Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN “Tn. D” DENGAN DIAGNOSA MEDIS ASMA


DI DESA BUBUNAN KECAMATAN SERIRIT
KABUPATEN BULELENG PADA TANGGAL
27 DESEMBER 2020

Oleh :
NI MADE SRI KESARI
18089014050

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
2020
ASUHAN KEPERAWATAN ASMA BRONKHIAL

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Asma adalah kondisi berulang dimana rangsangan tertentu
mencetuskan saluran pernafasan menyempit untuk sementara waktu
sehingga membuat kesulitan bernafas. Meskipun asma dapat terjadi pada
semua usia, namun lebih sering terjadi pada anak-anak, terutama sekali
pada anak mulai usia 5 tahun. Beberapa anak menderita asma sampai
mereka usia dewasa; namun dapat disembuhkan. Kebanyakan anak-anak
pernah menderita asma. Para Dokter tidak yakin akan hal ini, meskipun
hal itu adalah teori. Lebih dari 6 % anak-anak terdiagnosa menderita
asma, 75 % meningkat pada akhir-akhir ini. Meningkat tajam sampai 40
% di antara populasi anak di kota.
Beberapa orang ilmuan memberikan definisi tentang asma , antara
lain : Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang
dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang
lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996). Asma adalah gangguan pada
jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang
reversibel. (Joyce M. Black : 1996). Asma adalah penyakit jalan nafas
obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berespon
secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu
penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat
reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan
respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang
menyebabkan penyempitan jalan nafas.

2. Epidemiologi
Epidemiologi asthma di dunia berkisar 4,3%, sedangkan prevalensi
di Indonesia sebesar 4,5%. Estimasi prevalensi pasien asthma dewasa di
dunia yang didiagnosis oleh dokter adalah 4,3%. Prevalensi paling tinggi
dijumpai di negara Australia (21,5%), Swedia (20,2%), Inggris (18,2%),
Belanda (15,3%), dan Brazil (13%). Epidemiologi asthma pada orang
dewasa di negara benua Asia belum sepenuhnya diketahui akibat
minimnya penelitian longitudinal di daerah Asia. Namun secara umum
prevalensi asthma di Asia lebih rendah dibandingkan dengan prevalensi
asthma di Eropa. Prevalensi asthma di Indonesia menurut estimasi
publikasi Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 adalah sebesar 4,5%.
Prevalensi asthma paling tinggi dijumpai di provinsi Sulawesi Tengah
(7,8%), Nusa Tenggara Timur (7,3%), DI Yogyakarta (6,9%), dan
Sulawesi Selatan (6,7%). Prevalensi asthma sedikit lebih tinggi pada
perempuan (4,6%) dibandingkan dengan laki-laki (4,4%).

3. Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang
disebabkan oleh :
a. Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan
nafas.
b. Pembengkakan membran bronkus.
c. Terisinya bronkus oleh mukus yang kental
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asthma bronkhial.
a. Faktor predisposisi (genetik)
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahuibagaimana  cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.
b. Faktor Presipitasi (Pencetus )
1) Alergen
Dimana alergen dibagi menjadi tiga jenis , yaitu :
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Seperti
debu, bulu binatang,   serbuk bunga, spora jamur, bakteri
dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut. Seperti makanan dan
obat-obatan.
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
seperti : perhiasan, logam dan jam tan
2) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu
3) Stres
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan
asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah
ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati
penderita asma yang mengalami stress atau gangguan emosi perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena
jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa
diobati
4) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya
orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik
asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau
cuti
5) Olahraga atau aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

