Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

Diajukan untuk memenuhi tugas di stase Maternitas ruang Melati


RSUD Gunung Jati Cirebon

DI SUSUN OLEH :
ADI MUHAMAD KHOERUDIN S,kep
JNR 0190002

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2019
Laporan Pendahuluan
A. Konsep Penyakit
I. Definisi Penyakit
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang
berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma
uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma
jinak yang sering ditemukan pada traktus genitalia wanita, terutama wanita sesudah
produktif (menopouse). Mioma uteri jarang ditemukan pada wanita usia produktif
tetapi kerusakan reproduksi dapat berdampak karena mioma uteri pada usia
produktif berupa infertilitas, abortus spontan, persalinan prematur dan
malpresentasi (Aspiani, 2017).

II. Etiologi
Menurut Aspiani ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan faktor
predisposisi terjadinya mioma uteri.
1. Umur Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif dan
sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang
ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).
2. Hormon Endogen (endogenous hormonal) Konsentrasi estrogen pada jaringan
mioma uteri lebih tinggi dari pada jaringan miometrium normal.
3. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan penderita
mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma
dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.
4. Makanan
Makanan di laporkan bahwah daging sapi, daging setengah matang (red meat),
dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau
menurunkan insiden menurunkan mioma uteri.
5. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar estrogen
dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal ini
mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada pertumbuhan
mioma mungkin berhubungan dengan respon dan faktor pertumbuhan lain.
Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, dan faktor
pertumbuhan epidermal.
6. Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan dengan
wanita yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali atau 2 (2) kali

Faktor terbentuknya tomor:

1. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang terjadinya reflikasi pada saat sel - sel
yang mati diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan genetika yang
diturunkan dari orang tua. Kesalahan ini biasanya mengakibatkan kanker pada
usia dini. Jika seorang ibu mengidap kanker payudara, tidak serta merta semua
anak gandisnya akan mengalami hal yang sama, karena sel yang mengalami
kesalahan genetik harus mengalami kerusakan terlebih dahulu sebelum berubah
menjadi sel kanker. Secara internal, tidak dapat dicegah namun faktor eksternal
dapat dicegah. Menurut WHO, 10% – 15% kanker, disebabkan oleh faktor
internal dan 85%, disebabkan oleh faktor eksternal (Apiani, 2017).
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara,
makanan, radiasi dan berasala dari bahan kimia, baik bahan kimia yang
ditambahkan pada makanan, ataupun bahan makanan yang bersal dari polusi.
Bahan kimia yang ditambahkan dalam makanan seperti pengawet dan pewarna
makanan cara memasak juga dapat mengubah makanan menjadi senyawa kimia
yang berbahaya.
Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat menyebarkan racun,
misalnya aflatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat hubungannya dengan
kanker hati. Makin sering tubuh terserang virus makin besar kemungkinan sel
normal menjadi sel kanker. Proses detoksifikasi yang dilakukan oleh tubuh,
dalam prosesnya sering menghasilkan senyawa yang lebih berbahaya bagi
tubuh,yaitu senyawa yang bersifat radikal atau korsinogenik. Zat korsinogenik
dapat menyebabkan kerusakan pada sel.
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada mioma,
disamping faktor predisposisi genetik.
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali, pertumbuhan
tumor yang cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi estrogen
eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopouse dan oleh
pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan
anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Enzim hidrxydesidrogenase
mengungbah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estrogen (estrogen
lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga
mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak dari pada
miometrium normal.
b. Progesteron
Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu mengaktifkan
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada
tumor.
c. Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon
yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, yaitu HPL, terlihat
pada periode ini dan memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari
leimioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik
antara HPL dan estrogen.

III. Manisfestasi Klinis


Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi,
arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20-50%
saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh
apapun. Hipermenore, menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari mioma
uteri. Dar ipenelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita ditemukan
44% gejala perdarahan, yang paling sering adalah jenis mioma submukosa, sekitar
65% wanita dengan mioma mengeluh dismenore, nyeri perut bagian bawah, serta
nyeri pinggang.

Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan mioma, maka kandung kemih,
ureter, dan usus dapat terganggu, dimana peneliti melaporkan keluhan disuri
(14%), keluhan obstipasi (13%). Mioma uteri sebagai penyebab infertilitas hanya
dijumpai pada 2-10% kasus. Infertilitas terjadi sebagai akibat obstruksi mekanis
tuba falopii. Abortus spontan dapat terjadi bila mioma uteri menghalangi
pembesaran uterus, dimana menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal, dan
mencegah terlepas atau tertahannya uterus di dalam panggul (Goodwin, 2009).

1. Massa di Perut Bawah


Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau benjolan di perut
bagian bawah.
2. Perdarahan Abnormal
Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan
menstruasi, menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidak ditemukan bukti
yang menyatakan perdarahan ini berhubungan dengan peningkatan luas
permukaan endometrium atau kerana meningkatnya insidens disfungsi ovulasi.
Teori yang menjelaskan perdarahan yang disebabkan mioma uteri menyatakan
terjadi perubahan struktur vena pada endometrium dan miometrium yang
menyebabkan terjadinya venule ectasia. Miometrium merupakan wadah bagi
faktor endokrin dan parakrin dalam mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua
jaringan ini dan aliran darah langsung dari miometrium ke endometrium
memfasilitasi interaksi ini. Growth factor yang merangsang stimulasi angiogenesis
atau relaksasi tonus vaskuler dan yang memiliki reseptor pada mioma uteri dapat
menyebabkan perdarahan uterus abnormal dan menjadi target terapi potensial.
Sebagai pilihan, berkurangnya angiogenik inhibitory factor atau vasoconstricting
factor dan reseptornya pada mioma uteri dapat juga menyebabkan perdarahan
uterus yang abnormal.
3. Nyeri Perut
Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini timbul
karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai dengan nekrosis
setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosa yang akan
dilahirkan, pada pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat
menyebabkan dismenorrhoe. Dapat juga rasa nyeri disebabkan karena torsi mioma
uteri yang bertangkai. Dalam hal ini sifatnya akut, disertai dengan rasa nek dan
muntah-muntah. Pada mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapat disebabkan
karena tekanan pada urat syaraf yaitu pleksus uterovaginalis, menjalar ke
pinggang dan tungkai bawah (Pradhan, 2006).
4. Pressure Effects ( Efek Tekenan )
Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada organ-
organ di sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak biasa dan sulit untuk
dihubungkan langsung dengan mioma. Penekanan pada kandung kencing,
pollakisuria dan dysuria. Bila uretra tertekan bisa menimbulkan retensio urinae.
Bila berlarut-larut dapat menyebabkan hydroureteronephrosis. Tekanan pada
rectum tidak begitu besar, kadang-kadang menyebabkan konstipasi atau nyeri saat
defekasi.
5. Penurunan Kesuburan dan Abortus
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan masih
belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40%wanita dengan mioma uteri mengalami
infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila sarang mioma menutup
atau menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosa dapat
memudahkan terjadinya abortus karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk
kavum uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi.
Gangguan implasntasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat
perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa
tumor (Stoval, 2001). Apabila penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan dan
mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi
untuk dilakukan miomektomi (Strewart, 2001).
IV. Komplikasi
1. Perdarahan sampai terjadi anemia.
2. Torsi tangkai mioma dari :
a. Mioma uteri subserosa.
b. Mioma uteri submukosa.
3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
4. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan.
Pengaruh mioma terhadap kehamilan
a. Infertilitas.
b. Abortus.
c. Persalinan prematuritas dan kelainan letak.
d. Inersia uteri.
e. Gangguan jalan persalinan.
f. Perdarahan post partum.
g. Retensi plasenta.
Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
a. Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.
b. Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai.

