Anda di halaman 1dari 17

Ikuti Wikipedia bahasa Indonesia di 

 Facebook,   Twitter,   Instagram,


dan   Telegram

Tsunami
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Untuk kegunaan lain, lihat Tsunami (disambiguasi).

Tsunami Samudra Hindia 2004 di Ao Nang, Provinsi


Krabi, Thailand.

Tsunami (津波, "ombak besar di pelabuhan") adalah


gelombang air besar yang diakibatkan oleh gangguan di dasar
laut, seperti gempa bumi. Gangguan ini membentuk
gelombang yang menyebar ke segala arah dengan kecepatan
gelombang mencapai 600–900 km/jam. Awalnya gelombang
tersebut memiliki amplitudo kecil (umumnya 30–60 cm)
sehingga tidak terasa di laut lepas, tetapi amplitudonya
membesar saat mendekati pantai. Saat mencapai pantai,
tsunami kadang menghantam daratan berupa dinding air
raksasa (terutama pada tsunami-tsunami besar), tetapi bentuk
yang lebih umum adalah naiknya permukaan air secara tiba-
tiba. Kenaikan permukaan air dapat mencapai 15–30 meter,
menyebabkan banjir dengan kecepatan arus hingga
90 km/jam, menjangkau beberapa kilometer dari pantai, dan
menyebabkan kerusakan dan korban jiwa yang besar.
Sebab tsunami yang paling umum adalah gempa bumi bawah
laut, terutama yang terjadi di zona penunjaman dengan
kekuatan 7,0 skala magnitudo momen atau lebih. Penyebab
lainnya adalah longsor, letusan gunung, dan jatuhnya benda
besar seperti meteor ke dalam air. Secara geografis, hampir
seluruh tsunami terjadi di kawasan Lingkaran Api Pasifik dan
kawasan Palung Sumatra di Samudra Hindia. Risiko tsunami
dapat dideteksi dengan sistem peringatan dini tsunami yang
mengamati gempa-gempa berkekuatan besar dan melakukan
analisis data perubahan air laut yang terjadi setelahnya. Jika
dianggap ada risiko tsunami, pihak berwenang dapat memberi
peringatan atau mengambil tindakan seperti evakuasi. Risiko
kerusakan juga dapat dikurangi dengan rancangan tahan
tsunami, seperti membuat bangunan dengan ruang luas, serta
penggunaan bahan beton bertulang, maupun dengan
penyuluhan kepada masyarakat tentang cara menyelamatkan
diri dari tsunami, seperti pentingnya mengungsi dan
menyiapkan rencana darurat dari jauh-jauh hari.

Daftar isi
 1Istilah
 2Pemicu
 2.1Kawasan rentan tsunami
 3Rambatan gelombang tsunami
 3.1Dari pusat tsunami hingga ke pantai
 3.2Saat mendekati pantai
 4Mencapai daratan
 5Penanggulangan
 5.1Sistem peringatan dini
 5.2Rancangan tahan tsunami
 5.3Perilaku individu
 6Catatan kaki
 7Daftar pustaka
Istilah[sunting | sunting sumber]
Tsunami

"Tsunami" dalam tulisan kanji


Nama Jepang
Kanji: 津波
KembangkanAlih aksara

Kata tsunami adalah serapan dari bahasa Jepang 津波


(tsunami): tsu berarti pelabuhan, dan nami berarti gelombang.
Nama ini diperkirakan berasal dari para nelayan Jepang, yang
mengamati bahwa kapal-kapal dan bangunan di pelabuhan
rusak akibat fenomena ini sekalipun mereka tidak merasakan
gelombang besar ketika berada di laut lepas.[1] Oleh orang
awam, tsunami kadang disebut "gelombang pasang". Namun,
istilah yang dulunya populer ditolak para pakar karena
fenomena ini tidak ada hubungannya dengan
fenomena pasang surut yang
diakibatkan gravitasi matahari dan bulan.[2] Para pakar lebih
menyukai istilah tsunami, walaupun sebenarnya fenomena ini
tidak hanya terjadi di pelabuhan.[3]
Beberapa bahasa memiliki padanan untuk istilah tsunami.
Contohnya, dalam bahasa Aceh, tsunami disebut ië
beuna atau alôn buluël (tergantung daerah).
Kata smong dan emong digunakan dalam bahasa-bahasa
di Pulau Simeulue, yang berada sebelah barat pantai Sumatra.
Dalam bahasa Tamil di pantai timur India, tsunami
disebut aazhi peralai.[1]
Pemicu[sunting | sunting sumber]

Tsunami yang diakibatkan terjadinya gempa bumi bawah


laut.