4. Patofisiologi
Asma ialah penyakit paru dengan cirri khas yakni saluran napas
sangat mudah bereaksi terhadap barbagai ransangan atau pencetus dengan
manifestasi berupa serangan asma. Kelainan yang didapatkan adalah: Otot
bronkus akan mengkerut ( terjadi penyempitan) Selaput lendir bronkus
udema Produksi lendir makin banyak, lengket dan kental, sehingga ketiga
hal tersebut menyebabkan saluran lubang bronkus menjadi sempit dan
anak akan batuk bahkan dapat sampai sesak napas. Serangan tersebut
dapat hilang sendiri atau hilang dengan pertolongan obat. Pada stadium
permulaan serangan terlihat mukosa pucat, terdapat edema dan sekresi
bertambah. Lumen bronkus menyempit akibat spasme. Terlihat kongesti
embuluh darah, infiltrasi sel eosinofil dalam secret didlam lumen saluran
napas. Jika serangan sering terjadi dan lama atau menahun akan terlihat
deskuamasi (mengelupas) epitel, penebalan membran hialin bosal,
hyperplasia serat elastin, juga hyperplasia dan hipertrofi otot bronkus.
Pada serangan yang berat atau pada asma yang menahun terdapat
penyumbatan bronkus oleh mucus yang kental.
Pada asma yang timbul akibat reaksi imunologik, reaksi antigen –
antibody menyebabkan lepasnya mediator kimia yang dapat menimbulkan
kelainan patologi tadi. Mediator kimia tersebut adalah:
a.    Histamin.
1) Kontraksi otot polos
2) Dilatasi pembuluh kapiler dan kontraksi pembuluh vena, sehingga
terjadi edema
3) Bertambahnya sekresi kelenjar dimukosa bronchus, bronkhoilus,
mukosaa, hidung dan mata
b.    Bradikinin.
1) Kontraksi otot polos bronchus.
2) Meningkatkan permeabilitas pembuluh darah.
3) Vasodepressor (penurunan tekanan darah).
4) Bertambahnya sekresi kelenjar peluh dan ludah.
c.   Prostaglandin.
bronkokostriksi (terutama prostaglandin F)

5. Klasifikasi Pada Anak


Pembagian asma menurut Phelan dkk (1983) adalah sebagai berikut:
a. Asma episodik jarang
Golongan ini merupakan 70–75% dari populasi asma anak. Biasanya
terdapat pada anak umur 3–6 tahun. Serangan umumnya dicetuskan
oleh infeksi virus saluran napas atas. Banyaknya serangan 3–4 kali
dalam satu tahun. Lamanya serangan paling lama hanya beberapa hari
saja dan jarang merupakan serangan yang berat. Gejala-gejala yang
timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi dapat berlangsung
sekitar 3–4 hari dan batuknya dapat berlangsung 10–14 hari. Waktu
remisinya bermingu-minggu sampai berbulan-bulan. Manifestasi
alergi lainnya misalnya eksim jarang didapatkan. Tumbuh kembang
anak biasanya baik. Di luar serangan tidak ditemukan kelainan lain.
b. Asma episodik sering
Golongan ini merupakan 28% dari populasi asma anak. Pada dua
pertiga golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3
tahun. Pada permulaan, serangan berhubungan dengan infeksi saluran
pernapasan atas. Pada umur 5–6 tahun dapat terjadi serangan tanpa
infeksi yang jelas. Biasanya orang tua menghubungkannya dengan
perubahan udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan stress. Banyaknya
serangan 3−4 kali dalam satu tahun dan tiap kali serangan beberapa
hari sampai beberapa minggu. Frekuensi serangan paling banyak pada
umur 8−13 tahun. Pada golongan lanjut kadang-kadang sukar
dibedakan dengan golongan asma kronik atau persisten. Umumnya
gejala paling buruk terjadi pada malam hari dengan batuk dan mengi
yang dapat mengganggu tidur.
Pemeriksaan fisik di luar serangan tergantung pada frekuensi
serangan. Jika waktu serangan lebih dari 1−2 minggu, biasanya tidak
ditemukan kelainan fisik. Hay fever dan eksim dapat ditemukan pada
golongan ini. Pada golongan ini jarang ditemukan gangguan
pertumbuhan.
c. Asma kronik atau persisten.
Pada 25% anak serangan pertama terjadi sebelum umur 6 bulan, 75%
sebelum umur 3 tahun. Pada 50% anak terdapat mengi yang lama pada
2 tahun pertama dan pada 50% sisanya serangan episodik. Pada umur
5−6 tahun akan lebih jelas terjadinya obstruksi saluran napas yang
persisten dan hampir selalu terdapat mengi setiap hari. Dari waktu ke
waktu terjadi serangan yang berat dan memerlukan perawatan di
rumah sakit. Obstruksi jalan napas mencapai puncaknya pada umur 8–
14 tahun.
Pada umur dewasa muda 50% dari golongan ini tetap menderita asma
persisten atau sering. Jarang yang betul-betul bebas mengi  pada umur
dewasa muda. Pada pemeriksaan fisik dapat terjadi perubahan bentuk
toraks seperti dada burung (pigeon chest), dada tong (barrel chest) dan
terdapat sulkus Harrison. Pada golongan ini dapat terjadi gangguan
pertumbuhan, yaitu bertubuh kecil. Kemampuan aktivitas fisiknya
sangat berkurang, sering tidak dapat melakukan kegiatan olahraga dan
kegiatan biasa lainnya. Sebagian kecil ada juga yang mengalami
gangguan psikososial.

