STASE KDP
Di Susun Oleh:
NUR AZIFATULLAILIA
NIM: P2002047
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Fraktur atau patah tulang pemecahan atau kerusakan suatu bagian terutama
tulang. Trauma atau cedera adalah mekanisme penyebab fraktur terjadi, yang
dibagi menjadi trauma langsung, trauma tidak langsung, trauma ringan,
Trauma langsung dapat diakibatkan benturan langsung pada tulang. Trauma
tidak langsung terjadi bila tumpuan benturan dan fraktur berjauhan,misalnya
jatuh terpelest. Sedangkan trauma ringan adalah keadaan dimana tulang itu
sendiri sudah rapuh. Fraktur membutuhkan waktu cukup lama dalam proses
penyembuhannya, maka dari itu penangan segera dilaksanakan untuk
mempercepat penyembuhan tulang secara maksimal dan untuk menghindari hal
yang tidak inginkan. Jika tidak segera di lakukan penangan yang tepat akan
berakibat kompilkasi yaitu neuro vaskulur, malunion, ataupun kecacatan
permanen yang dapat terjadi akibat penatalaksanan yang tidak tepat
(Muhammad Dwi Nugroho, 2015).
Diera modern yang berkembang telah di temukan bahwa setiap tahun
terdapat 1,24 juta orang meninggal di sebabkan oleh kecelakaan lalu lintas,
sedangkan 20–50 juta orang lainnya menggalami disabilitas akibat kecelakaan
lalu lintas yang berkembang pesat ditemukan penemuan-penemuan baru
teurtama dibidang kesehatan. Penulisan tersebut salah satunya tentang tubuh
manusia bahwa didalam tubuh terdapat bagian yang terpenting dalam kehidpan
sehari-hari salah satunya kaki. Dalam menjalankan fungsinya kaki sering kali
mendapat tekanan yang berlebih yang melebih di luar batas kemampuan
sehingga berakibat patah tulang atau frakur. Pernyebab fraktur bermacam-
macam dan yang paling besar factor kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja
dan lain-lain. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian nomor
delapan dan merupakan penyebab kematian teratas pada penduduk usia 15 -29
tahun di dunia dan jika tidak segera ditanggani dengan serius pada tahun 2030
kecelakaan lalu lintas akan meningkat dan menjadi penyebab kematian kelima
di dunia (Agus Desiartama & Aryama, 2017).
Menurut Depkes RI 2011, dari sekian banyak kasus fraktur di Indonsia,
fraktur pada ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang
paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2 %. Dari 45.987 orang
dengan kasus fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 19.629 orang
mengalami fraktur pada tulang femur, 14.027 orang mengalami fraktur cruris,
3.775 orang mengalami fraktur tibia, 970 orang mengalami fraktur pada tulang-
tulang kecil di kaki dan 336 orang mengalami fraktur fibula. Walaupun peran
fibula dalam pergerakan ekstremitas bawah sangat sedikit, tetapi terjadinya
fraktur pada fibula tetap saja dapat menimbulkan adanya gangguan aktifitas
fungsional tungkai dan kaki.
Tindakan pembedahan merupakan stimulus fisiologis terajdinya kelelahan
karena penurunan perfusi jaringan. Kelelahan pada sistem muskuloskeletal
mengakibatkan gejala berupa nyeri otot, nyeri pada sendi, sakit kepala dan
kelemahan. Kelelahan secara langsung berhubungan dengan penurunan
kapasitas fisik dalam pemenuhan ADL(Activity Daily Living). Hasil penelitian
menunjukan bahwa hubungan kelelahan dengan status fungsional mempunyai
hubungan signifikan (Chandra Bagus R., 2011)
BAB II
TINJAUAN TEORI
5. Fraktur sagsemental
Fraktur yang berdekatan pada suatu tulang yang menyebabkan
terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya. Fraktur semacam ini sulit
ditangani. Biasanya satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah
menjadi sulit untuk sembuh. Keadaan ini mungkin memerlukan
pengobatan melalui pembedahan.
