Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Metabolit sekunder yang diproduksi oleh berbagai organisme memang


tidak memiliki peran yang cukup signifikan terhadap keberlangsungan hidup dari
organisme penghasilnya. Namun, metabolit sekunder tersebut diketahui memiliki
berbagai aktivitas biologi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Berbagai
aktivitas biologis dari metabolit sekunder antara lain antikanker, antibakteri,
antioksidan dan antifungi.
Pemanfaatan metabolit sekunder yang terdapat dalam tanaman dapat
dilakukan dengan mengkonsumsi langsung tanaman penghasil metabolit sekunder
atau melakukan isolasi terhadap metabolit sekunder yang memiliki aktivitas
biologis. Teknik mengisolasi senyawa metabolit sekunder dari suatu bahan alam
dikenal sebagai ekstraksi. Ekstraksi merupakan salah satu proses pemisahan zat
yang diinginkan dari suatu material tanaman.

Metode ekstraksi mengandalkan sifat kelarutan dari senyawa yang akan


diekstrasi terhadap pelarut yang digunakan. Keberhasilan ekstraksi juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga perlu adanya ketelitian dalam memilih
metode ekstraksi yang digunakan untuk mengekstrak senyawa metabolit sekunder
yang diinginkan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara mengekstraksi senyawa metabolit sekunder?
2. Apa faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui cara mengekstraksi senyawa metabolit sekunder.


2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

Komponen-komponen kimia yang terkandung di dalam bahan organik


seperti yang terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan sangat dibutuhkan oleh
keperluan hidup manusia, baik komponen senyawa tersebut digunakan untuk
keperluan industri maupun untuk bahan obat-obatan. Komponen tersebut dapat
diperoleh dengan metode ekstraksi dimana ekstraksi merupakan proses pelarutan
komponen kimia yang sering digunakan dalam senyawa organik untuk melarutkan
senyawa tersebut dengan menggunakan suatu pelarut (Anonim, 2013).
Menurut Mc Cabe (1999) dalam Muhiedin (2008), ekstraksi dapat
dibedakan menjadi dua cara berdasarkan wujud bahannya yaitu:
1. Ekstraksi padat cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari
campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larut.
2. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling
bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah satu zat
Ekstraksi padat cair secara umum terdiri dari maserasi, refluktasi,
sokhletasi, dan perkolasi. Metoda yang digunakan tergantung dengan jenis
senyawa yang kita gunakan. Jika senyawa yang kita ingin sari rentan terhadap
pemanasan maka metoda maserasi dan perkolasi yang kita pilih, jika tahan
terhadap pemanasan maka metoda refluktasi dan sokletasi yang digunakan
(Safrizal,2010).
Pada ekstraksi cair-cair, bahan yang menjadi analit berbentuk cair dengan
pemisahannya menggunakan dua pelarut yang tidak saling bercampur sehingga
terjadi distribusi sampel di antara kedua pelarut tersebut. Pendistribusian sampel
dalam kedua pelarut tersebut dapat ditentukan dengan perhitungan KD/koefisien
distribusi (Faradillah:2011)
2.1 Ekstraksi Padat-Cair
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif
yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan

2
minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa
aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (Wilda, 2013).

2.1.1 Cara dingin

2.1.1.1 Maserasi
a) Pengertian Maserasi
Maserasi istilah aslinya adalah macerare (bahasa Latin, artinya
merendam). Cara ini merupakan salah satu cara ekstraksi, dimana sediaan cair
yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam
menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau setengah air, misalnya
etanol encer, selama periode waktu tertentu sesuai dengan aturan dalam buku
resmi kefarmasian (Anonim, 2014).
Maserasi adalah salah satu jenis metoda ekstraksi dengan sistem tanpa
pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, jadi pada metoda ini
pelarut dan sampel tidak mengalami pemanasan sama sekali. Sehingga maserasi
merupakan teknik ekstraksi yang dapat digunakan untuk senyawa yang tidak
tahan panas ataupun tahan panas (Hamdani, 2014). Maserasi merupakan cara
penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyari (Afifah,2012).
Jadi, Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana dengan
cara merendam serbuk simplisia menggunakan pelarut yang sesuai dan tanpa
pemanasan

b) Prinsip Maserasi
Prinsip maserasi adalah pengikatan/pelarutan zat aktif berdasarkan sifat
kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like). Langkah kerjanya adalah
merendam simplisia dalam suatu wadah menggunakan pelarut penyari tertentu
selama beberapa hari sambil sesekali diaduk, lalu disaring dan diambil
beningannya. Selama ini dikenal ada beberapa cara untuk mengekstraksi zat aktif
dari suatu tanaman ataupun hewan menggunakan pelarut yang cocok. Pelarut-
pelarut tersebut ada yang bersifat “bisa campur air” (contohnya air sendiri, disebut

3
pelarut polar) ada juga pelarut yang bersifat “tidak campur air” (contohnya aseton,
etil asetat, disebut pelarut non polar atau pelarut organik).
Metode Maserasi umumnya menggunakan pelarut non air atau pelarut
non-polar. Teorinya, ketika simplisia yang akan di maserasi direndam dalam
pelarut yang dipilih, maka ketika direndam, cairan penyari akan menembus
dinding sel dan masuk ke dalam sel yang penuh dengan zat aktif dan karena ada
pertemuan antara zat aktif dan penyari itu terjadi proses pelarutan (zat aktifnya
larut dalam penyari) sehingga penyari yang masuk ke dalam sel tersebut akhirnya
akan mengandung zat aktif, katakan 100%, sementara penyari yang berada di luar
sel belum terisi zat aktif (0 %) akibat adanya perbedaan konsentrasi zat aktif di
dalam dan di luar sel ini akan muncul gaya difusi, larutan yang terpekat akan
didesak menuju keluar berusaha mencapai keseimbangan konsentrasi antara zat
aktif di dalam dan di luar sel. Proses keseimbangan ini akan berhenti, setelah
terjadi keseimbangan konsentrasi (istilahnya “jenuh”).
Dalam kondisi ini, proses ekstraksi dinyatakan selesai, maka zat aktif di
dalam dan di luar sel akan memiliki konsentrasi yang sama, yaitu masing-masing
50%. Alat maserasi ditunjukkan pada gambar No. 1

