Oleh :
NI MADE SRI KESARI
18089014050
2. Epidemiologi
Epidemiologi asthma di dunia berkisar 4,3%, sedangkan prevalensi
di Indonesia sebesar 4,5%. Estimasi prevalensi pasien asthma dewasa di
dunia yang didiagnosis oleh dokter adalah 4,3%. Prevalensi paling tinggi
dijumpai di negara Australia (21,5%), Swedia (20,2%), Inggris (18,2%),
Belanda (15,3%), dan Brazil (13%). Epidemiologi asthma pada orang
dewasa di negara benua Asia belum sepenuhnya diketahui akibat
minimnya penelitian longitudinal di daerah Asia. Namun secara umum
prevalensi asthma di Asia lebih rendah dibandingkan dengan prevalensi
asthma di Eropa. Prevalensi asthma di Indonesia menurut estimasi
publikasi Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 adalah sebesar 4,5%.
Prevalensi asthma paling tinggi dijumpai di provinsi Sulawesi Tengah
(7,8%), Nusa Tenggara Timur (7,3%), DI Yogyakarta (6,9%), dan
Sulawesi Selatan (6,7%). Prevalensi asthma sedikit lebih tinggi pada
perempuan (4,6%) dibandingkan dengan laki-laki (4,4%).
3. Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang
disebabkan oleh :
a. Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan
nafas.
b. Pembengkakan membran bronkus.
c. Terisinya bronkus oleh mukus yang kental
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asthma bronkhial.
a. Faktor predisposisi (genetik)
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahuibagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.
b. Faktor Presipitasi (Pencetus )
1) Alergen
Dimana alergen dibagi menjadi tiga jenis , yaitu :
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Seperti
debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri
dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut. Seperti makanan dan
obat-obatan.
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
seperti : perhiasan, logam dan jam tan
2) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu
3) Stres
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan
asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah
ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati
penderita asma yang mengalami stress atau gangguan emosi perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena
jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa
diobati
4) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya
orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik
asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau
cuti
5) Olahraga atau aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
4. Patofisiologi
Asma ialah penyakit paru dengan cirri khas yakni saluran napas
sangat mudah bereaksi terhadap barbagai ransangan atau pencetus dengan
manifestasi berupa serangan asma. Kelainan yang didapatkan adalah: Otot
bronkus akan mengkerut ( terjadi penyempitan) Selaput lendir bronkus
udema Produksi lendir makin banyak, lengket dan kental, sehingga ketiga
hal tersebut menyebabkan saluran lubang bronkus menjadi sempit dan
anak akan batuk bahkan dapat sampai sesak napas. Serangan tersebut
dapat hilang sendiri atau hilang dengan pertolongan obat. Pada stadium
permulaan serangan terlihat mukosa pucat, terdapat edema dan sekresi
bertambah. Lumen bronkus menyempit akibat spasme. Terlihat kongesti
embuluh darah, infiltrasi sel eosinofil dalam secret didlam lumen saluran
napas. Jika serangan sering terjadi dan lama atau menahun akan terlihat
deskuamasi (mengelupas) epitel, penebalan membran hialin bosal,
hyperplasia serat elastin, juga hyperplasia dan hipertrofi otot bronkus.
Pada serangan yang berat atau pada asma yang menahun terdapat
penyumbatan bronkus oleh mucus yang kental.
Pada asma yang timbul akibat reaksi imunologik, reaksi antigen –
antibody menyebabkan lepasnya mediator kimia yang dapat menimbulkan
kelainan patologi tadi. Mediator kimia tersebut adalah:
a. Histamin.
1) Kontraksi otot polos
2) Dilatasi pembuluh kapiler dan kontraksi pembuluh vena, sehingga
terjadi edema
3) Bertambahnya sekresi kelenjar dimukosa bronchus, bronkhoilus,
mukosaa, hidung dan mata
b. Bradikinin.
1) Kontraksi otot polos bronchus.
2) Meningkatkan permeabilitas pembuluh darah.
3) Vasodepressor (penurunan tekanan darah).
4) Bertambahnya sekresi kelenjar peluh dan ludah.
c. Prostaglandin.
bronkokostriksi (terutama prostaglandin F)
8. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi dari penyakit Asma , yaitu :
1. Masalah psikologis (cemas, stres, atau depresi).
2. Menurunnya performa di sekolah atau pekerjaan.
3. Tubuh sering terasa lelah.
4. Gangguan pertumbuhan dan pubertas pada anak-anak.
5. Status asmatikus, yaitu kondisi asma yang parah dan tidak dapat
merespon dengan terapi normal.
