Anda di halaman 1dari 4

TUGAS 2

MASALAH PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ADMINISTRASI PUBLIK

Abdul Mahsyar

Pengertian dan KonteksPelayananPublik

Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik disebutkan pengertian
pelayanan public sebagai kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas
barang, jasa, dan/ataupe layanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Masyarakat setiap waktu selalu menuntut pelayanan publik yang berkualitas dari birokrat, meskipun
tuntutan tersebut tidak selalu sesuai dengan harapan karena secara empiris pelayanan publik yang
terjadi di sebagian tempat masih bercirikan hal-hal seperti berbelit-belit, lamban, mahal, melelahkan,
dan ketidakpastian. Keadaan demikian terjadi karena masyaraka masih diposisikan sebaga pihak yang
“melayani” bukan yang dilayani.

Osborne dan Gaebler dalam karyanya Banishing Bureaucracy: The Five Strategies for Reinventing
Government menyampaikan paradigm abaru birokrasi. Paradigma ini juga dikenal dengan nama New
Public Management. Pandangan dari paradigm ini menekankan bahwa pemerintah atau birokrat
sesungguhnya haruslah memberikan pelayanan terbaiknya kepada masyarakat. Mereka menilai bahwa
pemerintahan harus mengalihkan wewenang kontrol yang dimilikinya kepada masyarakat. Masyarakat
diberdayakan sehingga mampu mengontrol pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. New Public
Management dipandang sebagai pendekatan dalama dministrasi publik yang menerapkan pengetahuan
dan pengalaman yang diperoleh dalam dunia manajemen bisnis dan disiplin yang lain untuk
memperbaiki efisiensi, efektivitas, dan kinerja pelayanan publik pada birokrasi moderen (Vigoda, dalam
Keban, 2008).

Penjelasan lain terhadap perspektif pelayanan public dapat dilihat dalam karya J.V. Denhardt dan R.B.
Denhardt dalam bukunyaThe New Public Service (2003). Paradigma ini memberikan pandangan yang
berkaitan dengan pelayanan yakni bahwa administrasi public harus melayani warga masyarakat bukan
pelanggan, mengutamakan kepentingan publik, dan melayani dari pada mengendalikan. Dasar teoritis
pelayanan publik yang ideal menurut paradigma new public service yaitu pelayanan public harus
responsive terhadap berbagai kepentingan dan nilai-nilai publik yang ada. Tugas pemerintah adalah
melakukan negosiasi dan mengelaborasi berbagai kepentingan warga negara dan kelompok komunitas.
Pandangan tersebut mengandung makna karakter dan nilai yang terkandung di dalam pelayanan public
tersebut harus berisi preferens inilai-nilai yang ada di dalam masyarakat. Karena masyarakat bersifat
dinamis, maka karakter pelayanan publik juga harus selalu berubah mengikuti perkembangan
masyarakat. Selain itu pelayanan publik model baru ini harus bersifat non-diskriminatif sebagaimana
dimaksud oleh dasar teoritis yang digunakanya itu teori demokratis yang menjamin adanya persamaan
warga negara tanpa membeda-bedakan asal-usul, kesukuan, ras, etnik, agama, dan latar belakang
kepartaian (Dwiyanto, 2005).
Masalah-MasalahPelayananPublik di Indonesia

Bagi negara sedang berkembang termasuk di Indonesia gelombang tekanan untuk mengubah wajah
pemerintahan dan substansi operasi mesin pelayanan publiknya tidak terlepas dari tekanan-tekanan dari
lembaga- lembaga internasional sepertimisalnya IMF, World Bank, atau lembaga donor lainnya. Hal
tersebut tidak terlepas dari kepentingan lembaga-lembaga tersebut yang beroperasi di Indonesia.

