PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
TESIS
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
EKSPRESI PROTEIN 53 (p53) TIDAK BERHUBUNGAN
DENGAN STADIUM KANKER OVARIUM
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
ii
Lembar Pengesahan
Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, Sp.OG(K) dr. I Wayan Megadhana, Sp.OG(K)
NIP. 19530715 198003 1 009 NIP 19600125 198710 1 002
Mengetahui
Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd, FAACS Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)
NIP. 194612131971071001 NIP. 195902151985102001
iii
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 20 Januari 2014
Anggota:
1. dr. I Wayan Megadhana, Sp.OG(K)
2. Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd, FAACS
3. Dr.dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK.,M.Kes
4. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH,PH.D
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis
vi
ABSTRAK
vii
ABSTRACT
Ovarian cancer is the second most common cancer in women after cervical
cancer and having the highest morbidity and mortality rate after cervical cancer
and uterine cancer. Many studies have been developed to explore the early
detection method for ovarian cancer, in order to decrease the morbidity and
mortality rate, and also to increase the patient’s life expectancy. However, the
ideal early detection method for ovarian cancer patient has not been established
until now. Based on that fact, many investigators initiate to investigate various
methods for the early detection of ovarian cancer through genetic approach, which
is by detecting any genetic disorder in ovarian cancer patient. One of the possible
gene that play a role in etiopathology of ovarian cancer is P53, which is the gene
that expresses or codes the protein 53 (p53). As the result, this study was aimed at
assessing the correlation between p53 and the ovarian cancer stadium staging.
This study was a cross-sectional study in Obstetric and Gynecologic,
Anatomical Pathology, and Medical Record Department of Sanglah Hospital,
Denpasar, in July 2011 until July 2013, with a total of 44 paraffin wax blocks. The
parrafin wax block samples were categorized based on the ovarium cancer
staging, namely: ovarian cancer stage I, II, III and IV respectively. Each group of
staging was performed p53 expression experiment with immunohistochemistry
technique. Analysis of correlation between p53 and ovarian cancer staging was
conducted with Spearman Test.
This study obtained mean age, Body Mass Index (BMI), parity, history of
hormonal contraception from the four groups of ovarian cancer in homogeneity.
Based on the correlation test, the r-value was -0,099 (p=0,522), which indicating
that there was no correlation between ovarian cancer staging and p53 expression.
In conclusion, p53 expression was not proved to correlate with the ovarian
cancer staging.
Keywords : p53 expression, ovarian cancer staging
viii
DAFTAR ISI
Halaman
ix
2.1.1 Struktur p53....................................................................................................9
PENELITIAN .......................................................................................................36
x
4.5.1 Identifikasi variabel......................................................................................42
5.2 Hubungan antara Ekspresi p53 dengan Stadium Kanker Ovarium .................51
6.2 Hubungan antara Ekspresi p53 dengan Stadium Kanker Ovarium ................58
LAMPIRAN ........................................................................................................71
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
2.2 Kelompok Gen dan Ekspresi Protein Abnormal pada Kanker Ovarium ...24
5.1 Distribusi Umur, IMT, Paritas, dan Riwayat Kontrasepsi Hormonal pada
5.2 Hubungan antara Ekspresi p53 dengan Stadium Kanker Ovarium ............51
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Ovarium......................................................................................................27
xiii
DAFTAR SINGKATAN
ATP : Adenosine-Triphospat
DAB : Diaminobenzinidine
DMBA : Dimethylbenzanthrene
DR : Death Reseptor
G1 : Gap 1
G2 : Gap 2
GTP : Guinidine-Triphospat
kb : kilobasa
LH : Luteinizing Hormone
xiv
M : Mitosis
miRNAs : mikroRNAs
S : Sintesis
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xvi
1
BAB I
PENDAHULUAN
yang beraneka ragam oleh karena dapat berasal dari ketiga dermoblast baik
ektoderm, mesoderm dan endoderm. Kanker ini berdasarkan atas sel-sel penyusun
ovariumnya dapat dibagi menjadi tiga tipe utama, yaitu: kanker ovarium tipe
epitelial, germinal, dan stromal. Sampai saat ini penyebab pasti dari kanker
antara lain: adanya riwayat keluarga menderita kanker ovarium, mamae dan
kolon, mutasi genetik, umur di atas 50 tahun, wanita yang tidak memiliki anak,
wanita yang memiliki anak pada umur lebih dari 35 tahun, riwayat pemakian
terapi atau kontrasepsi hormonal, dan berat badan yang berlebih, terutama wanita
dengan Indek Massa Tubuh (IMT) yang lebih dari 30 kg/m2 (Czyz, 2008). Kanker
ovarium merupakan kanker kedua terbanyak pada wanita setelah kanker servik
dan memiliki angka kematian tertinggi setelah kanker servik dan korpus uteri
(Ari, 2008). Di Amerika Serikat, jumlah kasus baru dan angka kematian kanker
ovarium meningkat setiap tahunnya, di mana pada tahun 2002 diperoleh sebanyak
23.300 kasus dengan angka kematian sebesar 56,29% dari kasus tersebut. Tahun
2003 meningkat menjadi 25.400 kasus dengan angka kematian sebesar 59,66%
dari kasus dan tahun 2007 menjadi 22.430 kasus baru dengan angka kematian
1
2
21.880 kasus baru akan terdiagnosis dengan angka kematian yang masih tinggi
yaitu sebesar 63,30% (American Cancer Society, 2010). Angka kejadian kanker
ovarium di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah pada tahun 2005 diperoleh
sebesar 35% dari seluruh kanker ginekologi dengan survival rate selama lima
Tingginya angka kematian dan rendahnya harapan hidup selama lima tahun
pada kanker ovarium sangat ditentukan oleh seberapa dini ditemukannya stadium
kanker ovarium tersebut. Semakin dini stadium kanker ovarium ditemukan, maka
semakin tinggi angka harapan hidup dari penderita kanker ovarium (Ari, 2008).
Namun kenyataannya sangat sulit untuk melakukan deteksi dini pada kanker
ovarium, sehingga hampir sebagian besar kasus ditemukan pada stadium terminal
dengan survival rate selama lima tahun yang sangat rendah, yaitu sebesar 20
sampai 30%. Apabila kasus kanker ovarium tersebut ditemukan pada stadium
yang lebih dini maka survival rate selama lima tahun meningkat bahkan mencapai
90 sampai 95%. Sehingga, peranan deteksi dini merupakan hal yang sangat
penting dalam upaya menurunkan morbiditas dan mortalitas pada kanker ovarium
ovarium sangat berhubungan dengan sifat totipoten dari ovarium, lokasi ovarium
yang tidak spesifik, sosial budaya dan pendidikan masyarakat yang relatif rendah.
Terlebih lagi, deteksi dini dari kanker ovarium sampai saat ini masih belum dapat
3
dengan kanker ovarium yang telah dinyatakan mengalami remisi komplit setelah
dilakukan evaluasi selama enam bulan, lebih dari 50% penderita ternyata
harapan hidup pada wanita yang menderita kanker ovarium. Berdasarkan hal itu
maka diperlukan suatu pendekatan yang berbeda dalam memahami etiologi dan
patogenesis dari kanker ovarium yang nantinya dapat digunakan sebagai dasar
kanker ovarium.
angka morbiditas dan mortalitas serta meningkatkan harapan hidup bagi penderita.
Namun sampai saat ini belum ditemukan suatu alat deteksi dini yang ideal bagi
biomarker serum Ca-125 merupakan dua di antara sekian banyak alat deteksi dini
terbaru yang telah dilakukan penelitian secara mendalam (Karst dan Drakin,
2009).
melaporkan bahwa TVS memiliki sensitivitas yang rendah sebagai deteksi dini
kanker ovarium. TVS mampu mendeteksi besar volume dari kanker ovarium saja,
sehingga dikatakan bahwa TVS hanya mendeteksi kanker ovarium yang dapat
4
Hal ini sangat mengkhawatirkan, khususnya pada kasus kanker ovarium tipe
serosa yang dapat bermetastasis dengan cepat dari ovarium ke organ pelvis
Penelitian yang dilakukan oleh Van Nagell dkk. (2007) terhadap wanita yang
tidak memiliki keluhan namun terdapat risiko menderita kanker ovarium. Setelah
wanita tersebut menjalani deteksi dini menggunakan TVS dan dinyatakan negatif,
kekurangan di mana tidak dapat membedakan kanker ovarium dengan massa jinak
adneksa, seperti kista dan fibroma, terutama pada wanita postmenopause (Karst
125 telah menyimpulkan bahwa Ca-125 tidak dapat digunakan sebagai alat
deteksi dini kanker ovarium pada wanita tanpa keluhan yang berisiko menderita
kanker ovarium (Hogdall dkk., 2007). Hal ini disebabkan karena sensitivitas yang
dimiliki oleh Ca-125 masih sangat rendah dan adanya positif palsu yang tinggi
Melihat fenomena di atas, maka para ahli mulai memikirkan berbagai metode
genetik, yaitu dengan mendeteksi kelainan genetik pada pasien kanker ovarium.
secara langsung terhadap mutasi pada gen atau pun tidak langsung melalui
abnormalitas ekspresi protein yang dihasilkan oleh gen termutasi. Beberapa gen
dan ekspresi protein gen yang diduga mengalami kelainan dan terlibat dalam jalur
karsinogenesis terjadinya kanker ovarium telah diketahui. Kelainan pada gen dan
ekspresi protein gen tersebut dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu
onkogen seperti gen HER-2/neu, MYC, CDK1, inaktivasi gen supresor tumor
seperti gen P53, perubahan pada gen apoptosis seperti gen BCL2, dan perubahan
gen perbaikan DNA seperti gen BRCA1 dan BRCA2 (Kumar dkk., 2010). Salah
terjadinya kanker ovarium adalah P53, gen yang mengkode atau mengekspresikan
protein 53 (p53).
