Anda di halaman 1dari 27

MENENTUKAN DIET MAKANAN PADA PASIEN YANG MENDERITA

PENYAKIT KRONIS: KANKER KOLOREKTAL

Makalah Ini disusun oleh :


Kelompok 6

I Made Bagus Hariadana (1914320015)


Kadek Ayu Sareni Widiantari (1914320020)
Kadek Ayu Widiantari (1914320021)
Ni Kadek Derby Noviasita (1914320031)
Ni Kadek Riska Suariyanti (1914320035)
Rinni Teys Oktovin Sigilipu (1914320050)
Tri Atikah Puteri (1914320052)

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Menentukan diet
makanan pada pasien yang menderita penyakit kronis ( Kanker Kolorektal )” tepat pada
waktunya.
Tugas ini dapat terselesaikan bukanlah semata-mata atas usaha sendiri
melainkan berkat dorongan serta bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga penyusunan karya tulis ilmiah ini terselesaikan tepat pada waktunya,
yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu.
Kemajuan selalu menyertai segala sisi kehidupan menuju kearah yang lebih
baik, karenanya sumbangan saran untuk perbaikan sangat kami harapkan dan semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca yang

Denpasar, November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................4
Bab II.................................................................................................................................9
2.1. Definisi Kanker Menurut WHO dan Beberapa Para Ahli......................................9
2.2. Faktor Risiko Kanker Kolorektal..........................................................................11
2.3. Patofisiologi Kanker Kolorektal...........................................................................12
2.4. Penatalaksana........................................................................................................13
2.5. Gejala Kanker Kolorektal.....................................................................................15
2.6. Stadium Kanker Kolorektal..................................................................................16
2.7. Tata Laksana Pasien dengan Kanker Kolorektal..................................................17
2.8. Pola Diet...............................................................................................................18
BAB III............................................................................................................................22
3.1 Hasil dan Pembahasan...........................................................................................22
BAB IV............................................................................................................................25
4.1 Simpulan................................................................................................................25
4.2 Saran......................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit kanker saat ini menjadi masalah kesehatan di dunia maupun di
Indonesia. Kanker menjadi penyebab kematian kedua setelah penyakit kardiovaskular di
dunia dengan angka kejadian mencapai 13%. Menurut WHO tahun 2012 insidensi
kanker meningkat dari 12,7 juta kasus per tahun pada tahun 2008 menjadi 14,1 juta
kasus di tahun 2012. Jumlah kematian meningkat dari 7,6 juta jiwa pada tahun 2008
menjadi 8,2 juta jiwa pada tahun 2012.(WHO 2012) Menurut Riskesdas tahun 2013
angka kejadian kanker di Indonesia yaitu 1,4 per 1000 penduduk atau sekitar 33.000
jiwa dengan prevalensi kanker tertinggi berada pada Provinsi DI Yogyakarta, yaitu
sebesar 4,1%. Kanker merupakan penyakit yang disebabkan oleh peningkatan dan
pertumbuhan sel dalam tubuh secara tidak normal. Pertumbuhan dan pertambahan sel
kanker ini dapat bersifat destruktif atau merusak sel-sel sehat dengan cara menginfiltrasi
ke jaringan lain melalui pembuluh limfe atau pembuluh darah. Jenis – jenis kanker yaitu
kanker payudara, laring, paru, leukimia, pankreas, serviks dan salah satunya adalah
kanker kolorektal.
Kanker kolorektal merupakan salah satu jeniskanker yang terjadi pada mukosa
kolon di manapenyakit ini mempunyai angka morbiditas dan mor-talitas yang tinggi. Di
Indonesia sudah mulai banyak data menge-nai angka kejadian Kanker kolorektal.
Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, kanker kolorektal di Indonesia berada
pada peringkat 9 dari 10 peringkat utama penyakit kanker pasien rawat inap di seluruh
rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus sebanyak 1.810 dengan proporsi sebesar
4,92%. Berdasarkan data RumahSakit Kanker Dharmais tahun 2010, kanker kolorektal
masuk dalam 10 besar kanker tersering dimana kanker rektum menempati urutan
keenam dan kanker kolon menempati urutan kedelapan. Sel-sel kanker kolorektal juga
bisa menginvasidan merusak jaringan di sekitarnya dan yang terpen-ting adalah dapat
melakukan metastase ke jaringanatau organ lainnya. Kanker kolorektal
merupakankanker dengan frekuensi terbanyak ketiga diduniadan menempati peringkat
keempat sebagai penyebab kematian karena kanker di dunia.Insidensi pun-cak untuk
kanker kolorektal adalah usia 60 hingga70 tahun. Kurang dari 20% kasus terjadi pada
usiakurang dari 40 tahun, dan bila ditemukan pada usiamuda perlu dicurigai adanya
kolitis ulseratif atausalah satu dari sindrom poliposis. Sekitar 70–75% kanker kolorektal
terletak pada daerah rektosig-moid.14,17 Keadaan ini sesuai dengan lokasi polipkolitis
ulserativa di mana hampir 95% lokasi polipkolitis ulseratif berada di daerah rektum.
dapun beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian kanker kolorekta lyaitu: Umur,
Kanker kolorektal sering terjadi pada usia tua. Lebih dari 90% penyakit ini menimpa
penderita di atas usia 40 tahun, dengan insidensi puncak pada usia 60–70 tahun (lansia).
Hal ini dapat terjadi oleh karena dikaitkan dengan adanya mutasi DNAsel penyusun
dinding kolon terakumulasi sejalan dengan bertambahnya umur, serta adanya penurunan
sistem imunitas tubuh yang bertambahseiring dengan penambahan umur yang
ditandaidengan penurunan produksi imunoglobulin, konfi-gurasi limfosit dan reaksinya
dalam melawan infeksi berkurang dan penurunan kemampuan sistemimunitas tubuh
dalam mengenali benda asing yangmasuk dalam tubuh. Kanker kolorektal ditemukandi
bawah usia 40 tahun yaitu pada orang yangmemiliki riwayat kolitis ulseratifatau
polyposisfamilial.
Diet adalah pilihan makanan yang lazim dimakan seseorang atau populasi suatu
penduduk. Diet diperkirakan mempengaruhi 30%-50% kejadian kanker kolorektal di
seluruh dunia. Pada tahun 2007, World Cancer Research Fund (WCRF) bekerja sama
dengan American Institute For Cancer Research (AICR) merilis laporan yang
merangkum bukti ilmiah mengenai diet untuk pencegahan kanker. Studi tentang diet
