Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu masalah gangguan kesehatan yang menonjol pada usia lanjut
adalah gangguan muskoloskeletal, terutama osteoartritis dan osteoporosis.
Menghadapi problem ini tanpa adanya persiapa yang baik, di khawatirkan akan
menjadikan beban yang akan di tanggung pemerintah, masyarakat, dan warga usia
lanjut dengan keluarga akan menjadi sangat besar dan akan menghambat
perkembangan ekonomi serta memperburuk kualitas hidup manusia secara utuh
(isbagio H dalam Daniel, 2007).
Di amerika serikat dijumpai satu kasus osteoporosis di antara dua sampai
tiga wanita pascamonopause. Massa tulang pada manusia mencapai maksimum
pada usia sekita 35 tahun, kemudian terjadi penurunan massa tulang secara
eksponensial. Penurunan massa tulang ini berkisar antara 3-5% setiap decade,
sesuai dengan kehilangan massa otot dan hal ini di alami baik pada pria dan
wanita. Pada masa klimakterium, penurunan massa tulang pada wanita lebih
mencolok dan dapat mencapai 2-3% setahun secara eksponensial. Pada usia 70
tahun kehilangan massa tulang pada wanita ini baru mencapai 25%
(Gonta,P.1996).
Kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang,
sehingga dapat menurunkan massa tulang total. Osteoporosis adalah penyakit
yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai
mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat
menimbulkan kerapuhan tulang. Tulang secara progresif menjadi rapuh dan
mudah patah. Tulang menjadi mudah patah dengan stres, yang pada tulang normal
tidak menimbulkan pengaruh.
Osteoporosis sering menimbulkan fraktur kompresi pada vertebra
torakalis. Terdapat penyempitan diskus vertebra, apabila penyebaran berlanjut
keseluruh korpus vertebra akan menimbulkan kompresi vertebra dan terjadi
gibus. Fraktur kolum femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih
1
sering pada perempuan, yang disebabkan oleh penuaan dan osteoporosis
pascamenopause.
Kolaps bertahap tulang vertebra mungkin tidak menimbulkan gejala,
namun terlihat sebagai kifosis progresif. Kifosis dapat mengakibatkan
pengurangan tinggi badan. Pada beberapa perempuan dapat kehilangan tinggi
badan sekitar 2,5-15 cm, akibat kolaps vertebra.
B. Tujuan Penulisan
a). Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep dasar terkait penyakit osteoporosis dan
pengaplikasian dalam asuhan keperawatan.
b). Tujuan Khusus
-Mahasiswa mampu melakukan pengkajian mengenai masalah
penyakit osteoporosis.
-Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa mengenai masalah
penyakit osteoporosis.
-Mahasiswa mampu melakukan rencana tindakan mengenai masalah
penyakit osteoporosis
-Mahasiswa mampu melaksanakan tindakan sesuai dengan SOP
mengenai masalah penyakit osteoporosis.
-Mahasiswa mampu mengevaluasi tindakan yang sudah diberikan
terkait masalah penyakit osteoporosis.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya massa tulang secara nyata
yang berakibat pada rendahnya kepadatan tulang, sehingga tulang menjadi
keropos dan rapuh. “Osto” berarti tulang, sedangkan “porosis” berarti keropos.
Tulang yang mudah patah akibat Osteoporosis adalah tulang belakang, tulang
paha, dan tulang pergelangan tangan (Endang Purwoastuti : 2009) .
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total.
Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi
tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan
masa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah;
tulang menjadi mudah fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan
pengaruh pada tulang normal (Brunner&Suddarth, 2000).
B. Klasifikasi Osteoporosis
Klasifikasi osteoporosis dibagi ke dalam dua kelompok yaitu osteoporosis
primer dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer terdapat pada wanita
postmenopause (postmenopause osteoporosis) dan pada laki-laki lanjut usia
(senile osteoporosis). Penyebab osteoporosis belum diketahui dengan pasti.
Sedangkan osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan
dengan Kelainan endokrin misalnya Chusing’s disease, hipertiriodisme,
hiperparatiriodisme, hipogonadisme, kelainan hepar, gagal ginjal kronis, kurang
gerak, kebiasaan minum alcohol, pemakaian obat-obatan/kortikosteroid, kelebihan
kafein, dan merokok (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Djuwantoro (1996), membagi osteoporosis menjadi osteoporosis
postmenopause (Tipe I), Osteoporosis involutional (Tipe II), osteoporosis
idiopatik, osteoporosis juvenil dan osteoporosis sekunder.