Gen P53 melalui ekspresi proteinnya, yaitu p53 memiliki potensi yang besar
untuk dikembangkan sebagai salah satu alat deteksi dini kanker ovarium dan
Penelitian tentang pemanfaatan gen P53 atau melalui ekspresi proteinnya, yaitu
p53 sampai saat ini masih menunjukkan hasil yang berbeda, khususnya terhadap
stadium kanker ovarium terdiri atas stadium I, II, II, dan IV yang nantinya dapat
digunakan sebagai dasar pemikiran bahwa p53 dapat dimanfaatkan sebagai media
terdapat hubungan yang signifikan antara p53 dengan stadium kanker ovarium.
Penelitian yang dilakukan oleh Rauf dan Masadah (2009) memperoleh hasil
6
sebesar 58,5% sampel mengalami ekspresi p53 positif, di mana hasil positif
terbanyak ditemukan pada kanker ovarium stadium IV, kemudian diikuti dengan
stadium III, II, dan I. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Lobna (2010)
memperoleh hasil bahwa ekspresi p53 yang positif memiliki hubungan dengan
dilakukan oleh Marks (2006) menyimpulkan bahwa ekspresi p53 positif tidak
sangat berhubungan dengan kejadian mutasi dari gen P53 itu sendiri. Penelitian
yang dilakukan oleh Psyarii dkk. (2007) juga menyimpulkan bahwa ekspresi p53
Penelitian yang dilakukan oleh Marcus (2010) menyimpulkan bahwa mutasi dari
gen P53 lebih banyak ditemukan pada kanker ovarium stadium dini dibandingkan
dengan stadium lanjut dan ekspresi p53 tidak berhubungan dengan derajat stadium
kanker ovarium.
Pada sel yang mengalami mutasi atau kehilangan P53, maka sel akan
mengekspresikan p53 secara berlebih atau overekspresi p53 namun tidak dapat
bekerja sebagai pengaktivasi proses transkripsi pada beberapa gen target seperti
tidak akan terjadi aktivasi p21, yang mengakibatkan siklus sel tidak berhenti pada
akhir fase G1 dan tidak terjadi aktivasi GADD45, yang mengakibatkan tidak
terjadinya perbaikan DNA. Ditambah lagi, pada sel yang mengalami mutasi atau
kehilangan P53, tidak adanya aktivasi pada gen apoptosis yaitu BAX
mengakibatkan sel gagal mengalami apoptosis. Pada akhirnya, semua hal tersebut
7
berdampak pada terfiksasinya mutasi pada sel yang membelah, khususnya DNA
sehingga sel akan masuk menuju proses menuju transformasi ganas dalam hal ini
Sampai saat ini, deteksi dini kanker ovarium masih belum dapat dilakukan
genetik sebagai alat deteksi dini kanker ovarium. Bahkan ide untuk memanfaatkan
peran gen P53 dan protein p53 yang sedemikian besarnya pun masih belum
ovarium.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka melalui tesis ini dilakukan
upaya pemanfaatan peran genetik, khususnya protein p53, sebagai alat deteksi
terkait dengan sejauh mana tingkat keparahan atau stadium dari kanker ovarium
penilaian korelasi atau hubungan antara p53 dengan derajat stadium kanker
dalam rangka mendukung pengembangan ide pemanfaatan gen P53 dan ekspresi
ini adalah:
Apakah ada hubungan antara ekspresi protein 53 (p53) dengan stadium kanker
ovarium?
8
Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk
ovarium.
rangka mendukung pengembangan ide pemanfaatan gen P53 dan protein p53
Penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya khasanah medis dalam alat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dikode oleh gen P53 yang berperan dalam menjaga keutuhan sel atau integritas
genom melalui proses transkripsi dan translasi. Gen P53 tersebut merupakan suatu
gen penekan tumor atau supresor tumor (Syaifudin, 2007). Pada awalnya, P53
diperkirakan sebagai suatu onkogen oleh karena ditemukan dalam jumlah yang
terhadap P53 menunjukkan bahwa P53 dapat diisolasi dari sejumlah klon yang
terbukti mampu mempertahankan sel kultur agar tetap hidup. Kemudian diketahui
bahwa P53 yang terdapat dalam sel tersebut merupakan bentuk mutan dari P53
(Bai dan Zhu, 2006). Penelitian berikutnya terungkap bahwa P53 mampu
sebesar 53 kilo Dalton (kDa). Protein ini dikode oleh 20 kilobasa (kb) gen yang
mengandung 11 ekson dan 10 intron, terletak pada bagian lengan pendek dari
kromosom 17. p53 mengandung sebanyak 393 asam amino dan terdiri dari
9
10
beberapa struktur atau komponen penting yang dapat dilihat pada gambar 2.1 (Bai
sampai 42 dan daerah yang memiliki asam amino prolin yang tinggi atau proline-
rich region, yaitu residu 61 sampai 94 dengan urutan sekuen PXXP yang
berulang, di mana X adalah asam amino. Selain itu, terdapat sebuah daerah
domain inti sentral atau central core, yaitu residu 102 sampai 292 dan daerah
domain C-terminal, yaitu residu 324 sampai 393. Bagian C-terminal tersebut
dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu daerah yang mengandung domain
oligomerisasi atau tetramerisasi, pada residu 324 sampai 355 dan domain regulasi
pada terminal karboksil, merupakan daerah dasar yang kuat pada residu 363
sampai 393 (Bai dan Zhu, 2006). Daerah domain terminal asam amino digunakan
Daerah yang kaya akan prolin memainkan peranan penting dalam stabilitas dari
p53 yang diregulasi oleh MDM2 tersebut, di mana p53 menjadi lebih rentan
terhadap degradasi oleh MDM2 jika daerah yang kaya akan prolin tersebut
berperan khusus dalam menghancurkan protein p53. Bagian domain inti sentral
dari protein p53, terutama dibentuk oleh ikatan Deoxyribonucleic Acid (DNA), di
mana merupakan dominan yang dibutuhkan dalam sekuen ikatan DNA spesifik
bagian C-terminal dari p53 juga berfungsi sebagai domain regulasi negatif yang
memiliki fungsi untuk menginduksi proses kematian sel atau apoptosis dan
mengatur kemampuan domain binding DNA inti sebagai bentuk yang laten.
Apabila interaksi antar C-terminal dan domain binding DNA inti diputus atau
sebagian besar terletak pada domain DNA binding inti. Penelitian lainnya terhadap
P53 yang dimasukkan ke dalam sel kanker yang sebelumnya telah kehilangan
tumor atau tumorigenesis. Namun, sebaliknya adanya pemberian mutan P53 dapat
12
inkativasi fungsi P53 dalam berbagai keganasan dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1
Mekanisme Inaktivasi Gen P53
Mekansime inaktivasi gen P53 Efek inaktivasi
Mutasi perubahan asam amino Menghalangi p53 dari binding pada
pada domain DNA binding deret DNA spesifik dan mengaktifkan
gen didekatnya
p53 merupakan suatu polipeptida yang diekspresikan atau dikode oleh gen
P53 yang berperan dalam menjaga keutuhan sel atau integritas genom melalui
jalur transkripsi tetramerik. p53 ini ditemukan dalam jumlah yang sangat rendah
pada sel yang tidak terpapar oleh stressor. Namun, apabila terjadi suatu stressor,
baik berupa hipoksia, kerusakan pada integritas seluler dan onkogen yang tidak
sesuai, maka p53 tersebut akan diekspresikan dalam jumlah yang lebih tinggi
Sehingga p53 dianggap sebagai suatu monitor sentral terhadap stressor yang dapat
mengarahkan sel untuk memberikan respon yang sesuai, baik berupa penghentian
p53 secara normal di dalam sel yang tidak mengalami stress memiliki waktu
paruh yang sangat pendek, kurang lebih dua puluh menit. Waktu paruh yang
relatif pendek tersebut disebabkan oleh karena adanya ikatan p53 dengan Murine
Double Minute 2 (MDM2) (Bai dan Zhu, 2006). MDM2 merupakan suatu protein
2007).
gambar 2.2. Apabila terdapat suatu stressor, baik berupa hipoksia, kerusakan pada
integritas seluler atau Deoxyribonucleic Acid (DNA) dan onkogen yang tidak
sesuai maka akan terjadi aktivasi p53. Namun apabila perbaikan kerusakan DNA
tersebut gagal, maka p53 yang normal akan mengarahkan sel pada kematian yang
Siklus replikasi sel dibagi menjadi empat fase, yaitu: fase gap 1 (G1), sintesis
(S), gap 2 (G2), dan mitosis (M). Replikasi DNA berlangsung pada fase S dan
fase M. Fase S dan M adalah fase yang paling sensitif terhadap berbagai macam
faktor risiko terjadinya kerusakan DNA. Oleh karena itu, apabila terdapat suatu
faktor risiko tertentu, seperti pajanan radiasi, sel tetap berada pada tahap arrest,
yaitu fase G1 atau G2. Namun, apabila perbaikan DNA tersebut telah selesai, maka
pembelahan sel akan berlanjut dan memasuki fase berikutnya (Syaifudin, 2007).
P53 merupakan salah satu gen penekan kanker atau supresor tumor yang
berperan penting dalam melindungi siklus sel. Apabila terjadi kerusakan pada sel,
maka P53 di dalam inti akan teraktivasi sehingga dapat mensintesis p53. Aktivasi
p53 tersebut akan meningkatan proses transkripsi pada beberapa gen target seperti
Selanjutnya aktivasi p21 menyebabkan siklus sel terhenti atau arrest pada akhir
fase G1. Sementara siklus sel berhenti pada fase G1, aktivasi GADD45 selanjutnya
(Syaifudin, 2007). Namun apabila perbaikan kerusakan DNA tersebut gagal maka
p53 yang normal akan mengarahkan sel pada kematian yang terprogram atau
proses apoptosis (gambar 2.2a). Selain itu, p53 juga dapat mengaktivasi gen
gen-gen pemicu pertumbuhan atau growth promoting genes, seperti MYC dan
aktivasi mir-34 juga menghambat proses translasi dari gen anti-apoptosis sehingga
dapat memicu terjadinya proses apoptosis (gambar 2.2b) (Kumar dkk., 2010).
