Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN DM JUNVENIL

Dosen‌‌Pembimbing‌‌:‌ ‌
Adin Muafiroh, SST., M.Kes

Disusun‌‌oleh‌‌:‌ ‌
Kelompok 6

Tingkat‌‌II‌‌Reguler‌‌B
POLITEKNIK‌‌KESEHATAN‌‌KEMENKES‌‌SURABAYA‌ ‌
JURUSAN‌‌KEPERAWATAN‌ ‌
PRODI‌‌D-‌‌III‌‌KEPERAWATAN‌‌KAMPUS‌‌SOETOMO‌ ‌
SURABAYA‌ ‌
2020/2021‌
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Kami berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Surabaya, 15 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Msalah
1.3 Tujuan
BAB II
KONSEP DASAR
2.1 Laporan Pendahuluan
2.1.1. Pengertian
Diabetes melitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia
kronik. Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di
antaranya adalah gangguan sekresi hormon insulin, gangguan
aksi/kerja dari hormon insulin atau gangguan kedua-duanya
(Weinzimer SA, Magge S. 2005).
Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan
yang cukup pesat, terutama di beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan
ini juga diikuti dengan perubahan dalam masyarakat, baik dalam
bidang ilmu pengetahuan, gaya hidup, perilaku, dan sebagainya.
Namun, perubahan-perubahan ini juga tak luput dari efek negatif.
Salah satu efek negatif yang timbul dari perubahan gaya hidup
masyakarat modern di Indonesia antara lain adalah semakin
meningkatnya angka kejadian Diabetes Mellitus(DM) yang lebih
dikenal oleh masyarakat awam sebagai kencing manis.
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang bersifat kronik.
Oleh karena itu, onset Diabetes Mellitus yang terjadi sejak dini
memberikan peranan penting dalam kehidupan penderita. Setelah
melakukan pendataan pasien di seluruh Indonesia selama 2 tahun, Unit
Kelompok Kerja (UKK) Endokrinologi Anak Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) mendapatkan 674 data penyandang Diabetes
Mellitus tipe 1 di Indonesia. Data ini diperoleh melalui kerjasama
berbagai pihak di seluruh Indonesia mulai dari para dokter anak,
endokrinolog anak, spesialis penyakit dalam, perawat edukator
Diabetes Mellitus, data Ikatan Keluarga Penyandang Diabetes Mellitus
Anak dan Remaja (IKADAR), penelusuran dari catatan medis pasien,
dan juga kerjasama dengan perawat edukator National University
Hospital Singapura untuk memperoleh data penyandang Diabetes
Mellitus anak Indonesia yang menjalani pengobatannya di Singapura.
Data lain dari sebuah penelitian unit kerja koordinasi endokrinologi
anak di seluruh wilayah Indonesia pada awal Maret tahun 2012
menunjukkan jumlah penderita Diabetes Mellitus usia anak-anak juga
usia remaja dibawah 20 tahun terdata sebanyak 731 anak. Ilmu
Kesehatan Anak FFKUI (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia)
melansir, jumlah anak yang terkena Diabetes Mellitus cenderung naik
dalam beberapa tahun terakhir ini. Tahun 2011 tercatat 65 anak
menderita Diabetes Mellitus, naik 40% dibandingkan tahun 2009. Tiga
puluh dua anak di antaranya terkena Diabetes Mellitus tipe 2.
(Pulungan, 2010)
Peningkatan jumlah penderita Diabetes Mellitus yang cukup
signifikan di Indonesia ini perlu mendapatkan perhatian seiring dengan
meningkatnya risiko anak terkena Diabetes Mellitus. Deteksi dini pada
Diabetes Mellitus merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk
menghindari kesalahan atau keterlambatan diagnosis yang dapat
mengakibatkan kematian. Diabetes Mellitus tipe 1 yang menyerang
anak-anak sering tidak terdiagnosis oleh dokter karena gejala awalnya
yang tidak begitu jelas dan pada akhirnya sampai pada gejala lanjut
dan traumatis seperti mual, muntah, nyeri perut, sesak nafas, bahkan
koma. Dengan deteksi dini, pengobatan dapat dilakukan sesegera
mungkin terhadap penyandang Diabetes Mellitus sehingga dapat
menurunkan risiko kecacatan dan kematian (Pulungan, 2010)

