia, dalam kondisi yang layak, belajar tidak hanya untuk menerima
tetapi mencari tanggung jawab.
5. Ada kapasitas besar untuk melakukan imajinasi, kecerdikan dan kreativitas dalam
penyelesaian masalah-masalah organisasi yang secara luas tersebar pada seluruh
karyawan.
6. Potensi intelektual rata-rata manusia hanya digunakan sebagian saja dalam kondisi
kehidupan industri modern.

Seorang pemimpin yang menganut anggapan-anggapan teori X akan cenderung


menyukai gaya kepemimpinan otokratik. Sebaliknya pemimpin yang mengikuti teori Y
akan lebih menyukai gaya kepemimpinan partisipatif atau demokratik.
2. SISTEM MANAJEMEN DARI LIKERT

Penelitian kepemimpinan ini dilakukan oleh Lembaga Penelitian Sosial pada


University of Michigan. Rensis Likert dan para pembantunya telah melakukan studi
penelitian dalam beberapa pekerjaan yang berbeda untuk melihat apakah prinsip-
prinsip atau konsep-konsep kepemimpinan yang valid dapat diketemukan.Terdapat 4
sistem manajemen adri likert yaitu sebagai berikut:

Sistem 1, manajer membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja


dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metoda
pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan oleh manajer.

Sistem 2, manajer tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan


kebebasan untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut. Bawahan
juga diberi berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-
batas dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan.

Sistem 3, manajer menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah


setelah hal-hal itu di diskusikan terlebih dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat
membuat keputusan-keputusan mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas.
Penghargaan lebih digunakan untuk memotivasi bawahan dari pada ancaman hukum.

Sistem 4, adalah yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana
organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan keputusan-keputusan kerja
dibuat oleh kelompok. Bila manajer secara formal yang membuat keputusan, mereka
melakukan setelah memperitimbangkan saran-saran dan pendapat dari para anggota
kelompok. Untuk memotivasi bawahan, manajer tidak hanya menggunakan
penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepada
bawahan perasaan dibutuhkan dan penting.

3. KISI-KISI MANAJERIAL DARI BLAKE DAN MOUTON

Kisi-kisi manajerial (managerial grid) yang dikembangkan oleh Robert Blake


dan Jane Monton juga berkenaan dengan orientasi-orientasi manajer pada tugas
(produksi) dan karyawan (orang), serta kombinasi antara kedua ekstrim.
Gambar diatas menunjukkan suatu kisi-kisi atau jaringan dengan sumbu
horizontal perhatian terhadap produksi dan sumbu vertical perhatian terhadap karyawan;
di dalamnya tertera lima gaya kepemimpinan dasar. Perlu dicatat bahwa, secara teoritik,
penggunaan sistem sembilan-titik dalam kisi-kisi berarti dapat diidentifikasikan 81
kombinasi.

Manajer 1. I., pada sudut kiri bawah dalam kisi-kisi, digambarkan sebagai
seorang manajer yang "turun takhta" - perhatian rendah terhadap karyawan terhadap
produksi atau tugas. Ini adalah bentuk dari gaya manajemen laissez-faire.

Manajer 1.9., mempergunakan kepemimpinan santai, serba mengizinkan,


dengan tekanan pada pemeliharaan keuangan dan kepuasan karyawan. Manajer tipe ini
cenderung menghindari ketegangan dalam pelaksanaan pekerjaan, dengan perhatian
terhadap karyawan tinggi tetapi perhatian terhadap produksi rendah.

Manajer 5.5., (disebut gaya middle of - the - road management atau organiation
man management) memperhatikan baik produksi maupun terhadap karyawan. Kadang-
kadang manajer tipe ini menggunakan pendekatan tawar-menawar implisit untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan.
Manajer 9.1., digambarkan sebagai seorang otokrat, pemegang tugas yang keras,
dengan berbagai karakteristik pengawasan tertutup. Manajemen tugas atau otoriter ini
perhatiannya terhadap produksi dan efisiensi tinggi tetapi terhadap karyawan rendah.
Tekanannya pada penyelesaian kerja-bila perlu dengan penerapan ketegangan tertentu.