dan penyakit kronis menunjukan faktor-faktor yang berkaitan, terutama kebiasaan
makan dan aktivitas fisik dapat menyebabkan dan meningkatkan risiko kanker.
Kebiasaan makan dengan pola konsumsi yang rendah serat, tinggi lemak, dan tinggi
protein berhubungan dengan peningkatan risiko kanker kolorektal. Dari banyak
penelitian epidemiologi yang telah dilakukan terlihat bahwa insiden penyakit kanker
kolorektal lebih tinggi pada kelompok dengan pola konsumsi tersebut. Serat makanan
berbanding terbalik dengan risiko kankerkolorektal, serta makanan berbanding terbalik
dengan risiko kanker kolorektal, serat makanan yang tinggi terbukti dalam pencegahan
kanker kolorektal. Hubungan antara konsumsi protein terutama protein hewani dengan
insiden beberapa jenis kanker tertentu telah diselidiki dalam studi epidemiologi. Namun
kolerasi antara konsumsi protein dengan kanker dipengaruhi oleh kolerasi yang tinggi
antara konsumsi protein dengan zat gizi lain terutama lemak. Lemak diduga merupakan
bahan toksik untuk mukosa kolon. Asupan tinggi lemak dari makanan dapa
meningkatkan risiko kanker usus. Diet merupakan faktor etiologi yang signifikan untuk
berkembangnya kanker kolorektal. Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan
bahwa di negara belum berkembang insidens kanker kolorektal lebih rendah
dibandingkan dengan negara industri, hal ini berhubungan dengan pola diet tinggi
lemak, tinggi protein, dan rendah serat. Lemak diduga merupakan bahan toksik untuk
mukosa kolon. Dari beberapa penelitian diduga ada elemen dalam diet yang juga
bersifat melindungi dari kanker ini seperti selenium, dithiothiones, tioeterdan karotenoid
yang mungkin bekerja sebagai antikarsinogen dengan mengurangi radikal bebas oksigen
pada permukaan mukosa kolon. Untuk diet ini The National Research
Councilmengeluarkan rekomendasi sebagai berikut : Mengurangi lemak dalam diet dari
40% ke 30% total kalori, meningkatkan konsumsi serat, membatasi garam dan makanan
asap., membatasi food additive, membatasi konsumsi alkohol.
Salah satu faktor risiko meningkatnya angka kejadian kasinoma kolorektal
adalah perubahan diet pada masyarakat. Diet rencah serat dan tinggi lemak diduga
meningkatkan risiko karsinoma kolorektal. Sejumlah penelitian epidemiologi
menunjukan diet tinggi serat berkolerasi negatif dengan risiko kanker kolorektal.
Seseorang dengan asupan rendah serat mempunyai risiko 11 kali lebih besar terkena
karsinoma kolorektal dibandingkan dengan tinggi serat. Sedangkan asupan serat harian
rata-rata orang Indonesia masih rendah sebesar 10,5 g/hari. Serat memberikan efek
protektif dari sel kanker dengan mempercepat waktu kontak antara karsinogen dan usus
besar saat penggumpalan feses,sehingga menipiskan karsinogen. Secara fisiologis, serat
makanan didefinisikan sebagai sisa sel tanaman yang resisten terhadap hidrolisis oleh
enzim pencernaan manusia, dan karena itu tidak dapat dicerna. Serat makanan
mempunyai komposisi yang kompleks dan sangat bervariasi. Kemampuan proteksi
terhadap timbulnya kanker kolorektal ini tidak sama untuk semua jenis serat, tergantung
pada jenis seratnya ada beberapa teori yang dikemukakan tentang bagaimana
mekanisme kerja serat dalam mencegah timbulnya kanker kolorektal, di antaranya:
Serat mungkin dapat mengurangi kontak antara substansi karsinogen dengan mukosa
usus, dengan cara meningkatkan massa feses atau dengan memperpendek waktu transit
isi usus melalui kolon dan rektum. Serat tak larut dapat meningkatkan massa feses
dengan kemampuannya mengasborpsi air. Serat larut dapat membentuk gel dan
mempunyai kapasitas menahan air yang lebih besar tetapi akan difermentasi oleh
bakteri kolon. Karena resisten terhadap degradasi serat tak larut lebih efektif menambah
massa feses dan memperpendek waktu transit dibanding dengan serat yang larut.
Adanya substrat fermentabel untuk bakteri kolon yang dapat mengubah spesies dan
jumlah bakteri atau mempengaruhi metabolismenya. Serat makanan mempengaruhi
aktivitas metabolisme mikroflora kolon. Diet vegetarian berhubungan dengan
perubahan pada enzim bakteri feses terutama -glukoronidase. Bakteri -glukoronidase
ini bertanggung jawab terhadap hidrolisis glukoronid conjugat di usus yang
menghasilkan bahan toksik dan karsinogen. Bakteri nitroreduktase dan azoreduktase
mempengaruhi komponen nitro dan azo yang mempunyai implikasi karsinogen. Jadi
Jumlah minimal asupan serat makanan yang dianjurkan adalah 25 g/hari. Untuk
individu yang mempunyai riwayat keluarga menderita kanker konsumsi serat yang
dianjurkan adalah 35-40 g/hari.
Kanker kolorektal bisa diobati dengan kemoterapi, radioterapi, dan tentunya
operasi pengangkatan sel kanker. Jika tidak dilakukan, sel kanker bisa menyebar dan
menyerang jaringan maupun organ sehat di sekitarnya. Pengobatan kanker maupun gaya
hidup sehat harus diterapkan pasien. Dengan begitu, gejala kanker kolorektal bisa
redakan dan kualitas hidup pasien akan jadi lebih baik. Salah satu yang menjadi
perhatian adalah aturan dan pantangan makanan yang dilarang untuk penderita kanker
kolorektal. Pasalnya, kanker kolorektal dan pengobatannya dapat memengaruhi cara
tubuh dalam mencerna makanan, cairan, dan menyerap nutrisi. Tidak semua makanan
boleh dikonsumsi oleh penderita kanker kolorektal. Dokter akan merekomendasikan
diet kanker yang menganjurkan pasien mengonsumsi banyak sayur, buah, kacang-
kacangan, dan biji-bijian. Deretan makanan ini kaya akan vitamin, mineral, protein,
serat, karbohidrat, dan lemak sehat. Pantangan makanan untuk penderita kanker harus
ditaati. Jika tidak, akan menimbulkan akibat seperti memicu munculnya gejala kanker
usus besar dan rektum. Pasien harus menghindari makanan yang tinggi gula dan
makanan olahan, seperti snack, daging asap/olahan, dan makanan siap saji. Mereka juga
harus menghindari makanan yang tinggi lemak jenuh, contohnya makanan yang
digoreng. Selain memerhatikan pilihan makanan, penderita kanker usus besar dan
rektum harus juga harus bisa mengatur waktu makanan. Mereka tidak bisa makan dalam
porsi besar sekaligus, mengingat usus besar mereka sedang bermasalah. Aturan diet
kanker terakhir adalah cukup minum air. Bukan hanya untuk mencegah dehidrasi,
terpenuhinya asupan cairan bisa meringankan sembelit yang dirasakan pasien kanker
usus. Selain itu, air juga menjaga sel-sel, organ, dan jaringan tubuh bekerja dengan
normal, selain itu perhatikan pola gaya hidup sehat bagi penderita kanker kolorektal
seperti rajin berolahraga, berhenti merokok dan jauhi asap rokok, tidak mengkonsumsi
alkohol tidur cukup dan kendalikan stress.
Bab II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kanker Menurut WHO dan Beberapa Para Ahli