2.1.2. Epidemologi
Angka kejadian diabetes di USA adalah sekitar 1 dari setiap 1500
anak (pada anak usia 5 tahun) dan sekitar 1 dari setiap 350 anak (pada
usia 18 tahun). Puncak kejadian diabetes adalah pada usia 5-7 tahun
serta pada masa awal pubertas seorang anak. Kejadian pada laki dan
perempuan sama (Weinzimer SA, Magge S. 2005).
Insiden tertinggi diabetes mellitus tipe 1 terjadi di Finlandia,
Denmark serta Swedia yaitu sekitar 30 kasus baru setiap tahun dari
setiap 100.000 penduduk. Insiden di Amerika Serikat adalah 12-15/100
ribu penduduk/tahun, di Afrika 5/100.000 penduduk/tahun, di Asia
Timur kurang dari 2/100 ribu penduduk/tahun (Weinzimer SA, Magge
S. 2005).
Insiden di Indonesia sampai saat ini belum diketahui. Namun dari
data registri nasional untuk penyakit DM pada anak dari UKK
Endokrinologi Anak PP IDAI, terjadi peningkatan dari jumlah sekitar
200-an anak dengan DM pada tahun 2008 menjadi sekitar 580-an
pasien pada tahun 2011. Sangat dimungkinkan angkanya lebih tinggi
apabila kita merujuk pada kemungkinan anak dengan DM yang
meninggal tanpa terdiagnosis sebagai ketoasidosis diabetikum ataupun
belum semua pasien DM tipe 1 yang dilaporkan. Data anak dengan
DM di Subbagian endokrinologi anak IKA FK UNS/RSUD Dr.
Moewardi Surakarta tahun 2008-2010 adalah sebanyak 11 penderita.
DM dengan rincian 4 meninggal karena KAD (semuanya DM tipe
1). Sedangkan 6 anak yang hidup sebagai penderita DM terdiri dari 3
anak DM tipe 1 serta 4 anak DM tipe 2.

2.1.3. Klasifikasi
International Society of Pediatric and Adolescence Diabetes dan
WHO merekomendasikan klasifikasi DM berdasarkan etiologi (Tabel
1). DM tipe 1 terjadi disebabkan oleh karena kerusakan sel β-pankreas.
Kerusakan yang terjadi dapat disebabkan oleh proses autoimun
maupun idiopatik. Pada DM tipe 1 sekresi insulin berkurang atau
terhenti. Sedangkan DM tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin. Pada
DM tipe 2 produksi insulin dalam jumlah normal atau bahkan
meningkat. DM tipe 2 biasanya dikaitkan dengan sindrom resistensi
insulin lainnya seperti obesitas, hiperlipidemia, kantosis nigrikans,
hipertensi ataupun hiperandrogenisme ovarium (Rustama DS, dkk.
2010).
Klasifikasi DM berdasarkan etiologi (ISPAD 2009).
1. DM Tipe-1 (destruksi sel-β)
a. Immune mediated
b. Idiopatik
2. DM tipe-2
3. DM Tipe lain
a. Defek genetik fungsi pankreas sel
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Kelainan eksokrin pankreas
Pankreatitis; Trauma/pankreatomi; Neoplasia; Kistik fibrosis;
Haemokhromatosis; Fibrokalkulus pankreatopati; dll.
d. Gangguan endokrin
Akromegali; Sindrom Cushing; Glukagonoma;
Feokromositoma; Hipertiroidisme; Somatostatinoma;
Aldosteronoma; dll.
e. Terinduksi obat dan kimia
Vakor; Pentamidin; Asam Nikotinik; Glukokortikoid; Hormon
tiroid; Diazoxid; Agonis -adrenergik; Tiazid; Dilantin;
-interferon; dll.
4. Diabetes mellitus kehamilan