Manajer 9.9. percaya bahwa saling memahami dan menyetujui tentang apa
tujuan-tujuan organisasi - dan cara-cara pencapaiannya adalah inti pengarahan kerja.
Manajemen team atau demokratik,ini memberikan perhatian penuh baik terhadap
produksi maupun semangat kerja dan kepuasan karyawan, melalui penggunaan
pendekatan partisipatif atau team dalam pelaksanaan pekerjaan. Blake dan Mouton
mengemukakan bahwa gaya manajemen 9.9. adalah tipe perilaku kepemimpinan yang
paling efektif. Pendekatan ini akan; dalam hamper semua situasi, menghasilkan
peningkatan prestasi, tingkat absensi dan perputaran karyawan rendah, dan kepuasan
kerja karyawan tinggi. Kisi-kisi manajerial dari Blake dan Mouton digunakan secara
meluas sebagai peralatan latihan.

4. STUDI OHIO STATE

Seperti penelitian sebelumnya di University of Michigan, para peneliti Ohio


State University mengindentifikasikan dua kelompok perilaku yang mempengaruhi
efektivitas kepemimpinan-struktur pemrakarsaan (initiating structure) dan
pertimbangan (consideration). Faktor “consideration" menggambarkan hubungan yang
hangat antara atasan dan bawahan, adanya saling percaya, kekeluargaan dan
penghargaan terrhadap gagasan bawahan. "Initiating structure" menjelaskan bahwa
seorang pemimpin itu mengatur dan menentukan pola organisasi, komunikasi, struktur
peran dalam pencapaian tujuan organisasi dan cara pelaksanaannya.

Para peneliti mengidentifikasikan empat gaya kepemimpinan utama, seperti


yang ditunjukkan dalam gambar di bawah. Perhatikan antara kuadran Ohio State dan
Kisi-kisi manajerial. Mereka juga mengembangkan dua daftar pertanyaan yang berbeda
untuk mendiagnosa gaya-gaya kepemimpinan yang diterima oleh bawahan dan oleh
pemimpin.
Mereka menemukan bahwa tingkat perputaran karyawan adalah paling rendah
dan kepuasan karyawan tertinggi di bawah pemimpin yang tingkat pertimbangannya
tinggi. Sebaliknya, pemimpin yang tingkat pertimbangannya rendah dan struktur
pemrakarsaan tinggi menimbulkan keluhan dan tingkat perputaran karyawan yang
tinggi.

5. RANGKAIAN KESATUAN KEPEMIMPINAN TANNENBAUM DAN


SCHMIDT

Robert Tannenbaum dan Warren H. Schmidt adalah di antara teoritisi yang


menguraikan berbagai faktor yang mempengaruhi pilihan gaya kepemimpinan oleh
manajer. Mereka mengemukakan bahwa manajer harus mempertimbangkan tiga
kumpulan “kekuatan” sebelum melakukan pemilihan gaya kepemimpinan, yaitu:

Kekuatan-kekuatan dalam diri manajer. yang mencakup 1) nilai, 2) kepercayaan


terhadap bawahan, 3) kecenderungan kepemimpinannya sendiri, dan 4) perasaan aman
dan tidak aman.

Kekuatan-kekauatan dalam diri para bawahan, meliputi 1) kebutuhan mereka


akan kebebasan, 2) kebutuhan mereka akan peningkatan tanggung jawab, 3) apakah
mereka tertarik dalam dan mempunyai keahlian untuk penanganan masalah, dan 4)
harapan mereka mengenai keterlibatan dalam pembuatan keputusan.
Kekuatan-kekuatan dari situasi, mencakup 1) tipe organisasi, 2) efektivitas
kelompok, 3) desakan waktu, dan 4) sifat masalah itu sendiri.

Konsep Tannenbaum dan Schmidt ini disajikan sebagai suatu rangkaian


kesatuan kepemimpinan (leadership continuum), seperti ditunjukkan dalam gambar di
bawah. Pendekatan yang paling efektif sebagai menurut mereka, adalah sedapat
mungkin fleksibel, maupun memilih perilaku kepemimpinan yang dibutuhkan dalam
waktu dan tempat tertentu.