(a) (b)
Gambar 1. (a) maserasi sederhana (b) maserasi yang dilengkapi pengaduk

4
c) Kelebihan dan Kekurangan Metode Maserasi
Kelebihan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah:
a) Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam
b) Biaya operasionalnya relatif rendah
c) Prosesnya relatif hemat penyari dan tanpa pemanasan
Kelemahan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah:
a) Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu
terekstraksi sebesar 50% saja
b) Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.

Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya:


1. Digesti
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah,
yaitu pada suhu 40–50°C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk
simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan pemanasan
diperoleh keuntungan antara lain:
a) Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnya
lapisan-lapisan batas.
b) Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan
tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.
c) Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolute dan berbanding
terbalik dengan kekentalan, sehingga kenaikan suhu akan
berpengaruhpada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan
meningkat bila suhu dinaikkan.
d) Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan, maka
perlu dilengkapi dengan pendingin balik, sehingga cairan akan menguap
kembali ke dalam bejana.
2. Maserasi dengan Mesin Pengaduk
Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus, waktu proses
maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.

5
3. Remaserasi
Cairan penyari dibagi menjadi, Seluruh serbuk simplisia di maserasi
dengan cairan penyari pertama, sesudah diendapkan, tuangkan dan diperas, ampas
dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.
4. Maserasi Melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari
selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali
secara berkesinambungan melalui sebuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.
5. Maserasi Melingkar Bertingkat
Pada maserasi melingkar, penyarian tidak dapat dilaksanakan secara
sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah
terjadi masalah ini dapat diatasi dengan maserasi melingkar bertingkat (M.M.B),
yang akan didapatkan :
a) Serbuk simplisia mengalami proses penyarian beberapa kali, sesuai
dengan bejana penampung. Pada contoh di atas dilakukan 3 kali, jumlah
tersebut dapat diperbanyak sesuai dengan keperluan.
b) Serbuk simplisia sebelum dikeluarkan dari bejana penyari, dilakukan
penyarian dengan cairan penyari baru. Dengan ini diharapkan agar
memberikan hasil penyarian yang maksimal.
c) Hasil penyarian sebelum diuapkan digunakan dulu untuk menyari serbuk
simplisia yang baru, hingga memberikan sari dengan kepekatan yang
maksimal.
d) Penyarian yang dilakukan berulang-ulang akan mendapatkan hasil yang
lebih baik daripada yang dilakukan sekali dengan jumlah pelarut yang
sama (Anonim. 2011).

1.1.1.2 Perkolasi

a) Pengertian Perkolasi
Menurut Guenther dalam Irawan (2010) Perkolasi adalah cara penyarian
dengan mengalirkan penyari melalui bahan yang telah dibasahi. Perkolasi
adalah metoda ekstraksi cara dingin yang menggunakan pelarut mengalir yang

6
selalu baru. Perkolasi banyak digunakan untuk ekstraksi metabolit sekunder dari
bahan alam, terutama untuk senyawa yang tidak tahan panas (Agutina, 2013).
Jadi, perkolasi adalah suatu metode estraksi dengan mengalirkan penyari
melalui bahan yang telah dibasahi sehingga pelarut yang digunakan selalu baru.

b) Prinsip Perkolasi

Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut: Serbuk simplisia ditempatkan


dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan
penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak
ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya.,
dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan.
Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat,
kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler
dan daya geseran (friksi).
Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena:
a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi
dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan
derajat perbedaan konsentrasi.
b. Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat
mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka
kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat
meningkatkan perbedaan konsentrasi.
c) Alat Perkolasi

Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut percolator, cairan yang


digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif
yang keluar dari percolator disebut sari atau perkolat, sedangkan sisa setelah
dilakukanya penyarian disebuat ampas atau sisa perkolasi.
Bentuk percolator ada 3 macam yaitu percolator berbentuk tabung,
percolator berbentuk paruh, dan percolator berbentuk corong. Pemilihan
percolator tergantung pada jenis serbuk simplisia yang akan di sari. Serbuk kina

