Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

BENINGH PROSTAT HYPERPLASIA(BPH)

Disusun Oleh :

Mahdalena

AKADEMI KEPERAWATAN ISLAMIC VILLAGE TANGERANG


Tahun ajaran 2018/2019

Jl.Islamic Raya Kelapa Dua Tangerang 15810

Telpon/Fax : 021-5462852, Website : www.akperisvill.ac.id

2020
MATERI

1.1 Pengertian
Ada beberapa pengertian penyakit Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) menurut
beberapa ahli adalah :
Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan perbesaran kelenjar prostat,
memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi
orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis)
secara bertahap (Smeltzer dan Bare, 2002).
BPH merupakakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam
prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang
terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa, prostat tersebut
mengelilingi uretra dan, dan pembesaran bagian periuretral menyebabkan obstruksi leher
kandung kemih dan uretra parsprostatika yang menyebabkan aliran kemih dari kandung
kemih (Price dan Wilson, 2006). BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada
pria umur 50 tahun atau lebih yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada prostat
yaitu prostat mengalami atrofi dan menjadi nodular, pembesaran dari beberapa bagian
kelenjar ini dapat mengakibatkan obstruksi urine ( Baradero, Dayrit, dkk, 2007).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna Prostat
Hiperplasi (BPH) merupakan penyakit pembesaran prostat yang disebabkan oleh proses
penuaan, yang biasa dialami oleh pria berusia 50 tahun keatas, yang mengakibatkan
obstruksi leher kandung kemih, dapat menghambat pengosongan kandung kemih dan
menyebabkan gangguan perkemihan.
1.2 Klasifikasi BPH
Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan De jong (2005)
secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi :
a. Derajat 1 :
Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan penonjolan
prostat, batas atas mudah teraba dan sisa urin kurang dari 50 ml
b. Derajat 2 :
Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan batas atas dapat
dicapai, sedangkan sisa volum urin 50-100 ml.
c. Derajat 3 :
Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat tidak dapat diraba
dan sisa volum urin lebih dari 100ml.
d. Derajat 4 :
Apabila sudah terjadi retensi urine total
1.3 Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab terjadinya
BPH, namun beberapa hipotesisi menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan
peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua. Terdapat perubahan
mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan
mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada pada
pria usia 50 tahun, dan angka kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka
kejadianya sekitar 80%, dan usia 90 tahun sekiatr 100% (Purnomo, 2011)
Etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga
menjadi penyebab timbulnya Benigna Prosat, teori penyebab BPH menurut Purnomo
(2011) meliputi, Teori Dehidrotestosteron (DHT), teori hormon (ketidakseimbangan
antara estrogen dan testosteron), faktor interaksi stroma dan epitel-epitel, teori
berkurangnya kematian sel (apoptosis), teori sel stem.
Penyabab yang banyak terjadi antara lain : usia tua.terlalu banyak
duduk.penurunan kekebalan tubuh akibat lelah,stress . makan makanan yang pedas atau
yang merangsang .ras /etnis . riwayat keturunan.
1. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron
menjadi dehidrotestosteron (DHT) dalam sel prostad merupakan factor terjadinya
penetrasi DHT kedalam inti sel yang dapat menyebabkan inskripsi pada RNA,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis protein yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada
BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH,
aktivitas enzim 5alfa –reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada
BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive terhadap DHT
sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
2. Teori hormone ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosterone)
Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosteron sedangkan kadar
estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandingan antara kadar estrogen dan
testosterone relative meningkat. Hormon estrogen didalam prostat memiliki peranan
dalam terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan jumlah
reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis).
Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosterone
meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai umur yang lebih panjang
sehingga masa prostat jadi lebih besar.
3. Faktor interaksi Stroma dan epitel epitel.
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh
sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut Growth factor. Setelah sel-sel
stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis
suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri
intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel parakrin. Stimulasi itu
menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.
4. Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk
mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan
fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan
difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya, kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.
Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju poliferasi sel dengan
kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,
penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat baru dengan prostat yang mengalami apoptosis
menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat, sehingga
terjadi pertambahan masa prostat.
5. Teori sel stem
Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru. Didalam
kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai
kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada
keberadaan hormone androgen, sehingga jika hormone androgen kadarnya menurun,
akan terjadi apoptosis. Terjadinya poliferasi sel-sel BPH dipostulasikan sebagai
ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma
maupun sel epitel.
1.4 Patofisiologi
Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk
dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi
yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan
hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang
jumlahnya berbeda-beda. Proses pembesaran prostad terjadi secara perlahan-lahan
sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap
awal setelah terjadi pembesaran prostad, resistensi pada leher buli-buli dan daerah
prostad meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul
sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi, keadaan
berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak
mampu lagi untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi urin.