Menurut WHO, kanker adalah istilah umum untuk satu kelompok besar penyakit
yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah lain yang digunakan adalah
tumor ganas dan neoplasma. Salah satu fitur mendefinisikan kanker adalah
pertumbuhan sel-sel baru secara abnormal yang tumbuh melampaui batas normal, dan
yang kemudian dapat menyerang bagian sebelah tubuh dan menyebar ke organ lain.
Menurut National Cancer Institute(2009), kanker adalah suatu istilah untuk penyakit
di mana sel-sel membelah secara abnormal tanpa kontrol dan dapat menyerang jaringan
di sekitarnya. Proses ini disebut metastasis. Metastasis merupakan penyebab utama
kematian akibat kanker (WHO, 2009).
Kanker adalah istilah umum yang dipakai untuk menunjukkan neoplasma ganas,
dan ada banyak tumor atau neoplasma lain yang tidak bersifat kanker (Priceet al., 2006).
Neoplasma secara harfiah berarti “pertumbuhan baru”. Suatu neoplasma, sesuai
definisi Wills, adalah “massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan
tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal serta terus demikian
walaupu n rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti” (Kumaret al.,
2007).
Istilah tumor kurang lebih merupakan sinonim dari istilah neoplasma. Semua istilah
tumor diartikan secara sederhana sebagai pembengkakan atau gumpalan, dan kadang-
kadang istilah “ tumor sejati” dipakai untuk membedakan neoplasma dengan gumpalan
lainnya. Neoplasma dapat dibedakan berdasarkan sifat-sifatnya; ada yang jinak, ada
pula yang ganas (Priceet al., 2006).
Kanker kolorektal adalah suatu tumor malignayang muncul dari jaringan epitel
darikolon atau rektum. Kanker kolorektal ditujukan pada tumor ganas yang ditemukan
di kolon danrektum.Kolon dan rektum adalah bagian dari usus besar pada sistem
pencernaan yang disebutjuga traktus gastrointestinal.Lebih jelasnya kolon berada
dibagian proksimal usus besar danrektum di bagian distal sekitar 5-7 cm di atas
anus.Kolon dan rektum berfungsi untukmenghasilkan energi bagi tubuh dan membuang
zat-zat yang tidak berguna.Di Indonesia, kanker kolorektal merupakan jenis kanker
ketiga terbanyak. Pada tahun2008, Indonesia menempati urutan keempat di Negara
ASEAN, denganincidence rate17,2 per100.000 penduduk dan angka ini diprediksikan
akan terus meningkat daritahun ke tahun.10Studi epidemiologi sebelumnya
menunjukkan bahwa usia pasien kanker kolorektal di Indonesialebih muda daripada
pasien kanker kolorektal di negara maju. Lebih dari 30% kasus didapatpada pasien yang
berumur 40 tahun atau lebih muda, sedangkan di negara maju, pasien yangumurnya
kurang dari 50 tahun hanya 2-8 % saja.
Sekitar 70–75%kanker kolorektal terletak pada daerah rektosigmoid. Keadaan ini
sesuaidengan lokasi polip kolitis ulserativa di mana hampir 95%lokasi polip kolitis
ulseratif berada didaerah rektum.Sekitar 10% kasus kankerkolorektal terletak pada
daerah sekum dan10%padadaerahkolon asendens.Secara makroskopis terdapat tiga tipe
karsinoma kolon dan rektum. Tipepolipoid atau vegetatif tumbuh menonjol ke dalam
lumen usus dan berbentuk bunga kolditemukan terutama di sekum dan kolon asendens.
Tipe skirus mengakibatkan penyempitansehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi,
terutama ditemukan di kolon desendens, sigmoid,dan rektum. Bentuk ulseratif terjadi
karena nekrosis di bagaian sentral terdapat di rektum.Padatahap lanjut sebagian besar
karsinoma kolon mengalami ulserasi menjadi tukak maligna.
Etiologi kanker kolorektal hingga saat ini masih belum diketahui.Penelitian saat
inimenunjukkan bahwa faktor genetik memiliki korelasi terbesar untuk kanker
kolorektal. Mutasidari genAdenomatousPolyposisColi(APC) adalah penyebabFamilial
Adenomatous polyposis(FAP), yang mempengaruhi individu membawa resiko hampir
100% mengembangkan kankerusus besar pada usia 40 tahun.Banyak faktor yang dapat
meningkatkanresiko terjadinya kanker kolorektal, diantaranyaadalah :
a. Diet tinggi lemak, rendah serat.Salah satu faktor risiko meningkatnya angka
kejadian karsinoma kolorektal adalahperubahan dietpada masyarakat. Diet
rendah serat dan tinggi lemak diduga meningkatkanrisiko karsinoma
kolorektal.Sejumlah penelitian epidemiologi menunjukkan diet tinggiserat
berkolerasi negatif dengan risiko kanker kolorektal.Seseorang dengan
asupanrendah serat mempunyai risiko 11 kali lebih besar terkena karsinoma
kolorektaldibandingkan dengan tinggi serat.Sedangkan asupan serat harian rata-
rata orangIndonesia masih rendah sebesar 10,5 g/hari.Serat memberikan efek
protektif dari selkanker dengan mempercepat waktu kontak antara karsinogen
dan usus besar saatpenggumpalan feses, sehingga menipiskandan
menonaktifkan karsinogen.Efek protektifjuga diperoleh dari antioksidan pada
sayur dan buah. Selain itu, asam lemak rantaipendek hasil fermentasi serat
meningkatkan diferensiasi sel atau menginduksi apoptosisb.
b. Usia lebih dari 50tahun.
c. Riwayat keluarga satu tingkat generasi dengan riwayat kanker kolorektal
mempunyairesiko lebih besar 3 kali lipat.
d. Familial polyposis coli, Gardner syndrome, dan Turcot syndrome. Pada semua
pasienini tanpa dilakukan kolektomi dapat berkembang menjadi kanker rektum.
e. Resiko sedikit meningkat pada pasienJuvenile polyposis syndrome, Peutz-
JegherssyndromedanMuir syndrome.
f. Terjadi pada 50 % pasien kanker kolorektal herediter nonpolyposis.
g. Inflammatory bowel disease.
h. Kolitis Ulseratif (resiko 30 % setelah berumur 25 tahun).
i. Crohn disease, berisiko 4 sampai 10 kali lipat

2.2. Faktor Risiko Kanker Kolorektal


Tumbuhnya sel-sel secara abnormal merupakan penyebab di balik semua
kanker, termasuk kanker kolorektal. Namun, hingga saat ini belum diketahui secara
pasti apa yang menyebabkan sel-sel tersebut berkembang secara tidak
terkendali.Meskipun penyebabnya belum diketahui, ada beberapa faktor yang dapat
memicu kanker kolorektal, yaitu:
 Usia. Risiko kanker kolorektal akan meningkat seiring bertambahnya usia.
Lebih dari 90% kasus kanker kolorektal dialami oleh seseorang berusia 50 tahun
atau lebih.
 Riwayat penyakit. Seseorang dengan riwayat penyakit kanker atau polip
kolorektal lebih mengalami penyakit kanker atau polip kolorektal.
 Penyakit genetik. Seseorang dengan penyakit yang diturunkan dari keluarga,
seperti sindrom Lynch, berisiko tinggi mengalami kanker kolorektal.
 Radang usus. Kanker kolorektal berisiko tinggi menyerang penderita kolitis
ulseratif atau penyakit Crohn.
 Gaya hidup. Kurang olahraga, kurang asupan serat dan buah-buahan, konsumsi
minuman beralkohol, obesitas atau berat badan berlebih, dan merokok
meningkatkan risiko kanker kolorektal.
 Radioterapi. Paparan radiasi pada area perut meningkatkan risiko kanker
kolorektal.
 Diabetes.