7
yang mengandung sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik jika diperkolasi
dengan alat perkolasi yang sempit, sebab perkolat akan segera menjadi pekat dan
berhenti mengalir. Pada pembuatan tingtur dan ekstrak cair, jumlah cairan penyari
yang tersedia lebih besar dibandingkan dengan jumlah cairan penyari yang
diperlukan untuk melarutkan zat aktif. Pada keadaan tersebut, pembuatan sediaan
digunakan percolator lebar untuk mempercepat proses perkolasi.
Percolator berbentuk tabung biasanya digunakan untuk pembuatan ekstrak
cair, percolator berbentuk paruh biasanya digunakan untuk pembuatan ekstrak
atau tingtur dengan kadar tinggi, percolator berbentuk corong biasanya digunakan
untuk pembuatan ekstrak atau tingtur dengan kadar rendah.
Ukuran percolator yang digunakan harus dipilih sesuai dengan jumlah
bahan yang disari. Jumlah bahan yang disari tidak lebih dari 2/3 tinggi percolator.
Percolator dibuat dari gelas, baja tahan karat atau bahan lain yang tidak saling
mempengaruhi dengan obat atau cairan penyari.
Percolator dilengkapi dengan tutup dari karet atau bahan lain, yang
berfungsi untuk mencegah penguapan. Tutup karet dilengkapi dengan lubang
bertutup yang dapat dibuka atau ditutup dengan menggesernya. Pada beberapa
percolator sering dilengkapi dengan botol yang berisi cairan penyari yang
dihubungkan ke percolator melalui pipa yang dilengkapi dengan keran. Aliran
percolator diatur oleh keran. Pada bagian bawah, pada leher percolator tepat di
atas keran diberi kapas yang di atur di atas sarangan yang dibuat dari porselin atau
di atas gabus bertoreh yang telah dibalut kertas tapis
Kapas yang digunakan adalah yang tidak terlalu banyak mengandung
lemak. Untuk menampung perkkolat digunakan botol perkolat, yang bermulut
tidak terlalu lebar tetapi mudah dibersihkan. Di bawah ini adalah gambar alat
perkolasi.

8
Gambar 2. Alat perkolasi
Reperkolasi
Untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada pembuatan sari, maka
cara perkolasi diganti dengan cara reperkolasi. Pada perkolasi dilakukan
pemekatan sari dengan pemanasan. Pada perkolasi tidak dilakukan pemekatan.
Reperkolasi dilakukan dengan cara : simplisia dibagi dalam beberapa percolator,
hasil percolator pertama dipekatkan menjadi perkolat I dan sari selanjutnya
disebut susulan II. Susulan II digunakan untuk menjadi perkolat II. Hasil
perkolator II dipisahkan menjadi perkolat II dan sari selanjutnya disebut susulan
III. Pekerjaan tersebut diulang sampai menjadi perkolat yang diinginkan.

Perkolasi bertingkat

Dalam proses perkolasi biasa, perkolat yang dihasilkan tidak dalam kadar
yang maksimal. Selama cairan penyari melakukan penyarian serbuk simplisia,
maka terjadi aliran melalui lapisan serbuk dari atas sampai ke bawah disertai
pelarutan zat aktifnya. Proses penyarian tersebut akan menghasilkan perkolat yang
pekat pada tetesan pertama dan tetesan terakhir akan diperoleh perkolat yang
encer. Untuk memperbaiki cara perkolasi tersebut dilakukan cara perkolasi
bertingkat.serbuk simplisia yang hampir tersari sempurna, sebelum dibuang, disari
dengan penyari yang baru, diharapkan agar serbuk simplisia tersebut dapat tersari
sempurna. Sebaliknya serbuk simplisia yang baru, disari dengan perkolat yang
hampir jenuh dengan demikian akan diperoleh perkolat akhir yang jenuh. Perkolat
dipisahkan dan dipekatkan.

9
Cara ini cocok jika digunakan untuk perusahaan obat tradisional,termasuk
perusahaan yang memproduksi sediaan galenik. Agar diperoleh cara yang tepat,
perlu dilakukan percobaan pendahuluan. Dengan percobaan tersebut dapat
ditetapkan:
1. Jumlah perkolator yang diperlukan
2. Bobot serbuk simplisia untuk tiapa perkolasi
3. Jenis cairan penyari
4. Jumlah cairan penyari untuk tiap kali perkolasi
5. Besarnya tetesan dan lain-lain

d) Kelebihan dan Kekurangan Perkolasi


Kelebihan dari metode perkolasi adalah:
1. Tidak terjadi kejenuhan

2. Pengaliran meningkatkan difusi (dengan dialiri cairan penyari sehingga zat


seperti terdorong untuk keluar dari sel)
Kekurangan dari metode perkolasi adalah
1. Cairan penyari lebih banyak

2. Resiko cemaran mikroba untuk penyari air karena dilakukan secara


terbuka (Sulaiman, 2011).

2.1.2 Cara Panas

2.1.2.1 Refluks

a) Pengertian Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,


selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik.
Refluks adalah teknik yang melibatkan kondensasi uap dan kembali
kondensat ini ke sistem dari mana ia berasal. Hal ini digunakan dalam industri dan
laboratorium distilasi. Hal ini juga digunakan dalam kimia untuk memasok energi
untuk reaksi-reaksi selama jangka waktu yang panjang. Campuran reaksi cair
ditempatkan dalam sebuah wadah terbuka hanya di bagian atas. Kapal ini

10
terhubung ke kondensor Liebig, seperti bahwa setiap uap yang dilepaskan kembali
ke didinginkan cair, dan jatuh kembali ke dalam bejana reaksi. Kapal kemudian
dipanaskan keras untuk kursus reaksi. Alat refluks dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Alat refluks


b) Prinsip Metode Refluks
Prinsip kerja pada metode refluks yaitu penarikan komponen kimia yang
dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama
dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada
kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali
menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas
bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai
penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4
jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Akhyar,2010).

c) Kelebihan dan Kekurangan Metode Refuks

Kelebihan dari metode refluks adalah digunakan untuk mengekstraksi


sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar, dan tahan pemanasan langsung.
(Anonim, 2011).

Kekurangan dari metode refluks adalah membutuhkan volume total pelarut


yang besar,dan Sejumlah manipulasi dari operator (Mandiri, 2013).