Disamping tiga golongan besar tersebut diatas terdapat bentuk


asma yang tidak dapat begitu saja dimasukkan ke dalamnya:
a. Asma episodik berat dan berulang
Dapat terjadi pada semua umur, biasanya pada anak kecil dan umur
prasekolah. Serangan biasanya berat dan sering memerlukan
perawatan di rumah sakit. Biasanya berhubungan dengan infeksi
saluran napas. Di luar serangan biasanya normal dan tanda-tanda
alergi tidak menonjol. Serangan biasanya hilang pada umur 5−6 tahun.
Tidak terdapat obstruksi saluran napas yang persisten.
b. Asma persisten
Mengi yang persisten dengan takipnea untuk beberapa hari atau
beberapa minggu. Keadaan mengi yang persisten ini kemungkinan
besar berhubungan dengan kecilnya saluran napas pada anak golongan
umur ini. Terjadi pada beberapa anak umur 3−12 bulan. Mengi
biasanya terdengar jelas jika anak sedang aktif. Keadaan umum anak
dan tumbuh kembang biasanya tetap baik, bahkan beberapa anak
menjadi gemuk sehingga ada istilah “fat happy wheezer”. Gambaran
rontgen paru biasanya normal. Gejala obstruksi saluran napas
disebabkan oleh edema mukosa dan hipersekresi  daripada spasme
otot bronkusnya
c. Hipersekresi
Biasanya terdapat pada anak kecil dan permulaan umur sekolah.
Gambaran utama serangan adalah batuk, suara napas berderak dan
mengi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ronkhi basah kasar dab
ronkhi kering.
d. Asma karena beban fisik
Serangan asma setelah melakukan kegiatan fisik sering dijumpai pada
asma episodik sering dan pada asma kronik persisten. Disamping itu
terdapat golongan asma yang manifestasi klinisnya baru timbul setelah
ada beban fisik yang bertambah. Biasanya pada anak besar dan akil
baliq.
e. Asma dengan alergen atau sensitivitas spesifik.
Pada kebanyakan asma anak, biasanya terdapat banyak faktor yang
dapat mencetuskan serangan asma, tetapi pada anak yang serangan
asmanya baru timbul segera setelah terkena alergen, misalnya bulu
binatang, minum aspirin, zat warna tartrazine, makan makanan atau
minum minuman yang mengandung zat pengawet..
f. Batuk malam
Banyak terdapat pada semua golongan asma. Batuk terjadi karena
inflamasi mukosa, edema dan produksi mukus yang banyak. Bila
gejala menginya tidak jelas sering salah didiagnosis, yaitu pada
golongan asma anak yang berumur 2−6 tahun dengan gejala utama
serangan batuk malam yang keras dan kering. Batuk biasanya terjadi
pada jam 1−4 pagi. Pada golongan ini sering didapatkan tanda adanya
alergi pada anak dan keluarganya.
g. Asma yang memburuk pada pagi hari.
Golongan yang gejalanya paling buruk jam 1−4 pagi. Keadaan
demikian dapat terjadi secara teratur atau intermitten. Keadaan ini
diduga berhubungan dengan irama diurnal caliber saluran napas, yang
pada golongan ini sangat menonjol.
6. Gejala Klinis

Gejala-gejala yang sering muncul pada penderita asma adalah


batuk, dispnea, dan wheezing. Serangan sering kali terjadi pada malam
hari. Asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak
dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat, wheezing. Ekspirasi
selalu lebih susah dan panjang disbanding inspirasi, yang mendorong
pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori
pernapasan. Jalan napas tersumbat menyebabkan dispnea. Serangan
Asma dapat berlangsung dari 20 menit sampai beberapa jam dan dapat
hilang secara spontan. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal,
kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut “Status
Asma tikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer& Bare, 2009).

Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk


dan mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk
diketahui. Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala
asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada. Tetapi untuk
melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
1.  Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal  tanpa tanda dan
gejala asma  atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik
maupun fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar
faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di
laboratorium.
2.  Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik
tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya
obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari
serangan asma.
3.  Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada
pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda
obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila
pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4.  Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah
sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-
gejala yang makin banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama
sternokliedo mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5.  Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat
medis beberapa serangan asma yang  berat bersifat refrakter
sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada
dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi apapun
diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal.

7. Pemeriksaan Penunjang Asma


1) Pemeriksaan Radiologi
a. Foto thorak
Pada foto thorak akan tampak corakan paru yang
meningkat, hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan
pada asma kronik, atelektasis juga ditemukan pada
anak-anak  6 tahun.
b. Foto sinus paranasalis
Diperlukan jika asma sulit terkontrol untuk melihat
adanya sinusitis.
2) Pemeriksaan darah
Hasilnya akan terdapat eosinofilia pada darah tepi dan sekret
hidung, bila tidak eosinofilia kemungkinan bukan asma .
3) Uji faal paru
Dilakukan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai hasil
provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan dan mengikuti
perjalanan penyakit. Alat yang digunakan untuk uji faal paru
adalah peak flow meter, caranya anak disuruh meniup flow
meter beberapa kali (sebelumnya menarik nafas dalam melalui
mulut kemudian menghebuskan dengan kuat).
4) Uji kulit alergi dan imunologi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara goresan atau tusuk.
Alergen yang digunakan adalah alergen yang banyak didapat di
daerahnya.

8. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi dari penyakit Asma , yaitu :
1. Masalah psikologis (cemas, stres, atau depresi).
2. Menurunnya performa di sekolah atau pekerjaan.
3. Tubuh sering terasa lelah.
4. Gangguan pertumbuhan dan pubertas pada anak-anak.
5. Status asmatikus, yaitu kondisi asma yang parah dan tidak dapat
merespon dengan terapi normal.
6. Pneumonia
7. Gagal pernapasan.
8. Kerusakan pada sebagian atau seluruh paru-paru.
9. Kematian.

9. Penatalaksanaan Medis Asma


Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Penobatan non farmakologik
a.  Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor
pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada
tim kesehatan.
b.  Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang
ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup
bagi klien.
c.  Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus.
Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2.  Pengobatan farmakologik
a)    Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan
jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang
termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b)    Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali
sehari.
c)    Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
( beclometason dipropinate ) dengan disis 800  empat kali semprot
tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek
samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi
dengan ketat.
d)    Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e)    Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f)    Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator.
3.  Pengobatan selama serangan status asthmatikus    
a.  Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam
b.  Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c.  Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20
mg/kg bb/24 jam.
d.  Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e.   Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f.   Antibiotik spektrum luas.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Asma


1. Pengkajian Primer Asma
a.     Airway
- Peningkatan sekresi pernafasan
- Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b.     Breathing
- Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, retraksi.
- Menggunakan otot aksesoris pernafasan
- Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c.      Circulation
- Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
- Sakit kepala
- Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
- Papiledema
- Urin output meurun
d.     Dissability
- Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status
umum dan neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran,
reaksi pupil.
2. Pengkajian Sekunder Asma
a.     Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun
strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu
maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak
ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai
gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan.
Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya
komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang
paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul
secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan
pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang
lama.
b.     Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung
diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga
berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma,
meliputi pemeriksaan :
1)    Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah,
kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan
yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan
sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.