Adanya tuntutan perbaikan pelayanan public tersebut kadang kala menjadi prasyarat utama oleh
lembaga-lembaga internasional atau negara-negara donor tersebut dalammemberikan bantuan (loan).
Seperti IMF dan World Bank, kedua lembaga keuangan yang amat berpengaruh tersebut sejak hamper
dua decade terakhir ini semakin rajin mendesakkan tuntutan politik terhadap negara-negara
berkembang untuk mendevolusikan sistem pemerintahan dan sistem pelayanan publiknya yang
monopolistic dengan menganjurkan kebijakan pemerkuatan otonomi daerah, privatisasi sector publik
dan pemberian kesempatan yang luas pada sektor-sektor di luar birokrasi pemerintah (Abdul Wahab,
2000).

Menelusuri permasalahan pelayanan publik di Indonesia sebenarnya dapat dilihat pada beberapa
periode dalam penyelenggaraan pemerintahan, misalnya dimulai pada masa OrdeBaru dan terakhir
periode Reformasi. Pergeseran paradigm dalam pelayanan public tidak dilepaskan dari perubahan iklim
politik yang berimplikasi pada kebijakan-kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah. Di
Indonesia pada masa Orde Baru misalnya pelayanan public ditandai oleh dominasi negara pada berbagai
elemen-elemen kehidupan bangsa, sehingga pada masa ini dikenal dengan paradigma negara kuat atau
negara otonom dimana kekuatan sosial politik termasuk kekuatan pasar kecil pengaruhnya dalam
kebijakan publik, bahkan dalam pelaksanaannya.

Dalam era reformasi ditandai pada paradigm deregulasi setengah hati, dimana pemerintah memilih
sector tertentu untuk dideregulasi yang pertimbangan utamanya bukan pencapaian efisiensi pelayanan
publik, tetapi keamanan bisnis antara pejabat negara dan pengusaha besar. Kemudian pada paradigm
reformasi pelayanan publik. Paradigma ini mengkaji ulang peran pemerintah dan mendefinisikan
kembali sesuai dengan konteksnya, yaitu perubahane konomi dan politik global, penguatancivil society,
good governance, peranan pasar dan masyarakat yang semakin besar dalam penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan publik.

Sekalipun di Indonesia secara politik era reformasi itu sudah berjalan cukup lama, namun dalam
penyelenggaraan pelayanan public masih ditandai berbagai kelemahan-kelemahan, padahal sudah
banyak upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat antara lain perumusan kembali Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah yang
sebenarnya memberikan perluasan kewenangan pada tingkat pemerintah daerah, dipandang sebagai
salah satu upaya untuk memotong hambatan birokratis yang acap kali mengakibatkan pemberian
pelayanan memakan waktu yang lama dan berbiaya tinggi. Dengan adanya desentralisasi daerah, mau
tidak mau harus mampu melaksanakan berbagai kewenangan yang selama ini dilaksanakan oleh
pemerintah pusat, seiring dengan pelayanan yang harus disediakan.

Upaya untuk memperbaiki pelayanan telah sejak lama dilaksanakan oleh pemerintah, antara lain
kebijakan ini dapat dilihat pada Surat Keputusan Menteri PendayagunaanAparatur Negara Nomor
81/1993 tentangPedomanTatalaksanaPelayananUmum. KemudianInpres No. 1 Tahun 1995
tentangperbaikan dan peningkatanmutupelayananaparturpemerintahkepadamasyarakat. Pada
perkembanganterakhirtelahditerbitkan pula Keputusan MenpanNomor 63/KEP/M.PAN/ 7/2003
tentangPedomanUmumPenyelenggaraanPelayananPublik.
Upayameningkatkankualitaspelayanantidakhanyaditempuhmelaluikeputusan-keputusan, tetapi juga
melaluipeningkatankemampuanaparatdalammemberikanpelayanan.
Upayainidilakukandengancaramemberikanberbagaimaterimengenaimanajemenpelayanandalamdiklat-
diklatstruktural pada berbagaitingkatan.