2.1.2.2 Soxhletasi .

a) Pengertian Soxhletasi
Soxhletasi adalah suatu metode pemisahan suatu komponen yang terdapat
dalam sampel padat dengan cara penyarian berulang–ulang dengan pelarut yang

11
sama, sehingga semua komponen yang diinginkan dalam sampel terisolasi dengan
sempurna. Pelarut yang digunakan ada 2 jenis, yaitu heksana (C6H14) untuk
sampel kering dan metanol (CH3OH) untuk sampel basah. Jadi, pelarut yang
dugunakan tergantung dari sampel alam yang digunakan. Nama lain yang
digunakan sebagai pengganti sokletasi adalah pengekstrakan berulang–ulang
(continous extraction) dari sampel pelarut (Rahman: 2012).
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan,
cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi
menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia
dalam klonsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah
melewati pipa sifon ( Rene,2011).

b) Prinsip Kerja Soxhletasi

Bahan yang akan diekstraksi diletakkan dalam sebuah kantung ekstraksi


(kertas, karton, dan sebagainya) dibagian dalam alat ekstraksi dari gelas yang
bekerja kontinyu. Wadah gelas yang mengandung kantung diletakkan antara labu
penyulingan dengan labu pendingin aliran balik dan dihubungkan dengan labu
melalui pipa. Labu tersebut berisi bahan pelarut, yang menguap dan mencapai ke
dalam pendingin aliran balik melalui pipet, berkondensasi di dalamnya, menetes
ke atas bahan yang diekstraksi dan menarik keluar bahan yang diekstraksi.
Larutan berkumpul di dalam wadah gelas dan setelah mencapai tinggi
maksimalnya, secara otomatis dipindahkan ke dalam labu. Dengan demikian zat
yang terekstraksi terakumulasi melalui penguapan bahan pelarut murni
berikutnya. Pada cara ini diperlukan bahan pelarut dalam jumlah kecil, juga
simplisia selalu baru artinya suplai bahan pelarut bebas bahan aktif berlangsung
secara terus-menerus (pembaharuan pendekatan konsentrasi secara kontinyu).
Keburukannya adalah waktu yang dibutuhkan untuk ekstraksi cukup lama (sampai
beberapa jam) sehingga kebutuhan energinya tinggi (listrik, gas). Selanjutnya,
simplisia di bagian tengah alat pemanas langsung berhubungan dengan labu,
dimana pelarut menguap. Pemanasan bergantung pada lama ekstraksi, khususnya
titik didih bahan pelarut yang digunakan, dapat berpengaruh negatif terhadap

12
bahan tumbuhan yang peka suhu (glikosida, alkaloida). Demikian pula bahan
terekstraksi yang terakumulasi dalam labu mengalami beban panas dalam waktu
lama. Meskipun cara soxhlet sering digunakan pada laboratorium penelitian untuk
pengekstraksi tumbuhan, namun peranannya dalam pembuatan sediaan tumbuhan
kecil artinya (Anonim: 2011).

c) Alat ekstraksi Soxhletasi

Gambar 4. Alat Soxhletasi


Nama-nama instrumen dan fungsinya adalah: 1) Kondensor berfungsi
sebagai pendingin, dan juga untuk mempercepat proses pengembunan, 2)
Timbal/klonsong berfungsi sebagai wadah untuk sampel yang ingin diambil
zatnya, 3) Pipa F/vapor berfungsi sebagai jalannya uap, bagi pelarut yang
menguap dari proses penguapan, 4) Sifon berfungsi sebagai perhitungan siklus,
bila pada sifon larutannya penuh kemudian jatuh ke labu alas bulat maka hal ini
dinamakan 1 siklus, 5) Labu alas bulat berfungsi sebagai wadah bagi ekstrak dan
pelarutnya, 6) Hot plate atau penangas berfungsi sebagai pemanas larutan, 7)
Water in sebagai tempat air masuk, dan 8) Water out sebagai tempat air keluar
(Azam Khan: 2012).

d) Kelebihan dan Kekurangan Soxhletasi

Metode soxhletasi memiliki kelebihan dan kekurangan pada proses


ekstraksi.

Kelebihan:
a) Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak
tahan terhadap pemanasan secara langsung.

13
b) Digunakan pelarut yang lebih sedikit
c) pemanasannya dapat diatur
kekurangan:
a) Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di
sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan
reaksi peruraian oleh panas.
b) Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui
kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam
wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk
melarutkannya.
c) Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk
menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi (Keloko,
2013).

2.2 Ekstraksi Cair-Cair

2.2.1 Pengertian ekstraksi pelarut (Ekstraksi Cair-Cair)

Dalam laboratorium ekstraksi dapat digunakan untuk mengambil zat


terlarut dalam air dengan menggunakan pelarut-pelarut organik yang tidak
bercampur dengan air. Dalam industri, ekstraksi dipakai menghilangkan zat-zat
yang tidak disukai yang terkait dalam produk. (Team Teaching, 2013).

Ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air adalah metode pemisahan
yang paling baik dan populer. Alasan utamanya adalah pemisahan ini dapat
dilakukan baik dalam tingkat makro ataupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan
pada distribusi zat pelarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang
tidak saling bercampur, seperti benzena, karbon tetraklorida atau kloroform.
Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam
kedua fase pelarut.
Ekstraksi pelarut terutama digunakan, bila pemisahan campuran dengan
cara destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan aseotrop
atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi
padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaltu

14
pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut, dan pemisahan
kedua fasa cair itu sesempurna mungkin.
Ekstraksi cair-cair dengan pengkelat logam adalah salah satu aplikasi
utama ekstraksi cair-cair yaitu ekstraksi selektif ion logam menggunakan agen
pengkelat. Pada umumnya ion-ion logam tidak larut dalam pelarut organik non
polar. Ion logam harus diubah menjadi bentuk molekul yang tidak bermuatan
dengan pembentukan kompleks agar ion logam tersebut dapat terekstrak ke dalam
pelarut organik non polar. Senyawa kompleks adalah suatu senyawa dimana ion
logam bersenyawa dengan ion atau molekul netral yang mempunyai sepasang
atau lebih elektron bebas yang berikatan secara kovalen koordinasi (Anonim:
2011).
Pembagian solut antara dua cairan yang tak saling campur memberikan
banyak kemungkinan yang menarik bagi pemisahan-pemisahan analitik juga
untuk keadaan yang tujuan utamanya bukanlah analitik melainkan preparatif,
maka ekstraksi solven dapat merupakan suatu langkah penting dalam urutan yang
memberikan hasil murni di dalam laboratorium organik, anorganik atau biokimia.
Meskipun kadang-kadang digunakan alat yang sukar, seringkali diperlukan hanya
sebuah corong pemisah (gambar 5). Sering pemisahan secara ekstraksi solvent
dapat dilakukan dalam beberapa menit. Tekniknya dapat diterapkan untuk suatu
batas-batas konsentrasi yang luas, dan telah digunakan secara ekstensif untuk
isotop-isotop bebas pembawa dalam jumlah-jumlah yang sangat sedikit yang
diperoleh baik dari transmutasi nuklir maupun dari material-material industri yang
dalam jumlah ion (Underwood,1988).

Gambar 5. Corong pisah

15
Bila senyawa organik tidak larut sama sekali dalam air, pemisahannya
akan lengkap. Namun, nyatanya, banyak senyawa organik, khususnya asam dan
basa organik dalam derajat tertentu larut juga dalam air. Hal ini merupakan
masalah dalam ekstraksi. Untuk memperkecil kehilangan yang disebabkan gejala
pelarutan ini, disarankan untuk dilakukan ekstraksi berulang. Anggap anda
diizinkan untuk menggunakan sejumlah tertentu pelarut. Daripada anda
menggunakan keseluruhan pelarut itu untuk satu kali ekstraksi, lebih baik Anda
menggunakan sebagian-sebagian pelarut untuk beberapa kali ekstraksi. Kemudian
akhirnya menggabungkan bagian-bagian pelarut tadi. Dengan cara ini senyawa
akan terekstraksi dengan lebih baik (Yashito takeuchi, 2006).

2.2.2 Koefisien Distribusi

Menurut Hukum Distrbusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak
saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut,
maka akan teradi pembagian solut dengan perbandingan tertentu. Kedua pelarut
tersebut umumnya pelarut organik dan air. Dalam praktek, solut akan terdistribusi
dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan
terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap,
tetapaan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi yang
𝐶2 𝐶𝑜
dinyatakan dengan berbagai rumus : Kd = atau Kd =
𝐶1 𝐶𝑎

Dengan Kd = koefisien distribusi dan C1, C2, C0 dan Ca masing-masing


adalah konsentrasi solut pada pelarut 1, 2 organik dan air. Sesuai dengan
kesepakatan, konsentrasi solut dalam pelarut organik dituliskan di atas dan
konsentrasi solut dalam pelarut air dituliskan di bawah. Dari rumus di atas jika Kd
besar, solut secara kuantitatif akan cenderung terdistribusi lebih banyak ke dalam
pelarut organik begitu pula terjadi sebaliknya. Rumus tersebut di atas hanya
berlaku bila:
1) Solut tidak terionisasi dalam salah satu pelarut saja.
2) Solut tidak berasosiasi dalam salah satu pelarut.
3) Zat terlarut tidak bereaksi dengan salah satu pelarut atau adanya reaksi-
reaksi lain.

16
2.2.3 Angka Banding Distribusi (D)
Bagaimana jika peristiwa-peristiwa yang disebut di atas terjadi? Dalam
kondisi demikian harga harga Kd tidak dapat lagi menggambarkan distribusi solut
diantara kedua fasa pelarut, karena solut solut tidak berada dalam rumus molekul
yang sama di dalam kedua fasa pelarut. Oleh karena itu perlu didefiinisikan suatu
besaran baru, yang dinamakan angka banding distribusi (D).
Angka banding ditribusi menyatakan perbandingan konsentrasi total zat
terlarut dalam pelarut organik (fasa organik) dan pelarut air (fasa air). Jika zat
terlarut itu adalah senyawa X maka rumus angka banding distribusi dapat ditulis:
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑋 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑓𝑎𝑠𝑎 𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘
D=
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑋 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑓𝑎𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟

Angka banding distribusi (D) pada keperluan analisis kimia lebih


bermakna daripada koefisien distribusi (Kd). Pada kondisi ideal dan tidak teradi
asosiasi, disosiasi, atau polimerisasi, maka harga Kd sama dengan D. Harga D
tidak konstan, karena tergantung kondisi reaksi, antara lain PH fasa air,
konsentrasi pengompleks.