2.3. Patofisiologi Kanker Kolorektal


Patofisiologi kanker kolorektal dimulai dari transformasi sel epitel normal kolon
menjadi lesi prekanker dan pada akhirnya menjadi karsinoma invasif. Diduga proses
transformasi ini melibatkan mutasi genetik, baik bersifat somatik maupun turunan.Bukti
ilmiah menunjukkan bahwa kanker kolorektal sering kali terjadi dari polip adenomatosa
yang berubah menjadi invasif dalam waktu 10-15 tahun.Oleh karenanya, pengangkatan
polip adenomatosa dilaporkan mampu menurunkan risiko kanker kolorektal.Sejauh ini,
terdapat 3 jalur molekular utama yang dihubungkan dengan patofisiologi kanker
kolorektal, yaitu instabilitas kromosom, mismatch repair, dan hipermetilasi.
Instabilitas Kromosom
Bukti ilmiah menyebutkan bahwa 85% dari kanker kolorektal mengalami
instabilitas kromosom, yang meliputi jumlah kromosom dan perubahan struktur
kromosom.Instabilitas kromosom ini akan menyebabkan gangguan keseimbangan
terkait onkogen dan supresor tumor, sehingga menyebabkan pertumbuhan sel
yang abnormal.
Mismatch Repair
Sel dengan defisiensi DNA mismatch repair akan mengalami akumulasi error
genomik yang menyebabkan tingginya level instabilitas mikrosatelit. Instabilitas
mikrosatelit berbeda dengan instabilitas kromosom.Instabilitas mikrosatelit
ditandai dengan adanya lokus mikrosatelit tidak stabil minimal 30% pada 5-10
lokus yang terdiri dari traktus mono dan dinukleotida.Perubahan ini dilaporkan
ditemukan pada 15% kasus kanker kolorektal.
Hipermetilasi
Hipermetilasi pada DNA dapat mengaktivasi atau menginhibisi ekspresi berbagai
gen. Dalam kasus kanker kolorektal gen yang mengalami hipermetilasi adalah
BRAF dan MLH1.

2.4. Penatalaksana
Penatalaksanaan karsinoma kolorektal adalah sebagai berikut:
1. Bedah
Pembedahan adalah satu satunya cara yang telah secara luas diterima
sebagaipenanganan kuratif untuk kanker kolorektal. Pembedahan kuratif harus
mengeksisidengan batas yang luas dan maksimal tetapi juga harus tetap
mempertahankan fungsidari kolon sebisanya (Casciato DA, 2004).Pada tumor
yang bisa dioperasi, tindakanbedah merupakan satu-satunya pengobatan kuratif
karena adenokarsinoma kurangsensitif terhadap radiasi ataupun sitostatika.
Namun, pada tumor yang tidak dapatdioperasi lagi, tindakan bedah bersifat
paliatif.13Pilihan penanganan kanker rektummemerlukan ketepatan lokalisasi
tumor, karena itu untuk tujuan terapi rektum dibagidalam 3 bagian, yaitu 1/3
atas, 1/3 tengah, dan 1/3 bawah. Bagian 1/3 atas dibungkusoleh peritoneum pada
bagian anterior dan lateral, bagian 1/3 tengah dibungkusperitoneum hanya di
bagian anterior saja, dan bagian 1/3 bawah tidak dibungkusperitoneum.Lipatan
transversal rektum bagian tengah terletak +11cm dari garisanokutan dan
merupakan tanda patokan adanya peritoneum. Bagian rektum dibawahkatub
media disebut ampula rekti, dimana bila bagian ampula ini direseksi
makafrekuensi defekasi secara tajam akan meningkat. Hal ini merupakan faktor
pentingyang harus dipertimbangkan dalam memilih tindakan
pembedahan.Bagian pascaeriorrektum tidak ditutup peritoneum tetapi dibungkus
oleh lapisan tipis fasia pelvis yangdisebut fasia propria.Pada setiap sisi rektum di
bawah peritoneum terdapatpengumpulan fasia yang dikenal sebagai ligamen
lateral, yang menghubungkanrektum dengan fasia pelvis parietal.Letak ujung
bawah tumor pada kanker rektibiasanya dihitung dari berapa cm jarak tumor
tersebut dari garis anokutan.Pada hasil-hasil yang dilaporkan harus disebutkan
apakah pembagian tersebut dibuat denganendoskopi yang kaku atau fleksibel
dan apakah patokannya dari garis anokutan, lineadentata, atau cincin
anorektal.Bagian utama saluran limfatik rektum melewatisepanjang trunkus a.
hemoroidalis superior menuju a. mesenterika inferior.Hanyabeberapa saluran
limfe yang melewati sepanjang v. mesenterika inferior.Kelenjar Jurnal Averrous
Vol.5 No.2 November 2019Page76-88getah bening pararektal di atas
pertengahan katup rektum mengalir sepanjang cincinlimfatik hemoroidalis
superior. Di bawahnya (yaitu 7-8 cm diatas garis anokutan),beberapa saluran
limfemenuju ke lateral.Saluran-saluran limfe ini berhubungandengan kelenjar
getah bening sepanjang a.hemoroidalis media, fossa obturator,
dana.hipogastrika, serta a. iliaka komunis. Perjalanan saluran limfatik utama
pada kankerrekti adalah mengikuti pembulih darah rektum bagian atas menuju
kelenjar getahbening mesenterika inferior.Aliran limfatik rektum bagian tengah
dan bawah jugamengikuti pembuluh darah rektum bagian tengah dan berakhir di
kelenjar getah eningiliaka interna.Kanker rekti bagian bawahyang menjalar ke
anus kadang-kadang dapatbermetastase ke kelenjar inguinal superfisial karena
adanya hubungan dengan saluranlimfatik eferen yang menuju ke anus bagian
bawah.Kolektomi laparasokopikmerupakan pilihan penatalaksanaan bedah untuk
kanker kolorektal. Bukti-bukti yangdiperoleh dari beberapa uji acak terkontrol
dan penelitian kohort memperlihatkanbahwa bedah laparoskopik untuk kanker
kolorektal dapat dilakukan secara onkologisdan memiliki kelebihan
dibandingkan dengan bedah konvensional sepertiberkurangnya nyeri
pascaoperasi, penggunaan analgetika, lama rawat di rumah sakit,dan perdarahan.
2.5. Gejala Kanker Kolorektal
Gejala kanker kolorektal seringkali dirasakan oleh pasien ketika kanker sudah
berkembang jauh.Jenis gejalanya tergantung kepada ukuran dan lokasi tumbuhnya
kanker. Beberapa gejala yang dapat muncul, antara lain:
a. Diare atau sembelit
b. Perut terasa penuh
c. Ditemukannya darah (baik merah terang atau sangat gelap) di feses.
d. Feses yang dikeluarkan lebih sedikit dari biasanya.
e. Sering mengalami sakit perut, kram perut, atau perasaan penuh atau kembung.
f. Kehilangan berat badan tanpa alasan yang diketahui.
g. Merasa sangat lelah sepanjang waktu.
Gejala yang biasa timbul akibat manifestasi klinik dari karsinoma kolorektal
dibagimenjadi 2, yaitu :
1. Gejala subakut
Tumor yang berada di kolon kanan seringkali tidak menyebabkan
perubahan pada pola buangair besar (meskipun besar).Tumor yang
memproduksi mukus dapat menyebabkan diare. Pasienmungkin memperhatikan
perubahan warna feses menjadi gelap, tetapi tumor seringkalimenyebabkan
perdarahan samar yang tidak disadari oleh pasien. Kehilangan darah dalam
jangkawaktu yang lama dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.Ketika
seorang wanita postmenopouse atau seorang pria dewasa mengalami anemia
defisiensi besi, maka kemungkinankanker kolon harus dipikirkan dan
pemeriksaan yang tepat harus dilakukan.Karena perdarahanyang disebabkan
oleh tumor biasanya bersifat intermitten, hasil negatif dari tes occult blood tidak
Jurnal Averrous Vol.5 No.2 November 2019Page76-88dapat menyingkirkan
kemungkinan adanya kanker kolon.Sakit perut bagian bawah
biasanyaberhubungan dengan tumor yang berada pada kolon kiri, yang mereda
setelah buang air besar.Pasien ini biasanya menyadari adanya perubahan pada
pola buang air besar serta adanya darahyang berwarna merah keluar bersamaan
dengan buang air besar. Gejala lain yang jarang adalahpenurunan berat badan
dan demam. Meskipun kemungkinannya kecil tetapi kanker kolon dapatmenjadi
tempat utama intususepsi, sehingga jika ditemukan orang dewasa yang
mempunyaigejala obstruksi total atau parsial dengan intususepsi, kolonoskopi
dan double kontras bariumenema harus dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan kanker kolon.
2. Gejala akut
Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi,
sehingga jika ditemukanpasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka
kemungkinan besar penyebabnya adalah kanker.Obstruksi total muncul pada <
10% pasien dengan kanker kolon, tetapi hal ini adalah sebuahkeadaan darurat
yang membutuhkan penegakan diagnosis secara cepat dan penanganan
bedah.Pasien dengan total obstruksi mungkin mengeluhtidak bisa flatus atau
buang air besar, kramperut dan perut yang menegang.Jika obstruksi tersebut
tidak mendapat terapi maka akan terjadiiskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh
lagi nekrosis akan menyebabkan peritonitis dan sepsis.Perforasi juga
dapatterjadi pada tumor primer, dan hal ini dapat disalah artikan sebagai
akutdivertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika urinaria atau vagina
dan dapatmenunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria. Metastasis ke
hepar dapat menyebabkanpruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan
hal ini biasanya merupakan gejala pertamakaliyang muncul dari kanker kolon.