Pasien tidak bisa mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka akan
terjadi statis urin. Urin yang statis akan menjadi alkalin dan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri ( Baradero, dkk 2007).
Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat mengakibatkan
aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang menetes, kencing
terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi maka pasien mengalami kesulitan
untuk memulai berkemih (hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika
urinarianya mengalami iritasi dari urin yang tertahan tertahan didalamnya sehingga
pasien merasa bahwa vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih yang
mengakibatkan interval disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan
adanya gejala iritasi pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi
dan nyeri saat berkemih atau disuria ( Purnomo, 2011).
Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan
terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko ureter,
hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi
infeksi. Pada waktu miksi penderita harus mengejan sehingga lama kelamaan
menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan
terbentuknya batu endapan didalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan
iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan
bila terjadi refluk akan mengakibatkan pielonefritis (Sjamsuhidajat dan De jong, 2005).
1.5 PATHWAY
1.6 Manifestasi Klinis
1. Sering buang air kecil atau merasa ingin buang air kecil
2. Buang air kecil pada malam hari
3. Nyeri waktu kencing
4. Bermasalah sewaktu memulai atau menghentikan kencing
5. Pada saat akhir nuang air kecik,urine keluar dan menetes
6. Rasa masih adanya sisa urine di dalam kandung kemih
7. Teraba adanya pembesaran kandung kemih
8. Nyeri pinggul dan punggung
1.7 Komplikasi
Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah :
1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi
2. Infeksi saluran kemih
3. Involusi kontraksi kandung kemih
4. Refluk kandung kemih
5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus berlanjut maka
pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin yang akan
mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.
6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk batu
endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu tersebut dapat
pula menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis.
8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu miksi
pasien harus mengedan.
1.8 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Purnomo (2011) dan Baradero dkk (2007) pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada penderita BPH meliputi :
1. Laboratorium
a. Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan untuk melihat
adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan kultur urin berguna untuk
menegtahui kuman penyebab infeksi dan sensitivitas kuman terhadap beberapa
antimikroba.
b. Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang
menegenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah
merupakan informasi dasar dari fungsin ginjal dan status metabolic.
c. Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan
perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA <4ng/ml
tidak perlu dilakukan biopsy. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah
prostate specific antigen density (PSAD) lebih besar sama dengan 0,15 maka
sebaiknya dilakukan biopsy prostat, demikian pula bila nila PSA > 10 ng/ml.

2. Radiologis/pencitraan
Menurut Purnomo (2011) pemeriksaan radiologis bertujuan untuk memperkirakan
volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residu urin serta
untuk mencari kelainan patologi lain, baik yang berhubungan maupun tidak
berhubungan dengan BPH.
3. Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di saluran
kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli yang penuh
dengan urin sebagai tand adanya retensi urin. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik
sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat, serta osteoporosis akibat
kegagalan ginjal.
4. Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk memperkirakan besarnya kelenjar
prostat yang ditunjukkan dengan adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh
kelenjar prostat) atau ureter dibagian distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked
fish)/gambaran ureter berbelok-belok di vesika, penyulit yang terjadi pada buli-buli
yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli.
5. Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat, memeriksa
masa ginjal, menentukan jumlah residual urine, menentukan volum buli-buli,
mengukur sisa urin dan batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli, dan mencari
kelainan yang mungkin ada dalam buli-buli.
1.9 Penatalaksanaan
1. Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien dianjurkan untuk
mengurangi minum setelah makan malam yang ditujukan agar tidak terjadi nokturia,
menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan
tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Pasien dianjurkan
untuk menghindari mengangkat barang yang berat agar perdarahan dapat dicegah.
Ajurkan pasien agar sering mengosongkan kandung kemih (jangan menahan kencing
terlalu lama) untuk menghindari distensi kandung kemih dan hipertrofi kandung
kemih. Secara periodik pasien dianjurkan untuk melakukan control keluhan,
pemeriksaan laboratorium, sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur (Purnomo,
2011).
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat menurut Purnomo (2011) dapat
diperkirakan dengan mengukur residual urin dan pancaran urin:
a. Residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin dapat diukur dengan
cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan pemeriksaan
USG setelah miksi.
b. Pancaran urin (flow rate), dapat dihitung dengan cara menghitung jumlah urin
dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat urofometri
yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin.
2. Terapi medikamentosa
Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang diberikan pada
penderita BPH adalah :
a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi untuk
mengurangi tekanan pada uretra
b. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan alfa blocker
(penghambat alfa adrenergenik)
c. Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone testosterone/
dehidrotestosteron (DHT)
Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH, menurut Purnomo
(2011) diantaranya : penghambat adrenergenik alfa, penghambat enzin 5 alfa
reduktase, fitofarmaka.
a. Penghambat adrenergenik alfa
Obat-obat yang sering dipakai adalah prazosin, doxazosin,terazosin,afluzosin
atau yang lebih selektif alfa 1a (Tamsulosin). Dosis dimulai 1mg/hari sedangkan
dosis tamsulosin adalah 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaaan antagonis alfa 1
adrenergenik karena secara selektif dapat mengurangi obstruksi pada buli-buli
tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat ini menghambat reseptor-reseptor
yang banyak ditemukan pada otot polos di trigonum, leher vesika, prostat, dan
kapsul prostat sehingga terjadi relakasi didaerah prostat. Obat-obat golongan ini
dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin.

Hal ini akan menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga
gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang. Biasanya pasien mulai
merasakan berkurangnya keluhan dalam 1-2 minggu setelah ia mulai memakai
obat. Efek samping yang mungkin timbul adalah pusing, sumbatan di hidung dan
lemah. Ada obat-obat yang menyebabkan ekasaserbasi retensi urin maka perlu
dihindari seperti antikolinergenik, antidepresan, transquilizer, dekongestan, obat-
obat ini mempunyai efek pada otot kandung kemih dan sfingter uretra.
b. Pengahambat enzim 5 alfa reduktase
Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1X5 mg/hari. Obat
golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang
membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat dari golongan
alfa bloker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang besar. Efektifitasnya
masih diperdebatkan karena obat ini baru menunjukkan perbaikan sedikit/ 28 %
dari keluhan pasien setelah 6-12 bulan pengobatan bila dilakukan terus menerus,
hal ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. Efek samping dari
obat ini diantaranya adalah libido, impoten dan gangguan ejakulasi.
c. Fitofarmaka/fitoterapi
Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat. Substansinya
misalnya pygeum africanum, saw palmetto, serenoa repeus dll. Afeknya
diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1-2 bulan dapat memperkecil volum
prostat.
3. Terapi bedah
Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk dilakukan pembedahan
didasarkan pada beratnya obstruksi, adanya ISK, retensio urin berulang, hematuri,
tanda penurunan fungsi ginjal, ada batu saluran kemih dan perubahan fisiologi pada
prostat. Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung pada beratnya
gejala dan komplikasi. Menurut Smeltzer dan Bare (2002) intervensi bedah yang
dapat dilakukan meliputi : pembedahan terbuka dan pembedahan endourologi.
A. Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka yang biasa
digunakan adalah :
1. Prostatektomi suprapubik
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen.
Insisi dibuat dikedalam kandung kemih, dan kelenjar prostat diangat dari
atas. Teknik demikian dapat digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran,
dan komplikasi yang mungkin terjadi ialah pasien akan kehilangan darah
yang cukup banyak dibanding dengan metode lain, kerugian lain yang dapat
terjadi adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur
bedah abdomen mayor.
2. rostatektomi perineal
Adalah suatu tindakan dengan mengangkat kelenjar melalui suatu insisi
dalam perineum. Teknik ini lebih praktis dan sangat berguan untuk biopsy
terbuka. Pada periode pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena
insisi dilakukan dekat dnegan rectum. Komplikasi yang mungkin terjadi dari
tindakan ini adalah inkontinensia, impotensi dan cedera rectal.
3. Prostatektomi retropubik
Adalah tindakan lain yang dapat dilakukan, dengan cara insisi abdomen
rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung
kemih tanpa memasuki kandung kemih. Teknik ini sangat tepat untuk
kelenjar prostat yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun jumlah darah
yang hilang lebih dapat dikontrol dan letak pembedahan lebih mudah dilihat,
akan tetapi infeksi dapat terjadi diruang retropubik.

B. Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transurethral dapat


dilakukan dengan memakai tenaga elektrik diantaranya :
1. Transurethral Prostatic Resection (TURP)
Merupakan tindakan operasi yang paling banyak dilakukan, reseksi kelenjar
prostat dilakukan dengan transuretra menggunakan cairan irigan (pembilas)
agar daerah yang akan dioperasi tidak tertutup darah. Indikasi TURP ialah
gejala-gejala sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gr.Tindakan
ini dilaksanakan apabila pembesaran prostat terjadi dalam lobus medial yang
langsung mengelilingi uretra. Setelah TURP yang memakai kateter threeway.
Irigasi kandung kemih secara terus menerus dilaksanakan untuk mencegah
pembekuan darah. Manfaat pembedahan TURP antara lain tidak
meninggalkan atau bekas sayatan serta waktu operasi dan waktu tinggal
dirumah sakit lebih singkat.Komplikasi TURP adalah rasa tidak enak pada
kandung kemih, spasme kandung kemih yang terus menerus, adanya
perdarahan, infeksi, fertilitas (Baradero dkk, 2007).
2. Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)
Adalah prosedur lain dalam menangani BPH. Tindakan ini dilakukan apabila
volume prostat tidak terlalu besar atau prostat fibrotic. Indikasi dari
penggunan TUIP adalah keluhan sedang atau berat, dengan volume prostat
normal/kecil (30 gram atau kurang). Teknik yang dilakukan adalah dengan
memasukan instrument kedalam uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada
prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan
mengurangi konstriksi uretral. Komplikasi dari TUIP adalah pasien bisa
mengalami ejakulasi retrograde (0-37%) (Smeltzer dan Bare, 2002).
3. Terapi invasive minimal
Menurut Purnomo (2011) terapai invasive minimal dilakukan pada pasien
dengan resiko tinggi terhadap tindakan pembedahan. Terapi invasive minimal
diantaranya Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT), Transuretral
Ballon Dilatation (TUBD), Transuretral Needle Ablation/Ablasi jarum
Transuretra (TUNA), Pemasangan stent uretra atau prostatcatt.
4. Pemasangan stent uretra atau prostatcatth yang dipasang pada uretra prostatika untuk
mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat, selain itu supaya uretra prostatika
selalu terbuka, sehingga urin leluasa melewati lumen uretra prostatika. Pemasangan
alat ini ditujukan bagi pasien yang tidak mungkin menjalani operasi karena resiko
pembedahan yang cukup tinggi.
1.10 Pencegahan BPH

1. Segera periksa ke dokter


2. Pola hidup sehat dan hindari stres
3. Minum yang banyak
4. Hindari duduk yang terlalu lama
5. Tidak menahan kencing
KASUS

Seorang laki-laki,usia 45 tahun,dirawat di ruang soka rsu tangerang dengan


diagnose medis hypertropi prostat.dari hasil pengkajian di dapat data :k/u
lemah,kesadaran compos mentis,observasi TTV : TD : 130/90 mmhg, N: 96x/mnt,
S:37,5◦c, R :20 x/ mnt. Hari ini klien mau BAK namun tidak bisa turun dari tempat
tidurnya ,klien juga mengatakan nyeri pada prostatnya sampai-sampai klien kurang
tidur menahan nyeri.terapi ketorolac 10 mg/ml
PENGKAJIAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA, KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Nama Mahasiswa : Mahdalena,


NIM :-
Tempat Praktik/Ruang :RSUD Tangerang ,Soka
Tanggal Praktik :18 april 2020

A. IDENTITAS DIRI KLIEN


Nama Klien : TN M
Umur : 45 thn
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : islam
Suku / Bangsa : indonesia
Bahasa : indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : wiraswasta
Status Perkawinan : sudah menikah
Alamat : Ds,bumi raya,karawaci tangerang
Tanggal,Jam masuk RS : 17 april 2020, 22.00 WIB
No. Register : 057800
Diagnosa Medis, tanggal : post oprasi apendiktomi
Sumber Informasi :keluarga
Tanggal Pengkajian, jam : 4-09-2019, 09.15 WIB
Penanggung Jawab(Ayah/ OIbu/Suami/Istri/lain-lain)
Nama : Ny R
Umur : 40 thn
Hubungan dengan klien : istri
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Ds,Bumi Raya,karawaci tangerang
A. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
1. Alasan masuk RS : klien di bawa ke rs karena mengeluh nyeri pada prostatnya
sampai sampai klien kurang tidur karena mengeluh nyeri.
2. Keluhan Utama : karena mengeluh kesakitan dan menunjukan nyeri pada
prostat,dengan kualitas sakit sedang, pada daerah prostat,dengan skala nyeri 6,terjadi
seperti di remas-remas dan terjadi terus menerus.
3. Tindakan Operasi : Klien mengatakan belum pernah melakukan operasi
B. RIWAYAT KESEHATAN YANG LALU
1. penyakit yang pernah diderita : klien mengatakan bahwa pernah menderita
penyakit typus pada 2 thn yang lalu selama 1
minggu.
2. Pernah dilakukan tindakan operasi : Klien mengatakan belum pernah melakukan
operasi
3. Pernah mengalami kecelakaan :klien mengatakan bahwa klien tidak pernah
mengalami kecelakaan
4. Pernah dirawat di RS :klien mengatakan bahwa pernah dirawat di rs
dengan diagnose medis typus.
5. Pemakaian obat-obatan : klien mengatakan tidak mengkomsumsi obat-
obatan tertentu
6. Riwayat imunisasi : klien mengatakan lupa terhadap imunisasi yang
pernah di dapatkanya,
7. Riwayat alergi ( obat / makanan ) : klien mengatakan bahwa klien tidak ada alergi
terhadap obata atau makanan tertentu.
C. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Buat Genogram 3 generasi, sertakan keterangan lain pada skema genogram, seperti usia
dan penyakit yang diderita

1. Penyakit yang pernah diderita (orangtua/saudara kandung/anggota keluarga lain)


Klien mengatakan bahwa ada orang tua klien yaitu ayah pernah menderita penyakit gagal
ginjal.
2. Penyakit yang sedang diderita (orangtua/saudara kandung/anggota keluarga lain)
Klien mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang sedang sakit.
3. Riwayat Penyakit genetik / herediter / keturunan
Klien mengatakan bahwa tidak ada penyakit genetic atau keturunan yang menderita
keluarga klien.
D. KEBIASAAN dan KEADAAN LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA PENYAKIT
Klien mengatakan bahwa keadaan lingkungan disekitar rumah kotor dan berdebu karena
rumah klien dekat dengan jalan raya yang menyebapkan banyak kendaraan berlalu lintas
sehingga debu dan asap dari kendaraan masuk ke dalam rumah.
E. PEMERIKSAAAN FISIK
PEMERIKSAAN HASIL

Tingkat kesadaran Compos Mentis

GCS E :4 M :5 V :6 = 15
Klien tampak sakit sedang dengan keluhan mau BAK tapi tidak bisa
Keadaan Umum turun dati tempat tidur,dan nyeri pada prostat sampai-sampai
klien kurang tidur menahan nyeri.

KULIT

Kulit klien berwarna sawo mateng,turgor kulit jelek.tidak ada


lesi ,kulit kulit tidak ikterik/pucat,tidak ada edema,penyebaran
pembuluh darah vena dan arteri simetris.
 TD : 130/90 mmhg
 N : 96x/mnt
TANDA-TANDA VITAL
 R : 20x/mnt
 S :37,5◦c

KEPALA, WAJAH :  Bentuk kepala bulat,rambut terdistribusi merata,kulit


kepala kotor,tekstur rambut tipis,warna rambut
hitam,warna kepala sawo matang,tidak ada lesi,tidak ada
pembengkakan.
 Bentuk wajah simetris,warna kulit wajah sawo
matang,distribusi rambut wajah merata,tidak ada nyeri
tekan dan edema.
Bentuk mata cekung,alis terdistribusi merata,posisi kelopak mata
simetris,warna bola mata coklat,konjungtiva an-anemis,sclera an-
MATA :
ikterik,pupil iskhor,tes snellen chart simetris.

Bentuk telinga simetris,warna kulit telinga sawo


TELINGA : matang,jarakmkedu telinga simetris,posisi telinga simetris,tidak
ada lesi,tidak ada pembengkakan.

Bentuk hidung simetris,membran mukosa berwarna merah


muda,lubang kedua hidung simetris,sputum terlihat lurus,tidak
ada lesi,penyebaran bulu hidung merata,tidak ada
HIDUNG :
benjolan/penyumbatan pada kelenjer masaiposis,tidak ada cairan
yang keluar pada hidung.

 Bibir berwarna merah muda,tidak ada ulkus,tidak ada


lesi,tidak ada luka.
MULUT & GIGI :  Bentuk mulut simetris,tidak ada pembengkakan.
 Gigi bagian atas rapi,gigi bagian bawah tidak rapi,warna
gigi kuning.

Warna leher sawo matang,tidak ada pembengkakan kelenjer


LEHER : tiroid,bentuk leher simetris,teraba tidak ada
pembesaran/pembengkakan kelenjer tiroid,tidak ada lesi.

DADA : Bentuk dada simetris,warna kulit dada sawo matang,tidak ada


luka,jumlah tulang kosta 12 pasang,pergerakan dada kiri dan dada
kanan sama,laju pernapasan simetris,konfigurasi dada 2:1
ekspansi pernapasan normal,taktil fremitusnormal.
 Paru-paru
Suara napas normal,napas tidak menggunakan otot
tambahan.
 Jantung
Pola pergerakan regular,tidak ada relaksi,vena pada dada
rata dan relative datar,interkosta dan klavikula datar/rata.
 Payudara
Bentuk simetris,warna kulit sawo matang,tidak ada
lesi,pola penyebaran vena sama banyak di kedua
sisi(bilateral)tampak tidak ada kelainan.
ABDOMEN : Bentuk perut simetris,umblikal kotor,tidak ada lesi,tidak teraba
ginjal

Klien mengatakan nyeri pada prostat. Genetalia klien terlihat


GENITALIA,REKTUM,ANUS : bersih,tidak ada lesi pada genetalia dan tidak ada kelainan apa pun
pada genetalia
4444444444

4444444444

 Bahu berwarna sawo matang,posisi bahu simetris,fleksi-


ekstensi normal,abduksi-adduksi nirmal,eksternal rotasi-
EKSTREMITAS ATAS &
internal rotasi normal.
EKSTREMITAS BAWAH :
 Siku berwarna sawo matang biseph dan triseph
normal,pronasi dan supinasi normal.
 Panggul berwarna sawo matang,kedua panggul
simetris,tidak ada nyeri pada sendi panggul.
 Siku berwarna sawo matan g,biseph dan triseph
normal,pronasi dan supinasi normal.

BERAT BADAN BB :70 KG


TINGGI BADAN TB :174 CM

F. PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR

KEBUTUHAN DI RUMAH DI RUMAH SAKIT


NUTRISI
 Frekuensi makan 3x/hari 3x/hari
 Pola makan Tidak teratur Teratur
 Menu dalam satu kali makan Nasi,sayur,lauk Bubur
 Makanan yang disukai Nasi uduk Bubur
 Makanan pantangan Tidak ada Tidak ada
 Makanan yang tidak disukai Tidak ada Tidak ada
 Nafsu makan Banyak Sedikit
 Ada rasa mual / muntah Tidak ada mual Ada mual
 Porsi yang dihabiskan 1 porsi piring makan 3 sendok makan
 Kebutuhan kalori Tidak ada -
 Jenis diet Tidak ada -
CAIRAN
 Frekuensi minum 8 gelas/hari 6 gelas /hari
 Konsumsi cairan dalam satu hari - 1 botol infus
(termasuk terapi cairan)
 Jenis cairan yang biasa -
dikonsumsi
 Output dalam 24 jam (termasuk 2500 cc 200 cc
IWL)
ISTIRAHAT – TIDUR
 Waktu tidur Malam hari malam
 Lama tidur 8 jam/hari 8 jam/hari
 Kebiasaan sebelum tidur Nonton tv Tidak ada
 Kebiasaan saat tidur Tidak ada Tidak ada
 Kesulitan tidur Tidak ada Tidak ada
PERSONAL HIGIENE (mandiri /
dibantu)
 Mandi 2x/hari 1x/hari
 Gosok gigi 3x/hari 1x/hari
 Cuci rambut 2x/2 hari Belum cuci rambut
 Ganti pakaian 2x/hari 1x/hari
 Kebersihan kuku Bersih bersih

POLA AKTIFITAS – LATIHAN


 Mobilitas Rutin Tidak ada Tidak ada
 Kegiatan di waktu luang Nonton tv Tidak ada
 Olahraga : jenis, frekuensi Senam Tidak ada
 Kesulitan /keluhan dalam hal:
( ) Pergerakan tubuh Tidak ada Dibantu keluarga
( ) Makan minum Tidak ada Ada
( ) Mandi Tidak ada Tidak ada
( ) Mengenakan pakaian Tidak ada Tidak ada
( ) Toiletting Tidak ada Tidak ada
( ) Tingkat Ketergantungan Tidak ada Tidak ada

SEKSUALITAS
 Menarche Tidak ada Tidak ada
 Menstruasi Ada Tidak ada
 Kehamilan Ada Tidak ada
 Sirkumsisi
Tidak ada Tidak ada
 Penggunaan alat kontrasepsi
Ada Tidak ada
 Hubungan seksual
Ada Tidak ada
 Keluhan dalam hubungan
Tidak ada Tidak ada
seksual

SPIRITUALITAS
 Nilai Khusus Tidak ada Tidak ada
 Ibadah rutin yang biasa Sholat,ngaji Sholat
dilakukan
 Pengetahuan tentang praktik Tidak ada Tidak ada
ibadah selama sakit

G. RIWAYAT PSIKO - SOSIAL


1. Pola Peran Berhubungan
Klien mengatakan akrab dengan anggota keluarga dan teman-temanya
2. Pola Kognisi dan Persepsi Sensori
-
3. Pola Persepsi dan Tata Laksana Kesehatan
Klien mengatakan ingin segera sembuh dan bisa beraktifitas kembali
4. Pola Konsep Diri (Gambaran diri, Ideal Diri, Harga Diri, Peran Diri, Identitas diri )

5. Pola Mekanisme Koping


Klien mengatakan jika ada masalah selalu cerita pada suami/keluarga.
6. Pola Nilai dan Kepercayaan
Klien percaya bahwa kejadian yang menimpa dirinya sudah menjadi takdir yang maha
kuasa.
H. DATA LABORATORIUM (Cantumkan, tanggal, hasil pemeriksaan, nilai normal)

I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LAIN (Cantumkan, tanggal, hasil pemeriksaan, nilai normal)

J. PENGOBATAN (Cantumkan, tanggal, nama obat, dosis, cara pemberian)


Cetorolox 10 mg/ml

K. ANALISA DATA (lampirkan)


NO PENGELOMPOKAN DATA KEMUNGKINAN MASALAH KEPERAWATAN
PENYEBAB
Data Subyektif :
1 Klien mengatakan ingin
BAK namun tidak bisa
turun dari tempat tidur.
kelemahan Intoleransi aktivitas
Data Obyektif :
1. Klien tampak lemah
2. Klien tampak lelah

2 Data subjektif :
Klien mengeluh nyeri pada Agen pencederah fisiologis Nyeri akut
prostat dengan kualitas sakit
sedang, pada daerah
prostat,dengan skala nyeri
6,terjadi seperti di remas-
remas dan terjadi terus
menerus.
Data objektif :
1. Tekanan darah
meningkat
2. Sulit tidur
3. Gelisah

Data subjektif :
3 Kurang kontrol tidur Gangguan pola tidur
Klien mengatakan kesulitan
untuk tidur
Data objektif :
Klien tampak mengantuk
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS (Apakah mengancam
kehidupan, mengancam kesehatan, persepsi klien tentang kesehatan, sistem A, B, C)

N TGL DIAGNOSA KEPERAWATAN PARAf


O
(NANDA-I 2015-2017)

1 4 februari Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan


2020 ditandai dengan :

Ds : Klien mengatakan ingin BAK namun tidak bisa turun


dari tempat tidur.
Do : klien tampak lelah dan lemah

2 Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencederah


fisiologis ditandai dengan :

Ds : Klien mengeluh nyeri pada prostat dengan kualitas


sakit sedang, pada daerah prostat,dengan skala nyeri
6,terjadi seperti di remas-remas dan terjadi terus menerus.
Do : 1.Tekanan darah meningkat
2.Sulit tidur
3.Gelisah

Gangguan pola tidur berhubungan dengan Kurang kontrol


3
tidur ditandai dengan :

Ds : Klien mengatakan kesulitan untuk tidur


Do : Klien tampak mengantuk
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA
N KEPERAWATAN LUARAN INTERVENSI
O KEPERAWATAN KEPERAWATAN
DATA PENUNJANG

1 Intoleransi aktiviras Setelah dilakukan tindakan Observasi


berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 1. Identifikasi defisit tingkat
kelemahan jam intoleransi aktivitas aktivitas
2. Identifikasi sumber daya
teratasi dengan kriteria hasil
untuk aktivitas yang
: diinginkan
3. Identifikasi strategi
 Kemudahan dalam
menkngkatkan partisipasi
melakukan aktivitas dalam aktivitas
sehari-hari meningkat 5 Terapeutik
 Keluhan lelah menurun 1. Jadwalkan aktivitas dalam
5 rutinitas sehari-hari.
 Keluhan lemah 2. Berikan penguatan positif
atas partisipasi dalam
menurun 5
aktivitas
3. Libatkan keluarga dalam
aktivitas
4. Fasilitasi aktivitas motorik
untuk merelaksasikan otot
Edukasi
1. ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
2. ajarkan metode aktifitas
fisik sehari-hari
3. anjurkan keluarga untuk
memberi penguatan positif
atas partisipasi dalam
aktifitas.
2 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan Agen pencederah keperawatan selama 3x24 1. Identifikasi
fisiologis jam nyeri akut teratasi lokasi,karakteristik,durasi
dan kualitas.
dengan kriteria hasil:
2. Identifikasi faktor yg
 Keluhan nyeri menurun memperberat dan
memperingan nyeri
 Meringis menurun 3. Identifikasi skala nyeri
 Tekanan darah membaik 4. Identifikasi respons nyeri
 Kesulitan tidur menurun secara non verbal
Terapeutik
1. Berikan teknik non
farmakologis
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
2. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
3. Ajarkan teknik non
farmakoogis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik,jiks perlu

Observasi
3 Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan 1.identifikasi pola aktivitas
berhubungan dengan agen keperawatan selama 3x24 dan tidur.
pencederah fisiologis jam gangguan pola tidur 2.identifikasi faktor
teratasi dengan kriteria hasil penggangu tidur
:
Terapeutik
 Kesulitan tidur membaik
1.terapkan jadwal tidur rutin
 Kebutuhan istirahat
2.fasilitasi menghilangkan
membaik
stress sebelum tidur
 Kemampuan beraktivitas
3.batasi waktu tidur
membaik
siang,jika perlu
4.sesuaikan jadwal
pemberian obat atau tindakan
untuk menunjang siklus tidur

Edukasi

1.jelaskan pentingnya tidur


cukup selama sakit
2.ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur
3.ajarkan relaksasi otot
autogenik atau cara
nonfarmakologis lainya.

CATATAN KEPERAWATAN DAN IMPLEMENTASI


NO PARAF

DX WAKTU IMPLEMENTASI DAN RESPON/HASIL NAMA


JELAS

1 18 april 2020 Membantu klien untuk mengurangi nyeri,beristirahat


dan mengatur pola tidur pasien

Hasil : klien sudah mulai bisa melakukan


aktivitas,nyeri sudah berkurang

EVALUASI

NO PARAF

DX WAKTU EVALUASI (SOAP) NAMA


JELAS

S : Keluarga klien mengatakn bahwa nyeri sudah


berkurang, sudah mulai bisa beraktivitas.dan
1 18 april 2020 tidur dengan waktu normal

O: klien sudah tidak lemah,bisa beraktivitas

A: masalah teratasi sebagian

P : intervensi dihentikan.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, suzanna, C, 2011. Keperawatan medikal bedah, Jakarta; EGC

Betz cecllyl, 2011. Buku saku keperawatan, Jakarta; EGC Mansjoer, Arif, 2011.

Judith M. Wilkinson, PhD, ARNP, RN Nurse Educator, Concultant Shawnee, Kansas

Anda mungkin juga menyukai