1) Osteoporosis Postmenopause (Tipe I)
Merupakan bentuk yang paling sering ditemukan pada wanita kulit putih
dan Asia. Bentuk osteoporosis ini disebabkan oleh percepatan resopsi
3
tulang yang berlebihan dan lama setelah penurunan sekresi hormon
estrogen pada masa menopause.
2) Osteoporosis involutional (Tipe II)
Terjadi pada usia diatas 75 tahun pada perempuan maupun laki-laki. Tipe
ini diakibatkan oleh ketidakseimbangan yang samar dan lama antara
kecepatan resorpsi tulang dengan kecepatan pembentukan tulang.
3) Osteoporosis idiopatik
Adalah tipe osteoporosis primer yang jarang terjadi pada wanita
premenopouse dan pada laki-laki yang berusi di bawah 75 tahun. Tipe ini
tidak berkaitan dengan penyebab sekunder atau faktor resiko yang
mempermudah timbulnya penurunan densitas tulang.
4) Osteoporosis juvenil
Merupakan bentuk yang paling jarang terjadi dan bentuk osteoporosis
yang terjadi pada anak-anak prepubertas.
5) Osteoporosis sekunder.
Penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menyebabkan fraktur
atraumatik akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan kortikosteroid,
atraumatik reumatoid, kelainan hati/ ginjal kronis, sindrom malabsorbsi,
mastisitosis sistemik, hipertiriodisme , varian status hipogonade dan lain-
lain.
C. Etiologi Osteoporosis
Osteoporosis postmenopouse terjadi karena kekurangan estrogen (hormon
utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam
tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-
75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua
wanita memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopouse,
pada wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini
daripada wanita kulit hitam (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Kurang dari lima persen penderita osteoporosis juga mengalami
osteoporosis sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh
obet-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan
4
hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) dan obat- obatan (misalnya
kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang, hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian
alkohol yang berlebihan dan kebiasaan merokok bisa memperburuk keadaan ini
(Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Faktor genetik juga berpengaruh terhadap timbulnya osteoporosis. Pada
seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur
daripada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran
universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu
memiliki ketentuan normal sesuai dengan sifat genetiknya beban mekanis dan
besar badannya. Apabila individu dengan tulang besar, kemudian terjadi proses
penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka
individu tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih banyak daripada individu
yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama (Lukman, Nurma Ningsih :
2009).
5
E. Pengobatan Osteoporosis
Pengobatan osteoporosis yang telah lama digunakan yaitu terapi medis yang
lebih menekankan pada pengurangan atau meredakan rasa sakit akibat patah
tulang. Selain itu, juga dilakukan terapi hormone pengganti (THP) atau hormone
replacement therapy (HRT) yaitu menggunakan estrogen dan progresteron. Terapi
lainnya yaitu terapi non hormonal antara lain suplemen kalsium dan vitamin D.
1). Terapi medis.
Sebenarnya belum ada terapi yang secara khusus dapat mengembalikan efek
dari osteoporosis. Hal yang dapat dilakukan adalah upaya-upaya untuk
menekan atau memperlambat menurunnya massa tulang serta mengurangi rasa
sakit.
a). Obat pereda sakit
Pada tahap awal setelah terjadinya patah tulang, biasanya
diperlukan obat pereda sakit yang kuat, seperti turunan morfin. Namun,
obat tersebut memberikan efek samping seperti mengantuk, sembelit dan
linglung. Bagi yang mengalami rasa sakit yang sangat dan tidak dapat
diredakan dengan obat pereda sakit, dapat diberikan suntikan hormone
kalsitonin.
Bila rasa sakit mulai mereda, tablet pereda rasa sakit seperti
paracetamol atau codein ataupun kombinasi keduanya seperti co-
dydramol, co- codramol, atau co-proxamol bagi banyak pasien cukup
memadai untuk menghilangkan rasa sakit sehingga pasien dapat
melakukan aktivitas sehari-hari.
2). Terapi hormone pada wanita
Osteoporosis memang tidak dapat disembuhkan, semua upaya pengobatan
hanya dimaksudkan untuk mencegah kehilangan massa tulang yang lebih
besar. Terapi hormone pada wanita diberikan pada masa pramenopause.