B. Pengkajian
I. Wawancara
a. Anamnesa
1) Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2) Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin, hubungan dengan
keluarga, pekerjaan, alamat.
1. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien mioma uteri,
misalnya timbul benjolan diperut bagian bawah yang relatif lama. Kadang-
kadang disertai gangguan haid
b. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang di rasakan oleh ibu penderita mioma saat dilakukan
pengkajian, seperti rasa nyeri karena terjadi tarikan, manipulasi jaringan
organ. Rasa nyeri setelah bedah dan adapun yang yang perlu dikaji pada
rasa nyeri adalah lokasih nyeri, intensitas nyeri, waktu dan durasi serta
kualitas nyeri.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita dan jenis
pengobatan yang dilakukan oleh pasien mioma uteri, tanyakan penggunaan
obat-obatan, tanyakan tentang riwayat alergi, tanyakan riwayat kehamilan
dan riwayat persalinan dahulu, penggunaan alat kontrasepsi, pernah
dirawat/dioperasi sebelumnya.
d. Riwaya Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga mempunyai
penyakit keturunan seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung, penyakit
kelainan darah dan riwayat kelahiran kembar dan riwayat penyakit mental.

e. Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien mioma uteri yang perlu
diketahui adalah
1) Keadaan haid
Tanyakan tentang riwayat menarhe dan haid terakhir, sebab mioma
uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarhe dan mengalami atrofi
pada masa menopause.
2) Riwayat kehamilan dan persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri, dimana
mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan
hormon estrogen, pada masa ini dihasilkan dalam jumlah yang besar.
f. Faktor Psikososial
1) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya, faktor- faktor
budaya yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan yang dimiliki pasien
mioma uteri, dan tanyakan mengenai seksualitas dan perawatan yang
pernah dilakukan oleh pasien mioma uteri.
2) Tanyakan tentang konsep diri : Body image, ideal diri, harga diri, peran
diri, personal identity, keadaan emosi, perhatian dan hubungan terhadap
orang lain atau tetangga, kegemaran atau jenis kegiatan yang di sukai
pasien mioma uteri, mekanisme pertahanan diri, dan interaksi sosial
pasien mioma uteri dengan orang lain.
g. Pola Kebiasaan sehari-hari
Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri yang harus
dikaji adalah frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu makan yang
terjadi.
h. Pola eliminasi
Tanyakan tentang frekuensi, waktu, konsitensi, warna, BAB terakhir.
Sedangkan pada BAK yang harus di kaji adalah frekuensi, warna, dan bau.
i. Pola Aktivitas, Latihan, dan bermain
Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaannya, jenis olahraga dan
frekwensinya, tanyakan kegiatan perawatan seperti mandi, berpakaian,
eliminasi, makan minum, mobilisasi

j. Pola Istirahat dan Tidur


Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat siang dan
malam hari, masalah yang ada waktu tidur.
II. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri
b. Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi,suhu, pernapasan.
c. Pemeriksaan Fisik Head to toe
1) Kepala dan rambut : lihat kebersihan kepala dan keadaan rambut.
2) Mata : lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola mata simetris
3) Hidung : lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya pembengkakan
konka nasal/tidak
4) Telinga : lihat kebersihan telinga.
5) Mulut : lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat kebersihan rongga
mulut, lidah dan gigi, lihat adanya penbesaran tonsil.
6) Leher dan tenggorokan : raba leher dan rasakan adanya pembengkakan
kelenjar getah bening/tidak.
7) Dada atau thorax : paru-paru/respirasi, jantung/kardiovaskuler dan sirkulasi,
ketiak dan abdomen.
8) Abdomen
Infeksi: bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat menonjol,
Palpasi: terdapat nyeri tekan pada abdomen
Perkusi: timpani, pekak
Auskultasi: bagaimana bising usus
9) Ekstremitas/ muskoluskletal terjadi pembengkakan pada ekstremitas atas
dan bawah pasien mioma uteri
10) Genetalia dan anus perhatikan kebersihan,adanya lesi, perdarahan diluar
siklus menstruasi.
III. Pemeriksaan diagnostik
1. USG untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometriium dan
keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT
scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak
memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang
karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya
membutuhkan diagnosa jaringan.
2. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gemanya pada
beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus;
lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk tak teratur.
3. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis
serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
4. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai
dengan infertilitas.
5. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
6. Laboratorium : darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati, ureum,
kreatinin darah.
7. Tes kehamilan.
C. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

1. Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan refleks spasme
otot sekunder akibat tumor.
2. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder akibat
gangguan hematologis (perdarahan)
4. Retensi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasma
pada organ sekitarnya, gangguan sensorik motorik.
5. Resiko Konstipasi berhubungan dengan penekanan pada rectum (prolaps rectum)
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, ancaman pada status
kesehatan, konsep diri (kurangnya sumber informasi terkait penyakit)

D. Rencana Asuhan Keperawatan

NO Intervensi
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
.
1. Nyeri akut berhubungan NOC: Setelah Manajemen Nyeri
dengan nekrosis atau trauma dilakukan tindakan 1) Lakukan pengkajian nyeri
jaringan dan refleks spasme keperawatan selama 1 x komprehensip yang meliputi lokasi,
otot sekunder akibat tumor 24 jam, pasien mioma karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
uteri mampu kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
Definisi: mengontrol nyeri dan faktor pencetus
Pengalaman sensori dan dibuktikan dengan 2) Observasi adanya pentunjuk nonverbal
emosional tidak menyenangkan kriteria hasil: mengenai ketidak nyamanan terutama
yang muncul akibat kerusakan pada mereka yang tidak dapat
Mengontrol Nyeri
jaringan aktual atau potensial 1) Mengenali kapan berkomunikasi secara efektif
atau yang digambarkan sebagai nyeri terjadi 3) Pastikan perawatan analgesik bagi
kerusakan (International 2) Menggambarkan pasien dilakukan dengan pemantauan
Association for the Study faktor penyebab yang ketat
of pain) awitan yang tiba-tiba nyeri 4) Gunakan strategi komunikasi
3) Menggunakan
atau lambat dari intensitas terapeutik untuk mengetahui
tindakan
ringan hingga berat dengan pencegahan nyeri pengalaman nyeri dan sampaikan
akhir yang dapat diantisipasi penerimaan pasien terhadap nyeri
atau diprediksi. 4) Menggunakan 5) Gali pengetahuan dan kepercayaan
tindakan pasien mengenai nyeri
Batasan karakteristik: pengurangan 6) Pertimbangkan pengaruh budaya
a) Bukti nyeri dengan nyeri (nyeri) terhadap respon nyeri
menggunakan standar daftar tanpa analgesik
periksa nyeri untuk pasien 7) Tentukan akibat dari pengalaman nyeri
yang tidak dapat 5) Menggunakan terhadap kualitas hidup pasien (misalnya,
mengungkapannya analgesik tidur, nafsu makan, pengertian, perasaan,
b) Ekspresi wajah nyeri (misal: yang performa kerja dan tanggung jawab
mata kurang bercahaya, direkomendasika peran)
tampak kacau, gerakan mata n
berpencar atau tetap pada 8) Gali bersama pasien faktor-faktor yang
satu fokus, meringis) 6) Melaporkan dapat menurunkan atau memperberat
c) Fokus menyempit misal: perubahan nyeri
Persepsi waktu, proses terhadap gejala 9) Evaluasi pengalaman nyeri dimasa lalu
berpikir, interaksi dengan nyeri pada yang meliputi riwayat nyeri kronik
orang dan lingkungan) profesional
individu atau keluarga atau nyeri yang
d) Fokus pada diri sendiri kesehatan
e) Keluhan tentang intensitas menyebabkan disability/ ketidak
menggunakan standars kala 7) Melaporkan mampuan/kecatatan, dengan tepat
nyeri gejalah yang 10) Evaluasi bersama pasien dan tim
f) Keluhan tentang tidak terkontrol kesehatan lainnya, mengenai efektifitas,
karakteristik nyeri dengan pada profesional pengontrolan nyeri yang pernah
menggunakan standar kesehatan
instrumen nyeri digunakan sebelumnya
g) Laporan tentang perilaku 8) Menggunakan 11) Bantu keluarga dalam mencari dan
nyeri/ perubahan aktivitas sumber daya menyediakan dukungan
h) Perubahan posisi untuk yang tersedia 12) Gunakan metode penelitian yang sesuai
menghindari nyeri untuk menangani dengan tahapan perkembangan yang
i) Putus asa nyeri
j) Sikap melindungi area nyeri memungkinkan untuk memonitor
9) Mengenali apa perubahan nyeri dan akan dapat
Faktor yang berhubungan: yang terkait membantu mengidentifikasi faktor
dengan gejala pencetus aktual dan potensial (misalnya,
a) Agens cidera biologis nyeri catatan perkembangan, catatan harian)
b) Agens cidera fisik 13) Tentukan kebutuhan frekuensi untuk
Agens cidera kimiawi 10) Melaporkan nyeri
yang terkontrol melakukan pengkajian ketidak nyamanan
pasien dan mengimplementasikan rencana
monitor
14) Berikan informasi mengenai nyeri,
seperti penyebab nyeri, berapa nyeri yang
dirasakan, dan antisipasi dari ketidak
nyamanan akibat prosedur
15) Kendalikan faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi respon pasien dari
ketidaknyamanan (misalnya, suhu
ruangan, pencahayaan, suara bising)
16) Ajarkan prinsip manajemen nyeri
17) Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri
ketika memilih strategi penurunan
nyeri
18) Kolaborasi dengan pasien, orang
terdekat dan tim kesehatan lainnya untuk
memilih dan
mengimplementasikan tindakan
penurunan nyeri nonfarmakologi, sesuai
kebutuhan
19) Gunakan tindakan pengontrolan nyeri
sebelum nyeri bertambah berat
20) Pastikan pemberian analgesik dan atau
strategi nonfarmakologi sebelum prosedur
yang menimbulkan nyeri
21) Periksa tingkat
ketidaknyamananbersama pasien, catat
perubahan dalam cacatan medis pasien,
informasikan petugas kesehatan lain yang
merawat pasien
22) Mulai dan modifikasi tindakan
pengontrolan nyeri berdasarkan respon
pasien
23) Dukung istirahat/tidur yang adekuat
untuk membantu penurunan nyeri
24) Dorong pasien untuk mendiskusikan
pengalaman nyerinya, sesuai kebutuhan
25) Beritahu dokter jika tindakan tidak
berhasil atau keluhan pasien saat ini
berubah signifikan dari pengalaman
nyeri sebelumnya
26) Gunakan pendekatan multi disiplin
untuk menajemen nyeri, jika sesuai

Pemberian analgesik

1) Tentukan lokasi, karakteris, kualitas


dan keparahan nyeri sebelum mengobati
pasien
2) Cek perintah pengobatan meliputi obat,
dosis, dan frekuesi obat analgesik yang
diresepkan
3) Cek adanya riwayat alergi obat
4) Pilih analgesik atau kombinasi
analgesik sesuai lebih dari satu kali
pemberian
5) Monitor tanda vital sebelum dan
setelah memberikan analgesik pada
pemberian dosis pertama kali atau jika
ditemukan tanda-tanda yang tidak
biasanya
6) Berikan kebutuhan kenyamanan dan
aktivitas lain yang dapat membantu
relaksasi untuk memfasilitasi penuruna
nyeri
7) Berikan analgesik sesuai waktu
paruhnya, terutama pada nyeri yang berat
8) Dokumentasikan respon terhadap
analgesik dan adanya efek samping
9) Lakukan tindakan-tindakan yang
menurunkan efek samping analgesik
(misalnya, konstipasi dan iritasi lambung)
10) Kolaborasikan dengan dokter apakah
obat, dosis, rute, pemberian, atau
perubahan interval dibutuhkan, buat
rekomendasi khusus bedasarkan
prinsip analgesik
2. Resiko syok berhubungan NOC: Setelah Pencegahan Syok
dengan perdarahan dilakukan perawatan 1) Monitor adanya respon konpensasi terhadap
selama 1x24 jam syok (misalnya, tekanan darah normal,
Definisi: beresiko terhadap
diharapkan tidak tekanan nadi melemah, perlambatan
ketidakcukupan aliran darah terjadi syok pengisian kapiler, pucat/ dingin pada kulit
kejaringan tubuh, yang dapat hipovolemik dengan atau kulit kemerahan, takipnea ringan, mual
mengakibatkan disfungsi seluler kriteria: dan munta, peningkatan rasa haus, dan
1) Tanda vital dalam kelemahan)
yang mengancam jiwa.
batas normal. 2) Monitor adanya tanda-tanda respon
Faktor resiko 2) Tugor kulit baik. sindroma inflamasi sistemik (misalnya,
1) Hipotensi. 3) Tidak ada sianosis. peningkatan suhu, takikardi, takipnea,
4) Suhu kulit hangat. hipokarbia, leukositosis, leukopenia)
2) Hipovolemi
5) Tidak ada 3) Monitor terhadap adanya tanda awal reaksi
3) Hipoksemia diaporesis. alergi (misalnya, rinitis, mengi, stridor,
4) Hipoksia 6) Membran mukosa dipnea, gatal-gatal disertai kemerahan,
5) Infeksi kemerahan. gangguan saluran pencernaan, nyeri
6) Sepsis abdomen, cemas dan gelisa)
4) Monitor terhadap adanya tanda ketidak
7) Sindrom respon
adekuatan perfusi oksigen kejaringan
inflamasi sestemik (misalnya, peningkatan stimulus,
peningkatan kecemasan, perubahan status
mental, egitasi, oliguria dan akral teraba
dingin dan warna kulit tidak merata)
5) Monitor suhu dan status respirasi
6) Periksa urin terhadap adanya darah dan
protein sesuai kebutuhan
7) Monitor terhadap tanda/gejalah asites dan
nyeri abdomen atau punggung.
8) Lakukan skin-test untuk mengetahui agen
yang menyebabkan anaphiylaxis atau reaksi
alergi sesuai kebutuhan
9) Berikan saran kepada pasien yang beresiko
untuk memakai atau membawa tanda
informasi kondisi medis.
10) Anjurkan pasien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala syok yang
mengancam jiwa
11) Anjurkan pasien dan
keluarga mengenai langkah-langkah
timbulnya gejala syok

E. Daftar Pustaka
Apriyani, Yosi. 2003. Analisa Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Mioma Uteri di RSUD dr. Adhyatma Semarang. Jurnal Kebidanan. Vol. 2 No. 5

Aspiani, Y, R. (2007). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM

Aimee, et al. (2007). Association of Intrauterine and Early-Life Exposures with


Diagnosis of Uterine Leimyomata by 35 Years of Age in the Sister Study.
Environmental Health Perpectives. Volume 118. No 3 pages 375-

Bararah, T., Mohammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan; panduan Lengkap


menjadi Perawat Profesional. Jilid 2. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Copaescu, C. (2007). Laparoscopic Hysterectomy. Chirurgia (Bucur). Volume 102.


No. 2. Romanian

Manuaba. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC

Manuaba. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2. Jakarta: EGC

NANDA. (2015). Diagnosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 edisi


(Budi Anna Keliat dkk, penerjemah). Jakarta: EGC

Nugroho, T. (2012). Obstetri dan Ginekologi. Yokyakarta: Nuha Medika

Robbins. (2007). Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC

RSUP. Dr. M. Djamil.(2016). Laporan Catatan Rekam Medik (RM): Mioma Uteri
Setiati, Eni. (2009). Waspadai 4 Kanker Ganas Pembunuh Wanita. Yokyakarta: Andi

Anda mungkin juga menyukai