Apoptosis merupakan program bunuh diri intra seluler yang dilakukan dengan
(Kumar dkk., 2010). Secara umum, terdapat dua jalur utama dalam proses
apoptosis, yaitu: jalur intrinsik dan ekstrinsik. Jalur intrinsik meliputi pemberian
reseptor kematian atau Death Reseptor (DR), seperti Fas (reseptor 1 Tumor
16
Necrotic Factor (TNF)), DR4 dan DR5 (gambar 2.3) (Bai dan Zhu, 2006).
Adanya interaksi dengan ligan yang sesuai akan mengarah kepada proses
berhubungan dengan apoptosis. Selain itu, apoptosis juga merupakan suatu proses
yang aktif, di mana menginduksi gen seperti BAX dan ekspresi antigen Fas
maupun represi atau penekanan simultan gen seperti BCL2 (Kumar dkk., 2010).
P53 memiliki peranan yang penting dalam pengaturan siklus sel dengan
melakukan kontrol terhadap sejumlah gen, termasuk gen untuk apoptosis jika
terdapat kerusakan seluler yang berat. Peran p53 dalam proses apoptosis ini,
17
Bax. Selanjutnya protein Bax tersebut akan mendorong pelepasan sitokrom c pada
merupakan kaspase terakhir atau eksekutor yang memecah DNA dan substrat
dkk., 2010).
Gambar 2.4 Peran p53 dalam Proses Apoptosis (Kumar dkk., 2010)
Pada sel yang mengalami mutasi atau kehilangan P53, maka sel tidak akan
mampu mengekspresi p53 atau dapat terjadi ekspresi p53 secara berlebih
transkripsi pada beberapa gen target seperti gen inhibitor cyclin-dipendent kinase
CDKN1A (P21) dan GADD45. Sehingga tidak terjadi aktivasi p21, yang
mengakibatkan siklus sel tidak berhenti pada akhir fase G1 dan tidak terjadi
lagi, pada sel yang mengalami mutasi atau kehilangan gen P53, tidak adanya
aktivasi pada gen apoptosis yaitu BAX mengakibatkan sel gagal mengalami
apoptosis. Pada akhirnya, semua hal tersebut berdampak pada terfiksasinya mutasi
pada sel yang membelah, khususnya DNA sehingga sel akan masuk menuju
proses menuju transformasi ganas (gambar 2.5) (Syaifudin, 2007; Kumar dkk.,
2010).
histogenisitas yang beraneka ragam, di mana dapat berasal dari ketiga dermoblast
baik ekoderm, mesoderm dan endoderm. Kanker ini berdasarkan atas sel-sel
penyusun ovarium dapat dibagi menjadi tiga tipe utama, yaitu: kanker ovarium
tipe epitelial, germinal dan stromal (Busman, 2008). Sampai saat ini penyebab
pasti dari kanker ovarium masih diperdebatkan, namun beberapa faktor risiko
yang dianggap dapat menjadi penyebab timbulnya kanker ovarium, antara lain:
adanya riwayat keluarga penderita kanker ovarium, mamae, dan kolon, mutasi
pada gen BRCA 1 dan BRCA 2, umur di atas 50 tahun, wanita yang tidak
memiliki anak atau nullipara, dan wanita yang memiliki anak pada umur lebih dari
genitalia wanita. Kanker ovarium sangat sulit ditemukan pada stadium awal,
sehingga sebagian besar kasus baru ditemukan pada stadium yang telah lanjut
(Ari, 2008). Adanya keterlambatan dan kesulitan dalam melakukan diagnosis pada
kanker ovarium ini sangat berhubungan dengan sifat totipoten dari ovarium, lokasi
gejala yang tidak spesifik, sosial budaya, dan pendidikan masyarakat yang relatif
rendah. Terlebih lagi, deteksi dini dari kanker ovarium, sampai saat ini masih
Kanker ovarium sebagian besar terjadi pada wanita umur 40 sampai 65 tahun
dan sangat jarang terjadi pada umur di bawah 40 tahun. Angka kejadian kanker
mana kurang lebih sebesar 16 kasus per 100.000 wanita umur 40 sampai 44 tahun
meningkat menjadi 57 kasus per 100.000 wanita umur 70 sampai 74 tahun. World
Health Organization (WHO) pada tahun 2002 melaporkan bahwa kanker ovarium
mencapai 15 kasus per 100.000 wanita setelah kanker payudara, korpus uteri, dan
kolorektal (Fauzan, 2009). Di Amerika serikat, jumlah kasus baru dan angka
mortalitas kanker ovarium meningkat setiap tahunnya, di mana pada tahun 2002
diperoleh sebanyak 23.300 kasus, dengan angka kematian sebesar 56,29% dari
kasus tersebut. Pada tahun 2003 meningkat menjadi 25.400 kasus dengan angka
kematian sebesar 59,66% dari kasus dan tahun 2007 menjadi 22.430 kasus baru
dengan angka kematian meningkat mencapai 68,12%. Bahkan pada tahun 2010
kematian yang masih tinggi yaitu sebesar 63,30% (American Cancer Society,
2010).
Mangunkusumo dari tahun 2003 sampai 2007 (gambar 2.6) (Fauzan, 2009).
21
Registrasi Kanker pada tahun 2006 mencapai 11,9% (Badan Registrasi Kanker,
2006). Angka kejadian kanker ovarium di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)
Sanglah pada tahun 2005 diperoleh sebesar 35% dari seluruh kanker ginekologi
dengan survival rate selama lima tahunnya hanya sebesar 15% (Karyana, 2005).
Sampai saat ini penyebab pasti dari kanker ovarium masih diperdebatkan,
namun beberapa faktor risiko yang dianggap dapat menjadi penyebab timbulnya
kanker ovarium, antara lain adalah: genetik, umur, kehamilan dan paritas,
2.2.2.1 Genetik
kanker ovarium. Beberapa gen dan ekspresi protein gen yang mengalami kelainan
Adanya mutasi atau delesi pada gen P53 merupakan kelainan yang paling sering
ditemukan, di mana pada lebih dari 50% kasus kanker ovarium, khususnya pada
stadium yang telah lanjut (Granstrom, 2008). Pada saat sekarang ini, telah
P53 maupun ekspresi p53 terhadap stadium kanker ovarium. Hasil-hasil penelitian
rangka mendukung pengembangan ide pemanfaatan gen P53 dan ekspresi p53
ekspresi p53 yang positif tersebut memiliki hubungan dengan stadium kanker
ovarium, khususnya pada stadium lanjut. Penelitian yang dilakukan oleh Rauf dan
imunohistokimia p53 dalam jaringan kanker ovarium dari pasien yang telah
dioperasi. Hasilnya, derajat ekspresi p53 ditemukan lebih tinggi pada kanker
ovarium stadium lanjut dan pemantauan selama enam bulan sampai dua tahun
setelah operasi menunjukkan bahwa pasien yang mempunyai ekspresi p53 yang
tinggi juga diperoleh angka kematian yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh
Pasyrii dkk. (2007) pada 141 jaringan pasien kanker ovarium stadium lanjut,
bertujuan untuk menentukan peran dari p53 sebagai faktor prognostik pada kanker
23
jumlah ekspresi p53 inti dan sitoplasma yang tinggi berhubungan dengan semakin
besarnya harapan hidup lima tahunan dari pasien tersebut, masing-masing dengan
nilai p= 0,0338 dan p= 0,0002 (p<0,005). Penelitian yang dilakukan oleh Adiyanti
(2007) yang bertujuan untuk menilai hubungan antara ekspresi p53 dengan
memperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara ekspresi p53
dengan stadium kanker ovarium. Penelitian yang dilakukan oleh Havrilesky dkk.
(2002) pada 125 blok parafin pasien kanker ovarium stadium lanjut. Penelitian ini
bertujuan untuk menentukan peran dari p53 sebagai faktor prognostik pada kanker
harapan hidup pasien kanker ovarium serta hubungan overekspresi p53 dengan
jenis kelainan gen P53 yang ditemukan pada sampel. Pada seluruh sampel
namun tidak berhubungan dengan besarnya harapan hidup lima tahunan dari
pasien tersebut. Dari 55 sampel yang mengalami overekspresi p53, sebesar 100%
Kanker ovarium juga diduga berhubungan dengan terjadinya mutasi pada gen
BRCA 1 dan BRCA 2. Kedua gen tersebut juga telah diketahui memiliki peranan
Berbagai kelainan pada gen dan ekspresi protein gen tersebut dapat dibagi
supresor kanker atau tumor yang tidak aktif, perubahan gen perbaikan DNA, dan
perubahan gen apoptosis (Kumar dkk., 2010). Secara lengkap pembagian dan
Tabel 2.2
Kelompok Gen dan Ekspresi Protein Abnormal pada Kanker Ovarium
Kelompok Lokasi/Kategori Gen Keterangan
Onkogen TGF-α TGFA Overekspresi
EGF receptor HER-2/neu Overekspresi
FMS- like tyrosine FLT3 Amplifikasi
Kinase 3
GTP-binding KRAS/HRAS Point mutation
RAS signal BRAF Point mutation
transduction
Transcriptional MYC Amplifikasi
activator
Cyclin dependent CDK1 Amplifikasi
kinase
2.2.2.2 Umur
umur. Sebanyak 80% dari kejadian kanker ovarium ditemukan pada umur wanita
lebih dari 45 tahun, namun pada beberapa kasus kanker ovarium juga dapat
25
ditemukan pada umur yang relatif lebih muda daripada kanker pada wanita
Kanker ovarium dapat ditemukan pada semua golongan umur, bahkan pada
kasus yang jarang, juga dapat ditemukan pada bayi bawah lima tahun (balita) dan
anak-anak. Namun angka kejadian paling banyak ditemukan pada rentang umur
(Colditz, 2004).
tahun 2006, diperoleh hasil bahwa, angka kejadian kanker ovarium meningkat
(Granstrom, 2008).