Lamanya pemberian terapi hormone sulit ditentukan. Yang jelas jika ingin
terhindar dari osteoporosis, terapi hormone dapat terus dilakukan. Sebagian
dokter menganjurkan untuk dilakukan terapi hormone seumur hidup
semenjak menopause pada wanita yang mengalami osteoporosis. Namun,
sebagian juga berpendapat bahwa penggunaan terapi hormone sebaiknya
6
dihentikan setelah penggunaan selama 5-10 tahun untuk menghindari
kemungkinan terjadinya kanker.
a). Hormone Replacement Theraphy (HRT)
Hormone Replacement Theraphy (HRT) atau terapi hormone
pengganti (THP) menggunakan hormone estrogen atau kombinasi estrogen
dan progesterone. Hormone-hormon tersebut sebenarnya secara alamiah
diproduksi oleh indung telur, tetapi produksinya semakin menurun selama
menopause sehingga perlu dilakukan HRT.
Penggunaan estrogen memang efektif dalam upaya pengobatan
dan pencegahan osteoporosis. Namun, tidak terlepas dari kemungkinan
terjadinya efek samping berupa munculnya kanker endometrium (dinding
rahim). Dengan adanya hormone tersebut akan merangsang pertumbuhan
sel-sel di dinding rahim yang apabila pertumbuhannya terlalu pesat dapat
berkembang menjadi kanker ganas. Oleh karena itu, penggunaan estrogen
biasanya di kombinasikan dengan progesterone untuk mengurangi resiko
tersebut.
Efek lain yang juga dapat timbul dalam pemberian terapi hormone,
diantaranya adalah pembesaran payudara, kembung, retensi cairan, mual,
muntah, sakit kepala, gangguan pencernaan, dan gangguan emosi. Namun,
demikian, efek tersebut biasanya hanya terjadi pada awal terapi dan
kondisi berangsur membaik dengan sendirinya. Dapat juga dilakukan
pemberian hormone estrogen dan progesterone secara bertahap, dosis kecil
diberikan pada awal terapi dilihat dulu reaksinya terhadap tubuh. Bila
dosis dapat diterima tubuh, dosis kemudian dinaikkan secara bertahap.
b). Kalsitonin.
Selain hormone estrogen dan progesterone, hormone lain yang
biasa digunakan dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis adalah
kalsitonin. Kalsitonin turut menjaga kestabilan struktur tulang dengan
mengaktifkan kerja sel osteoblast dan menekan kinerja sel osteoclast.
Hormone ini juga dapat menimbulkan efek samping berupa rasa
mual dan muka merah, mungkin pula terjadi muntah dan diare serta rasa
sakit pada bekas suntikan.
7
c). Testosterone
Testosterone adalah hormone yang biasa dihasilkan oleh tubuh
pria. Penggunaan hormone testosterone pada wanita dengan osteoporosis
pasca menopause mampu menghambat kehilangan massa tulang. Namun,
dapat muncul efek maskulinasi seperti penambahan rambut secara
berlebihan di dada, kaki, tangan, timbulnya jerawat dimuka dan
pembesaran suara seperti yang biasa terjadi pada pria.
3). Terapi non-hormonal
Terapi hormone selama ini memang dianggap sebagai jalan yang paling baik
untuk mengobati osteoporosis. Namun, karena banyaknya efek samping yang
dapat ditimbulkan dan tidak dapat diterapkan pada semua pasien osteoporosis,
maka sekarang mulai dikembangkan terapi non-hormonal.
a). Bisfosfonat
Bisfosfonat merupakan golongan obat sintetis yang saat ini sangat
dikenal dalam pengobatan osteoporosis non-hormonal. Efek utama dari
obat ini adalah menonaktifkan sel-sel penghancur tulang (osteoclast)
sehingga penurunan massa tulang dapat dihindari. Obat-obat yang
termasuk golongan bisfosfonat adalah etidronat dan alendronat.
b). Etidronat.
Etidronat adalah obat golongan bisfosfonat pertama yang biasa
digunakan dalam pengobatan osteoporosis. Obat ini diberikan dalam
bentuk tablet dengan dosis satu kali sehari selama dua minggu.
Penggunaan obat ini harus dikombinasikan dengan konsumsi suplemen
kalsium.
c). Alendronat
Alendornat mempunyai fungsi dan peran yang serupa dengan etidronat,
perbedaannya adalah pada penggunaannya tidak perlu dikombinasikan
dengan konsumsi suplemen kalsium, tetapi bila asupan kalsium masih
rendah, pemberian kalsium tetap dianjurkan. Efek samping yang mungkin
ditimbulkan pada konsumsi alendronat adalah timbulnya diare, rasa sakit
dan kembung pada perut, serta gangguan pada tenggorokan.