2.4 PANDANGAN KONTIGENSI TENTANG KEPEMIMPINAN

1. TEORI SIKLUS KEHIDUPAN DARI HERSEY DAN BLANCHARD

Teori kepemimpinan penting yang mempergunakan pendekatan "contingency"


adalah teori siklus kehidupan (life-cycle theory) dari Paul Hersey dan Kenneth Blanchard.9)
Teori ini sangat mempengaruhi oleh penelitian-penelitian kepemimpinan sebelumnya,
terutama studi Ohio State. Seperti Fiedler, Hersey dan Blanchard mempergunakan
pendekatan situasional - dengan satu perbedaan pokok. Mereka menekankan bahwa
penggunaan gaya adaptif oleh pemimpin tergantung pada diagnose yang mereka buat
terhadap situasi.

Konsep dasar teori siklus-kehidupan adalah bahwa strategi dan perilaku


pemimpin harus situasional dan terutama didasarkan pada kedewasaan atau
ketidakdewasaan para pengikut. Definisi-definisi berikut akan membantu untuk memahami
teori ini.

Kedewasaan (maturity) adalah kapasitas/kemampuan individu atau kelompok


untuk menetapkan tujuan tinggi tetapi dapat dicapai, dan keinginan dan kemampuan
mereka untuk mengambil tanggung jawab. Variabel-variabel kedewasaan ini yang
merupakan hasil dari Pendidikan dan/atau pengalaman, harus dipertimbangkan hanya
dalam hubungannya dengan tugas tertentu yang dilaksanakan.

Perilaku tugas adalah tingkat di mana pemimpin cenderung untuk


mengorganisasikan dan menentukan peranan-peranan para pengikut, menjelaskan setiap
kegiatan yang dilaksanakan, kapan, di mana, dan bagaimana tugas-tugas diselesaikan. Ini
tergantung pola-pola perancangan organisasi, saluran komunikasi, dan cara-cara
penyelesaian pekerjaan.

ngan individu atau para anggota kelompoknya. Ini mencakup b

Perilaku hubungan, berkenaan dengan hubungan pribadi pemimpin dengan


individua tau para anggota kelompoknya. Ini mencangkup besarnya dukungan yang
disediakan oleh pemimpin dan tingkat di mana pemimpin menggunakan komunikasi antar
pribadi dan perilaku pelayanan.

2. TEORI "CONTINGENCY" DARI FIEDLER

Suatu teori kepemimpinan yang kompleks dan menarik adalah contingency


model of leadership effectiveness dari Fred Fiedler.) Pada dasarnya, teori ini menyatakan
bahwa efektivitas suatu kelompok organisasi tergantung pada interaksi antara kepribadian
pemimpin dan situasi. Situasi, dirumuskan dengan dua karakteristik: 1) derajat situasi
dimana pemimpin menguasai, mengendalikan dan mempengaruhi situasi, dan 2) derajat
situasi yang menghadapkan manajer dengan ketidakpastian.

Fiedler mengidentifikasikan ketiga unsur dalam situasi kerja ini untuk


membantu menentukan gaya kepemimpinan mana yang akan efektif yaitu hubungan
pimpinan anggota, struktur tugas, dan posisi kekuasaan pemimpin yang didapatkan dari
wewenang formal. Studi Fiedler ini tidak melibatkan variabel-variabel situasional lainnya,
seperti motivasi dan nilai-nilai bawahan, pengalaman pemimpin dan anggota kelompok.

Situasi dinilai dalam istilah situasi yang menguntungkan atau tidak


menguntungkan. Situasi yang menguntungkan atau tidak menguntungkan apabila
dikombinasikan dengan gaya kepemimpinan berorientasi tugas akan efektif. Bila situasi
yang menguntungkan atau tidak menguntungkan hanya moderat, tipe pemimpin hubungan
manusiawi atau yang toleran dan ("lenient") akan sangat efektif. Gambar di bawah ini akan
memperjelas bagaimana gaya kepemimpinan efektif bervariasi dengan situasi.