2)    Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan
pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik,
perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda
urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut,
kelembaban dan kusam.
3)     Thorak
a)     Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan
adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-
otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi
peranfasan.
b)     Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan
taktil fremitus.
c)      Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
d)     Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan
expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi,
dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
c.     Sistem pernafasan
1)    Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras
dan seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer
kemudian menjadi kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi
juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi infeksi
sekunder.
2)    Frekuensi pernapasan meningkat
3)    Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4)    Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang
memanjang disertai ronchi kering dan wheezing.
5)    Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada
inspirasi bahkan mungkin lebih.
6)    Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
- Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar
hipersonor.
- Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan
pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga,
sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi
suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan
cuping hidung.
7)    Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat
dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak
terdengar(silent chest), sianosis.
d.     Sistem kardiovaskuler
1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
- takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
- Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan
darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi.
Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma yang berat
bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan
irama jantung.

3. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea,
peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler – alveolar
c. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus..
d. Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.
e. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan
makanan
g. Kurang  pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus asma.
h. Intoleransi  aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh
i. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
j. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif .

N TUJUAN DAN KRITERIA


Dx KEPERAWATAN INTERVENSI  (NIC)
O HASIL  (NOC)
1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan NIC :
tidak efektif keperawatan selama 3 x 24 Airway Management
berhubungan dengan jam, pasien mampu : 1. Buka jalan nafas, guanakan
tachipnea, peningkatan 1. Respiratory status : teknik chin lift atau jaw thrust
produksi mukus, Ventilation bila perlu
kekentalan sekresi dan 2. Respiratory status : 2. Posisikan pasien untuk
bronchospasme. Airway patency memaksimalkan ventilasi
3. Aspiration Control, 3. Identifikasi pasien perlunya
4. Dengan kriteria hasil : pemasangan alat jalan nafas
5. Mendemonstrasikan buatan
batuk efektif dan suara 4. Pasang mayo bila perlu
nafas yang bersih, tidak 5. Lakukan fisioterapi dada jika
ada sianosis dan perlu
dyspneu (mampu 6. Keluarkan sekret dengan batuk
mengeluarkan sputum, atau suction
mampu bernafas 7. Auskultasi suara nafas, catat
dengan mudah, tidak adanya suara tambahan
ada pursed lips) 8. Lakukan suction pada mayo
6. Menunjukkan jalan 9. Berikan bronkodilator bila
nafas yang paten (klien perlu
tidak merasa tercekik, 10. Berikan pelembab udara Kassa
irama nafas, frekuensi basah NaCl Lembab
pernafasan dalam 11. Atur intake untuk cairan
rentang normal, tidak mengoptimalkan
ada suara nafas keseimbangan.
abnormal) 12. Monitor respirasi dan status O2
7. Mampu
mengidentifikasikan
dan mencegah factor
yang dapat
menghambat jalan
nafas

2 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24
perubahan membran jam, pasien mampu : Airway Management
kapiler – alveolar 1. Respiratory Status : Gas
exchange 1. Buka jalan nafas, gunakan
2. Respiratory Status : teknik chin lift atau jaw thrust
ventilation bila perlu
3. Vital Sign Status 2. Posisikan pasien untuk
4. Dengan kriteria hasil : memaksimalkan ventilasi
5. Mendemonstrasikan 3. Identifikasi pasien perlunya
peningkatan ventilasi dan pemasangan alat jalan nafas
oksigenasi yang adekuat buatan
6. Memelihara kebersihan 4. Pasang mayo bila perlu
paru paru dan bebas dari 5. Lakukan fisioterapi dada jika
tanda tanda distress perlu
pernafasan 6. Keluarkan sekret dengan batuk
7. Mendemonstrasikan batuk atau suction
efektif dan suara nafas 7. Auskultasi suara nafas, catat
yang bersih, tidak ada adanya suara tambahan
sianosis dan dyspneu 8. Lakukan suction pada mayo
(mampu mengeluarkan 9. Berika bronkodilator bial perlu
sputum, mampu bernafas 10. Barikan pelembab udara
dengan mudah, tidak ada 11. Atur intake untuk cairan
pursed lips) mengoptimalkan
8. Tanda tanda vital dalam keseimbangan.
rentang normal 12. Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring

1. Monitor rata – rata, kedalaman,


irama dan usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
3. Monitor suara nafas, seperti
dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan napas
utama
9. Auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui
hasilnya