2.1.4. Kriteria Diagnosis


Diabetes melitus ditegakkan berdasarkan ada tidaknya gejala. Bila
dengan gejala (polidipsi, poliuria, polifagia), maka pemeriksaan gula
darah abnormal satu kali sudah dapat menegakkan diagnosis DM.
Sedangkan bila tanpa gejala, maka diperlukan paling tidak 2 kali
pemeriksaan gula darah abnormal pada waktu yang berbeda (Rustama
DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009).
Kriteria hasil pemeriksaan gula darah abnormal adalah:
1. Kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl atau
2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dl atau
3. Adar gula darah 2 jam postprandial >200 mg/dl.
Untuk menegakkan diagnosis DM tipe 1, maka perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang, yaitu C-peptide <0,85 ng/ml. C-peptide ini
merupakan salah satu penanda banyaknya sel β-pankreas yang masih
berfungsi. Pemeriksaan lain adalah adanya autoantibodi, yaitu Islet cell
autoantibodies (ICA), Glutamic acid decarboxylase autoantibodies
(65K GAD), IA2( dikenal sebagai ICA 512 atau tyrosine posphatase)
autoantibodies dan Insulin autoantibodies (IAA). Adanya autoantibodi
mengkonfirmasi DM tipe 1 karena proses autoimun. Sayangnya
pemeriksaan autoantibodi ini relatif mahal (Rustama DS, dkk. 2010;
ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009).

2.1.5. Etiologi
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab
diabetes tipe- 1. Namun yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1
adalah faktor genetik/keturunan. Resiko perkembangan diabetes tipe 1
akan diwariskan melalui faktor genetik.
1. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen).
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen.
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.

2.1.6. Perjalanan Penyakit


Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD
Clinical Practice Consensus Guidelines tahun 2009, yaitu:
1. Periode pra-diabetes
Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum nampak
karena baru ada proses destruksi sel β-pankreas. Predisposisi
genetik tertentu memungkinkan terjadinya proses destruksi ini.
Sekresi insulin mulai berkurang ditandai dengan mulai
berkurangnya sel β-pankreas yang berfungsi. Kadar C-peptide
mulai menurun. Pada periode ini autoantibodi mulai ditemukan
apabila dilakukan pemeriksaan laboratorium.
2. Periode manifestasi klinis
Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode
ini sudah terjadi sekitar 90% kerusakan sel β-pankreas. Karena
sekresi insulin sangat kurang, maka kadar gula darah akan
tinggi/meningkat. Kadar gula darah yang melebihi 180 mg/dl akan
menyebabkan diuresis osmotik. Keadaan ini menyebabkan
terjadinya pengeluaran cairan dan elektrolit melalui urin (poliuria,
dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah tidak dapat di-uptake
kedalam sel, penderita akan merasa lapar (polifagi), tetapi berat
badan akan semakin kurus. Pada periode ini penderita memerlukan
insulin dari luar agar gula darah di-uptake kedalam sel.
3. Periode honey-moon
Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara.
Pada periode ini sisa-sisa sel β-pankreas akan bekerja optimal
sehingga akan diproduksi insulin dari dalam tubuh sendiri. Pada
saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan berkurang hingga
kurang dari 0,5 U/kg berat badan/hari. Namun periode ini hanya
berlangsung sementara, bisa dalam hitungan hari ataupun bulan,
sehingga perlu adanya edukasi ada orang tua bahwa periode ini
bukanlah fase remisi yang menetap.
4. Periode ketergantungan insulin yang menetap.
Periode ini merupakan periode terakhir dari penderita DM.
Pada periode ini penderita akan membutuhkan insulin kembali dari
luar tubuh seumur hidupnya.

Pitfall dalam diagnosis


Diagnosis diabetes seringkali salah, disebabkan gejala-gejala awalnya
tidak terlalu khas dan mirip dengan gejala penyakit lain. Di samping
kemiripan gejala dengan penyakit lain, terkadang tenaga medis juga tidak
menyadari kemungkinan penyakit ini karena jarangnya kejadian DM tipe 1
yang ditemui ataupun belum pernah menemui kasus DM tipe 1 pada anak.
Beberapa gejala yang sering menjadi pitfall dalam diagnosis DM tipe 1
pada anak di antaranya adalah:
1. Sering kencing: kemungkinan diagnosisnya adalah infeksi saluran
kemih atau terlalu banyak minum (selain DM). Variasi dari keluhan
ini adalah adanya enuresis (mengompol) setelah sebelumnya anak
tidak pernah enuresis lagi.
2. Berat badan turun atau tidak mau naik: kemungkinan diagnosis adalah
asupan nutrisi yang kurang atau adanya penyebab organik lain. Hal ini
disebabkan karena masih tingginya kejadian malnutrisi di negara kita.
Sering pula dianggap sebagai salah satu gejala tuberkulosis pada
anak.
3. Sesak nafas: kemungkinan diagnosisya adalah bronkopnemonia.
Apabila disertai gejala lemas, kadang juga didiagnosis sebagai
malaria. Padahal gejala sesak nafasnya apabila diamati pola nafasnya
adalah tipe Kusmaull (nafas cepat dan dalam) yang sangat berbeda
dengan tipe nafas pada bronkopnemonia. Nafas Kusmaull adalah
tanda dari ketoasidosis.
4. Nyeri perut: seringkali dikira sebagai peritonitis atau apendisitis. Pada
penderita DM tipe 1, nyeri perut ditemui pada keadaan ketoasidosis.
5. Tidak sadar: keadaan ketoasidosis dapat dipikirkan pada
kemungkinan diagnosis seperti malaria serebral, meningitis,
ensefalitis, ataupun cedera kepala
(Brink SJ, dkk. 2010)