Dari model ini dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi pemimpin yang paling
efektif, mereka perlu menyesuaikan gaya-gaya kepemimpinannya terhadap situasi. Dalam
situasi 1, 2, 7, dan 8, pendekatan otokratik mungkin akan paling efektif. Sedangkan dalam
situasi 3, 4, 5, dan 6, pendekatan yang lebih berorientasi hubungan akan paling efektif. Bila
pemimpin mempunyai keterbatasan dalam kemampuan mereka untuk mengubah
kepribadian dasar dan gaya kepemimpinannya harus diubah, atau pemimpin harus dipilih
yang gayanya cocok dengan situasi yang ada. Tetapi seharusnya pemimpin dapat
mengubah-ubah gaya kepemimpinan mereka untuk memenuhi persyaratan/kebutuhan
situasi tertentu dan seharusnya mereka dapat belajar menjadi pemimpin yang efektif.
2.5 PANDANGAN KONTEMPORER

Kepemimpinan kontemporer dapat disimpulkan kepemimpinan kontemporer


menekankan pemimpin sebagai pembentuk makna atau menggunakan kata-kata, gagasan dan
kehadiran fisik untuk mengendalikan bawahannya.

Teori Kepemimpinan kontemporer merupakan teori yang dikembangkan baru-baru ini,


ada beberapa teori kontemporer dalam kepemimpinan yang dapat disampaikan disini, yaitu.
Pendekatan Substitusi untuk Kepemimpinan, Kepemimpinan kharismatik, dan Kepemimpinan
transformatif.

1. Pendekatan Substitusi untuk Kepemimpinan

Yang dimaksud dengan pendekatan substitusi untuk kepemimpinan adalah sebuah


konsep yang mengidentifikasi situasi di mana peran kepemimpinan bersifat netral dan
cenderung tidak diperlukan serta bisa digantikan oleh karakteristik dari para bawahan,
pekerjaan, dan organisasi.

Tiga hal yang perlu diidentifikasi sehubungan dengan perlu tidaknya substitusi terhadap peran
pemimpin dalam organisasi, yaitu:

a. Karakteristik bawahan

Karakteristik bawahan yang memungkinkan mereka untuk tidak menunggu dahulu


arahan dari pimpinan adalah dilihat dari kemampuannya untuk melakukan pekerjaan di
lingkungan pekerjaannya tanpa bantuan orang lain, tingkat independensi yang tinggi, serta
memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaan yang diberikan.

b. Karakteristik struktur kerja atau tugas

Jika struktur kerja atau pekerjaan baik, di mana jenis-jenis pekerjaan telah jelas,
deskripsinya jelas, prosedurnya jelas, hingga metode serta mekanismenya jelas dan lengkap,
maka bawahan tidak perlu menunggu arahan dari pimpinan, sehingga kelengkapan dan
kejelasan struktur kerja tadi telah dapat menggantikan peran pemimpin dalam organisasi,
paling tidak untuk pekerjaan-pekerjaan yang bersifat rutinitas.

c. Karakteristik organisasi

Karakteristik organisasi yang memungkinkan peran pemimpin bersifat netral adalah


ketika berbagai mekanisme dan prosedur organisasi telah lengkap dan jelas serta dapat
dijalankan oleh setiap anggota organisasi. Kemudian juga sistem organisasinya pun bersifat
kaku, sistem kompensasinya jelas, prosedurnya relatif tetap, dan kurang fleksibel, atau juga
bersifat rutin, maka organisasi yang memiliki karakteristik seperti ini tidak perlu menunggu
arahan dari pemimpin. Para anggota akan dengan sendirinya menjalankan segala sesuatunya
karena sistem dan prosedurnya telah jelas.

2. Kepemimpinan Karismatik

Karisma sendiri artinya suatu perilaku individu yang memberikan inspirasi, dukungan,
dan penerimaan bagi bawahan. Adapun yang dimaksud dengan kepemimpinan karismatik atau
charismatic leadership adalah kepemimpinan yang mengasumsikan bahwa karisma merupakan
karakteristik individu yang dimiliki oleh seorang pemimpin yang dapat membedakannya
dengan pemimpin yang lain, terutama dalam hal implikasi terhadap inspirasi, penerimaan, dan
dukungan para bawahan. Robert House termasuk orang yang pertama kali menyusun teori-teori
ilmiah mengenai kepemimpinan karismatik ini pada 1977. Menurut House, seorang pemimpin
karismatik haruslah memiliki kriteria sebagai seorang yang tinggi tingkat kepercayaan dirinya,
kuat keyakinan dan idealismenya, serta mampu memengaruhi orang lain. Selain itu, dirinya
haruslah mampu berkomunikasi secara persuasif dan memotivasi para bawahannya.