Kehamilan dan paritas merupakan salah satu faktor risiko yang penting dalam
memiliki risiko untuk mengalami kanker ovarium sekitar 50% lebih rendah
daripada wanita yang belum pernah hamil atau nullipara. Bahkan, wanita yang
telah beberapa kali hamil risiko terjadinya kanker ovarium menjadi semakin
berkurang (Czyz, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Cancer Research United
of Kingdom pada tahun 2006 menyimpulkan bahwa semakin tinggi jumlah paritas
wanita yang tidak memiliki anak atau nullipara memiliki risiko dua kali lipat lebih
besar untuk terjadinya kanker ovarium daripada wanita dengan paritas tiga atau
Tabel 2.3
Hubungan Jumlah Paritas dengan Risiko Kanker Ovarium
Jumlah paritas Risiko Relatif (95% CI)
3+ 1,0
2 1,21 (1,10-1,32)
1 1,60 (1,43-1,79)
0 2,12 (1,81-2,48)
(Granstrom, 2008)
kejadian kanker ovarium kurang lebih sebesar 40% pada wanita yang berumur 20
27
sampai 54 tahun, dengan risiko relatif sebesar 0,6. Penelitian lainnya melaporkan
bahwa penggunaan pil kontrasepsi selama kurang lebih satu tahun dapat
pemakaian mencapai lima tahun maka risiko terjadinya kanker ovarium dapat
dilakukan oleh Beral (2008) juga memperoleh hasil bahwa penurunan risiko
oral, di mana pada wanita yang memakai kontrasepsi oral selama kurang dari satu
tahun memiliki risiko relatif 1 dan semakin menurun mencapai 0,42 pada
Never
use
kombinasi progesteron dan estrogen atau progesteron saja akan menurunkan risiko
risiko relatif sebesar 2,2 untuk terjadinya kanker ovarium. Pada pemakaian yang
lebih lama lagi, selama 20 tahun lebih meningkatkan risiko relatif menjadi 3,2
meningkatkan risiko relatif sebesar 1,5 untuk terjadinya kanker ovarium (Zhou,
mengalami kanker ovarium. Pada pemakaian klomifen sitrat lebih dari dua belas
siklus, dapat meningkatkan risiko relatif sebesar sebelas kali untuk menjadi
tahun 2006 memperoleh hasil bahwa pada wanita dengan IMT di atas 30 atau
obesitas memiliki risiko relatif sebesar 1,59 untuk terjadinya kanker ovarium
(Schouten, 2008).
lainnya (Granstrom, 2008). Secara umum, risiko terjadinya kanker ovarium adalah
1,6% pada keseluruhan populasi. Risiko tersebut dapat lebih meningkat menjadi 4
sampai 5% apabila ada satu anggota keluarga, baik ibu atau saudara kandung,
menderita kanker ovarium. Apabila terdapat dua anggota keluarga yang menderita
kanker ovarium, maka risiko menderita kanker ovarium meningkat menjadi 7%.
Adanya riwayat kanker payudara dan kolon juga dapat meningkatkan risiko
terjadinya kanker ovarium pada anggota keluarga yang lainnya (Busman, 2008).
ditemukan, beberapa teori telah dikemukakan oleh para ahli dalam rangka
terpajan atau terpapar oleh berbagai faktor risiko sehingga dapat mengakibatkan
invaginasi pada permukaan dan badan inklusi pada kortek ovarium. Beberapa
Teori ini diangkat berdasarkan pada penelitian yang memperoleh hasil bahwa
angka insiden kanker ovarium meningkat pada wanita yang mengalami infeksi
atau radang pada panggul. Menurut teori ini, berbagai karsinogen dapat mencapai
31
kanker ovarium melalui ligasi tuba dan histerektomi mendukung teori ini, namun
peranan signifikan faktor reproduksi lainnya tidak dapat dijelaskan dengan teori
Teori ini dapat dijadikan sebagai dasar timbulnya kanker ovarium. Adanya
kadar gonadotropin yang tinggi, berkaitan dengan lonjakan yang terjadi selama
proses ovulasi dan hilangnya gonadal negative feedbeck pada menopause dan
pada berbagai macam tikus. Pada hewan tersebut, adanya penurunan estrogen dan
stimulasi estrogen pada epitel permukaan ovarium. Hal tersebut diduga berperan
penyebarannya dapat dilihat pada tabel 2.4 (Berek dan Natarajan, 2007).
Tabel 2.4
Kriteria Stadium Kanker Ovarium Menurut FIGO
Stadium Kriteria
I Pertumbuhan tumor terbatas pada ovarium
Ia Pertumbuhan tumor terbatas pada satu ovarium, cairan
ascites tidak mengandung sel-sel ganas, tidak ada
pertumbuhan tumor pada permukaan luar tumor, kapsul
utuh
Ib Pertumbuhan tumor terbatas pada kedua ovarium, cairan
ascites tidak mengandung sel-sel ganas, tidak ada
pertumbuhan tumor pada permukaan luar tumor, kapsul
utuh.
Ic Tumor pada stadium Ia atau Ib tetapi dengan pertumbuhan
tumor pada permukaan luar dari satu atau kedua atau kapsul
pecah atau cairan ascites atau cairan bilasan peritoneum
mengandung sel-sel ganas
II Pertumbuhan tumor pada satu atau kedua ovarium dengan
perluasan ke rongga pelvis
IIa Penyebaran dan atau metastasis ke uterus dan atau tuba
fallopi
IIb Penyebaran tumor ke organ pelvis lainnya
IIc Tumor dengan stadium IIa atau IIb, tetapi dengan
pertumbuhan tumor pada pemukaan luar dari satu atau
kedua ovarium atau kapsul pecah atau cairan ascites atau
cairan bilasan peritoneum mengandung sel-sel ganas
III Tumor melibatkan satu atau kedua ovarium dengan
implantasi di luar pelvis dan atau terdapat pembesaran
kelenjar limfe inguinal atau retroperitoneal. Metastasis pada
pemukaan liver sesuai dengan stadium III. Tumor terbatas
pada pelvis, tetapi pemeriksaan histologi menunjukkan
penyebaran tumor ke usus halus atau omentum
(Berek dan Natarajan, 2007)
33
Tabel 2.4
Kriteria Stadium Kanker Ovarium Menurut FIGO (lanjutan)
Stadium Kriteria
IIIa Tumor secara makroskopis terbatas pada pelvis dan tidak
ada pembesaran kelenjar limfe, tetapi pemeriksaan histologi
menunjukkan penyebaran ke permukaan peritoneum
abdominal
IIIb Tumor pada satu atau kedua ovarium dengan penyebaran di
permukaan peritoneum berdiameter tidak lebih dari 2 cm
dan didukung oleh hasil pemeriksaan histologi. Tidak ada
penyebaran ke kelenjar limfe
IIIc Terdapat penyebaran pada peritoneum abdominal dengan
diameter lebih dari 2 cm atau terdapat penyebaran ke
kelenjar limfe retroperitoneal atau inguinal atau keduanya
IV Pertumbuhan tumor meliputi satu atau kedua ovarium
dengan metastase jauh. Bila terdapat efusi pleura, harus
ditemukan sel-sel ganas pada pemeriksaan sitologi.
Metastasis pada parenkim liver sesuai dengan stadium IV
(Berek dan Natarajan, 2007)
2.3 Imunohistokimia
suatu antigen atau protein target dalam jaringan atau sel dengan menggunakan
Interaksi antara antigen dan antibodi merupakan suatu reaksi kimia yang tidak
kasat mata, sehingga diperlukan visualisasi adanya ikatan tersebut dengan melabel
antibodi yang digunakan dengan enzim atau fluorokrom. Enzim yang digunakan
yang menghasilkan produk akhir berwarna dan tidak larut, yang dapat diamati
Terdapat dua metode dasar dalam melakukan identifikasi antigen pada suatu
hanya melibatkan satu jenis antibodi, yaitu antibodi yang berlabel. Salah satu
primer yang tidak berlabel dan antibodi sekunder yang berlabel. Antibodi
immunoenzyme.
35
Untuk menjamin agar antibodi dapat mengikat antigen, maka sel harus
menjadi immobile. Hal ini dapat dilakukan dengan menumbuhkan sel pada slide
mikroskop, coverslip, atau bahan pendukung plastik yang sesuai. Secara umum,
terdapat dua macam metode fiksasi, yaitu pelarut organik dan reagen cross-
linking. Pelarut organik seperti alkohol dan aseton akan memindahkan lipid,
(CCRC, 2009a).
berikatan dengan antigen atau protein spesifik di dalam sel. Antibodi yang tidak
dideteksi secara langsung dengan antibodi primer berlabel, maupun secara tidak
2009a).