2.2.4 Hubungan D dengan Kd


Untuk melihat hubungan D dengan Kd secara sederhana dapat dipelajari
asam lemah berbasa satu [HA] dalam fasa air dan fasa organik. Dalam fasa air,
HA terionisasi menjadi H+ dan A-. Anion sisa asam [A-] tidak larut dalam fasa
organik. Besaran-besaraan kesetimbangan yang berpengaruh setelah
kesetimbangan tercapai adalah (1) Ka (tetapan ionisasi asam lemah HA); (2) DHA
(angka banding distribusi); (3) KDHA (koefisien distribusi asam lemah HA).
Selanjutnya hubungan D dengan Kd dapat divari sebagai berikut:
HA H+ + A-
𝐻𝐴 0
D= ...................................................................(1)
𝐻𝐴 𝑎+ [𝐻 + ]𝑎
𝐻𝐴 𝑜
KDHA= 𝐻𝐴 𝑎
...................................................................(2)
𝐻 + 𝐴− 𝑎
Ka = ...................................................................(3)
𝐻𝐴 𝑎
𝐾𝑎 [𝐻𝐴]
[A-] = ...................................................................(4)
𝐻+ 𝑎

Bila persaman (4) diditribusi ke dalam persamaan (1) akan diperoleh:

17
[𝐻𝐴] [𝐻𝐴]
D= [𝐻𝐴 ] atau D = 𝐾𝑎 ...............................(5)
𝐻𝐴 𝑎+𝐾𝑎 + 𝐻𝐴 𝑎 {1+ }
𝐻 𝑎 𝐻+

Bila persamaan (2) disubtitusikan ke dalam persamaan (5) akan diperoleh


persamaan (6) sebagai berikut:
𝐾𝐷𝐻𝐴
D= 𝐾𝑎 ...................................................................(6)
1+
[𝐻 + ]

Arti dari persamaan (6) adalah bahwa harga D dipengaruhi oleh harga Kd,
Ka dan PH air.
Misalkan, 1 gram asam benzoat dilarutkan dalam100 mL air kemudian
dimasukkan 100 mL eter. Koefisien distribusi asam benzoat = 100, Ka =6,5 x 10-5
dan lapisan air mempunyai pH 3, 5, dan 7 maka koefisien distribusi (D) dapat
dihitung sebagai berikut.
𝐾𝐷𝐻𝐴
Rumus D = 𝐾𝑎
1+
[𝐻 + ]

Pada pH 3,5 dan 7, maka [H+] = 10-3, 10-5 dan 10-7


a) Pada pH = 3
𝐾𝐷𝐻𝐴
D = 𝐾𝑎
1+
[𝐻 + ]

100
= 6,5 𝑥 10 −5
1+
[10 −3 ]

= 93,89
b) Analog dengan cara a, didapat D= 13,33
c) Analog dengan cara a, didapat D= 0,1536
Dari perhitungan di atas dapat dilihat bahwa harga D semakin kecil
dengan berkurangnya keasaman larutan. Berdasarkan definisi harga D di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa jumlah total solut dalam pelarut organik semakin
berkurang dengan berkurangnya keasaman larutan.

2.2.5 Persen Terekstraksi (% E)

Persen terekstraksi adalah banyaknya mol zat yang terekstraksi ke dalam


fasa organik dibagi dengan banyaknya mol total dalam fasa organik dan fasa air
dikalikan dengan 100. Pernyataan ini dapat ditulis dengan rumus:

18
𝑚𝑜𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑓𝑎𝑠𝑎 𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘
%𝐸 = 𝑋 100
𝑚𝑜𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝐴 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑓𝑎𝑠𝑎 𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 + 𝑚𝑜𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑓𝑎𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟
100 𝐴 𝑜. 𝑉𝑜
%𝐸 = ...................................................................(7)
𝐴 𝑜 .𝑉𝑎 + 𝐴 𝑎 . 𝑉𝑎

Bila kedua penyebut dan pembilang dibagi dengan [A]a dan kemudian dibagi
𝐴𝑜
dengan Vo serta karena = D, maka penyelesaian persamaan di atas
𝐴𝑎

menghasilkan rumus:
100 𝐷
%𝐸 = 𝑉 ...................................................................(8)
𝐷+ 𝑎
𝑉𝑜

Va = volume fasa air


V0 = volume fasa organik
Persamaan di atas akan menjadi lebih sederhana bila Va = Vo sehingga diperoleh:
100 𝐷
%𝐸 = ...................................................................(9)
𝐷+1

Dalam kasus volume kedua fasa pelarut sama (Va=Vo), maka dapat
dibuktikan bahwa solut sama sekali tidak akan terekstrak, jika D lebih kecil 0,001
dan akan terekstrak secara kuantitatif jika D lebih besar dari 1000 persen
terekstraksi akan berubah dari 99,5 sampai 99,9 % jika harga D diduakalikan,
misalnya dari 500 menjadi 1000.
Misalkan suatu larutan asam butirat dalam air sebanyak 20 mL 0,10 M di
kocok dengan 10 mL eter, setelah lapisan terpisah, kadar asam butirat yang
tertinggal dalam fasa air ditentukan dengan cara titrasi. Hasil titrasi menunjukkan
0,50 mmol asam butirat tertinggal dalam fasa air. Maka angka banding distribusi
dan persen terekstrak dari sistem tersebut dapat dihitung sebagai berikut.
[𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟𝑎𝑡 ]𝑒
a) D = dengan e adalah eter dan a adalah air
[𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟𝑎𝑡 ]𝑎
1,5𝑚𝑚𝑜𝑙
10 𝑚𝐿
D= 0,5𝑚𝑚𝑜𝑙
20 𝑚𝐿

0,15
=
0,025

= 6,00

19
100 𝐷
b) % 𝐸 = 𝑉
𝐷+ 𝑎
𝑉𝑜

100 𝑥 6,00
= 20
6,00+
10

= 75 % (Soebagio,2005).
2.3 Faktor-Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Ekstraksi

Dalam proses ekstraksi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara
lain:
1. Ukuran partikel
Ukuran partikel mempengaruhi laju ekstraksi dalam beberapa hal.
Semakin kecil ukurannya, semakin besar luas permukaan antara padat dan cair;
sehingga laju perpindahannya menjadi semakin besar. Dengan kata lain, jarak
untuk berdifusi yang dialami oleh zat terlarut dalam padatan adalah kecil.
2. Zat pelarut
Larutan yang akan dipakai sebagai zat pelarut seharusnya merupakan
pelarut pilihan yang terbaik dan viskositasnya harus cukup rendah agar dapat
dapat bersikulasi dengan mudah. Biasanya, zat pelarut murni akan diapaki pada
awalnya, tetapi setelah proses ekstraksi berakhir, konsentrasi zat terlarut akan naik
dan laju ekstraksinya turun, pertama karena gradien konsentrasi akan berkurang
dan kedua zat terlarutnya menjadi lebih kental.
3. Temperatur
Dalam banyak hal, kelarutan zat terlarut (pada partikel yang diekstraksi) di
dalam pelarut akan naik bersamaan dengan kenaikan temperatur untuk
memberikan laju ekstraksi yang lebih tinggi.
4. Pengadukan fluida
Pengadukan pada zat pelarut adalah penting karena akan menaikkan proses
difusi, sehingga menaikkan perpindahan material dari permukaan partikel ke zat
pelarut.
Pemilihan juga diperlukan tahap-tahap lainnya. pada ektraksi padat-cair
misalnya, dapat dilakukan pra-pengolahan (pengecilan) bahan ekstraksi atau

20
pengolahan lanjut dari rafinat (dengan tujuan mendapatkan kembali sisa-sisa
pelarut).
Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut
ini :
1. Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan
komponen-komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek, terutama pada
ekstraksi bahan-bahan alami, sering juga bahan lain (misalnya lemak, resin) ikut
dibebaskan bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal itu larutan
ekstrak tercemar yang diperoleh harus dibersihkan, yaitu misalnya di ekstraksi
lagi dengan menggunakan pelarut kedua.
2. Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang
besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit).
3. Kemampuan tidak saling bercampur
Pada ekstraksi cair-cair pelarut tidak boleh (atau hanya secara terbatas)
larut dalam bahan ekstraksi.
4. Kerapatan
Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaaan
kerapatan yaitu besar amtara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan
agar kedua fasa dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran
(pemisahan dengan gaya berat). Bila beda kerapatan kecil, seringkali pemisahan
harus dilakukan dengan menggunakan gaya sentrifugal (misalnya dalam
ekstraktor sentrifugal).
5. Reaktifitas
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia
pada komponen-komponen bahan ekstraksi. Sebaliknya dalam hal-hal tertentu
diperlukan adanya reaksi kimia (misalnya pembentukan garam) untuk
mendapatkan selektivitas yang tinggi. Seringkali ekstraksi juga disertai dengan
reaksi kimia. Dalam hal ini bahan yang akan dipisahkan mutlak harus berada
dalam bentuk larutan.

21
6. Titik didih
Ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan,
destilasi atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan it tidak boleh terlalu dekat,
dan keduanya tidak membentuk aseotrop. ditinjau dari segi ekonomi, akan
menguntungkan jika pada proses ekstraksi titik didih pelarut tidak terlalu tinggi
(seperti juga halnya dengan panas penguapan yang rendah).
7. Kriteria yang lain
Pelarut sedapat mungkin harus:
1. Murah
2. Tersedia dalam jumlah besar
3. Tidak beracun
4. Tidak dapat terbakar
5. Tidak eksplosif bila bercampur dengan udara
6. Tidak korosif
7. Tidak menyebabkan terbentuknya emulsi
8. Memilliki viskositas yang rendah
9. Stabil secara kimia dan termis.
Karena hampir tidak ada pelarut yang memenuhi syarat di atas, maka
untuk setiap proses ekstraksi harus dicari pelarut yang paling sesuai. Beberapa
pelarut yang terpenting adalah : air, asam-asam organik dan anorganik,
hidrokarbon jenuh, toluen, karbon disulfit, eter, aseton, hidrokarbon yang
mengandung khlor, isopropanol, etanol (Nurul, 2013).

22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara umum, ekstraksi metabolit sekunder dibedakan atas dua yaitu
ekstraksi padat cair dan ekstraki cair-cair. Ekstraksi padat cair, digunakan untuk
melarutkan zat yang dapat larut dari campurannya dengan zat padat yang tidak
dapat larut yang terdiri dari cara dingin (maserasi, perkolasi) dan cara panas
(soxhletasi, refluks) sedangkan ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan
dua zat cair yang saling bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat
melarutkan salah satu zat. Dalam melakukan ekstraksi padat cair, ada beberapa
faktor yang mempengaruhi yaitu temperatur, zat pelarut, ukuran partikel dan
pengadukan fluida sedangkan pada ektraksi cair-cair, hal yang harus diperhatikan
adalah selektivitas, kelarutan, kemampuan untuk saling tidak bercampur,
kerapatan, selektivitas dan titik didih.
1.2 Saran
Makalah mengenai ekstraksi metabolit sekunder telah dibuat semaksimal
mungkin, namun masih banyak kekurangan yang memerlukan kritik dan saran
dari pembaca sebagai perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya. Demi
untuk menambah wawasan kita dalam ekstraksi metabolit sekunder, diharapkan
ada tulisan selanjutnya mengenai cara fraksinasi snyawa metabolit sekunder.