Griffin (2000) menjelaskan bahwa paling tidak, terdapat tiga elemen yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin karismatik, yaitu:

a. Mampu menyusun visi bagi masa depan, mampu menetapkan harapan yang tinggi, serta
mampu memberikan perilaku yang mendukung pencapaian harapan yang tinggi tersebut.

b. Mampu untuk memberikan kekuatan kepada orang lain untuk menunjukkan kinerja yang
baik dan terdorong untuk berprestasi, percaya diri, dan terdorong untuk meraih kesuksesan.

c. Mampu untuk membangun relasi dengan orang lain melalui dukungan, empati, dan
keyakinan akan kemampuan yang dimiliki orang lain.

3. Kepemimpinan Transformatif

Perspektif lain mengenai kepemimpinan sebenarnya banyak sekali, di antara yang


pernah dikemukakan adalah kepemimpinan karismatik, kepemimpinan inspiratif,
kepemimpinan simbolis, dan kepemimpinan transformatif. Buku ini akan menutup mengenai
gaya kepemimpinan ini dengan kepemimpinan transformatif. Kepemimpinan transformatif
adalah gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh manajer atau pemimpin dimana kemampuannya
bersifat tidak umum dan diterjemahkan melalui kemampuan untuk merealisasikan misi,
mendorong para anggota untuk melakukan pembelajaran, serta mampu memberikan inspirasi
kepada bawahan mengenai berbagai hal baru yang perlu diketahui dan dikerjakan.
Transformatif pada dasarnya kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan, sehingga
esensi dari kepemimpinan transformative adalah kemampuan seorang pemimpin untuk
membawahi orang-orang dan organisasi untuk mampu berdaptasi dengan lingkungan untuk
kesuksesan di masa yang akan datang.

2.6 ISU KEPEMIMPINAN PADA ABAD 21

Maraknya perkembangan teknologi dan informasi pada era sekarang, membuat


semakin maraknya pula orang-orang yang sadar akan arti penting politik bagi kehidupan
bermasyarakat. Mau terlibat atau pun tidak, orang-orang yang memiliki kuasa akan
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan kita. Salah satu isu yang sexy sekali kalau kita
bicarakan yaitu soal pemerintahan. Mulai dari standar upah minimum pekerja sampe tarif listrik
pun tidak lepas dari perannya pemerintah.
Informasi yang mudah beredar ini tak hanya memberitakan hal-hal baik saja, namun
soal pengelolaan pemerintahan yang burukpun mudah beredar dan dibesar-besarkan.
Karenanya, Penyelenggaraan pemerintahan saat ini dan kedepan membutuhkan pemimpin
yang memiliki pemikiran baru tentang cara kepemimpinan publik. Selain itu, diperlukan
pendekatan yang lebih komprehensif dalam pengembangan kompetensi kepemimpinan
transformasional guna menghadapi tantangan yang akan terus ada.
Dalam bukunya, Stephen Covey mengartikan kepemimpinan abad ke-21 adalah
pemimpin yang memiliki kredibilitas, integritas, ketekunan, kerendahan hati, semangat
kepemimpinan berbasis pelayanan, dan memiliki kontribusi. Para pemimpin di pemerintahan
memiliki kepentingan untuk melakukan sebuah gebrakan dalam praktik penyelenggaraan
pelayanan kepada publik.
Menurut Philip J. Cooper (1998), desentralisasi (otonomi) merupakan salah satu
tantangan bagi pemerintah, disamping akuntabilitas, privatisasi, demokratisasi, dan
mengoptimalkan sumber daya daerah dengan teknologi tepat guna. Owen E. Hughes (1994)
juga menyatakan dalam desentralisasi (otonomi) merupakan tantangan dan kepentingan
pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan-permasalan yang dihadapi masyarakat.
Dari kedua pendapat tersebut, pemerintah memiliki arti penting. Pemerintah bukan
sekedar wadah atau alat, tetapi juga sebagai pelaku bahkan mengambil peran (role) dalam
pelayanan publik (Idi Jahidi, 2011). Dalam manajemen pelayanan publik, pemerintah harus
melakukan beberapa proses seperti planning, organizing, staffing, directing, coordinating,
reporting, dan budgeting untuk mencapai tujuannya, yaitu kepuasan masyarakat.
Para pimpinan memiliki kepentingan untuk melakukan pembaharuan dalam praktik
penyelenggaraan negara dan menghadapi tantangan ke depan. Pertimbangan tersebut
memperkuat untuk bersegera membangun paradigma baru kepemimpinan pemerintahan
Indonesia. Servant Leadership dan Ethik Leadership bisa menjadi salah satu solusi untuk
mengembangkan kepemimpinan kontemporer saat ini, khususnya di ranah pemerintahan
Istilah kepemimpinan pelayanan (servant leadership) bermula dari gagasan Robert K.
Greenleaf melalui essainya yang ditulis pada tahun 1970 berjudul “The Servant as Leadership”
(Spears and Lawrence, 2002: 18). Sejak saat itu konsep kepemimpinan pelayanan memiliki
pengaruh terhadap teori-teori dan praktik kepemimpinan modern yang dinilai cukup
berdampak.
Sedangkan Kepemimpinan etis (Ethik Leadership) dilatarbelakangi oleh adanya
pemikiran bahwa esensi dari kepemimpinan adalah pengaruh, sehingga para pemimpin yang
berkuasa apakah dapat menjalankan kekuasaan dan kepemimpinannya dengan bijaksana dan
baik.
Kepemimpin pelayanan (Servant Leadership) dan kepemimpinan etik (Ethik
Leadership) merupakan katalis perubahan dalam mengupayakan organisasi dan mengarahkan
bawahan melalui perubahan untuk pencapaian produktivitas kerja, tentunya dengan bantuan
teknologi, pemahaman globalisasi, ekonomi, dan juga ekspektasi masyarakat.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Seorang pemimpin yang efektif harus mempunyai keberanian untuk mengambil