8
4). Terapi alamiah
Terapi alamiah adalah terapi yang diterapkan untuk mengobati osteoporosis tanpa
menggunakan obat-obatan atau hormone. Terapi ini berhubungan dengan gaya
hidup dan pola konsumsi. Beberapa pencegahan yang dapat diberikan yaitu
dengan berolahraga secara teratur, hindari merokok, hindari minuman beralkohol
dan menjaga pola makan yang baik.
9
BAB III
PENDOKUMENTASIAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. I
Umur : 75 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wirausaha
Status Pernikahan : Nikah
Alamat : Jl. Seberang Padang
Tanggal Masuk RS : 23-01-2020
Diagnosa Medis : Osteoporosis
2. Keluhan Utama
Klien mengatakan bahwa merasakan nyeri pada punggungnya.
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat di lakukan pengkajian pada tanggal 10 Januari 2020 klien
mengatakan bahwa nyeri pada punggungnya, klien mengatakan sakit
hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang. Pasien mengatakan
nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur. Klien tampak
meringis dan gelisah menahan nyeri tersebut. Selain itu klien juga
mengatakan bahwa ia mengalami kesulitan untuk beraktivitas, klien
mengeluh kesakitan tiap kali bergerak, klien juga mengatakan bahwa
ia membutuhkan bantuan orang lain untuk bergerak. Klien tampak
lemas, dan klien tampak terbaring di tempat tidur.
-Adapun hasil pemeriksaan TTV klien yaitu :
TD : 110/70mmHg S : 36.5°C
N : 76x/i RR : 20x/i
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan bahwa seiring bertambahnya usia klien sering
mengalami nyeri pada punggungnya. Saat nyeri klien hanya beli obat
10
di apotek, minum jamu/herbal. Namun seiring berjalannya waktu, rasa
nyeri yang dialaminya semakin parah itulah mengapa pada 10 Januari
2020 klien datang ke RS untuk berobat.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien.
11
Liang telinga : Bersih
Membran tympani : tidak ada kelainan
Pendarahan : tidak ada
e. Hidung
Simetris/ tidak : cuping hidung simetris kiri dan kanan
Membran mukosa : tidak ada secret
Test penciuman / ketajaman membedakan bau : tidak ada kelainan
Alergi terhadap sesuatu : tidak ada alergi
f. Mulut dan tenggorokan
Inspeksi : Mulut : lembab
Mukosa mulut : bersih
Lidah : merah muda, tidak ada bintik-bintik putih
Kesulitan menelan : tidak kesulitan dalam menelan
g. Leher
Inspeksi leher : Normal
Kelenjar tyroid : tidak ada pembesaran
Palpasi : Normal
Arteri carotis : tidak ada kelainan
Vena jugularis : tidak ada kelainan
Kelenjar tyroid : tidak ada pembesaran
Nodus limfa : tidak ada kelainan
Pembesaran kelenjar : tidak ada pembesaran
h. Thorak/paru
Inspeksi : Bentuk thorak : Normal
Pola nafas : efektif
Palpasi : Vocal remitus : Normal ada getaran
Perkusi : Batas paru kanan : Normal
Batas paru kiri : Normal
Auskultasi : Suara nafas : Normal
i. Kardiovaskuler
Inspeksi :Iictus cordis : tidak ada kelainan
Palpasi :Ictus cordis : Normal
12
Heart rate : Normal
Perkusi : Batas jantung : normal
Auskultasi :Bunyi jantung: Normal
j. Abdomen
Inspeksi :Kuadran regio : -
Umbilikus : ada
Distensi : tidak mengalami distensi
k. Pola nutrisi
1. Berat badan : 45kg
Tinggi badan :150 cm
Setelah sakit: berat badan menjadi 42 kg
2. Frekuensi makan : 3 kali sehari
Setelah sakit : 3 kali sehari
Kemampuan perawatan 0 1 2 3
diri
Makan/ minum
Toileting
Berpakaian
Berpindah
13
Ambulasi/ROM
Ket : 0 :mandiri
3. Analisa Data
2. Ds : Disfungsi Hambatan
• Klien mengatakan sekunder akibat mobilitas fisik
tidak bisa bergerak perubahan skeletal
14
dan beraktivitas (kifosis)
• Klien mengatakan
tidak bisa beranjak
dari tempat tidur
Do :
• Klien tampak lemah
• Klien tampak
terbaring di tempat
tidur
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra
spasme otot, deformitas tulang.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder
akibat perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur
baru.
3. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program
terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi.
C. Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra,
spasme otot, deformitas tulang.
Intervensi Rasional
· Pantau tingkat nyeri pada punggung, ·Tulang dalam peningkatan jumlah
nyeri terlokalisasi atau menyebar pada trabekular, pembatasan gerak spinal.
abdomen atau pinggang. Skala nyeri
7-9 yaitu nyeri berat.