2.1.7. Pilar-Pilar Manajemen DM Tipe 1


Tatalaksana pasien dengan DM tipe 1 tidak hanya meliputi
pengobatan berupa pemberian insulin. Ada hal-hal lain selain insulin
yang perlu diperhatikan dalam tatalaksana agar penderita mendapatkan
kualitas hidup yang optimal dalam jangka pendek maupun jangka
panjang (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus
Guidelines. 2009)
Terdapat 5 pilar manajemen DM tipe 1, yaitu:
1. Insulin
Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada
penderita DM Tipe 1. Dalam pemberian insulin perlu diperhatikan
jenis insulin, dosis insulin, regimen yang digunakan, cara
menyuntik serta penyesuaian dosis yang diperlukan.
a. Jenis insulin: kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu
insulin kerja cepat, kerja pendek, kerja menengah, kerja
panjang, maupun insulin campuran (campuran kerja
cepat/pendek dengan kerja menengah). Penggunaan jenis
insulin ini tergantung regimen yang digunakan.
b. Dosis insulin: dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1
unit/kg berat badan pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini
selanjutnya akan diatur disesuaikan dengan faktor-faktor yang
ada, baik pada penyakitnya maupun penderitanya.
c. Regimen: kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen
konvensional serta regimen intensif. Regimen
konvensional/mix-split regimen dapat berupa pemberian dua
kali suntik/hari atau tiga kali suntik/hari. Sedangkan regimen
intensif berupa pemberian regimen basal bolus. Pada regimen
basal bolus dibedakan antara insulin yang diberikan untuk
memberikan dosis basal maupun dosis bolus.
d. Cara menyuntik: terdapat beberapa tempat penyuntikan yang
baik dalam hal absorpsinya yaitu di daerah abdomen (paling
baik absorpsinya), lengan atas, lateral paha. Daerah bokong
tidak dianjurkan karena paling buruk absorpsinya.
e. Penyesuaian dosis: Kebutuhan insulin akan berubah tergantung
dari beberapa hal, seperti hasil monitor gula darah, diet,
olahraga, maupun usia pubertas terkadang kebutuhan
meningkat hingga 2 unit/kg berat badan/hari), kondisi stress
maupun saat sakit.

2. Diet
Secara umum diet pada anak DM tipe 1 tetap mengacu pada
upaya untuk mengoptimalkan proses pertumbuhan. Untuk itu
pemberian diet terdiri dari 50-55% karbohidrat, 15-20% protein
dan 30% lemak. Pada anak DM tipe 1 asupan kalori perhari harus
dipantau ketat karena terkait dengan dosis insulin yang diberikan
selain monitoring pertumbuhannya. Kebutuhan kalori perhari
sebagaimana kebutuhan pada anak sehat/normal. Ada beberapa
anjuran pengaturan persentase diet yaitu 20% makan pagi, 25%
makan siang serta 25% makan malam, diselingi dengan 3 kali
snack masing-masing 10% total kebutuhan kalori perhari.
Pemberian diet ini juga memperhatikan regimen yang digunakan.
Pada regimen basal bolus, pasien harus mengetahui rasio
insulin:karbohidrat untuk menentukan dosis pemberian insulin.