keputusan dan memikul tanggung jawab atas akibat dan resiko yang timbul sebagai
konsekuensi daripada keputusan yang diambilnya tentunya dalam mengambil keputusan.
Seorang pemimpin harus mempunyai pengetahuan, keterampilan, informasi yang mendalam
dalam proses menyaring keputusan yang tepat. Disamping itu seorang pemimpin yang efektif
adalah seseorang yang dapat mempengaruhi dan mengarahkan segala tingkah laku dari
bawahan sedemikian rupa sehingga segala tingkah laku bawahan sesuai dengan keinginan
pimpinan yang bersangkutan. Untuk itu seorang pemimpin setidaknya harus memiliki kriteria-
kriteria tertentu, misalnya kemampuan bisa perceptive dan objektif.
Dalam mengarahkan dan memotivasi bawahan agar melakukan pekerjaan dengan sesuai,
seorang pemimpin bisa memilih suatu gaya kepemimpinan tertentu apakah gaya otokratis,
partisipatif, dan gaya free rein yang sesuai dengan situasi dan lingkungan para bawahan. Hanya
dengan jalan demikian pencapaian tujuan dapat terlaksana dengan efisien dan efektif.
Terdapat beberapa teori kepemimpinan yang dapat dijadikan pedoman baik bagi orang-
orang yang akan menjadi pemimpin maupun orang-orang yang berada di dalam organisasi
suatu perusahaan. Selain itu terdapat pendekatan dalam kepemimpinan yaitu pendekatan
kontigensi dan pendekatan kontemporer.
REFERENSI

Afriani, Mika. 2017. Makalah: Kepemimpinan Efektif.


http://mikafriani.blogspot.com/2017/12/makalah-kepemimpinan-efektif.html. (diakses
pada tanggal 16 Oktober 2020)

Anonim. 2015. Bagaimana Menjadi Pemimpin yang Baik dan Efektif.


https://moneytotem.com/bagaimana-menjadi-pemimpin-yang-baik-dan-efektif/.
(diakses pada tanggal 15 Oktober 2020).

Handoko, T. Hani. 2019. Manajemen Edisi 2. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta

Sule, Ernie Tisnawati dan Saefullah, Kurniawan. 2019. Pengantar Manajemen Edisi Revisi.
Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP

Well, Fadli. 2020. Isu Kepemimpinan Sexy Abad 21: Government Leadership.
https://medium.com/@fadliwell/isu-kepemimpinan-sexy-abad-21-government-
leadership-ea1c86b36950. (diakses pada tanggal 16 Oktober 2020)

Anda mungkin juga menyukai