23
DAFTAR PUSTAKA

Akhyar.2010. Uji Daya Hambat dan Analisis Klt Bioautografi Ekstrak Akar dan
Buah Bakau (rhizophora stylosa griff.) terhadap vibrio harveyi. Makassar:
Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

Afifah, Riski. 2012. Metode Maserasi. (Online).


http://ekstraksitanamanobat.blogspot.com. Diakses tanggal 18 April 2014
Pukul 16.32 WITA

Anonim.2011. Perkolasi. (Online). http://mayapusmpuspuspita.files.wordpress.co


m. Diakses tanggal 8 April 2014 Pukul 12.40 WITA

Anonim. 2009. Ekstraski Pelarut. (Online). http://bersamafebri.blogspot.com/20


09/04/ekstraksi-pelarut.html. Diakses pada 18 Februari 2013 pukul 10.25
WITA

Anonim. 2011. Laporan Ekstraksi Pelarut. (Online). http://meitaisme.wordpress.c


om/tuu-gaasss/kimia-analitik/laporan-ooh-laporan/. Diakses pada 4 April
2013 pukul 18:34 WITA

Anonim.2011. Laporan Praktikum Ekstraksi Pelarut. (online). http://yellikeroppy


.blogspot.com/2011/0sss5/laporan-praktikum-ekstraksi-pelarut.html.Diakses
pada 4 Maret 2013 pukul 18.20 WITA

Anonim. 2011. Ekstraksi dengan Maserasi. (Online). http://mayapusmpuspuspita.


wordpress.com. Diakses tanggal 11 April 2014 pukul 11.02 WITA

Anonim. 2011. Refluks. (Online). http://zilazulaiha.blogspot.com. Diakses tanggal


11 April 2014 Pukul 12.08 WITA

Anonim. 2012. Prinsip Ekstraksi dengan Cara Soxhletasi. (Online).


http://nurfaisyah.web.id. Diakses tanggal 26 April 2013 Pukul 14.10 WITA

Ardiyan, Agusta . 2012. Ekstraksi Pelarut. (Online). http://clickardiyan.blogspot.c


om/2012/06/makalah-ekstraksi-pelarut.html. Diakses pada 4 Maret 2013
pukul 18:18 WITA

Anonim. 2013. Laporan Praktikum Teknik Kimia. (Online).


http://alexkimia.wordpress.com. Diakses tanggal 15 April 2013 Pukul 15.24
WITA

Anonim. 2014. Obat Diabetes Paling Ampuh. (Online).


http://pamitra.blogspot.com. Diakses tanggal 18 April Pukul 15.42 WITA

24
Azam Khan. 2012. Prinsip Kerja Ekstraktor Soxhlet. (online). http://khoirulazam8
9.blogspot.com/2012/01/prinsip-kerja-ekstraktor-soxhlet.html (diakses
tanggal 26 April pukul 14.31 WITA)

Day. Jr, R.A., dan A.L. Underwood. 1988. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga

Faradillah.2011. Laporan Ekstraksi Pelarut (Cair-Cair dan Padat Cair). (Online).


http://faradillahchemistry09.blogspot.com/. Diakses tanggal 1 April 2014
Pukul 11.35 WITA

Hamdani.2014. Maserasi. (Online). http://catatankimia.com. Diakses tanggal 18


April 2014 Pukul 16.09 WITA

Irawan, Bambang. 2010. Peningkatan Mutu Minyak Nilam dengan Ekstraksi dan
Destilasi Pada Berbagai Komposisi Pelarut. Semarang: Universitas
Negeri Gorontalo

Keloko, raju S.P. 2013. Ekstraksi. (Online). http://rajukeloko.blogspot.com.


Diakses tanggal 11 April 2014 Pukul 11.43 WITA

Khopkar, S. M. Penerjemah A. Saptorahardjo. 2010. Konsep Dasar Kimia


Analitik. Jakarta: UI-Press

Mandiri, Rizky. 2013. Ekstraksi Metode Refluks. (Online). http://mandiriii.blogsp


ot.com. Diakses tanggal 11 April 2014 pukul 12.29 WITA

Muhiedin, Fuad. 2008. Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam dengan
Metode Ekstraksi Multi Tahap. Malang: Universitas Brawijaya

Nurul. 2013. Concept With Image. (Online). http://nurul.kimia.upi.edu Diakses


tanggal 18 April 2014 Pukul 08.32 WITA

Rahman dunggio. 2012. Soxhletasi. (online). Http://rdunggiochm.blogspot.com/.


Diakses tanggal 26 April 2013 Pukul 14.12 WITA

Rene Nursaerah M. L. 2011. Mempelajari Ekstraksi Pigmen Antosianin dari Kulit


Manggis dengan Berbagai Jenis Pelarut. Bandung: Universitas Pasundan

Soebagio, dkk. 2005. Kimia Analitik. Malang: Universitas Negeri Malang

Sulaiman, Sepha Diadara. 2011. Maserasi. (Online). http://sephadiadaralife.blogs


pot.com. Diakses tanggal 11 April 2014 pukul 11.10 WITA

Team Teaching. 2013. Dasar-Dasar Pemisahan Analitik bagi Mahasiswa.


Gorontalo: Laboratorium Kimia, FMIPA UNG

25
Yashito takeuchi, 2006. Buku Teks Pengantar Kimia Diterjemahkan dari Versi
Bahasa Inggrisnya oleh Ismunandar. Iwanani shoten: Tokyo

Wilda, Ulfa. 2013. Makalah kimia analisis. (online). http://ulfa-wilda-sii-


pharmachy.blogspot.com. Diakses tanggal 15 April 2014 Pukul 15.36
WITA

26

Anda mungkin juga menyukai