2.6. Stadium Kanker Kolorektal


Stadium 0: Kanker hanya ditemukan di lapisan terdalam dari kolon atau rektum.
Stadium ini juga dikenal sebagai prakanker, karena sel-sel kanker belum
berkembang dan menyebar.
Stadium I: Tumor telah tumbuh ke dinding bagian dalam kolon atau rektum,
tetapi tidak melewati dinding.
Stadium II: Tumor telah tumbuh lebih dalam ke atau melewati dinding kolon
atau rektum. Tumor mungkin telah menyerang jaringan terdekat, tetapi sel-sel
kanker belum menyebar ke kelenjar getah bening.
Stadium III: Tumor telah menyebar ke kelenjar getah bening di dekatnya, tetapi
tidak ke bagian lain dari tubuh.
Stadium IV: Kanker telah menyebar ke bagian lain dari tubuh, seperti hati atau
paru-paru.
Kekambuhan: Ini adalah kanker yang telah ditangani dan kembali muncul
setelah periode waktu tertentu. Penyakit ini dapat kembali di kolon atau rektum,
atau di bagian lain dari tubuh. Ada peluang bahwa kanker yang kambuh ini lebih
agresif dari biasanya.Tata Laksana Pasien dengan kanker kolorektal ( Ada terapi,
Pembedahan)

2.7. Tata Laksana Pasien dengan Kanker Kolorektal


Terapi
Kemoterapi merupakan terapi yang diberikan pada pasien kanker
kolorektal Jenis obat Kemoterapi Untuk kanker kolorektal antara lain, 5-
flurourasil, leucovorin, oxaliplatin, Capecitabine, atau kombinasi Dari obat-
obat tersebut.menyebabkan pasien mengalami nyeri, Nyeri merupakan suatu
pengalaman Yang tidak menyenangkan secara fisik dan emosional Akibat
adanya kerusakan jaringan,Nyeri akibat Efek samping obat kemoterapi yaitu
neuropati Dengan gejala kesemutan dan nyeri pada tangan dan Kaki. Nyeri
pasien kanker kolorektal Dengan terapi dirasakan dibeberapa tempat antara
lain, tungkai Atau kaki (52.2%), punggung (30.4%), pelvis/rektum/genitalia
(17.4%), lengan/tangan (17.4%), Abdomen (13%), and leher (8.7%),Faktor-
faktor yang mengakibatkan peningkatan nyeri yaitu naik Tangga (34.8%),
Berjalan (30.4%), mengangkat (21.7%), overextending (17.4%), berdiri (13%),
Berkemih/ Buang air besar (8.7%), tidur (8.7%), dan hal lain seperti diet, stres
dan cuaca (39%).
Pembedahan
Pertama-tama, dokter akan melakukan reseksi yaitu memotong bagian
kolon atau rektum yang ditumbuhi kanker Selain itu, jaringan dan kelenjar
getah bening di sekitar bagian usus yang terkena kanker juga akan diangkat
Selanjutnya akan dilanjutkan dengan langkah anastomosis, yaitu penyambungan
masing-masing ujung saluran cerna yang dipotong dengan cara dijahit Namun,
pada kasus kanker di mana bagian yang sehat hanya tersisa sedikit, anastomosis
sulit dilakukan. Jadi untuk mengatasi kondisi tersebut biasanya akan dilakukan
kolostomi, yaitu pembuatan lubang (stoma) di dinding perut. Stoma dibuat
tersambung ke ujung usus yang sudah dipotong, tujuannya untuk mengeluarkan
feses melalui dinding perut Feses yang keluar akan ditampung dalam sebuah
kantong yang ditempelkan pada bagian luar dinding perut.
Tujuan dari pembedahan kanker kolorektal adalah memperlancar saluran
pencernaan agar dapat Berfungsi sebagai mestinya. Tindakan pembedahan yang
dilakukan dapat memunculkan permasalahan Baru seperti infeksi, sepsis, nyeri
pasca operasi, dan mual muntah. Modulasi nutrisi perioperatif Mikrobiota usus
seperti probiotik makin lama makin banyak diterapkan sebagai strategi untuk
Mengurangi komplikasi infeksi pembedahan elektif dan mempercepat perbaikan
gejala pencernaan Seperti flatus dan keinginan.