6. Pneumonia
7. Gagal pernapasan.
8. Kerusakan pada sebagian atau seluruh paru-paru.
9. Kematian.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan
pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik,
perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda
urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut,
kelembaban dan kusam.
3) Thorak
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan
adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-
otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi
peranfasan.
b) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan
taktil fremitus.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan
expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi,
dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
c. Sistem pernafasan
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras
dan seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer
kemudian menjadi kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi
juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi infeksi
sekunder.
2) Frekuensi pernapasan meningkat
3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang
memanjang disertai ronchi kering dan wheezing.
5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada
inspirasi bahkan mungkin lebih.
6) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
- Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar
hipersonor.
- Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan
pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga,
sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi
suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan
cuping hidung.
7) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat
dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak
terdengar(silent chest), sianosis.
d. Sistem kardiovaskuler
1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
- takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
- Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan
darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi.
Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma yang berat
bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan
irama jantung.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea,
peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler – alveolar
c. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus..
d. Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.
e. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan
makanan
g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus asma.
h. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh
i. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
j. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif .
Respiratory Monitoring
Terapi Oksigen
1. Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang
paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
7. Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek
samping)
5 Cemas berhubungan Setelah dilakukan tindakan NIC :
dengan kesulitan keperawatan selama 3 x 24 Anxiety Reduction (penurunan
bernafas dan rasa takut jam, pasien mampu : kecemasan)
sufokasi. 1. Anxiety control 1. Gunakan pendekatan yang
2. Coping menenangkan
3. Impulse control 2. Nyatakan dengan jelas
Dengan Kriteria Hasil : harapan terhadap pelaku
1. Klien mampu pasien
mengidentifikasi dan 3. Jelaskan semua prosedur dan
mengungkapkan gejala apa yang dirasakan selama
cemas prosedur
2. Mengidentifikasi, 4. Pahami prespektif pasien
mengungkapkan dan terhadap situasi stres
menunjukkan tehnik untuk 5. Temani pasien untuk
mengontol cemas memberikan keamanan dan
3. Vital sign dalam batas mengurangi takut
normal 6. Berikan informasi faktual
4. Postur tubuh, ekspresi mengenai diagnosis, tindakan
wajah, bahasa tubuh dan prognosis
tingkat aktivitas 7. Dorong keluarga untuk
menunjukkan menemani anak
berkurangnya kecemasan 8. Lakukan back / neck rub
9. Dengarkan dengan penuh
perhatian
10. Identifikasi tingkat
kecemasan
11. Bantu pasien mengenal situasi
yang menimbulkan
kecemasan
12. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
13. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
14. Barikan obat untuk
mengurangi kecemasan
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan
berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama
makan
6. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
7. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake
nuntrisi
16. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan
mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarakan analisis dan
kesimpulan perawatan dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang berdasarkan oleh
hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain
(Mitayani, 2010). Implementasi juga dimaksudkan untuk pengelolaan dan
perwujudan dari renvcana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan (Nasrul,1995). Berdasarkan terminologi NIC, implementasi
terdiri atas melakukan dan mendokumentasi tindakan yang merupakan
tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan
tindakan intervensi (atau program keperawatan ) (Kozier,2011).
Implementasi tindakan dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu
independent, interdependent, dan dependent .
a. Independent , yaitu suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat
tanpa petunjuk dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Lingkup
tindakan keperawatan independent, antara lain :
1) Mengkaji klien atau keluarga melalui riwayat keperawatan
dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui status kesehatan
klien.
2) Merumuskan diagnosis keperawatan sesuia respons klien
yang memerlukan intervensi keperawatan.
3) Mengidentifikasi tindakan keperawatan untuk
mempertahankan atau memulihkan kesehatan klien
b. Interdependent, yaitu suatu kegiatan yang memerlukan kerja dama
dari tenaga kesehatan lain (mis, ahli gizi, fisioterapi, dan dokter )
c. Dependent, yaitu berhubungan dengan pelaksanaan rencana
tindakan medis/instruksi dari tenaga medis
Hal yang tidak kalah penting pada tahap implementasi ini adalah
mengevaluasi respons atau hasil dari tindakan keperawatan yang
dilakukan terhadap klien serta tindakan yang telah dilaksanakan berikut
respons atau hasilnya (Asmadi, 2008)
5. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf
keberhasilan dalampencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan
untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan
ditetapkan(Brooker, 2001). Sedangkan menurut (Asmadi, 2008), evaluasi
adalah tahap akhir dari proses kperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis danterencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan
atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Penetapan
keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan prilaku
dari kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada
individu (Nursalam, 2003).
DAFTAR PUSTAKA