Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR TIBIA FIBULA

STASE KDP

Di Susun Oleh:
EVI INDRIANI MARPAUNG
NIM: P2002019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS
WIYATA HUSADA SAMARINDA
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Fraktur atau patah tulang pemecahan atau kerusakan suatu bagian terutama
tulang. Trauma atau cedera adalah mekanisme penyebab fraktur terjadi, yang
dibagi menjadi trauma langsung, trauma tidak langsung, trauma ringan,
Trauma langsung dapat diakibatkan benturan langsung pada tulang. Trauma
tidak langsung terjadi bila tumpuan benturan dan fraktur berjauhan,misalnya
jatuh terpelest. Sedangkan trauma ringan adalah keadaan dimana tulang itu
sendiri sudah rapuh. Fraktur membutuhkan waktu cukup lama dalam proses
penyembuhannya, maka dari itu penangan segera dilaksanakan untuk
mempercepat penyembuhan tulang secara maksimal dan untuk menghindari hal
yang tidak inginkan. Jika tidak segera di lakukan penangan yang tepat akan
berakibat kompilkasi yaitu neuro vaskulur, malunion, ataupun kecacatan
permanen yang dapat terjadi akibat penatalaksanan yang tidak tepat
(Muhammad Dwi Nugroho, 2015).
Diera modern yang berkembang telah di temukan bahwa setiap tahun
terdapat 1,24 juta orang meninggal di sebabkan oleh kecelakaan lalu lintas,
sedangkan 20–50 juta orang lainnya menggalami disabilitas akibat kecelakaan
lalu lintas yang berkembang pesat ditemukan penemuan-penemuan baru
teurtama dibidang kesehatan. Penulisan tersebut salah satunya tentang tubuh
manusia bahwa didalam tubuh terdapat bagian yang terpenting dalam kehidpan
sehari-hari salah satunya kaki. Dalam menjalankan fungsinya kaki sering kali
mendapat tekanan yang berlebih yang melebih di luar batas kemampuan
sehingga berakibat patah tulang atau frakur. Pernyebab fraktur bermacam-
macam dan yang paling besar factor kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja
dan lain-lain. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian nomor
delapan dan merupakan penyebab kematian teratas pada penduduk usia 15 -29
tahun di dunia dan jika tidak segera ditanggani dengan serius pada tahun 2030
kecelakaan lalu lintas akan meningkat dan menjadi penyebab kematian kelima
di dunia (Agus Desiartama & Aryama, 2017).
Menurut Depkes RI 2011, dari sekian banyak kasus fraktur di Indonsia,
fraktur pada ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang
paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2 %. Dari 45.987 orang
dengan kasus fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 19.629 orang
mengalami fraktur pada tulang femur, 14.027 orang mengalami fraktur cruris,
3.775 orang mengalami fraktur tibia, 970 orang mengalami fraktur pada tulang-
tulang kecil di kaki dan 336 orang mengalami fraktur fibula. Walaupun peran
fibula dalam pergerakan ekstremitas bawah sangat sedikit, tetapi terjadinya
fraktur pada fibula tetap saja dapat menimbulkan adanya gangguan aktifitas
fungsional tungkai dan kaki.
Tindakan pembedahan merupakan stimulus fisiologis terajdinya kelelahan
karena penurunan perfusi jaringan. Kelelahan pada sistem muskuloskeletal
mengakibatkan gejala berupa nyeri otot, nyeri pada sendi, sakit kepala dan
kelemahan. Kelelahan secara langsung berhubungan dengan penurunan
kapasitas fisik dalam pemenuhan ADL(Activity Daily Living). Hasil penelitian
menunjukan bahwa hubungan kelelahan dengan status fungsional mempunyai
hubungan signifikan (Chandra Bagus R., 2011)
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi fraktur tibia fibula


Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditetukan sesuai
jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan
langsung, gerakan punter mendadak, gaya remuk dan bahkan kontraksi
otot eksterm. Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma dan tenaga fisik.
Kekuatan, sudut tenaga, keadaan tulang dan jaringan lunak di sekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi tersebut lengkap atau
tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi jika seluruh tulang patah sedangkan
fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. Fraktur
atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Fraktur merupakan salah satu penyebab cacat salah satunya akibat
suatu trauma karena kecelakaan. Fraktur yang terbanyak di Indonesia yaitu
fraktur ekstremitas bawah. Bagian tubuh yang banyak mengalami cedera
adalah ekstremitas bagian bawah (Riskesdas, 2018). Fraktur ekstremitas
bawah, yang sebagian besar merupakan hasil dari trauma akibat
kecelakaan, memiliki tingkat rawat inap yang tinggi, lama rawat dan
operasi
B. Klasifikasi
1. Fraktur transversal
Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu
panjang tulang. Fraktur semacam ini, segmen-segmen tulang yang
patah di reposisi atau di reduksi kembali ke tempat semula. Segmen itu
akan stabil dan biasanya di control dengan bidai gips.
2. Fraktur oblik
Fraktur yang garis besar patahnya membentuk sudut terhadap
tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.
3. Fraktur spiral
Fraktur akibat torsi pada eksremitas. Jenis frakturnya rendah
energi, ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak.
Fraktur semacam ini cepat sembuh dengan imobilisasi luar.
4. Fraktur komulatif
Fraktur adalah serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan
jaringa tempat adanya lebih dari dua fragmen tulang.
5. Fraktur sagsemental
Fraktur yang berdekatan pada suatu tulang yang menyebabkan
terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya. Fraktur semacam ini
sulit ditangani. Biasanya satu ujung yang tidak memiliki pembuluh
darah menjadi sulit untuk sembuh. Keadaan ini mungkin memerlukan
pengobatan melalui pembedahan.
6. Fraktur impaksi atau fraktur kompresi
Fraktur yang terjadi ketika kedua tulang menumbuk tukang
ketiga yang berada di antaranya, seperti satu vertebra dengan kedua
vertebra lainnya. Fraktur ini biasanya akan mengakibatkan klien
menjadi syok hipovalemik dan meninggal jika tidak dipemeriksaan
denyut nadi, tekanan darah dan pernapasan secara akurat dan berulang
dalam 24 sampai 48 jam pertama setelah cidera.

Derjad fraktur terbuka:


1. Derjad 1 :
Fraktur terbuka dengan luk kulit kurang dari 1 cm dan bersih, kerusakan
jaringan minimal, biasanya dikarenakan tulang menembus kulit dari
dalam. Konfigurasi fraktur simple, transvers atau simple oblik.
2. Derjad 2 :
Fraktur terbuka dengan luka lebih dari 1 cm, tanpa ada kerusakan
jaringan lunak kontusio ataupun avulsi yang luas. Konfigurasi fraktur
berupa kominutif sedang dengan kontaminasi sedang.
3. Derjad 3 :
Fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang luas,
kontaminasi berat biasanya disebabkan oleh trauma yang hebat, dengan
konfigurasi fraktur kominutif

C. Etiologi
1. Cidera atau benturan (jatuh pada kecelakaan)
2. Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi
lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis
3. Fraktur karena letih
4. Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-orang yang
baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru diterima
dalam angkatan bersenjata atau orang-orang yang baru mulai latihan
lari

D. Patofisiologi
Trauma dan kondisi patologis yang terjadi pada tulang yang
menyebabkan fraktur. Fraktur menyebabkan diskontinuitas jaringan tulang
yang dapat membuat penderita mengalami kerusakan mobilitas fisiknya.
Diskontinuitas jaringan tulang dapat mengenai 3 bagian yaitu jaringan
lunak, pembuluh darah dan saraf serta tulang itu sendiri. Jika mengena
jaringan lunak makan akan terjadi spasme otot yang menekan ujung saraf
dan pembuluh darah dapat mengakibatkan nyeri, deformitas serta
syndrome compartement.
Fraktur adalah semua kerusakan pada kontinuitas tulang, fraktur
beragam dalam hal keparahan berdasarkan lokasi dan jenis fraktur.
Meskipun fraktur terjadi pada semua kelompok usia, kondisi ini lebih
umum pada orang yang mengalami trauma yang terus-menerus dan pada
pasien lansia. Fraktur dapat terjadi akibat pukulan langsung, kekuatan
tabrakan, gerakan memutar tiba-tiba, kontraksi otot berat, atau penyakit
yang melemahkan tulang. Dua mekanisme dasar yang fraktur: kekuatan
langsung atau kekuatan tidak langsung. Dengan kekuatan langsung, energi
kinetic diberikan pada atau dekat tempat fraktur. Tulang tidak dapat
menahan kekuatan. Dengan kekuatan tidak langsung, energi kinetik di
transmisikan dari titik dampak ke tempat tulang yang lemah. Fraktur
terjadi pada titik yang lemah. Sewaktu tulang patah, pendarahan biasanya
terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang
tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan
sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat
tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur
yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorpsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi
pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembekakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak
terkontrol pebekakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan
oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut
saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom
compartment

E. Manifestasi klinis
Manisfestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi,
deformitas, pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan lokal dan
perubahan warna
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupkan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran
fraktur menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bisa diketahui
dengan membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas
tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pad integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat
fraktur.
4. Saat ekstrimitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen
satu dengan yang lainnya (uji krepitus dapat merusakkan jaringan
lunak yang lainnnya lebih berat).
5. Pembengkakan akan mengalami perubahan warna lokal pada kulit
terjadi sebagai trauma dan pendarahan akibat fraktur.
F. Patway

Etiologi

Trauma (langsung atau tidak langsung), patologi

Fraktur (terbuka atau tertutup)

Perubahan fragmen tulang kerusakan pada Fraktur terbuka ujung


Kehilangan
jaringan dan pembuluh darah tugas menembus otot
integritas tulang
dan kulit

Perdarahan lokal
Ketidakstabilan posisi
fraktur, apabila organ luka
fraktur digerakkan
Hematoma pada daerah fraktur

Fragmen tulang yang Gangguan


Aliran darah ke daerah distal berkurang integritas kulit
patah menusuk organ
atau terhambat
sekitar

Warna, jaringan pucat, nadi lemas, Kuman mudah


Nyeri akut sianosis, kesemutan masuk

Kerusakan neuromuskuler
Resiko infeksi
tinggi

Gangguan fungsiorgan distal

Gangguan mobilitas fisik


G. Pemeriksaan penunjang
1. Anamnesa/ pemeriksaan umum
2. Pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan yang penting adalah pemeriksaan
menggunakan sinar Rontgen (sinar-x) untuk melihat gambaran tiga
dimensi dari keadaan dan kedudukan tulang yang sulit.
3. CT scan : pemeriksaan bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan jaringan lunak atau cedera ligament atau tendon.
4. X - Ray : menentukan lokasi, luas, batas dan tingkat fraktur.
5. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang lazim
digunakan untuk mengetahui lebih jauh kelainan yang terjadi meliputi:
a. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
b. Fosfatase alkali meningkat pada saat kerusakan tulang.
c. Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehydrogenase (LDH-5),
aspratataminotransferase (AST) dan aldolase meningkat pada tahap
penyembuhan tulang

H. Penatalaksanaan
Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain :
a. Diagnosis dan penilaian fraktur
Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan dilakukan
untuk mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan
perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik
yang sesuai untuk pengobatan komplikasi yang mungkin terjadi selama
pengobatan.
b. Reduksi Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan
kesejajaran garis tulang yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau
reduksi terbuka. Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual atau
mekanis untuk menarik fraktur kemudian, kemudian memanipulasi
untuk mengembalikan kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup
gagal atau kurang memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka.
Reduksi terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal
untuk mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang menjadi
solid. Alat fiksasi interrnal tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan
plat. Alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui
pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Pembedahan
terbuka ini akan mengimobilisasi fraktur hingga bagian tulang yang
patah dapat tersambung kembali.
c. Retensi Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran
fragmen dan mencegah pergerakan yang dapat mengancam penyatuan.
Pemasangan plat atau traksi dimaksudkan untuk mempertahankan
reduksi ekstremitas yang mengalami fraktur.
d. Rehabilitasi Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin.
Setelah pembedahan, pasien memerlukan bantuan untuk melakukan
latihan. Menurut Kneale dan Davis (2011)
latihan rehabilitasi dibagi menjadi tiga kategori yaitu :
1) Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien mempertahankan
rentang gerak sendi dan mencegah timbulnya pelekatan atau kontraktur
jaringan lunak serta mencegah strain berlebihan pada otot yang
diperbaiki post bedah.
2) Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan
meningkatkan pergerakan, sering kali dibantu dengan tangan yang
sehat, katrol atau tongkat
3) Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan memperkuat
otot. Latihan biasanya dimulai jika kerusakan jaringan lunak telah
pulih, 4-6 minggu setelah pembedahan atau dilakukan pada pasien
yang mengalami gangguan ekstremitas atas.

I. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi fraktur. Komplikasi tergantung pada
jenis cedera , usia klien, adanya masalah kesehatan lain (komordibitas) dan
penggunaan obat yang mempengaruhi perdarahan, seperti warfarin,
kortikosteroid, dan NSAID. Komplikasi yang terjadi setelah fraktur r
menurut Black dan Hawks (2014) antara lain :
a. Cedera saraf
Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera dapat
menyebabkan cedera saraf. Perlu diperhatikan terdapat pucat dan tungkai
klien yang sakit teraba dingin, ada perubahan pada kemampuan klien
untuk menggerakkan jari-jari tangan atau tungkai. parestesia, atau adanya
keluhan nyeri yang meningkat.
b. Sindroma kompartemen
Kompartemen otot pada tungkai atas dan tungkai bawah dilapisi oleh
jaringan fasia yang keras dan tidak elastis yang tidak akan membesar jika
otot mengalami pembengkakan. Edema yang terjadi sebagai respon
terhadap fraktur dapat menyebabkan peningkatan tekanan kompartemen
yang dapat mengurangi perfusi darah kapiler. Jika suplai darah lokal tidak
dapat memenuhi kebutuhan metabolik 14 jaringan, maka terjadi iskemia.
Sindroma kompartemen merupakan suatu kondisi gangguan sirkulasi yang
berhubungan dengan peningkatan tekanan yang terjadi secara progresif
pada ruang terbatas. Hal ini disebabkan oleh apapun yang menurunkan
ukuran kompartemen.gips yang ketat atau faktor-faktor internal seperti
perdarahan atau edema. Iskemia yang berkelanjutan akan menyebabakan
pelepasan histamin oleh otot-otot yang terkena, menyebabkan edema lebih
besar dan penurunan perfusi lebih lanjut.
c. Kontraktur volkman
Kontraktur Volkman adalah suatu deformitas tungkai akibat sindroma
kompartemen yang tak tertangani. Oleh karena itu, tekanan yang terus-
menerus menyebabkan iskemia otot kemudian perlahan diganti oleh
jaringan fibrosa yang menjepit tendon dan saraf. Sindroma kompartemen
setelah fraktur tibia dapat menyebabkan kaki nyeri atau kebas,
disfungsional, dan mengalami deformasi.
d. Sinfroma emboli lemak
Emboli lemak serupa dengan emboli paru yang muncul pada pasien
fraktur. Sindroma emboli lemak terjadi setelah fraktur dari tulang panjang
seperti femur, tibia, tulang rusuk, fibula, dan panggul.
J. Konsep asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1) anamnesa
a) identitas klien
Meliputi nama, inisial, jenis kelamin, umur, alamat, agama,
bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
golongan, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis
b) keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan
lamanya serangan
c) penyakit Riwayat sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab
dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana
Tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
d) Riwayat pnyakit dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur
dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang
dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung
e) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur,
seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa
keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik
f) Riwayat psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat
serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
b. Diagnose keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik b/d
2. Nyeri Akut b/d
3. Gangguan Integritas Kulit dan Jaringan b/d

c. Intervensi

Diagnosa Tujuan Intervenis


1. Gangguan mobilitas 1. Toleransi aktivitas 1. Dukugan mobilisasi
fisik Setelah dilakukan tindakan Tidakan :
Gejala dan tanda mayor : keperawatan … x 24 jam diharapkan 1. Identivikasi adanya nyeri atau
Nyeri saat bergerak pasien dapat memenuhi dengan keluhan fisik lainnya
kriteria hasil : 2. Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
1. Kemudahan dalam melakukan 3. Monitor umum selmaa
aktivitas sehari-hari (5 meningkat) melakukan mobiliksasi
2. Jarak berjalan (5 meningkat) Trapeutik:
3. Kekuatan tubuh bagian bawah (5 1. Fasilitasi aktivitas dengan alat
meningkat) bantu
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus di lakukan ( mis.
Duduk ditempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke kursi
2. Nyeri akut 2.Tingkat nyeri 2.Manajemen Nyeri
Setelah dilakukan tindakan Observasi :
keperawatan … x 24 jam diharapkan 1. identifikasi lokasi, karakteristik,
pasien dapat memenuhi dengan durasi, frekuensi, kualitas,
kriteria hasil : intensitas nyeri
1. Keluhan Nyeri (5) 2. identifikasi skala nyeri
2. Gelisah(5) 3. identifikasi respon nyeri non
3. Kesulitan Tidur (5) verbal
4. nafsu makan (5) 4. identifikasi faktor yang
5. Pola Tidur (5) mempeberat dan memperingan
nyeri
5. identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri

Terapeutuk

1. Berikan tehnik nonfarmakologis


untuk mengurangi rasa nyeri (mis,
TENS, hipnosis, akupsure, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hanat/dingin,
terapi bermain).
2. fasilitas istirahat dan tidur
3. pertimbangan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi

1 Jelaskan penyebab, perioe, dan


pemicu nyeri
2. jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
4. ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mrngurangi rasa nyeri

3. Gangguan integritas 3.Pemulihan pasca bedah 3.Perawatan luka


kulit dan jaringan Setelah dilakukan tindakan Tindakan
keperawatan … x 24 jam diharapkan Observasi
pasien dapat memenuhi dengan 1. Monitor karakteristik luka
kriteria hasil : (mis,drainase,
1. Kenyamanan (5 meningkat) warna,ukuran,bau)
2. Mobilitas (5) 2. Monitor tanda tanda infeksi
3. Kemampuan melanjutkan Terapeutik
pekerjaan(5) 1. Lepaskan balutan dan plaster
4. Kemampuan bekerja (5) secara perlahan
5. Kemampuan perawatan diri 2. Cukur rambut disekitar luka,
(5) jika perlu
1.2 waktu penyembuhan (1 3. Bersihkan dengan cairan
meningkat) NaCi atau pembersih
1.3 area luka operasi (5 membaik) nantoksik, sesuai kebutuhan
4. Bersihkan jaringan nekrotik
5. Berikan salep yang sesuai ke
kulit/lesi, jika perlu
6. Pasangbalutan sesuai jenis
luka
7. Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka
8. Ganti balutan sesuai jumlah
eksudat dan drainase
9. Jadwakan perubahan posisi
setiap 2jam atau sesuai
kondisi pasien
10. Berikan diet dengan kalori
30-35 kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25-1,5g/kgBB/hari
11. Berikan suplemen vitamin
dan mineral (mis, vitamin A,
vitamin C, Zinc, asam
amino) sesuai indikasi
12. Berikan terapi TENS
(stimulasi saraf
transcutaneous) jika perlu
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Fraktur atau patah tulang pemecahan atau kerusakan suatu bagian terutama
tulang. Trauma atau cedera adalah mekanisme penyebab fraktur terjadi, yang
dibagi menjadi trauma langsung, trauma tidak langsung, trauma ringan,
Trauma langsung dapat diakibatkan benturan langsung pada tulang. Trauma
tidak langsung terjadi bila tumpuan benturan dan fraktur berjauhan,misalnya
jatuh terpelest. Sedangkan trauma ringan adalah keadaan dimana tulang itu
sendiri sudah rapuh.
Klasifikasi fraktur meliputi, fraktur tertutup, fraktur terbuka, fraktur
lengkap dan tidak lengkap, fraktur komplet dan inkomplet, penatalaksanaan
fraktur meliputi rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi, serta dalam
penyembuhan luka pada fraktur meliputi yang pertama adalah hematoma,
poliferasi, pembentukan kallus, konsolidasi dan remodeling

DAFTAR PUSTAKA

Chandra Bagus Ropyanto, (2011). Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan


Dengan Status Fungsional Pasien Paska Open Reduction Internal
Fixation (ORIF) Fraktur Ekstermitas Bawah Di RS. Orthopedi PROF.
SOEHARSO Surakarta. Tesis Universitas Indonsesia. Fakultas Ilmu
Keperawatan Program Magister Ilmu Keperawatan
Agus Desiartama & I G N Wien Aryama (2017), (2017). Gambaran Karakteristik
Pasien Fraktur Femur Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Pada Oarang
Dewasa Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Dempasar Bali. E-Jurnal
Medika, Vol. 6 No. 5, Mei 2017 ISSN : 2303-1395
Muhammad Dwi Nugroho. 2015. Penatalaksanaan Neglected Close Fracture 1/3
Proximal Tibia Dextra pada Seorang Wanita Berusia 47 Tahun.
J.Medula Unila Volume 4 Nomor 2 Desember 2015 halaman 115
Medical service & training 911. 2019. Basic trauma cardiac life support provider
handbook

Anda mungkin juga menyukai