3 Pola Nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24
penyempitan bronkus jam, pasien mampu : Airway Management
1. Respiratory status :
Ventilation 1. Buka jalan nafas, guanakan
2. Respiratory status : teknik chin lift atau jaw thrust
Airway patency bila perlu
3. Vital sign Status 2. Posisikan pasien untuk
4. Dengan Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
5. Mendemonstrasikan batuk 3. Identifikasi pasien perlunya
efektif dan suara nafas pemasangan alat jalan nafas
yang bersih, tidak ada buatan
sianosis dan dyspneu 4. Pasang mayo bila perlu
(mampu mengeluarkan 5. Lakukan fisioterapi dada jika
sputum, mampu bernafas perlu
dengan mudah, tidak ada 6. Keluarkan sekret dengan
pursed lips) batuk atau suction
6. Menunjukkan jalan nafas 7. Auskultasi suara nafas, catat
yang paten (klien tidak adanya suara tambahan
merasa tercekik, irama 8. Lakukan suction pada mayo
nafas, frekuensi 9. Berikan bronkodilator bila
pernafasan dalam rentang perlu
normal, tidak ada suara 10. Berikan pelembab udara
nafas abnormal) Kassa basah NaCl Lembab
7. Tanda Tanda vital dalam 11. Atur intake untuk cairan
rentang normal (tekanan mengoptimalkan
darah, nadi, pernafasan) keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status
O2

Terapi Oksigen
1. Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang
paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

4 Nyeri akut; ulu hati Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24
proses penyakit. jam, pasien mampu : Pain Management
1. Pain Level,
2. Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri
3. Comfort level secara komprehensif
Dengan Kriteria Hasil : termasuk lokasi, karakteristik,
1. Mampu mengontrol nyeri durasi, frekuensi, kualitas dan
(tahu penyebab nyeri, faktor presipitasi
mampu menggunakan 2. Observasi reaksi nonverbal
tehnik nonfarmakologi dari ketidaknyamanan
untuk mengurangi nyeri, 3. Gunakan teknik komunikasi
mencari bantuan) terapeutik untuk mengetahui
2. Melaporkan bahwa nyeri pengalaman nyeri pasien
berkurang dengan 4. Kaji kultur yang
menggunakan manajemen mempengaruhi respon nyeri
nyeri 5. Evaluasi pengalaman nyeri
3. Mampu mengenali nyeri masa lampau
(skala, intensitas, 6. Evaluasi bersama pasien dan
frekuensi dan tanda nyeri) tim kesehatan lain tentang
4. Menyatakan rasa nyaman ketidakefektifan kontrol nyeri
setelah nyeri berkurang masa lampau
5. Tanda vital dalam rentang 7. Bantu pasien dan keluarga
normal untuk mencari dan
menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
7. Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek
samping)
5 Cemas berhubungan Setelah dilakukan tindakan NIC :
dengan kesulitan keperawatan selama 3 x 24 Anxiety Reduction (penurunan
bernafas dan rasa takut jam, pasien mampu : kecemasan)
sufokasi. 1. Anxiety control 1. Gunakan pendekatan yang
2. Coping menenangkan
3. Impulse control 2. Nyatakan dengan jelas
Dengan Kriteria Hasil : harapan terhadap pelaku
1. Klien mampu pasien
mengidentifikasi dan 3. Jelaskan semua prosedur dan
mengungkapkan gejala apa yang dirasakan selama
cemas prosedur
2.  Mengidentifikasi, 4. Pahami prespektif pasien
mengungkapkan dan terhadap situasi stres
menunjukkan tehnik untuk 5. Temani pasien untuk
mengontol cemas memberikan keamanan dan
3. Vital sign dalam batas mengurangi takut
normal 6. Berikan informasi faktual
4. Postur tubuh, ekspresi mengenai diagnosis, tindakan
wajah, bahasa tubuh dan prognosis
tingkat aktivitas 7. Dorong keluarga untuk
menunjukkan menemani anak
berkurangnya kecemasan 8. Lakukan back / neck rub
9. Dengarkan dengan penuh
perhatian
10. Identifikasi tingkat
kecemasan
11. Bantu pasien mengenal situasi
yang menimbulkan
kecemasan
12. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
13. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
14. Barikan obat untuk
mengurangi kecemasan