3. Aktivitas fisik/exercise
Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan
berolahraga akan membantu mempertahankan berat badan ideal,
menurunkan berat badan apabila menjadi obes serta meningkatkan
percaya diri. Olahraga akan membantu menurunkan kadar gula
darah serta meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin.
Namun perlu diketahui pula bahwa olahraga dapat meningkatkan
risiko hipoglikemia maupun hiperglikemia (bahkan ketoasidosis).
Sehingga pada anak DM memiliki beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi untuk menjalankan olahraga, di antaranya adalah target
gula darah yang diperbolehkan untuk olahraga, penyesuaian diet,
insulin serta monitoring gula darah yang aman.
Apabila gula darah sebelum olahraga di atas 250 mg/dl serta
didapatkan adanya ketonemia maka dilarang berolahraga. Apabila
kadar gula darah di bawah 90 mg/dl, maka sebelum berolahraga
perlu menambahkan diet karbohidrat untuk mencegah
hipoglikemia.

4. Edukasi
Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk
penderita maupun orang tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang
penyakitnya, patofisiologi, apa yang boleh dan tidak boleh pada
penderita DM, insulin (regimen, dosis, cara menyuntik, lokasi
menyuntik serta efek samping penyuntikan), monitor gula darah
dan juga target gula darah ataupun HbA1c yang diinginkan.

5. Monitoring kontrol glikemik


Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang
diberikan sudah baik atau belum. Kontrol glikemik yang baik akan
memperbaiki kualitas hidup pasien, termasuk mencegah
komplikasi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pasien
harus melakukan pemeriksaan gula darah berkala dalam sehari.
Setiap 3 bulan memeriksa HbA1c. Di samping itu, efek samping
pemberian insulin, komplikasi yang terjadi, serta pertumbuhan dan
perkembangan perlu dipantau

Tabel Target kontrol metabolik pada anak dengan DM tipe 1


Target Baik Baik Sedang Kurang
metabolik Sekali
<120 <140
<180 >180
Preprandial mg/dL mg/dL

Postprandial <140 <200 <240 >240

Urin reduksi - - +- >+

HbA1c <7% 7-7.9% 8-9% >10%

Sumber: Rustama DS, dkk. 2010.

2.2 Asuhan Keperawatan Teori


2.2.1 Pengkajian
a. Identitas Pasien
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan
diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu
dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan lingkungan kotor
dapat mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Polifagi, Poliuria, Polidipsi, penurunan berat badan, frekuensi minum
dan berkemih. Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat
kesadaran, perubahan perilaku.
2. Riwayat penyakit sekarang
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur
atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi
penyakitnya
3. Riwayat penyakit dahulu.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin
lingkungan seperti oleh virus penyakit gondok (mumps) dan virus
coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh
sitotoksin perusak dan antibody
4. Riwayat kesehatan keluarga
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang
menderita diabetes melitus. Riwayat kehamilan karena stress saat
kehamilan dapat mencetuskan timbulnya diabetes melitus.
5. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Meliputi usia, tingkat perkembangan toleransi/ kemampuan memahami
tindakan, koping, pengalaman berpisah dari keluarga /orang tua,
pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya.
c. Pemeriksaan Fisik
1. Aktivitas / istrahat.
Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot
menurun. Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas.
Letargi / disorientasi, koma.
2. Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada
ekstremitas dan tachicardia. Perubahan tekanan darah postural :
hipertensi, nadi yang menurun / tidak ada. Disritmia, krekel : DVJ
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan
tekanan darah
3. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi /
tidak)
4. Neurosensori
Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi : mengantuk, lifargi,
stupor / koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada
otot, parestesia, gangguan penglihatan, gangguan memori (baru, masa
lalu) : kacau mental, refleks fendo dalam (RTD) menurun (koma),
aktifitas kejang.
5. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis
dengan palpitasi : tampak sangat berhati – hati.
6. Keamanan
Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.
7. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare, Urine encer,
pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria / anuria jika
terjadi hipololemia barat). Abdomen keras, bising usus lemah dan
menurun : hiperaktif (diare).
8. Integritas Ego
Stress, ansietas
9. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
2. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
3. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330
mOsm/l
5. Elektrolit :
Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun
Fosfor : lebih sering menurun
6. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari
normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan
terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk
membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang
berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)
7. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan
pada HCO3 (asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis
respiratorik.
8. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau in feksi.
9. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/
penurunan fungsi ginjal)
10. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
11. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada
tipe 1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang
mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguandalam penggunaannya
(endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder
terhadap pembentukan antibody(autoantibody)
12. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid
dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
13. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
14. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka
2.2.2 Diagnosa
1. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah b.d ?????? d.d lelah dan lesu,
kadar glukosa dalam darah/urin tinggi.
2. Gangguan Integritas Kulit dan Jaringan b.d perubahan status nutrisi d.d
kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit.
2.2.3 Intervensi
1. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
kadar glukosa darah membaik
Kriteri Hasil :
1) Mengantuk menurun
2) Pusing menurun
3) Lelah / lesu menurun
4) Kadar glukosa dalam darah membaik

Intervensi :
1) Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
Rasional :
2) Monitor tanda dan gejala hiperglikemia ( mis. Poliuria, polidipsia,
polifagia, kelemahan, malaise, pandangan kabur, sakit kepala)
Rasional :

3) Berikan asupan cairan oral


Rasional :

4) Ajarkan pengelolaan diabetes ( mis. Penggunaan insulin, obat


oral, monitor asupan cairan penggantian karbohidrat, dan bantuan
professional kesehatan)
Rasional :

5) Kolaborasi pemberian insulin ( jika perlu )


Rasional :

2. Gangguan Integritas Kulit dan Jaringan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
integritas kulit dan jaringan membaik
Kriteria Hasil :
1) Kerusakan Jaringan menurun
2) Kerusakan Lapisan kulit menurun

Intervensi :
1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit ( mis. Perubahan
sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan kelembapan, suhu
lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas.)
Rasional : untuk mengetahui faktor utama penyebab terjadinya
gangguan integritas kulit.

2) Gunakan produk berbahan ringan/ alami dan hipoalergik pada


kulit sensitif
Rasional : untuk menilai dan melindungi kulit sensitive klien dan
mencegah terjadinya gangguan

3) Anjurkan minum air yang cukup


Rasional :
4) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Rasional :

2.2.4 Implementasi
Realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah
direncanakan dalam kegiatan pelaksanaan meliputi pengumpulan data
yang berkelanjutan, mengobservasi respon lien sebelum dan sesudah
tindakan serta menilai data yang baru.
2.2.5 Evaluasi
Intelektual untuk melengkapi proses keperawatan, rencana
keperawatan dan pelaksanaan,, terkait hasil yang telah dilakukan.
Evaluasi adalah bagian integral pada setiap proses keperawatan. Evaluasi
dilakukan secara periodik, sistematis dan terencana untuk menilai
perkembangan pasien.

BAB III
PENUTUP
2.3 Kesimpulan
Diabetes melitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia kronik.
Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya adalah
gangguan sekresi hormon insulin, gangguan aksi/kerja dari hormon insulin atau
gangguan kedua-duanya. International Society of Pediatric and Adolescence
Diabetes dan WHO merekomendasikan klasifikasi DM berdasarkan etiologi
(Tabel 1). DM tipe 1 terjadi disebabkan oleh karena kerusakan sel β-pankreas.
Kerusakan yang terjadi dapat disebabkan oleh proses autoimun maupun
idiopatik.
Pengkajian yang dilakukan pada anak dengan penyakit diabetes juvenile
adalah identitas klien, riwayat keperawatan, keluhan utama, riwayat kesehatan
masa lalu, riwayat penyakit yang diderita, riwayat psikososial keluarga,
kebutuhan dasar, pemerikasaan fisik. Diagnosa keperawatan yang muncul
pada kasus ini yaitu resiko ketida kseimbangan kadar glukosa darah,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,defisit volume cairan,
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, intoleransi aktivitas, resiko cedera,
kerusakan integritas kulit , dan resiko infeksi

2.4 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010). Diabetes in children and
adolescents, basic training manual for healthcare professionals in developing
countries, 1sted. Argentina: ISPAD, h 20-21.
Weinzimer SA, Magge S (2005). Type 1 diabetes mellitus in children. Dalam:
Moshang T Jr. Pediatric endocrinology. Philadelphia: Mosby Inc, h 3-18.
Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N (2010).
Diabetes Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP Aman
B. Pulungan, editor. Buku Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung Seto
2010, h 124-161.
ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. Pediatric Diabetes 2009: 10.
http://repository.maranatha.edu/3415/3/0910085_Chapter1.pdf (Diakses pada
tanggal 1 Maret 2015)

Anda mungkin juga menyukai