Etiologi
Perdarahan lokal
Ketidakstabilan posisi
fraktur, apabila organ luka
fraktur digerakkan
Hematoma pada daerah fraktur
Kerusakan neuromuskuler
Resiko infeksi
tinggi
H. Penatalaksanaan
Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain :
a. Diagnosis dan penilaian fraktur
Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan dilakukan
untuk mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan
perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik
yang sesuai untuk pengobatan komplikasi yang mungkin terjadi selama
pengobatan.
b. Reduksi Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan
kesejajaran garis tulang yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau
reduksi terbuka. Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual atau
mekanis untuk menarik fraktur kemudian, kemudian memanipulasi
untuk mengembalikan kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup
gagal atau kurang memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka.
Reduksi terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal
untuk mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang menjadi
solid. Alat fiksasi interrnal tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan
plat. Alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui
pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Pembedahan
terbuka ini akan mengimobilisasi fraktur hingga bagian tulang yang
patah dapat tersambung kembali.
c. Retensi Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran
fragmen dan mencegah pergerakan yang dapat mengancam penyatuan.
Pemasangan plat atau traksi dimaksudkan untuk mempertahankan
reduksi ekstremitas yang mengalami fraktur.
d. Rehabilitasi Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin.
Setelah pembedahan, pasien memerlukan bantuan untuk melakukan
latihan. Menurut Kneale dan Davis (2011)
latihan rehabilitasi dibagi menjadi tiga kategori yaitu :
1) Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien mempertahankan
rentang gerak sendi dan mencegah timbulnya pelekatan atau kontraktur
jaringan lunak serta mencegah strain berlebihan pada otot yang
diperbaiki post bedah.
2) Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan
meningkatkan pergerakan, sering kali dibantu dengan tangan yang
sehat, katrol atau tongkat
3) Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan memperkuat
otot. Latihan biasanya dimulai jika kerusakan jaringan lunak telah
pulih, 4-6 minggu setelah pembedahan atau dilakukan pada pasien
yang mengalami gangguan ekstremitas atas.
I. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi fraktur. Komplikasi tergantung pada
jenis cedera , usia klien, adanya masalah kesehatan lain (komordibitas) dan
penggunaan obat yang mempengaruhi perdarahan, seperti warfarin,
kortikosteroid, dan NSAID. Komplikasi yang terjadi setelah fraktur r
menurut Black dan Hawks (2014) antara lain :
a. Cedera saraf
Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera dapat
menyebabkan cedera saraf. Perlu diperhatikan terdapat pucat dan tungkai
klien yang sakit teraba dingin, ada perubahan pada kemampuan klien
untuk menggerakkan jari-jari tangan atau tungkai. parestesia, atau adanya
keluhan nyeri yang meningkat.
b. Sindroma kompartemen
Kompartemen otot pada tungkai atas dan tungkai bawah dilapisi oleh
jaringan fasia yang keras dan tidak elastis yang tidak akan membesar jika
otot mengalami pembengkakan. Edema yang terjadi sebagai respon
terhadap fraktur dapat menyebabkan peningkatan tekanan kompartemen
yang dapat mengurangi perfusi darah kapiler. Jika suplai darah lokal tidak
dapat memenuhi kebutuhan metabolik 14 jaringan, maka terjadi iskemia.