6 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan NIC :


nutrisi kurang dari keperawatan selama 3 x 24 Nutrition Management
kebutuhan tubuh jam, pasien mampu : 1. Kaji adanya alergi makanan
berhubungan dengan 1. Nutritional Status : food 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
faktor psikologis dan and Fluid Intake untuk menentukan jumlah
biologis yang 2. Nutritional Status : kalori dan nutrisi yang
mengurangi pemasukan nutrient Intake dibutuhkan pasien.
makanan 3. Weight control 3. Anjurkan pasien untuk
Dengan Kriteria Hasil : meningkatkan intake Fe
1. Adanya peningkatan berat 4. Anjurkan pasien untuk
badan sesuai dengan tujuan meningkatkan protein dan
2. Berat badan ideal sesuai vitamin C
dengan tinggi badan 5. Berikan substansi gula
3. Mampu mengidentifikasi 6. Yakinkan diet yang dimakan
kebutuhan nutrisi mengandung tinggi serat
4. Tidk ada tanda tanda untuk mencegah konstipasi
malnutrisi 7. Berikan makanan yang
5. Menunjukkan peningkatan terpilih ( sudah
fungsi pengecapan dari dikonsultasikan dengan ahli
menelan gizi)
6. Tidak terjadi penurunan 8. Ajarkan pasien bagaimana
berat badan yang berarti membuat catatan makanan
harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan

Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan
berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama
makan
6. Jadwalkan pengobatan  dan
tindakan tidak selama jam
makan
7. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake
nuntrisi
16. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

7 Kurang  pengetahuan Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 Teaching : disease Process
faktor-faktor pencetus jam, pasien mampu : 1. Berikan penilaian tentang
asma. 1. Kowlwdge : disease tingkat pengetahuan pasien
process tentang proses penyakit yang
2.   Kowledge : health spesifik
Behavior 2. Jelaskan patofisiologi dari
Dengan Kriteria Hasil : penyakit dan bagaimana hal
1. Pasien dan keluarga ini berhubungan dengan
menyatakan pemahaman anatomi dan fisiologi, dengan
tentang penyakit, kondisi, cara yang tepat.
prognosis dan program 3. Gambarkan tanda dan gejala
pengobatan yang biasa muncul pada
2. Pasien dan keluarga penyakit, dengan cara yang
mampu melaksanakan tepat
prosedur yang dijelaskan 4. Gambarkan proses penyakit,
secara benar dengan cara yang tepat
3. Pasien dan keluarga 5. Identifikasi kemungkinan
mampu menjelaskan penyebab, dengan cara yang
kembali apa yang tepat
dijelaskan perawat/tim 6. Sediakan informasi pada
kesehatan lainnya pasien tentang kondisi, dengan
cara yang tepat
7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga atau
pasien informasi tentang
kemajuan pasien dengan cara
yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan
datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
14. nstruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat

8 Intoleransi  aktivitas Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 Activity Therapy
batuk persisten dan jam, pasien mampu : 1. Kolaborasikan dengan Tenaga
ketidakseimbangan 1. Energy conservation Rehabilitasi Medik
antara suplai oksigen 2. Activity tolerance dalammerencanakan progran
dengan kebutuhan tubuh. 3. Self Care : ADLs terapi yang tepat.
Dengan Kriteria Hasil : 2. Bantu klien untuk
1. Berpartisipasi dalam mengidentifikasi aktivitas
aktivitas fisik tanpa yang mampu dilakukan
disertai peningkatan 3. Bantu untuk memilih aktivitas
tekanan darah, nadi dan konsisten yang sesuai dengan
RR kemampuan fisik, psikologi
2. Mampu melakukan dan social
aktivitas sehari hari 4. Bantu untuk mengidentifikasi
(ADLs) secara mandiri dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
5. Bantu untuk mendapatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
6. Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas disukai
7. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
10. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
11. Monitor respon fisik, emoi,
social dan spiritual