36
BAB III
Sampai saat ini penyebab pasti dari kanker ovarium masih diperdebatkan,
kanker ovarium, antara lain: faktor genetik, umur, kehamilan, penggunaan obat
Massa Tubuh (IMT) dan riwayat adanya keluarga dengan kanker ovarium,
kanker ovarium. Beberapa gen dan ekspresi protein gen yang mengalami kelainan
Kelainan pada gen dan ekspresi protein gen tersebut dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu onkogen yang memicu pertumbuhan, inaktivasi gen supresor tumor dan
Pertama adalah onkogen, beberapa gen yang termasuk dalam kelompok ini
diantaranya adalah gen HER2-neu, RAS, MYC, dan CDK1. Onkogen merupakan
pertumbuhan dan atau pembelahan seluler, sehingga akan mengarahkan sel pada
Kedua adalah inaktivasi gen supresor tumor. Gen-gen yang termasuk dalam
kelompok ini meliputi BRCA1, BRCA2 dan P53. Adanya inaktivasi pada BRCA1
36
37
atau DNA. P53 yang mengalami inaktivasi, misalnya pada sel yang mengalami
mutasi atau kehilangan gen P53, maka ekspresi p53 tidak terjadi atau terjadi
ekspresi p53 namun tidak dapat mengaktivasi proses transkripsi pada beberapa
gen target seperti gen inhibitor kinase dipendent-cyclin CDKN1A (P21) dan
GADD45. Kegagalan ekspresi p21 mengakibatkan siklus sel tidak dapat berhenti
BAX dan BCL2. Pada perubahan fungsi proapoptosis dari gen BAX, di mana
tidak terjadi aktivasi BAX akan mengakibatkan sel tidak mampu mengalami
proses apoptosis. Perubahan fungsi anti apoptosis gen BCL2, justru akan
Pada akhirnya, proliferasi sel yang tidak terkendali dan kegagalan proses
apoptosis akan berdampak pada terfiksasinya mutasi pada sel yang membelah,
Genetik
- Umur
- Paritas
Onkogen Inaktivasi gen Perubahan - Indek Massa Tubuh
supresor tumor gen apoptosis (IMT)
HER2-neu, - Riwayat kontrasepsi
RAS, MYC, hormonal
CDK1 BRCA1 BCL2 - Riwayat terapi
P53 BAX hormonal pada
BRCA2 masa menopause
- Riwayat keluarga
kanker ovarium,
↑Aktivasi (-) DNA (-) cycle cell Inhibisi mamae dan kolon
repair arrest (P21) apoptosis↑
pertumbuhan
(GADD45)
Kanker Ovarium
Ada hubungan antara ekspresi protein 53 (p53) dengan stadium kanker ovarium.
39
BAB IV
METODE PENELITIAN
p53 (+)
Stadium I
p53 (-)
p53 (+)
Stadium II
p53 (-)
Kanker Ovarium
p53 (+)
Stadium III
p53 (-)
p53 (+)
Stadium IV
p53 (-)
39
40
Patologi Anatomi dan Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah,
Denpasar. Waktu Penelitian dilaksanakan mulai Juli 2011 sampai Juli 2013.
RSUP Sanglah. Populasi tarjangkau penelitian adalah pasien kanker ovarium yang
telah menjalani pembedahan di RSUP Sanglah dari tahun 2008 sampai 2013, di
mana jaringan hasil pembedahannya tersebut telah dibuat blok parafin di Bagian
Sampel penelitian ini adalah pasien kanker ovarium yang telah menjalani
pembedahan di RSUP Sanglah dari tahun 2008 sampai 2013, di mana jaringan
b. Data rekam medis yang lengkap, meliputi: stadium kanker ovarium, umur,
c. Data rekam medis pasien kanker ovarium tidak ditemukan atau tidak lengkap.
Zα 2 (pq)
n= ……..……………………………………………………….......(1)
2
d
Keterangan:
n = besar sampel
Zα = 1,96 (α = 0,05)
q = 88,1% (1-p)
besar sampel penelitian adalah 43,8 buah. Sehingga dalam penelitian ini diambil
Blok parafin dari pasien kanker ovarium yang telah menjalani pembedahan di
RSUP Sanglah dari tahun 2008 sampai 2013 serta telah memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi, kemudian dipilih dengan cara random sampling sebanyak 44 buah.
42
4.5.1.3 Variabel terkontrol : umur, paritas, Indek Massa Tubuh (IMT), riwayat
a. Protein 53 (p53) adalah suatu polipeptida yang diekspresikan atau dikode oleh
dimulai dari bagian tumor dengan ekspresi p53 terkuat ke bagian yang lebih
analisis persentase sel tumor yang positif dan intensitas pewarnaan, yang
kemudian diberikan skor 0, 1+, 2+, dan 3+ (Rosai, 2004). Kemudian dari skor
43
tersebut dikelompokkan menjadi dua yaitu ekspresi p53 dikatakan (+) apabila
skor 1+, 2+, atau 3+. Ekspresi p53 dikatakan (-) apabila skor 0, (Yamashita,
2004).
dan penyebarannya, yang terdiri dari stadium I, II, III, dan IV. Stadium kanker
c. Umur adalah usia pasien dalam tahun yang diperoleh dari rekam medis pasien.
d. Paritas adalah jumlah janin viabel yang dilahirkan, diperoleh dari rekam medis
pasien.
e. Indek Massa Tubuh (IMT) adalah indek antopometri yang dihitung dengan
menggunakan parameter berat badan dan tinggi badan, yaitu barat badan
(dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat dari tinggi badan (dalam meter).
Barat badan dan tinggi badan diperoleh dari catatan rekam medis. Kemudian
IMT menurut Departemen kesehatan (Depkes) tahun 1994, dapat dilihat pada
Tabel 4.1
Kategori Indek Massa Tubuh (IMT) untuk Indonesia
Kategori IMT (kg/m2)
Kurang berat badan berat < 17,0
Kurang berat badan ringan 17,0 – 18,5
Normal > 18,5 – 25,0
Kelebihan berat badan ringan > 25,0 – 27,0
Kelebihan berat badan berat > 27,0
(Supariasa, 2001)
44
hormonal setelah pasien tidak mengalami menstruasi selama satu tahun, yang
h. Riwayat keluarga kanker ovarium, mamae dan kolon adalah adanya keluarga
pasien yang sebelumnnya atau sedang menderita kanker ovarium, mamae dan
Blok parafin kanker ovarium di Bagian Patologi Anatomi RSUP Sanglah dari
pasien kanker ovarium yang menjalani pembedahan di RSUP Sanglah dari tahun
2008 sampai 2013. Blok parafin tersebut telah diperiksa secara histopatologi di
Bagian Patologi Anatomi dan terdiagnosis pasti kanker ovarium. Blok parafin
penelitian. Pada kriteria inklusi, blok parafin telah diperiksa secara histopatologis,
meliputi: stadium kanker ovarium, umur, paritas, Indek Massa Tubuh (IMT),
riwayat keluarga kanker ovarium, mamae dan kolon. Pada kriteria eksklusi, antara
blok parafin rusak sehingga tidak dapat digunakan atau dianalisis dan data rekam
Blok parafin dari semua pasien kanker ovarium yang telah menjalani
pembedahan di RSUP Sanglah dari tahun 2008 sampai 2013 serta telah memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi, kemudian dipilih dengan cara random sampling
stadium kanker ovarium yang diperoleh dari data rekam medis, yaitu: kanker
ovarium stadium I, II, III, dan IV. Kemudian masing-masing kelompok stadium
kanker ovarium. Secara sistematis alur penelitian ditunjukkan pada gambar 4.2.
46
Random sampling
Sampel penelitian
Analisis
Instrumen untuk alat-alat tulis yaitu meja tulis, formulir penelitian, komputer,
d. Rehidrasi preparat dengan menggunakan etanol 100%, etanol 95% dan etanol
70%, masing-masing selama dua menit, dua menit, satu menit dan terakhir
e. Rendam dalam peroxidase blocking solution pada suhu kamar selama sepuluh
menit.
f. Inkubasi preparat dalam prediluted blocking serum dengan suhu 25°C selama
sepuluh menit.
h. Cuci preparat dengan Phospate Buffer Saline (PBS) selama lima menit.
i. Inkubasi preparat dengan antibodi sekunder dengan suhu 25°C selama sepuluh
menit.
k. Inkubasi preparat dengan peroksidase dalam suhu 25°C selama sepuluh menit.
a. Interpretasi p53 dilakukan tanpa mengetahui data klinis dan patologik dari
setiap kasus.
penghitungan persentase sel ganas yang tercatat positif di antara 200 sel ganas,
400 kali.
c. Pewarnaan yang dinyatakan positif hanya membran sel yang berwarna coklat.
Intensitas pewarnaan dievaluasi secara objektif yaitu lemah, sedang dan kuat.
i. Skor diperoleh berdasarkan kombinasi antara persentase sel yang terpulas dan
Kemudian dari skor tersebut dikelompokkan menjadi dua yaitu ekspresi p53
dikatakan (+) apabila skor 1+, 2+, atau 3+. Ekspresi p53 dikatakan (-) apabila
Tabel 4.2
Interpretasi Pulasan Imunohistokimia p53
Pola Pulasan Skor
Tidak ada sel terpulas atau terpulas kurang 10% 0
Terpulas lebih dari 10% sel, intensitas pulasan lemah, membran sel 1+
terpulas hanya sebagian.
Terpulas lebih dari 10% sel, intensitas pulasan lemah sampai sedang, 2+
Membran sel terpulas komplit.
Terpulas lebih dari 10% sel, intensitas kuat dan komplit 3+
(Rosai, 2004)
Data hasil penelitian yang diperoleh dari Bagian Obstetri dan Ginekologi,
SPSS 17,0 for windows. Kemudian dilakukan beberapa tes atau uji, antara lain:
dan narasi.