2.8. Pola Diet


Diet berasal dari bahasa Yunani, yaitu diaita yang berarti cara hidup. Definisi
diet menurut tim kedokteran EGC tahun 1994 (dalam Hartantri, 1998) adalah kebiasaan
yang diperbolehkan dalam hal makanan dan minuman yang dimakan oleh seseorang
dari hari ke hari, terutama yang khusus dirancang untuk mencapai tujuan dan
memasukkan atau mengeluarkan bahan makanan tertentu.. Dapat kita simpulkan bahwa
diet adalah pilihan makanan yang lazim dimakan seseorang atau populasi suatu
penduduk dan diperkirakan mempengaruhi 30%- 50% kejadian kanker kolorektal di
seluruh dunia. Diet telah lama dianggap sebagai pengaruh lingkungan yang paling
penting pada kanker kolorektal, dan merupakan faktor risiko yang signifikan untuk
berkembangnya kanker kolorektal.
Hal ini berhubungan dengan diet tinggi lemak, tinggi protein, dan rendah serat.
Korelasi antara konsumsi protein dengan kanker dipengaruhi oleh korelasi yang tinggi
antara konsumsi protein dengan zat gizi lain terutama lemak. Lemak diduga merupakan
bahan toksik untuk mukosa kolon. Asupan tinggi lemak dari makanan dapat
meningkatkan risiko kanker usus. Diet merupakan faktor etiologi dan risiko yang
signifikan untuk berkembangnya kanker kolorektal.
Penderita kanker kolorektal dapat menjalankan pola diet dengan pengaturan
makan dan gaya hidup sehat seperti Mengkonsumsi sayur, buah, kacang-kacangan dan
biji-bijian karena deretan makanan ini kaya akan vitamin, mineral, protein, serat,
karbohidrat dan lemak sehat, salah satunya vitamin A menunjukkan manfaat untuk
kanker kolorektal, karena struktur kecil pada vitamin A, yakni retinoid dapat mencegah
memblokir gen HOXA5, sehingga  sel induk kanker usus besar tidak dapat tumbuh dan
menyebar.
Menghindari makanan yang tinggi gula dan makanan olahan juga harus
menghindari makanan yang tinggi lemak jenuh, makan sedikit tapi sering, cukup minum
air, rajin Olahraga, berhenti merokok/menjauhi asap rokok, berhenti minum alcohol dan
tidur yang cukup dan berkualitas. Pola diet untuk pasien berperan untuk mendukung
penyembuhan setelah operasi dan menjaga kesehatan pasien dalam jangka panjang.
Setelah menjalani operasi kolorektal, kemampuan tubuh pasien dalam mencerna
dan menyerap makanan tentu tidak sama dengan sebelumnya itulah mengapa pasien
kolorektal membutuhkan pola makan atau diet khusus. Pasien yang telah menjalani
operasi kanker usus besar dan rangkaian pengobatan kanker ini perlu
melaksanakan surveillance yang merupakan rangkaian pemeriksaan dan kontrol teratur
ke dokter dengan tujuan memantau perkembangan kanker. Surveillance ini tergantung
dari masing-masing dokter yang menangani. Selama sekitar 6-8 minggu setelah operasi,
pasien disarankan untuk hanya mengonsumsi makanan yang tawar dan rendah serat.
Setelah itu, pembengkakan pada usus diharapkan sudah membaik dan pasien bisa
kembali makan seperti biasa, tentunya secara perlahan dan dengan beberapa
penyesuaian. Berikut ini adalah anjuran yang biasanya diberikan oleh dokter terkait diet
untuk pasien kanker kolorektal adalah:
 Porsi makanan yang sedikit namun sering lebih dapat diterima oleh tubuh dan
akan mengurangi produksi gas dengan meningkatkan frekuensi makan hingga 3-
5 kali sehari dengan porsi yang lebih kecil.
 Menjadwalkan jam makan di waktu yang sama setiap harinya untuk membantu
usus beradaptasi dengan kondisi setelah kolostomi dan melancarkan pergerakan
usus.
 Mengunyah makanan secara perlahan hingga benar-benar lumat, untuk
mencegah penyumbatan di usus.
 Tidak menggunakan sedotan saat minum, mengurangi konsumsi permen karet,
dan menghentikan kebiasaan bicara saat makan, untuk mengurangi gas dalam
saluran cerna.
 Mencukupi kebutuhan cairan dengan minum air putih sekitar 8-10 gelas per hari,
namun jangan bersamaan dengan makan. Pasien kanker kolorektal berisiko
kehilangan air yang lebih banyak karena fungsi usus besar untuk menyerap air
akan berkurang.
 Membuat catatan terkait jenis makanan yang dikonsumsi, cara mengolahnya,
dan reaksi buruk yang muncul, misalnya diare, sembelit, kembung, atau nyeri
perut. Selain membantu pasien untuk memantau dietnya, catatan ini juga akan
membantu dokter gizi dalam memilih jenis makanan yang cocok bagi pasien.
Berikut ini adalah jenis makanan yang disarankan untuk pasien kolostomi dan cara
mengonsumsinya:
1. Susu dan produk olahannya
Beberapa pasien dapat mengalami intoleransi laktosa setelah menjalani
kolostomi, sehingga disarankan untuk mengonsumsi susu atau produk susu,
seperti keju dan yoghurt, secara perlahan.Batasi konsumsi susu murni
atau whole milk dan olahannya, dan ganti dengan susu skim atau susu rendah
lemak. Jika mengalami diare setelah mengonsumsi susu sapi dan produk
olahannya, gantilah dengan susu kedelai, susu almond, atau susu bebas laktosa.
2. Makanan berprotein tinggi
Daging tanpa lemak, ikan, dan daging unggas tanpa kulit merupakan sumber
protein hewani yang baik untuk pasien setelah menjalani kolostomi. Telur boleh
dikonsumsi, tapi jangan terlalu banyak, cukup satu butir sehari.
Kacang-kacangan dan jamur adalah sumber protein nabati yang baik, namun
pastikan untuk mengonsumsinya dalam jumlah sedikit dan mengunyahnya
hingga halus sempurna, untuk menghindari masalah pada usus.
3. Makanan rendah serat
Makanan rendah serat, seperti roti tawar dan nasi, baik untuk dikonsumsi pasien
kolostomi. Sedangkan makanan berserat tinggi, seperti nasi merah, quinoa, dan
roti gandum, sebaiknya dibatasi pada beberapa minggu awal setelah operasi, lalu
bisa mulai dikonsumsi satu per satu secara bertahap.
4. Sayuran
Jenis sayur yang dianjurkan adalah sayur tanpa kulit dan biji, seperti wortel,
buncis, tomat yang dikupas, dan selada. Sayur-sayuran tersebut harus dimasuk
dulu hingga matang. Sedangkan jenis sayur yang harus dihindari adalah bawang,
kembang kol, asparagus, brokoli, dan kubis, karena dapat meningkatkan
produksi gas.
5. Buah
Jenis buah yang baik untuk pasien kolostomi adalah pisang, semangka, dan
melon. Sementara apel, stroberi, bluberi, dan anggur boleh saja dikonsumsi,
asalkan dikupas dulu kulitnya.
6. Lemak
Pasien kolostomi dianjurkan untuk mengurangi konsumsi makanan berkadar
lemak tinggi, misalnya makanan yang digoreng atau daging yang berlemak,
karena dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada perut. Lemak yang
direkomendasikan adalah lemak sehat yang berasal dari minyak zaitun
dan minyak ikan.
7. Jenis minuman yang dikonsumsi oleh pasien kolostomi juga perlu diperhatikan.
Selain air putih, pasien kolostomi juga bisa mengonsumsi jus buah dan sayuran,
sesuai jenis yang telah direkomendasikan di atas.Sebaiknya batasi minuman
yang mengandung kafein, soda, atau banyak gula, karena dapat menyebabkan
gas berlebih. Guna membantu mencukupi kebutuhan elektrolit, pasien kolostomi
disarankan untuk mengonsumsi minuman berelektrolit.
8. Beberapa jenis makanan memang dapat menyebabkan keluhan pada pencernaan,
seperti produksi gas berlebih, kentut berbau busuk, diare, dan konstipasi, namun
setiap pasien memiliki reaksi yang berbeda terhadap jenis makanan tersebut.
9. Diet untuk pasien kolostomi memang membutuhkan penyesuaian. Untuk
mendapatkan jenis diet dan pola makan yang sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi tubuh, pasien kolostomi dapat berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter
gizi.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Hasil dan Pembahasan
Kanker adalah istilah umum untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat
mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah lain yang digunakan adalah tumor ganas
dan neoplasma. Salah satu fitur mendefinisikan kanker adalah pertumbuhan sel-sel baru
secara abnormal yang tumbuh melampaui batas normal, dan yang kemudian dapat