9 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 Self Care assistane : ADLs
kelemahan fisik jam, pasien mampu : 1. Monitor kemempuan klien
1. Self care : Activity of Daily untuk perawatan diri yang
Living (ADLs) mandiri.
Dengan Kriteria Hasil : 2. Monitor kebutuhan klien untuk
1. Klien terbebas dari bau alat-alat bantu untuk
badan kebersihan diri, berpakaian,
2. Menyatakan kenyamanan berhias, toileting dan makan.
terhadap kemampuan untuk 3. Sediakan bantuan sampai klien
melakukan ADLs mampu secara utuh untuk
3. Dapat melakukan ADLS melakukan self-care.
dengan bantuan 4. Dorong klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari yang
normal sesuai kemampuan
yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan
secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian,
untuk memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak mampu
untuk melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari-
hari sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari. 
10 Resiko infeksi dengan Setelah dilakukan tindakan NIC :
faktor resiko prosedur keperawatan selama 3 x 24 Infection Control (Kontrol
invasif jam, pasien mampu : infeksi)
1. Immune Status 1. Bersihkan lingkungan setelah
2. Risk control dipakai pasien lain
Dengan Kriteria Hasil : 2. Pertahankan teknik isolasi
1. Klien bebas dari tanda dan 3. Batasi pengunjung bila perlu
gejala infeksi 4. Instruksikan pada pengunjung
2. Menunjukkan kemampuan untuk mencuci tangan saat
untuk mencegah timbulnya berkunjung dan setelah
infeksi berkunjung meninggalkan
3. Jumlah leukosit dalam pasien
batas normal 5. Gunakan sabun antimikrobia
4. Menunjukkan perilaku untuk cuci tangan
hidup sehat 6. Cuci tangan setiap sebelum
dan sesudah tindakan
kperawtan
7. Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
8. Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan
alat
9. Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila
perlu

Infection Protection (proteksi


terhadap infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit,
WBC
3. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
6. Partahankan teknik aseptic
pada pasien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kulit pada
area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
10. Inspeksi kondisi luka / insisi
bedah
11. Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari
infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif

4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan
mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarakan analisis dan
kesimpulan perawatan dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang berdasarkan oleh
hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain
(Mitayani, 2010). Implementasi juga dimaksudkan untuk pengelolaan dan
perwujudan dari renvcana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan (Nasrul,1995). Berdasarkan terminologi NIC, implementasi
terdiri atas melakukan dan mendokumentasi tindakan yang merupakan
tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan
tindakan intervensi (atau program keperawatan ) (Kozier,2011).
Implementasi tindakan dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu
independent, interdependent, dan dependent .
a. Independent , yaitu suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat
tanpa petunjuk dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Lingkup
tindakan keperawatan independent, antara lain :
1) Mengkaji klien atau keluarga melalui riwayat keperawatan
dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui status kesehatan
klien.
2) Merumuskan diagnosis keperawatan sesuia respons klien
yang memerlukan intervensi keperawatan.
3) Mengidentifikasi tindakan keperawatan untuk
mempertahankan atau memulihkan kesehatan klien
b. Interdependent, yaitu suatu kegiatan yang memerlukan kerja dama
dari tenaga kesehatan lain (mis, ahli gizi, fisioterapi, dan dokter )
c. Dependent, yaitu berhubungan dengan pelaksanaan rencana
tindakan medis/instruksi dari tenaga medis
Hal yang tidak kalah penting pada tahap implementasi ini adalah
mengevaluasi respons atau hasil dari tindakan keperawatan yang
dilakukan terhadap klien serta tindakan yang telah dilaksanakan berikut
respons atau hasilnya (Asmadi, 2008)

5. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf
keberhasilan dalampencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan
untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan
ditetapkan(Brooker, 2001). Sedangkan menurut (Asmadi, 2008), evaluasi
adalah tahap akhir dari proses kperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis danterencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan
atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Penetapan
keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan prilaku
dari kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada
individu (Nursalam, 2003).
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar


(RISKESDAS) 2013. Lap Nas 2013. 2013;1–384.

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma


Berat. Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma
Management and Prevension In Children. www. Dimuat dalam
www.Ginaasthma.org
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta:
EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)
Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
Asma Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro
Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press
Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu
Penyakit Dalam, FKUI/RSCM
Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I.  Jakarta: Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai