DI SUSUN OLEH:
NORVITA ASNI (P2002045)
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Depkes RI tahun 2013 kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara
lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam/tumpul. Dari 45.987 dari
peristiwa kecelakaan yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%), dari 20.829
kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari
14.127 trauma benda tajam/tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%)
dan, disebutkan dari 84.774 orang kasus cedera 5,8 % mengalami patah tulang (fraktur).
Fraktur lengan bawah adalah fraktur yang meliputi corpus atau shaft radius, ulna, atau
keduanya. Fraktur lengan bawah di klasifikasikan lebih lanjut menurut lokasinya yaitu,
sepertiga proksimal, sepertiga tegah, dan sepertiga distal (Thomas, 2011). Fraktur
antebrachii merupakan terputusnya kontinuitas tulang yang terjadi pada tulang radius dan
ulna (Thomas, 2011).
B. TUJUAN
C. MANFAAT
Dengan adanya materi ini kita lebih mendalami pengetahuan tentang fraktur antebrachii
secara menyeluruh
BAB II
TINJAUAN TEORI
C. ETIOLOGI
Penyebab fraktur yang paling sering adalah trauma. Jatuh dan cidera olahraga adalah
penyebeb umum fraktur. Beberapa fraktur terjadi karena trauma minimal atau tekanan
ringan apabila tulang lemah. Hal ini disebut fraktur patologis.
Menurut Black.J & Hawks.J (2014) fraktur batang radius dan ulna biasanya terjadi
karena cedera langsung pada lengan bawah, kecelakaab lalu lintas, atau jatuh dengan
lengan teregang. Fraktur radius dan ukna biasanya merupakan akibat cedera hebat. Cedera
langsung biasaya menyebabkan fraktur transvers pada tinggi yang sama, biasanya
sepertiga tengah tulang.
D. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang (Rosyidi, 2013).
Faktor Deskripsi
Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak jauh lebih cepat
daripada orang dewasa. Hal ini terutama 15 disebabkan karena
aktivitas proses osteogenesis pada periosteum dan endosteum,
serta proses remodeling tulang. Pada bayi proses penyembuhan
Umur Penderita
sangat cepat dan aktif, namun kemampuan ini makin berkurang
apabila umur bertambah.
Lokalisasi fraktur memegang peran penting. Fraktur metafisis
penyembuhannya lebih cepat daripada diafisis. Di samping itu
Lokalisasi dan konfigurasi konfigurasi fraktur seperti fraktur transversal lebih lambat
fraktur penyembuhannya dibandingkan dengan fraktur oblik karena
kontak yang lebih banyak.
Pada fraktur yang tidak bergeser di mana periosteum tidak
Pergeseran awal fraktur bergeser, maka penyembuhan dua kali lebih cepat dibandingkan
pada fraktur yang bergeser.
Apabila kedua fragmen mempunya vaskularisasi yang baik,
Vaskularisasi pada kedua maka penyembuhan biasanya tanpa komplikasi. Namun, apabila
fragmen salah satu sisi fraktur vaskularisasinya buruk, maka akan
menghambat atau bahkan tidak terjadi tautan yang dikenal
dengan non-union.
Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk
vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi
Reduksi serta mobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan dan kerusakan
pembuluh darah yang akan mengganggu dalam penyembuhan
fraktur
Jika imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan
Waktu imobilisasi sebelum terjadi tautan (union), maka kemungkinan terjadinya
non-union sangat besar.
Ruangan di antara kedua Jika ditemukan interposisi jaringan baik berupa periosteum
fragmen serta interposisioleh maupun otot atau jaringan fibrosa lainnya, maka akan
jaringan lunak menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur.
Factor adanya infeksi dan Infeksi dan keganasan akan memperpanjang proses inflamasi
keganasan lokal lokal yang akan menghambat proses penyembuhan dari fraktur
Pada persendian, di mana terdapat cairan synovial, merupakan
Cairan sinovia hambatan dalam penyembuhan fraktur.
Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak akan meningkatkan
Gerakan aktif dan pasif vaskularisasi darah fraktur, tetapi gerakan yang dilakukan pada
anggota gerak daerah fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga akan
mengganggu vaskularisasi.
Asupan nutrisi yang optimal dapat memberikan suplai
kebutuhan protein untuk proses perbaikan. Pertumbuhan 16
Nutrisi tulang menjadi lebih dinamis bila ditunjang dengan asupan
nutrisi yang optimal.
Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Vitamin
D dalam jumlah besar dapat menyebabkan absorpsi tulang
seperti yang terlihat pada kadar hormone paratiroid yang tinggi.
Vitamin D Vitamin D dalam jumlah yang sedikit akan membantu
kalsifikasi tulang (membantu kerja hormone paratiroid), antara
lain dengan meningkatakan absorpsi kalsium dan fosfat oleh
usus halus.
2. Fraktur smith
Penonjolan dorsal fragmen proksimal, fragmen distal disisi volar pergelangan dan
deviasi ke radial depormity)
3. Fraktur Galeazzi
Tampak tangan bagian distal dalam posisi angulasi ke dorsal
Pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna
4. Fraktur Montegia
Terdapat dua tipe yaitu ekstensi dan felksi:
Pada tipe ekstensi gaya yang terjadi mendorong ulna kearah hiperekstensi dan
pronasi
Pada tipe fleksi gaya mendorong dari depan kearah fleksi yang menyebabkan
fragmen ulna mengadakan angulasi ke posterior.
G. WOC
Fraktur antebrachii
Peningkatan pelepasan
mediator kimia: Medulla spinalis
prostaglandin, histamin,
bradikinin
Korteks selebri
MK: Nyeri
Berikatan dengan
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa di tandai dengan tidak adanya nadi, CRT (capillary
refil time) menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstremitas yang disebabkan 20 oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartment Sindrom
Fat Embolism Syndrome (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus
fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow
kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah
yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hipertensi, tachypnea, demam.
4) Infeksi Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma osthopedic infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan
lain dalam pembedahan sperti pin dan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu
yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman Ischemia
(Helmi, 2013).
1) Delayed Union
2) Nonunion
3) Malunion
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nyeri akut berhubungan dengan agen injury (biologi, kimia, fisik dan psikologis)
SLKI:
Setelah dilakukan Tindakan keperawatan 3x 24 jam, dengan kriteria hasil:
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan Teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah rasa nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentan normal
Tidak mengalami gangguan tidur
SIKI:
Aktivitas-aktivitas:
Lakukan pengkajan nyeri secara kompherensif
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Bantu pasien dan keluarga mencari dukungan
Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
Kurangi factor presitipitas nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang Teknik nonfarmakologi
Berikan analgetic untuk mengurangi nyeri
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang nyeri
Monitor vital sign
DAFTAR PUSTAKA
Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Dialih bahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba Emban
Patria.
Helmi, Noor Zairin. 2013. Trigger finger. Buku ajar gangguan muskulestal. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika.
Kowalak.2011. Buku ajar patofisiologi. Jakarta:EGC
Rosyidi, Kholid. 2013. Muskuloskeletal. Jakarta Timur: CV. Trans Info Media.
Thomas, A. Mark, Kuncara, H.,Y, Vasantha, L.,M. (2011). Terapi & Rehabilitasi
Fraktur. Jakarta: EG
A. ETIKA KEPERAWATAN
Perawat adalah tenaga kerja yang dituntut untuk memiliki tingkat kepedulian
yang tinggi kepada pasien dalam memberikan pelayanan kesehatan. Perawat dituntut
untuk memberikan pelayanan dengan baik, sesuai dengan prinsip etik keperawatan
seperti autonomy (kebebasan), non- maleficience (Tidak Merugikan), beneficience
(Berbuat Baik), veracity (Kejujuran), justice (Keadilan), fidelity (Kesetiaan),
confidentiality (Kerahasiaan) dan accountability (Bertanggung jawab) supaya pasien
dapat memperoleh hak dan kewajibannya secara penuh sebagai pasien.
Etika keperawatan adalah nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang diyakini oleh profesi
keperawatan dalam melaksanakan tugasnya yang berhubungan dengan pasien,
masyarakat, teman sejawat, maupun dengan organisasi profesi. , dan juga dalam
pengaturan praktik keperawatan itu sendiri. Prinsip-prinsip etika ini oleh profesi
keperawatan secara formal dituangkan dalam suatu kode etik yang merupakan
komitmen profesi keperawatan akan tanggung jawab dan kepercayaan yang diberikan
oleh masyarakat (Pangaribuan, 2016).
Perawat memiliki peran yang cukup tinggi dalam memberikan pelayanan asuhan
keperawatan, baik di rumah sakit, maupun di masyarakat. Keperawatan adalah kegiatan
pemberian asuhan keperawatan, baik kepada individu, keluarga, kelompok, atau
masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat.
Perawat yaitu seseorang yang telah dinyatakan lulus pendidikan tinggi keperawatan, baik di dalam
maupun di luar negeri yang telah diakui oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan dan Peraturan
Perundang-undangan (UU No 38 tahun 2014). Perawat dalam menjalankan praktik asuhan
keperawatan harus sesuai dengan standar operasional prosedur, standar pelayanan profesi, oleh
karena itu perawat dalam menjalankan tindakan pelayanan asuhan keperawatan harus berpedoman
pada prinsip etika keperawatan agar tidak terjadi kesalahan maupun kelalaian yang dapat merugikan
pasien maupun perawat serta Rumah Sakit (Riko, 2015).
Prinsip etik keperawatan yang harus diterapkan oleh perawat dalam menjalankan
praktik asuhan keperawatan ada 8 prinsip etik, antara lain:
a) Prinsip autonomy (kebebasan) yaitu prinsip menghormati otonomi klien, dimana
klien dan keluarga bebas dan berhak untuk memilih dan memutuskan apa yang
akan dilakukan perawat terhadapnya.
b) Prinsip beneficience (berbuat baik) yaitu setiap tindakan yang dilakukan oleh
perawat harus memiliki manfaat kepada klien maupun keluarga klien.
c) Prinsip nonmaleficience (tidak merugikan) yaitu tindakan perawat harus sesuai
prosedur agar tidak terjadi kesalahan maupun kelalaian yang dapat merugikan
klien maupun keluarga.
d) Prinsip justice (keadilan) yaitu tindakan perawat dalam memberikan pelayanan
dilarang membeda-bedakan antara klien satu dengan klien lainnya.
e) Prinsip veracity (kejujuran) yaitu perawat diwajibkan berkata jujur dan jelas
terhadap apa yang akan dilakukannya kepada klien maupun keluarga klien.
f) Prinsip fidelity (menepati janji) yaitu perawat dalam memberikan pelayanan harus
setia kepada klien serta memiliki komitmen dalam memberikan pelayanan dengan
baik.
g) Prinsip accountability (bertanggungjawab) yaitu perawat harus bertanggungjawab
mengenai tindakan yang dilakukan terhadap klien maupun keluarga.
h) Prinsip confidentiality (kerahasiaan) yaitu perawat harus menjaga rahasia setiap
klien, baik pada saat klien masih hidup maupun sudah meninggal (Utami, 2016).
C. PATIENT SAFETY
Keselamatan pasien terutama berkaitan dengan penghindaran, pencegahan
dan perbaikan hasil buruk atau injuri yang berasal dari perawatan kesehatan itu
sendiri. Ini harus membahas kejadian yang mencakup rangkaian "kesalahan" dan
"penyimpangan" terhadap kecelakaan. Keselamatan muncul dari interaksi komponen
sistem. Ini lebih dari sekedar tidak adanya hasil yang merugikan dan ini lebih dari
sekadar menghindari kesalahan atau kejadian yang dapat dicegah. Keselamatan tidak
berada dalam diri seseorang, perangkat atau departemen. Meningkatkan keamanan
tergantung pada belajar bagaimana keselamatan muncul dari interaksi komponen.
Keselamatan pasien terkait dengan "kualitas perawatan", namun kedua konsep
tersebut tidak identik. Keselamatan merupakan bagian penting dari kualitas. Sampai
saat ini, kegiatan untuk mengelola kualitas tidak terfokus secukupnya pada masalah
keselamatan pasien (National Patient Safety Foundation, 2000, dalam Vincent,
2010).