Hanyasajadariberbagaiupaya yang dilakukan oleh pemerintahuntukmemperbaikipelayananpublik,


namunmasihsajaditemukanberbagaikelemahandalampelayananpublikini. Hal tersebutdapatdilihat pada
hasil survey yang dilakukan oleh Universitas Gajah Mada pada tahun 2002
diketahuibahwadilihatdarisisiefisiensi dan efektivitas, responsivitas, kesamaanperlakuan dan
besarkecilnyarentebirokrasimasihjauhdari yang diharapkan (Mohamad, 2003). Oleh karenaitu,
denganmembandingkanupaya-upaya yang telahditempuh oleh
pemerintahdengankondisipelayananpublik yang dituntutdalam era desentralisasi,
tampaknyaupayapemerintahtersebutmasihbelumbanyakmemberikankontribusibagiperbaikankualitaspel
ayananpublikitusendiri.
Bahkanbirokrasipelayananpublikmasihbelummampumenyelenggarakanpelayanan yang adil dan non-
partisan.

Jikadiperhatikanberbagaipermasalahanpenyelenggaraanpelayananpublik di Indonesia,
makapermasalahanutamapelayananpubliksekaranginiadalahberkaitandenganpeningkatankualitasdaripel
ayananitusendiri. Menurut Albrecht dan Zemke (1990)
kualitaspelayananpublikmerupakanhasilinteraksidariberbagaiaspek, yaitusistempelayanan,
sumberdayamanusiapemberipelayanan, strategi, dan pelanggan. Sementara Mohammad (2003)
menyebutkanbahwapelayanan yang berkualitassangattergantung pada aspek-
aspeksepertibagaimanapolapenyelenggaraannya, dukungansumberdayamanusia, dan kelembagaan
yang mengelola.

Dilihatdarisisipolapenyelenggaraannya, pelayananpublik di Indonesia


masihmemilikiberbagaikelemahanantara lain: (1) kurangresponsif, (2) kuranginformatif, (3) kurang
accessible, (4) kurangkoordinasi, (5) birokratis, (6)
kurangmaumendengarkeluhan/saran/aspirasimasyarakat, dan (7) inefisiensi.
Dilihatdarisisisumberdayamanusianyakelemahanutamanyaadalahberkaitandenganprofesionalisme,
kompetensi, empati dan etika. Pola kerja yang digunakan oleh sebagianbesaraparatur yang
adasekaranginimasihdipengaruhi oleh model birokrasiklasik, yaknicarakerja yang terstruktur/ hierarkis,
legalistik formal, dan sistemtertutup.
Selainitubeberapapendapatmenilaibahwakelemahansumberdayamanusiaaparaturpemerintahdalamme
mberikanpelayanandisebabkan oleh sistemkompensasi yang rendah dan tidaktepat.

Kelemahanpelaksanaanpelayananpubliklainnyadapatdilihat pada sisikelembagaan,


kelemahanutamaterletak pada disainorganisasi yang
tidakdirancangkhususdalamrangkapemberianpelayanankepadamasyarakat, penuhdenganhierarki yang
membuatpelayananmenjadiberbelit-belit (birokratis), dan tidakterkoordinasi.
Kecenderunganuntukmelaksanakanduafungsisekaligus, fungsipengaturan dan fungsipenyelenggaraan,
masihsangatkentaldilakukan oleh pemerintah, yang juga
menyebabkanpelayananpublikmenjaditidakefisien.
(Disarikandari: Mahsyar, A. (2011). Masalahpelayananpublik di Indonesia dalamperspektifadministrasipublik.
JurnalOtoritasIlmuPemerintahan, 1(2), 81-90. Diunduhdarihttp://download.portalgaruda.org/article.php?
article=387662&val=7060&title=Masalah%20Pelayanan%20Publik%20Di%20Indonesia%20Dalam%20Perspektif
%20Administrasi%20Publik)

PERTANYAAN TUGAS 2
Birokrasi dapat menghambat perubahan sosial jika yang ditonjolkan adalah sikap ritualis, prosedural, kaku
dan ketat. Perubahan paradigm birokrasi pemerintahan adalah upaya untuk melaksanakan tata kelola
pemerintahan yang baik (good governance). Salah satu perubahan paradigm birokrasi pemerintahan
adalah menyangkut perubahan dalam pelayanan publik.

Berdasarkan wacana, analisislah cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah pelayanan public
dalam konteks good governance!

Anda mungkin juga menyukai