menyerang bagian sebelah tubuh dan menyebar ke organ lain. Istilah tumor kurang lebih
merupakan sinonim dari istilah neoplasma. Semua istilah tumor diartikan secara
sederhana sebagai pembengkakan atau gumpalan, dan kadang-kadang istilah “tumor
sejati” dipakai untuk membedakan neoplasma dengan gumpalan lainnya. Neoplasma
dapat dibedakan berdasarkan sifat-sifatnya; ada yang jinak, ada pula yang ganas.
Kanker kolorektal adalah suatu tumor maligna yang muncul dari jaringan epitel
dari kolon atau rektum. Kanker kolorektal ditujukan pada tumor ganas yang ditemukan
di kolon dan rektum. Kolon dan rektum adalah bagian dari usus besar pada sistem
pencernaan yang disebut juga traktus gastrointestinal. Lebih jelasnya kolon berada
dibagian proksimal usus besar dan rektum di bagian distal sekitar 5-7 cm di atas anus.
Kolon dan rektum berfungsi untuk menghasilkan energi bagi tubuh dan membuang zat-
zat yang tidak berguna. Sekitar 70–75% kanker kolorektal terletak pada daerah
rektosigmoid. Keadaan ini sesuai dengan lokasi polip kolitis ulserativa di mana hampir
95% lokasi polip kolitis ulseratif berada di daerah rektum.Sekitar 10% kasus kanker
kolorektal terletak pada daerah sekum dan 10% pada daerah kolon asendens. Secara
makroskopis terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum. Tipe polipoid atau vegetatif
tumbuh menonjol ke dalam lumen usus dan berbentuk bunga kol ditemukan terutama di
sekum dan kolon asendens. Tipe skirus mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi
stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di kolon desendens, sigmoid, dan
rektum. Bentuk ulseratif terjadi karena nekrosis di bagaian sentral terdapat di rektum.
Pada tahap lanjut sebagian besar karsinoma kolon mengalami ulserasi menjadi tukak
maligna.
Diet adalah pengaturan jenis dan jumlah makanan dengan maksud tertentu seperti
mempertahankan kesehatan serta status nutrisi dan membantu penyembuhan suatu
penyakit. Setiap diet termasuk makanan, namun tidak semua makanan termasuk diet.
Jenis dan banyaknya makanan ditentukan untuk mencapai tujuan tertentu. Diet berasal
dari bahasa Yunani, yaitu diaita yang berarti cara hidup. Diet adalah kebiasaan yang
diperbolehkan dalam hal makanan dan minuman yang dimakan oleh seseorang dari hari
ke hari, terutama yang khusus dirancang untuk mencapai tujuan dan memasukkan atau
mengeluarkan bahan makanan tertentu. Dapat kita simpulkan bahwa diet adalah pilihan
makanan yang lazim dimakan seseorang atau populasi suatu penduduk dan diperkirakan
mempengaruhi 30%- 50% kejadian kanker kolorektal di seluruh dunia. Diet telah lama
dianggap sebagai pengaruh lingkungan yang paling penting pada kanker kolorektal, dan
merupakan faktor risiko yang signifikan untuk berkembangnya kanker kolorektal.
Penderita kanker kolorektal dapat menjalankan pola diet dengan pengaturan
makan dan gaya hidup sehat seperti Mengkonsumsi sayur, buah, kacang-kacangan dan
biji-bijian karena deretan makanan ini kaya akan vitamin, mineral, protein, serat,
karbohidrat dan lemak sehat, salah satunya vitamin A menunjukkan manfaat untuk
kanker kolorektal, karena struktur kecil pada vitamin A, yakni retinoid dapat mencegah
memblokir gen HOXA5, sehingga sel induk kanker usus besar tidak dapat tumbuh dan
menyebar. Menghindari makanan yang tinggi gula dan makanan olahan juga harus
menghindari makanan yang tinggi lemak jenuh, makan sedikit tapi sering, cukup minum
air, rajin Olahraga, berhenti merokok/menjauhi asap rokok, berhenti minum alcohol dan
tidur yang cukup dan berkualitas. Pola diet untuk pasien berperan untuk mendukung
penyembuhan setelah operasi dan menjaga kesehatan pasien dalam jangka panjang.
Setelah menjalani operasi kolorektal, kemampuan tubuh pasien dalam mencerna
dan menyerap makanan tentu tidak sama dengan sebelumnya itulah mengapa pasien
kolorektal membutuhkan pola makan atau diet khusus. Diet yang dapat dijalani oleh
pasien setelah dilakukan pembedahan kanker kolorektal yaitu porsi makanan yang
sedikit namun sering lebih dapat diterima oleh tubuh dan akan mengurangi produksi gas
dengan meningkatkan frekuensi makan hingga 3-5 kali sehari dengan porsi yang lebih
kecil, menjadwalkan jam makan di waktu yang sama setiap harinya untuk membantu
usus beradaptasi dengan kondisi setelah kolostomi dan melancarkan pergerakan usus,
mengunyah makanan secara perlahan hingga benar-benar lumat, untuk mencegah
penyumbatan di usus, tidak menggunakan sedotan saat minum, mengurangi konsumsi
permen karet, dan menghentikan kebiasaan bicara saat makan, untuk mengurangi gas
dalam saluran cerna, mencukupi kebutuhan cairan dengan minum air putih sekitar 8-10
gelas per hari, namun jangan bersamaan dengan makan. Pasien kanker kolorektal
berisiko kehilangan air yang lebih banyak karena fungsi usus besar untuk menyerap air
akan berkurang, dan membuat catatan terkait jenis makanan yang dikonsumsi, cara
mengolahnya, dan reaksi buruk yang muncul, misalnya diare, sembelit, kembung, atau
nyeri perut. Selain membantu pasien untuk memantau dietnya, catatan ini juga akan
membantu dokter gizi dalam memilih jenis makanan yang cocok bagi pasien.
Beberapa pasien dapat mengalami intoleransi laktosa setelah menjalani kolostomi,
sehingga disarankan untuk mengonsumsi susu atau produk susu, seperti keju dan
yoghurt, secara perlahan.Batasi konsumsi susu murni atau whole milk dan olahannya,
dan ganti dengan susu skim atau susu rendah lemak. Jika mengalami diare setelah
mengonsumsi susu sapi dan produk olahannya, gantilah dengan susu kedelai, susu
almond, atau susu bebas laktosa. Pasien yang telah selesai dilakukan tindakan kolostomi
juga disarankan untuk mengonsumsi daging tanpa lemak, ikan, dan daging unggas tanpa
kulit merupakan sumber protein hewani yang baik untuk pasien setelah menjalani
kolostomi. Telur boleh dikonsumsi, tapi jangan terlalu banyak, cukup satu butir sehari,
kacang-kacangan dan jamur adalah sumber protein nabati yang baik, namun pastikan
untuk mengonsumsinya dalam jumlah sedikit dan mengunyahnya hingga halus
sempurna, untuk menghindari masalah pada usus.
Mengonsumsi makanan rendah serat, seperti roti tawar dan nasi, baik untuk
dikonsumsi pasien kolostomi. Sedangkan makanan berserat tinggi, seperti nasi merah,
quinoa, dan roti gandum, sebaiknya dibatasi pada beberapa minggu awal setelah
operasi, lalu bisa mulai dikonsumsi satu per satu secara bertahap. Selanjutnya adalah
jenis sayur yang dianjurkan adalah sayur tanpa kulit dan biji, seperti wortel, buncis,
tomat yang dikupas, dan selada. Sayur-sayuran tersebut harus dimasuk dulu hingga
matang. Sedangkan jenis sayur yang harus dihindari adalah bawang, kembang kol,
asparagus, brokoli, dan kubis, karena dapat meningkatkan produksi gas. Jenis buah yang
baik untuk pasien kolostomi adalah pisang, semangka, dan melon. Sementara apel,
stroberi, bluberi, dan anggur boleh saja dikonsumsi, asalkan dikupas dulu kulitnya. Dan
yang terakhir adalah pasien kolostomi dianjurkan untuk mengurangi konsumsi makanan
berkadar lemak tinggi, misalnya makanan yang digoreng atau daging yang berlemak,
karena dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada perut. Lemak yang
direkomendasikan adalah lemak sehat yang berasal dari minyak zaitun dan minyak ikan.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Penyakit kanker saat ini menjadi masalah kesehatan di dunia maupun di
Indonesia, salah satunya kanker kolorektal. Kanker kolorektal adalah suatu tumor
malignayang muncul dari jaringan epitel dari kolon atau rektum. Setelah menjalani
operasi kolorektal, kemampuan tubuh pasien dalam mencerna dan menyerap makanan
tentu tidak sama dengan sebelumnya itulah mengapa pasien kolorektal membutuhkan
pola makan atau diet khusus.