Sindroma kompartemen merupakan suatu kondisi gangguan sirkulasi yang
berhubungan dengan peningkatan tekanan yang terjadi secara progresif
pada ruang terbatas. Hal ini disebabkan oleh apapun yang menurunkan
ukuran kompartemen.gips yang ketat atau faktor-faktor internal seperti
perdarahan atau edema. Iskemia yang berkelanjutan akan menyebabakan
pelepasan histamin oleh otot-otot yang terkena, menyebabkan edema lebih
besar dan penurunan perfusi lebih lanjut.
c. Kontraktur volkman
Kontraktur Volkman adalah suatu deformitas tungkai akibat sindroma
kompartemen yang tak tertangani. Oleh karena itu, tekanan yang terus-
menerus menyebabkan iskemia otot kemudian perlahan diganti oleh
jaringan fibrosa yang menjepit tendon dan saraf. Sindroma kompartemen
setelah fraktur tibia dapat menyebabkan kaki nyeri atau kebas,
disfungsional, dan mengalami deformasi.
d. Sinfroma emboli lemak
Emboli lemak serupa dengan emboli paru yang muncul pada pasien
fraktur. Sindroma emboli lemak terjadi setelah fraktur dari tulang panjang
seperti femur, tibia, tulang rusuk, fibula, dan panggul.
J. Konsep asuhan keperawatan
a. pengkajian
1) anamnesa
a) identitas klien
Meliputi nama, inisial, jenis kelamin, umur, alamat, agama,
bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
golongan, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis
b) keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan
lamanya serangan
c) penyakit Riwayat sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab
dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana
Tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
d) Riwayat pnyakit dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur
dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang
dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung
e) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur,
seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa
keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik
f) Riwayat psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat
serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
b. Diagnose keperawatan
Terapeutuk
Edukasi
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Fraktur atau patah tulang pemecahan atau kerusakan suatu bagian terutama
tulang. Trauma atau cedera adalah mekanisme penyebab fraktur terjadi, yang
dibagi menjadi trauma langsung, trauma tidak langsung, trauma ringan,
Trauma langsung dapat diakibatkan benturan langsung pada tulang. Trauma
tidak langsung terjadi bila tumpuan benturan dan fraktur berjauhan,misalnya
jatuh terpelest. Sedangkan trauma ringan adalah keadaan dimana tulang itu
sendiri sudah rapuh.
Klasifikasi fraktur meliputi, fraktur tertutup, fraktur terbuka, fraktur
lengkap dan tidak lengkap, fraktur komplet dan inkomplet, penatalaksanaan
fraktur meliputi rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi, serta dalam
penyembuhan luka pada fraktur meliputi yang pertama adalah hematoma,
poliferasi, pembentukan kallus, konsolidasi dan remodeling
Referensi
C. PATIENT SAFETY
Keselamatan pasien terutama berkaitan dengan penghindaran,
pencegahan dan perbaikan hasil buruk atau injuri yang berasal dari perawatan
kesehatan itu sendiri. Ini harus membahas kejadian yang mencakup rangkaian
"kesalahan" dan "penyimpangan" terhadap kecelakaan. Keselamatan muncul dari
interaksi komponen sistem. Ini lebih dari sekedar tidak adanya hasil yang
merugikan dan ini lebih dari sekadar menghindari kesalahan atau kejadian yang
dapat dicegah. Keselamatan tidak berada dalam diri seseorang, perangkat atau
departemen. Meningkatkan keamanan tergantung pada belajar bagaimana
keselamatan muncul dari interaksi komponen. Keselamatan pasien terkait dengan
"kualitas perawatan", namun kedua konsep tersebut tidak identik. Keselamatan
merupakan bagian penting dari kualitas. Sampai saat ini, kegiatan untuk
mengelola kualitas tidak terfokus secukupnya pada masalah keselamatan pasien
(National Patient Safety Foundation, 2000, dalam Vincent, 2010).
D. TUJUAN PATIENT SAFETY
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RumahSakit
2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya KTD di RumahSakit
4.Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
penanggulangan KTD Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara
internasional adalah:
1. Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secarabenar)
2. Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yangefektif)
3. Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanandari
pengobatan resikotinggi)
4. Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery
(mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien, kesalahan
proseduroperasi)
5. Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko
infeksi yang berhubungan dengan pelayanankesehatan)
6. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasienterluka
karenajatuh)