HASIL PENELITIAN
Pada penelitian ini dilakukan uji normalitas data dengan uji kolmogorov-
smirnov dan uji homogenitas data dengan Levene’s Test terhadap variabel umur,
Indek Massa Tubuh (IMT), paritas dan riwayat kontrasepsi hormonal. Hasil
analisis menunjukkan bahwa data pada variabel umur, IMT, paritas, dan riwayat
Tabel 5.1
Distribusi Umur, IMT, Paritas, dan Riwayat Kontrasepsi Hormonal pada
Kelompok Stadium Kanker Ovarium
50
51
Pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa antar kelompok stadium kanker ovarium
tidak memiliki perbedaaan pada variabel umur, IMT, paritas, dan riwayat
kontrasepsi hormonal dengan nilai p>0,05. Pada penelitian ini tidak dilakukan uji
normalitas dan homogenitas data terhadap variabel riwayat terapi hormonal pada
masa menopause dan riwayat keluarga kanker ovarium, mamae, kolon oleh karena
Tabel 5.2
Hubungan antara Ekspresi p53 dengan Stadium Kanker Ovarium
Pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa Ekspresi p53 pada stadium I tidak ada
yang positif, stadium II sebanyak 2 sampel, stadium III sebanyak 5 sampel, dan
Spearman, di mana diperoleh tidak terdapat hubungan antara ekspresi p53 dengan
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini rerata umur pada kelompok stadium kanker ovarium
stadium I adalah 40,86 ± 5,24 tahun, stadium II adalah 43,56 ± 12,70 tahun,
stadium III adalah 45,57 ± 9,77 tahun dan stadium IV adalah 57,86 ± 8,78.
Penelitian ini sesuai dengan angka kejadian kanker ovarium pada umumnya di
Sebanyak 80% dari kejadian kanker ovarium ditemukan pada umur wanita
lebih dari 45 tahun, namun pada beberapa kasus kanker ovarium juga dapat
ditemukan pada umur yang relatif lebih muda daripada kanker pada wanita
Amerika Serikat pada tahun 2001 memperoleh hasil yang sama, di mana risiko
terjadinya kanker ovarium kurang dari 3 kasus per 100.000 wanita pada umur di
dan menjadi 54 kasus per 100.000 wanita pada umur 75 sampai 80 tahun.
Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Rauf dan Masadah (2009) di mana
diperoleh rerata umur penderita kanker ovarium adalah 55 tahun. Penelitian yang
memperoleh hasil yang serupa di mana kelompok umur yang paling banyak
52
53
sebanyak 62,7% dan paling sedikit adalah 31 sampai 40 tahun yaitu sebanyak
10,8%.
Hal tersebut sesuai dengan salah satu mekanisme terjadinya kanker ovarium
yaitu berdasarkan pada teori Incessant ovulation. Teori Incessant ovulation ini
beranggapan bahwa adanya trauma berulang pada ovarium selama proses ovulasi,
mengakibatkan epitel ovarium mudah terpajan atau terpapar oleh berbagai faktor
genetik. Adanya ovulasi dan semakin bertambahnya umur seorang wanita dapat
invaginasi pada permukaan dan badan inklusi pada kortek ovarium. Beberapa
Pada penelitian ini diperoleh rerata Indek Massa Tubuh (IMT) dalam rentang
normal, hanya pada stadium II yang memiliki rerata IMT yang termasuk dalam
kanker ovarium stadium I adalah 19,9 ± 1,51 kg/m2, stadium II adalah 25,15 ±
4,04 kg/m2, stadium III adalah 21,76 ± 4,95 kg/m2, dan stadium IV adalah 21,38 ±
dilakukan oleh Anders (2003) memperoleh hasil bahwa risiko relatif terjadinya
IMT. Pada IMT kurang dari 18,5 kg/m2 memiliki risiko sebesar 1,09, IMT antara
54
18,5 sampai 24,9 kg/m2 memiliki risiko sebesar 1,00, IMT antara 25,0 sampai
29,9 kg/m2 memilki risiko sebesar 1.43, dan IMT lebih dari 30,0 kg/m2 memiliki
risiko sebesar 1,56 untuk menderita kanker ovarium. Penelitian yang dilakukan
oleh European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition tahun 2006
memperoleh hasil bahwa pada wanita dengan IMT di atas 30 kg/m2 atau obesitas
memiliki risiko relatif sebesar 1,59 untuk terjadinya kanker ovarium dibandingkan
dengan wanita dengan IMT normal. Penelitian yang berbeda memperoleh hasil
terjadinya kanker ovarium dengan risiko relatif sebesar 1,72 (Schouten, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Lahmann (2009) juga memperoleh hasil di mana
risiko terjadinya kanker ovarium pada wanita obesitas dengan IMT lebih dari 30
kg/m2 sebesar 1,26 lebih besar dibandingkan dengan IMT normal. Penelitian yang
memperoleh hasil di mana pada IMT yang lebih dari 30 kg/m2 memiliki risiko
2,03 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita yang memiliki IMT yang
beberapa zat lemak dapat menghasilkan estrogen yang pada umumnya berbentuk
estrion dan estradiol. Mekanisme perubahan dari zat lemak atau kolesterol dapat
hormon estrogen. Pada kondisi di mana cadangan lemak yang tinggi, yang dinilai
55
(MAPK), dan transkripsi Faktor c-myc melalui reseptor estrogen jalur lain seperti
Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR). Estrogen juga bekerja melalui jalur
sel. Peningkatan perbandingan antara ER-α:ER-β rasio juga telah diamati pada
sel, dan meningkat kemampuan sel dalam melakukan migrasi. Pada akhirnya,
semua hal tersebut berdampak pada proliferasi abnormal pada sel yang membelah
sehingga sel akan masuk menuju proses menuju transformasi ganas dalam hal ini
Pada penelitian ini diperoleh rerata paritas adalah dua. Rerata paritas pada
kelompok kanker ovarium stadium I adalah 1,57 ± 0,78, stadium II adalah 1,33 ±
0,70, stadium III adalah 2,00 ± 1,30, dan stadium IV adalah 2,43 ± 0,97. Paritas
merupakan salah satu faktor risiko yang penting dalam menentukan terjadinya
56
kanker ovarium. Wanita yang sudah pernah hamil memiliki risiko mengalami
kanker ovarium sebesar 50% lebih rendah daripada wanita yang belum pernah
hamil atau nullipara. Bahkan, wanita yang telah beberapa kali hamil risiko
yang dilakukan oleh Cancer Research United of Kingdom pada tahun 2006
kemungkinan risiko terjadinya kanker ovarium. Pada wanita yang tidak memiliki
anak atau nullipara memiliki risiko dua kali lipat lebih besar untuk terjadinya
kanker ovarium daripada wanita dengan paritas tiga atau lebih (Granstrom, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Sriwidyani (2008) juga memperoleh 78,1 kasus
kanker ovarium adalah multiparitas, terutama adalah paritas dua. Penelitian yang
memperoleh hasil yang berbeda di mana kejadian kanker ovarium tidak memiliki
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup atau jumlah anak yang dimiliki oleh
seorang wanita. Pada saat terjadinya ovulasi akan terjadi kerusakan pada epitel
ovarium dan untuk proses perbaikan kerusakan ini maka diperlukan waktu
tertentu. Apabila kerusakan epitel ini terjadi berkali-kali terutama jika sebelum
penyembuhan sempurna tercapai, atau dengan kata lain waktu yang dibutuhkan
oleh sel untuk istirahat tidak cukup, maka proses perbaikan tersebut akan
neoplastik. Hal tersebut menjelaskan bahwa wanita yang memiliki paritas lebih
Pada penelitian ini diperoleh bahwa sebagian besar sampel penelitian tidak
stadium I, II, III, dan IV. Penelitian lainnya melaporkan bahwa penggunaan pil
kontrasepsi selama kurang lebih satu tahun dapat menurunkan risiko kejadian
kanker ovarium sebesar 11%, sedangkan apabila pemakaian mencapai lima tahun
maka risiko terjadinya kanker ovarium dapat semakin menurun, bahkan mencapai
50% (Fauzan, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Beral (2008) juga
sesuai dengan lamanya pemakaian kontrasepsi oral, di mana pada wanita yang
memakai kontrasepsi oral selama kurang dari satu tahun memiliki risiko relatif 1
dan semakin menurun mencapai 0,42 pada pemakaian yang lebih dari lima belas
tahun. Setelah dilakukan analisis lanjutan terhadap jenis hormon pada obat
kombinasi progesteron dan estrogen atau progesteron saja akan menurunkan risiko
terjadinya kanker ovarium (Busman, 2008). Pada penelitian ini seluruh sampel
tidak memiliki riwayat terapi hormonal pada masa menopause dan riwayat
sampel blok parafin kanker ovarium. Sebanyak 8 dari 44 (18,18%) sampel blok
parafin yang didapatkan ekspresi p53 yang positif, di mana masing-masing 2 buah
pada stadium II, 5 buah pada stadium III, dan 1 buah pada stadium IV. Pada
stadium I tidak ditemukan satu pun sampel yang positif mengalami ekspresi p53.
ekspresi p53 dengan stadium kanker ovarium dengan nilai p = 0,522 (p>0,05).
Penelitian ini memperoleh hasil yang serupa dengan penelitian yang dilakukan
oleh Marks (2006) di mana menyimpulkan bahwa ekspresi p53 positif tidak
sangat berhubungan dengan kejadian mutasi dari gen P53 itu sendiri. Penelitian
yang dilakukan oleh Psyarii dkk. (2007) juga menyimpulkan bahwa ekspresi p53
Penelitian yang sama juga diperoleh oleh Marcus (2010) yang menyimpulkan
bahwa mutasi dari gen P53 lebih banyak ditemukan pada kanker ovarium stadium
dini dibandingkan dengan stadium lanjut dan ekspresi p53 tidak berhubungan
ovarium. Penelitian yang dilakukan oleh Adiyanti (2007) yang bertujuan untuk
menilai hubungan antara ekspresi p53 dengan stadium kanker ovarium di Rumah
hubungan yang signifikan antara p53 dengan stadium kanker ovarium. Penelitian
yang dilakukan oleh Rauf dan Masadah (2009) dari Universitas Hassanudin,
positif, di mana hasil positif terbanyak ditemukan pada kanker ovarium stadium
IV, kemudian diikuti dengan stadium III, II, dan I. Penelitian lainnya yang
dilakukan oleh Lobna (2010) memperoleh hasil bahwa sebanyak 42 (73,7%) dari
57 sampel mengalami ekspresi p53 positif. Adanya ekspresi p53 yang positif
stadium lanjut.