4.2 Saran
Kami menyadari jika asuhan keperawatan anestesi di atas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kata kesempurnaan. Oleh karenanya kami sangat membutuhkan
banyak sumber serta kritikan yang bersifat membangun untuk sempurnanya makalah
ini.
DAFTAR PUSTAKA

(t.thn.).
Emma Rahmadania, A. A. (2015). DISTRIBUSI POLA DIETPASIEN KANKER
KOLOREKTAL DI RSUD ULIN BANJARMASIN PERIODE AGUSTUS-
OKTOBER 2015TinjauanterhadapDiet Lemak, Diet Protein, Diet
SeratberdasarkanUsiadanJenisKelamin. Universitas Lambung Mangkurat
Banjarmasin : Rahmadania,E.dkk. Distribusi Pola Diet Pasien...
Munawaroh, K. (2018). SKALA NYERI PADA PASIEN KANKER KOLOREKTAL
YANG MENJALANI KEMOTERAPI. GASTER Vol. XVI No. 2.
Munawaroh, K. (2018). SKALA NYERI PADA PASIEN KANKER KOLOREKTAL
YANG MENJALANI KEMOTERAPI. STIKes Mitra Bunda Persada Batam:
GASTER Vol. XVI No. 2.
Prima Kusuma Hapsari, E. A. (2016). HUBUNGAN ASUPAN SERAT, LEMAK DAN
KALSIUM DENGAN KEJADIAN KARSINOMA KOLOREKTAL DI
SEMARANG. semarang: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jnc.
Wahyuni Syukuriah Tatuhey, H. N. (2012). KARAKTERISTIK KANKER
KOLOREKTALDI RSUD Dr. M HAULUSSY AMBON PERIODE JANUARI
2012–JUNI 2013. Molucca Medica, Volume 4, Nomor 2, Maret 2014, hlm. 150–
157.
Winaktu, G. J. (2011). Peran Serat Makanan Dalam Pencegahan Kanker Kolorektal.
Alamat Korespondensi Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510: J. Kedokt Meditek
Vol 17, No.43, Jan-April 2011 .

Emma Rahmadania, A. A. (2015). DISTRIBUSI POLA DIET PASIEN KANKER


KOLOREKTAL DI RSUD ULIN BANJARMASIN PERIODE AGUSTUS-
OKTOBER 2015. Program StudI Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat banjarmasin: Berkala Kedokteran, Vol.12,
No.2, Sep 2016:215-227.
KOLOREKTAL, K. (2019). Muhammad Sayuti, Nouva. SMF Ilmu Bedah,Fakultas
Kedokteran, Universitas Malikussaleh,Aceh,Indonesia : Jurnal Averrous Vol.5
No. 2 Novemeber 2019.
KOLOREKTAL, K. K. (2014). Wahyuni Syukuriah Tatuhey, Helfi Nikijuluw, Josepin
Mainase. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Pattimura: JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN ISSN1979-
6358,VOLUME 4, NOMOR 2, MARET 2014.
Munaroh,khoirumisa(2018).Skala nyeri pada pasien kanker kolorektal yang menjalani
kemoterapi ,stikes mitra bunda prasada batam: Jurnal priode 2 Agustus
khoirumisa,m,skala nyeri pada pasien (2018)
Hutapea,impol (2017).Pengaruh pemberian obat probiotik terhadap fungsi pencernaan
pada pasien pasca oprasi kanker kolorektal,UNS(Universitas sebelas maret):
2017,Impol,H,Pemberian obat probiotik

Anda mungkin juga menyukai