· Ajarkan pada klien tentang -Alternatif lain untuk mengatasi nyeri,
alternative lain untuk mengatasi dan pengaturan posisi, kompres hangat
mengurangi rasa nyerinya. dan sebagainya.
·Kaji obat-obatan untuk mengatasi -Keyakinan klien tidak dapat
nyeri : menoleransi obat yang adekuat atau
tidak adekuat untuk mengatasi
15
- Aspirin nyerinya.
- Phenyl-butazone
- Naproxen
- Ibuprofen
- Diclofenac
- Piroxicam
- Tenoxicam
- Celecoxib
- Lumiracoxib
-Rencanakan pada klien tentang -Kelelahan dan keletihan dapat
periode istirahat adekuat dengan menurunkan minat untuk aktivitas
berbaring dalam posisi telentang sehari-hari.
selama kurang lebih 15 menit
Intervensi Rasional
-Kaji tingkat kemampuan klien yang -Dasar untuk memberikan alternative
masih ada. dan latihan gerak yang sesuai dengan
kemapuannya.
-Rencanakan tentang pemberian -Latihan akan meningkatkan
program latihan : pergerakan otot dan stimulasi
sirkulasi darah
Bantu klien jika diperlukan
latihan
Ajarkan klien tentang aktivitas
hidup sehari hari yang dapat
16
dikerjakan
Ajarkan pentingnya latihan.
17
mengatasi dan mengurangi secara sederhana.
rasa nyerinya.
A : Masalah teratasi
· Mengkaji obat-obatan sebagian
untuk mengatasi nyeri.
P : Intervensi
- Aspirin dilanjutkan :
- Aspirin
- Phenyl-
butazone
- Naproxen
18
- Ibuprofen
- Diclofenac
- Piroxicam
- Tenoxicam
- Celecoxib
- Lumiracoxib
· Rencanakan
pada klien tentang
periode istirahat
adekuat dengan
berbaring dalam
posisi telentang
selama kurang lebih
15 menit
2. Hambatan mobilitas -Mengkaji tingkat S : Klien
fisik berhubungan dengan kemampuan klien yang masih mengatakan sudah
disfungsi sekunder akibat ada. bisa beraktivitas
perubahan skeletal kembali
- Merencanakan tentang
(kifosis), nyeri sekunder
pemberian program latihan : O : Dapat
atau fraktur baru.
beraktivitas secara
Membantu klien jika
mandiri
diperlukan latihan
Mengajarkan klien A : Masalah teratasi
tentang aktivitas
P : Intervensi
hidup sehari hari yang
dihentikan
dapat dikerjakan
Mengajarkan
pentingnya latihan.
19
beradaptasi dan melakukan
aktivitas hidup sehari hari.
Mendorong latihan
dan hindari tekanan
pada tulang seperti
berjalan
Menginstruksikan
klien untuk latihan
selama kurang lebih
30menit dan selingi
dengan istirahat
dengan berbaring
selama 15 menit
Menghindari latihan
fleksi, membungkuk
tiba– tiba,dan
penangkatan beban
berat
20
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Osteoporosis merupakan kondisi terjadinya penurunan densitas/
matriks/massa tulang, peningkatan prositas tulang, dan penurunan proses
mineralisasi deisertai dengan kerusakakn arsitektur mikro jaringan tulang yang
mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga tulang menjadi mudah
patah.
Beberapa faktor resiko Osteoporosis antara lain yaitu : usia, genetik,
defisiensi kalsium, aktivitas fisik kurang, obat-obatan (kortikosteroid, anti
konvulsan, heparin, siklosporin), merokok, alcohol serta sifat fisik tulang
(densitas atau massa tulang) dan lain sebagainya.
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Fraktur kompresi
ganda vertebra mengakibatkan deformitas skelet.
B. Saran
Mahasiswa harus lebih memahami tentang asuhan keperaawatan pada
gangguan system musculoskeletal “osteoporosis” sehingga mampu
menerapkannya di lahan praktik demi memberi pelayanan kesehatan yang baik
bagi klien.
Bagi orang yang mengalami osteoporosis sebaiknya melakukan diet kaya
kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan
pengingkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat
melindungi terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu
skim atau susu penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis keju swis,
brokoli kukus, salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk meyakinkan
asupan kalsium yang mencukupi perlu diresepkan preparat kalsium (kalsium
karbonat), sering berolahraga dan pola hidup sehat.
21
DAFTAR PUSTAKA
22