Pada penelitian yang memperoleh hasil adanya hubungan antara ekspresi p53
mana sel normal ovarium telah kehilangan fungsi dari gen P53, ekspresi p53 tetap
Ekspresi p53 yang berlebih disebabkan oleh karena adanya mutasi dari gen P53.
sebagian besar terletak pada domain DNA binding inti. Ekspresi p53 yang berlebih
yang dihasilkan oleh gen yang mengalami mutasi tidak akan mampu berperan
dalam mengaktivasi proses transkripsi pada beberapa gen target seperti gen
terjadi aktivasi p21 yang mengakibatkan siklus sel tidak berhenti pada akhir fase
60
Pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan antara ekspresi p53 dengan
stadium kanker ovarium, hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena jalur
karsinogenesis dari kanker ovarium yang bersifat multistep, kegagalan P53 pada
kanker ovarium. Selain jalur p53 yang merupakan suatu inaktivasi gen supresor
tumor yang dianalisis pada penelitian ini. Beberapa gen dan ekspresi protein gen
kanker ovarium telah diketahui. Kelainan pada gen dan ekspresi protein gen
tersebut dapat dibagi menjadi empat, yaitu onkogen sebagai gen pemicu
pertumbuhan sel, inaktivasi gen supresor tumor, perubahan pada gen apoptosis,
dan kerusakan gen yang terlibat pada perbaikan DNA (Kumar dkk., 2010).
Pertama adalah onkogen, beberapa gen yang termasuk dalam kelompok ini
diantaranya adalah gen HER2-neu, RAS, MYC, dan CDK1. Onkogen merupakan
pertumbuhan dan atau pembelahan seluler, sehingga akan mengarahkan sel pada
Kedua adalah inaktivasi gen supresor tumor. Gen-gen yang termasuk dalam
kelompok ini meliputi P53. Adanya inaktivasi pada P53, misalnya pada sel yang
61
mengalami mutasi atau kehilangan gen P53, maka ekspresi p53 tidak terjadi atau
terjadi ekspresi p53 namun tidak dapat mengaktivasi proses transkripsi pada
beberapa gen target seperti gen inhibitor kinase dipendent-cyclin CDKN1A (P21)
dan GADD45. Kegagalan ekspresi p21 mengakibatkan siklus sel tidak dapat
proapoptosis yang dimiliki oleh p53 melalui peningkatan sintesis Bax, sehingga
pada sel yang mengalami mutasi atau kehilangan gen P53, maka tidak akan terjadi
aktivasi gen apoptosis BAX. Kegagalan aktivasi pada gen BAX mengakibatkan
sel tidak mengalami apoptosis. Keberadaan onkogen dan inaktivasi gen supresor
BAX dan BCL2. Pada perubahan fungsi proapoptosis dari gen BAX, di mana
tidak terjadi aktivasi BAX akan mengakibatkan sel tidak mampu mengalami
proses apoptosis. Perubahan fungsi anti apoptosis gen BCL2, justru akan
dkk., 2010).
Keempat adalah adanya kerusakan pada gen yang memperbaiki DNA atau
DNA repair gen. Gen yang termasuk dalam kelompok ini berfungsi untuk
gangguan atau kerusakan pada jalur ini maka sel akan kehilangan kemampuannya
gen yang termasuk dalam kelompok ini, antara lain adalah gen BRCA 1 dan
Selain itu, pada sel yang telah berubah menjadi kanker, dalam hal ini adalah
kanker ovarium maka sel tersebut telah kehilangan fungsi dari gen P53, sehingga
sudah dapat dipastikan tidak terjadi ekspresi p53 yang berperan dalam
mengaktivasi proses transkripsi pada beberapa gen target seperti gen inhibitor
aktivasi p21 yang mengakibatkan siklus sel tidak berhenti pada akhir fase G1 dan
tidak terjadi aktivasi GADD45, yang mengakibatkan perbaikan DNA tidak terjadi.
Pada sel yang mengalami mutasi atau kehilangan gen P53, juga tidak ditemukan
adanya aktivasi pada gen apoptosis yaitu BAX yang mengakibatkan sel gagal
Selain hal tersebut di atas, ekspresi p53 tidak berhubungan dengan stadium
kanker ovarium juga dapat disebabkan oleh karena p53 yang diekspresikan oleh
gen P53 merupakan protein antigen yang memiliki sifat cukup labil. Sifat yang
labil tersebut mengakibatkan protein ini agak sulit untuk ditangkap atau diikat
akan terjadi ikatan antara antigen dengan antibodi yang telah terlabel dengan
Penelitian ini menggunakan sampel berupa blok parafin dari jaringan pasien
kanker ovarium yang telah menjalani pembedahan di RSUP Sanglah dari tahun
2008 sampai 2013. Pada saat operasi jaringan yang dikeluarkan dari tubuh
keberadaan protein ekspresi gen, dalam hal ini adalah p53, bahwa buffer formalin
dapat mencegah kerusakan protein yang ada pada jaringan. Sehingga protein yang
ada pada jaringan tersebut akan selalu ada sepanjang waktu, baik secara kuantitas
Pada penelitian ini menggunakan sampel blok parafin dari jaringan pasien
kanker ovarium yang telah menjalani pembedahan di RSUP Sanglah dari tahun
2008 sampai 2013. Setelah dilakukan kajian secara retrospektif di bagian Patologi
khususnya teknik fiksasi jaringan, diperoleh informasi bahwa pada sampel blok
parafin yang dibuat di bawah tahun 2012, fiksasi jaringan tidak dilakukan dengan
ekspresi gen yang ada pada jaringan, dalam hal ini adalah p53. Sehingga
dengan benar, tetap saja ekspresi protein gen yang ada tidak dapat ditemukan
dalam kondisi yang sebenarnya. Hal ini yang mengakibatkan ekspresi p53 pada
64
saat pengecatan immunohistokimia dari blok parafin ditemukan negatif atau tidak
Badan Registrasi Kanker pada tahun 2006, dimana angka kejadian kanker
ovarium di populasi sebesar 11,9%. Oleh karena penelitian ini menilai hubungan
antara ekspresi p53 dengan stadium kanker ovarium, maka jumlah sampel
sebagai patokan dalam menentukan jumlah sampel penelitian oleh karena belum
ovarium di populasi.
BAB VII
7.1 Simpulan
Adapun simpulan pada penelitian ini adalah ekspresi p53 tidak berhubungan
7.2 Saran
1. Oleh karena jalur karsinogenesis dari kanker ovarium yang bersifat multistep,
seperti pada jalur onkogen, perubahan gen apoptosis, dan gen yang terlibat
2. Akibat ekspresi p53 yang bersifat labil, maka diperlukan suatu protokol
dikeluarkan dari tubuh penderita sampai menjadi sediaan yang siap dilakukan
65
66
DAFTAR PUSTAKA
Adiyanti,V.P. 2007. Hubungan antara ekspresi P53 dan BeL-2 serta indeks
apoptosis dengan stadium karsinoma ovarium di RS. Dr. Sardjito Yogyakarta.
(serial online), [cited 2010 Sep. 11]. Available from: URL:http://etd.ugm.ac.id/
index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&b
uku_id=43262&obyek_id=4
Anders, E., Tretli, S., Bjorge, T. 2003. Height, Body Mass Index, and Ovarian
Cancer: A Follow-Up of 1.1 Million Norwegian Women. (serial online), [cited
2012 Aug. 20]. Available from: URL:
http://jnci.oxfordjournals.org/content/95/16/1244.full.pdf
American Cancer Society. 2010. Cancer Facts and Figures 2010. (serial online),
[cited 2010 Aug. 10]. Available from: URL:
http://documents.cancer.org/acs/groups/cid/documents/ webcontent/003130-
pdf.pdf.
Araoye, M.O. 2003. Sample Size in: Research Methodology with Statistic for
Health and Social Sciences. Ilorin: Nathadex Publishers. P. 115-122.
Ari .2008. Karsinoma Ovarium: DETAK. (serial online), [cited 2010 Sep. 20].
Available from: URL: http://www.detak.org/aboutcancer.php?id=21&c_id=0.
Ayadi, L., Chaabouni, S., Khabir, A., Amouri, H. 2010. Correlation Between
Immunohistochemical Biomarkers Expression and Prognosis of Ovarian
carcinomas in Tunisian Patients. (serial online), [cited 2013 Sep. 28]. Available
from: URL: http://www.wjon.org/index.php/wjon/article/view/213/144.
Bai, L. & Zhu, G. 2006. p53: Structure, Function and Therapeutic Applications.
(serial online), [cited 2010 Aug. 19]. Available from : URL: http://mupnet.com/
JOCM%202(4)%20141-153.pdf.
Berek, J.S. & Natarajan, S. 2007. Ovarian and Fallopian Tube Cancer. In: Berek,
J.S., editor. Berek & Novak’s Gynecology. 14th. Ed. Philadhelpia: Lippincott
William & Wilkins. p. 1457-1548.
Choi, J.H., Wong, A.S.T., Huang, H.F., Leung, P.C. 2007. Gonadotropins and
Ovarian Cancer. Endocrine Reviews. 28 (4): 440-461.
Colditz, G.A. 2004. Handbook of Cancer Risk Assesment and Prevention. (serial
online), [cited 2010 Aug. 18). Available from: URL:
http://riskfactor.cancer.gov/cancer_risk_prediction/workshop/JNCI_Workshop_C
ommentary.pdf.
Czyz, A.H. 2008. Ovarian Cancer- Risk factors: Imaginis. (serial online), [cited
2010 Sep. 19]. Available from: URL http://www.imaginis.com/ovarian-
cancer/ovarian-cancer-risk-factors-1.
Havrilesky, L., Darcy, K.M., Hamdan, H., Priore, R.L., Leon, J., Bell, J.,
Berchuck, A. 2002. Prognostic Significance of P53 Mutatuin and p53
Overexpression in Advanced Epithelial Ovarian Cancer: A Gynecologic
Oncology Group Study. (serial online), [cited 2010 Oct. 12]. Available from:
URL: http://jco.ascopubs.org/content/21/20/3814.full.pdf+html.
Hogdall, E.V.S., Christensen, L., Kjaer, S.K. 2007. CA125 Expression Pattern,
Prognosis and Correlation with Serum CA125 in Ovarian Tumor Patients. From
The Danish “MALOVA” Ovarian Cancer Study. (serial online),
[cited 2010 Aug. 21]. Available from: URL:
http://info.cancerresearchuk.org/cancerstats/types/ovary/ riskfactors/.
Kumar, V., Kabbas, A., Fausto, N. 2010. Robbins and Cotran Pathologic Basis of
Disease 8th ed. (serial online), [cited 2010 Aug. 18]. Available from: URL:
http://www.microsoft.com/isapi/redir.dll?prd=ie&pver=6&ar=msnhome.
Marks, J.R. Davidoff, A.M., Kerns, B.J., Humphrey, P.A., Pence, J.C. Dodge,
R.K. 2006. Overexpression and Mutation of p53 in Epithelial Ovarian Cancer.
(serial online), [cited 2013 Sep. 11]. Available from: http://cancerres.
aacrjournals.org/content/51/11/2979.full.pdf
69
Marcus, Q.B., Baba, T., Lee, P.S., Barnet, J.C. 2010. Expression signatures of
TP53 mutations in serous ovarian cancers. (serial online), [cited 2013 Aug. 16].
Available from: URL: http://www.biomedcentral.com/1471-2407/10/237
Nagell, V., DePriest, P.D., Ueland, F.R. 2007. Ovarian Cancer Screening with
Annual Transvaginal Sonography: Findings of 25,000 Women Screened. (serial
online), [cited 2010 Aug. 26]. Available from: URL:
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/ cncr.22594/pdf.
Parveen, Z., Qureshi, A.N., Akbar, M., Zafar, A., Subhani, A. 2009. Palliative
Surgery for Intestinal Obstruction Due to Recurrent Ovarian Cancer. (serial
online), [cited 2010 Sep. 14]. Available from: URL:
http://info.cancerresearchuk.org/cancerstats/ types/ovary/riskfactors/
Psyrri, A., Kountourakis, P., Yu, Z., Papadimitriou, C., Markakis, S., Camp, R.L.,
Economopoulos, T., Dimopoulos, M.A. 2007. Analysis of p53
protein expression levels on ovarian cancer tissue
microarray automated quantitative analysis elucidates prognostic
patient subsets. (serial online), [cited 2010 Sep. 14]. Available from:
URL: http://annonc.oxfordjournals.org/content/18/4/709.full.pdf+html.
Rauf, S., Masadah, R. 2009. The Prognostic Value of The p53 Expression and
Mutation in Ovarian Cancer. Medical Journal of Indonesia. 18 (2): 81-90.
Rosai, J. 2004. Breast. In Rosai and Ackerman’s Surgical Paathology. 9th ed.
Edinburg: Mosby. p. 1763-1876.
Schouten, L.J. 2008. Height, Body Mass index, and Ovarian Cancer: a Pooled
Analysis of 12 Cohort Studies. (serial online), [cited 2010 Sep. 10]. Available
from: URL: http://info.cancerresearchuk.org/cancerstats/types/ovary/riskfactors/.
Supariasa, I.D.N. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Syaifudin, M. 2007. Gen Penekan Tumor p53, Kanker dan Radiasi Pengion.
(serial online), [cited 2010 Aug. 20]. Available from : URL:
http://www.batan.go.id/ptkmr/Biomedika/Publikasi%202007/MS_BAlara_Vol_8_
3_Apr07.pdf.
70
Yamashita. 2004. P53 and BCL-2 Scoring Breast Cancer Res.6. p. 24-30.
PENELITIAN
HUBUNGAN POSITIF ANTARA PROTEIN 53 (p53)
DENGAN STADIUM KANKER OVARIUM
A IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Alamat
B DATA KLINIS
Jumlah Paritas
IMT (BB/(TB)2)
Skor
72
rwy
No Nama pasien CM Umur Std intensitas % hasil Paritas mnp KB HOR No Parafin
kel IMT
1 Suati ni wayan 01.44.62.10 50 IIIC negatif 0 - 2 tidak ya 18.9 tidak tidak 245/pp/2011
3 Mawe Ni wayan 01.45.18.86 48 IA negatif 0 - unmarried tidak tidak 21.2 tidak tidak 442/pp/2011
4 Gandri ni made 01.45.44.57 59 IIIC negatif 0 - 3 tidak ya 22.0 tidak tidak 554/pp/2011
6 Yuli armini ketut 01.46.84.91 30 IIB negatif 0 - 1 tidak tidak 26.8 ya tidak 1151/pp/2011
7 rumiati 01.46.67.88 40 IIIC negatif 0 - unmarried tidak tidak 29.6 tidak tidak 1246/pp/2011
9 Sri suartini 01.46.61.79 44 IC negatif 0 - 2 tidak tidak 20.0 tidak tidak 1391/pp/2011
11 Sari wiyani 01.38.48.90 48 III negatif 0 - 2 tidak tidak 19.4 ya tidak 1737/pp/2011
12 nurminah husen 01.47.90.00 45 IIIC negatif 0 - 2 tidak ya 19.1 tidak tidak 1914/pp/2011
13 siti nuria 01.47.69.39 28 IIA negatif 0 - 2 tidak tidak 28.3 ya tidak 1992/pp/2011
14 Sukarini 01.47.21.38 44 IIIB kuat 90 + unmarried tidak tidak 21.2 tidak tidak 2024/pp/2011
15 widiastri ni made 01.23.13.40 43 IV negatif 0 - 2 tidak tidak 23.8 tidak tidak 2139/pp/2011
16 narti ni nyoman 01.48.31.89 36 IIA negatif 0 - 2 tidak tidak 19.4 tidak tidak 2208/pp/2011
17 merta ni nengah 01.49.25.03 50 IIC negatif 0 - 2 tidak ya 22.5 tidak tidak 2527/pp/2011
18 Latri nyoman 01.49.63.90 47 IIA negatif 0 - 0 tidak tidak 32.3 tidak tidak 2667/pp/2011
19 sudiasih kadek 01.46.20.82 37 IIIB negatif 0 - 3 tidak tidak 38.2 tidak tidak 2965/pp/2011
21 rasmini ni wayan 01.52.52.09 36 IC negatif 0 - 2 tidak tidak 18.9 tidak tidak 4474/pp/2011
25 surti ni keetut 01.53.50.97 55 IIC negatif 0 - 0 tidak ya 22.0 tidak tidak 0479/pp/2012
26 alit ruktini ni gusti 01.53.39.11 39 IC negatif 0 - 0 tidak tidak 18.2 tidak tidak 507/pp/2012
27 Nyemplo ni ketut 01.53.95.99 67 IIA negatif 0 - 0 tidak ya 28.4 tidak tidak 721/pp/2012
28 komang seniwati 01.54.14.54 35 IIIC negatif 0 - 2 tidak tidak 23.3 tidak tidak 917/pp/2012
29 sontri ni nyoman 01.54.80.49 56 IIIA kuat 5 + 3 tidak ya 15.2 tidak tidak 1097/pp/2012
30 komang seniwati 01.55.67.92 44 IIC kuat 50 + 2 tidak tidak 23.3 tidak tidak pp0016912012
73
31 ni luh murti 01.55.81.11 58 IIIC negatif 0 - 1 tidak ya 24.5 tidak tidak pp0017092012
putri sang ayu
32 made 01.18.69.85 39 IIIC negatif 0 - 2 tidak tidak 15.5 tidak tidak pp0012852012
33 erni mutiara 01.55.43.48 48 IIIC kuat 90 + unmarried tidak tidak 23.8 tidak tidak pp0013212012
35 Ni made tirta 01.14.23.14 35 IIC sedang 30 + 0 tidak tidak 23.4 tidak tidak pp0013482012
37 wayan taluh 01.52.30.28 46 IIIC negatif 0 - 0 tidak tidak 20.0 tidak tidak 4335/pp/2011
38 Nyoman Sari 01.60.66.47 46 IA negatif 0 - 2 tidak tidak 22.2 tidak tidak 0022/pp/2013
39 Ni Made Nili 01.60.65.71 45 IIIC negatif 0 - 2 tidak tidak 19.8 tidak tidak 0154/pp/2013
40 karmini 01.61.98.89 51 IIIC negatif 0 - 4 tidak tidak 20.4 tidak tidak pp/000829/2013
41 Mihin 01.61.89.00 50 IIIC negatif 0 - 4 tidak tidak 22.0 tidak tidak pp/0012462013
42 ni kadek astini 01.55.59.01 44 IIIC negatif 0 - 3 tidak tidak 21.2 tidak tidak pp0014632013
43 No name tidak ada 13 IIIC kuat 100 + unmarried tidak tidak 17.6 tidak tidak pp004202/pp/12
44 No name tidak ada 48 IIIC negatif 0 2 tidak tidak 19,2 tidak tidak pp004103/pp/12
74
N 44 44 44
a,,b
Normal Parameters Mean 1.86 46.36 22.102
Oneway
Descriptives
ANOVA
Total 53.182 43
Total 5048.182 43
Total 843.490 43
77
ANOVA
Total .000 43
Total 6.545 43
Total .000 43
Correlations
p53 Stadium
N 44 44
N 44 44
78
Positif
Negatif