Tsunami dapat dipicu oleh gangguan pada dasar laut yang


menyebabkan perpindahan sejumlah besar air.[4] Dalam
proses kembalinya air yang terganggu ini menuju ekuilibrium
atau keadaan tenang, suatu gelombang dapat terbentuk dan
menyebar meninggalkan pusat gangguan, sehingga
menyebabkan tsunami.[5] Peristiwa-peristiwa yang dapat
menyebabkan perpindahan air seperti ini meliputi gempa
bumi bawah laut, longsor yang terjadi di dasar laut, jatuhnya
benda ke dalam air seperti letusan gunung, meteor, atau
ledakan senjata.[6][7]
Pemicu paling umum adalah gempa bumi yang
mengakibatkan sekitar 80%–90% dari seluruh tsunami.
[8] Gempa yang paling berpotensi menimbulkan tsunami
adalah gempa yang terjadi pada zona penunjaman (daerah
pertemuan dua lempeng yang membenamkan salah satu
lempeng tersebut) yang dangkal. Namun, tidak semua gempa
seperti ini menyebabkan tsunami. Biasanya, hanya gempa
berkekuatan di atas 7,0 skala magnitudo momen yang
memiliki potensi ini. Semakin kuat suatu gempa, semakin
besar pula peluang tsunami yang disebabkan oleh gempa
tersebut.[9] Selain paling umum, tsunami seperti ini adalah
satu-satunya yang dapat bertahan jauh (termasuk
menyeberangi samudra) sehingga membahayakan daerah
yang lebih luas.[10] Tsunami Samudra Hindia
2004 merupakan contoh tsunami seperti ini, dipicu oleh
gempa bermagnitudo 9,1 dan merupakan tsunami paling
mematikan dalam sejarah.[9]

Longsor, baik yang terjadi di daratan (gambar) maupun di


dasar laut, dapat memicu tsunami dengan "melemparkan"
material seperti bebatuan ke lautan.

Penyebab umum lainnya adalah tanah longsor, baik yang


terjadi di bawah laut maupun yang terjadi di daratan tetapi
memindahkan material seperti bebatuan ke laut. Karena
longsor bawah laut sering terjadi akibat gempa, longsor dapat
memperparah gangguan pada air setelah gempa. Fenomena
ini dapat menyebabkan tsunami bahkan pada gempa dengan
kekuatan yang biasanya tidak menyebabkan tsunami (seperti
gempa yang bermagnitudo sedikit di bawah 7,0), atau
menyebabkan tsunami yang lebih besar dari perkiraan
berdasarkan kekuatan gempa. Contohnya, gempa bumi Papua
Nugini 1998 hanya bermagnitudo sedikit di atas 7,0, tetapi
menghasilkan tsunami besar dengan tinggi maksimum 15
meter. Contoh longsor daratan yang menyebabkan tsunami
adalah tsunami Alaska 1958.[11]
Penyebab tsunami lainnya adalah aktivitas vulkanik, terutama
dari gunung berapi yang berada di dekat atau di bawah laut.
Umumnya, aktivitas vulkanik menyebabkan naik atau
turunnya bibir gunung berapi, memicu tsunami yang mirip
dengan tsunami gempa bumi bawah laut.[12] Namun, dapat
juga terjadi letusan besar yang menghancurkan pulau gunung
berapi di tengah laut, menyebabkan air bergerak mengisi
wilayah pulau tersebut dan memulai gelombang besar.
Contoh tsunami akibat letusan besar seperti ini adalah
tsunami letusan Krakatau 1883, yang mengakibatkan tsunami
setinggi lebih dari 40 m.[13][12]
Selain penyebab-penyebab di atas, ada penyebab tsunami
yang lebih langka, di antaranya benturan benda besar ke
dalam air akibat ledakan senjata atau kejatuhan meteor.
[7] Benturan ini memicu gelombang air, dan tsunami yang
dihasilkannya memiliki karakteristik fisika yang mirip dengan
tsunami letusan gunung berapi.[14][7]
Kawasan rentan tsunami[sunting | sunting sumber]
Lihat pula: Lingkaran Api Pasifik dan Palung Sumatra

Sebagian besar tsunami di bumi terjadi di Lingkaran Api


Pasifik (kiri) dan Palung Sumatra (kanan).

Rawan tidaknya suatu daerah terhadap tsunami ditentukan


oleh ada tidaknya pemicu-pemicu di atas, terutama gempa
bumi berkekuatan besar di lautan, yang merupakan penyebab
tsunami paling umum. Hampir 80% dari tsunami di bumi
terjadi di kawasan yang disebut Lingkaran Api Pasifik, zona
penunjaman di sekitar Samudra Pasifik yang mengalami
banyak gempa bumi besar. Lingkaran api (Inggris: ring of
fire) ini mencakup (searah jarum jam) Selandia Baru, Papua
Nugini, Indonesia, pantai timur Asia
(terutama Filipina dan Jepang) sampai ke utara, lalu pantai
barat Amerika Utara dan Selatan. Selain itu, kawasan Palung
Sumatra yang berada di Samudra Hindia lepas pantai barat
dan selatan pulau Sumatra dan Jawa, Indonesia, juga
merupakan zona penunjaman yang rentan tsunami. Di luar
dua kawasan ini, tsunami cukup jarang terjadi. Tercatat
tsunami pernah terjadi di Pantai
Makran (selatan Iran dan Pakistan), Laut Tengah, serta pantai
barat Portugal.[15]
Rambatan gelombang tsunami[sunting | sunting sumber]
Dari pusat tsunami hingga ke pantai[sunting | sunting
sumber]
Gangguan yang terjadi di tengah laut menyebar
sebagai gelombang. Seperti gelombang pada umunya
(termasuk gelombang air di kolam atau ombak di pantai),
gelombang tsunami memiliki fase "bukit" dan
"lembah", panjang gelombang, periode, dan kecepatan.
[16] Namun gelombang tsunami memiliki perbedaan besar
daripada gelombang ombak biasa. Tak seperti ombak biasa
yang energinya berasal dari angin, gelombang tsunami bisa
terus bertahan karena gaya gravitasi bumi yang menarik air
untuk kembali ke kesetimbangannya.[7][2] Perbedaan-
perbedaan lain adalah dari sifatnya secara matematis. Panjang
gelombangnya (jarak antara satu bukit ke bukit berikutnya)
berkisar antara beberapa kilometer hingga ratusan kilometer.
Ini jauh lebih besar dibandingkan ombak yang panjang
gelombangnya sekitar 100 meter.[17] Karena panjang
gelombangnya ini, serta kecilnya amplitudo atau tinggi
gelombang (umumnya 30–60 cm), gradien atau kemiringan
air yang terbentuk sangatlah kecil, sehingga tidak terasa oleh
kapal-kapal di laut lepas.[17] Gelombang tsunami juga
memiliki perioda yang jauh lebih besar (dapat mencapai 70–
2.000 detik) dibandingan ombak biasa (sekitar 10 detik). Hal
ini berarti arus yang ditimbulkan tsunami bertahan jauh lebih
lama.[16]
Waktu tempuh sebelum tsunami mencapai suatu titik
tergantung pada karakteristik dasar laut maupun jarak dari
pusat tsunami. Contohnya, Tsunami Samudra Hindia
2004 (gambar) mulai menghantam Indonesia setelah 15
menit, Sri Lanka setelah 2 jam, dan Kenya setelah 9 jam.

Kecepatan gelombang tsunami (dapat mencapai 600–


900 km/jam) juga amat besar dibandingkan ombak biasa
(sekitar 50 km/jam). Namun ini hanyalah kecepatan
rambatan gelombang, dan bukan kecepatan partikel air.
Kecepatan partikel air jauh lebih rendah, umumnya di bawah
1 m/s (3,6 km/jam).[16] Kecepatan ini kira-kira berbanding
lurus dengan akar kuadrat dari kedalaman laut, sehingga
tsunami bergerak lebih cepat di tengah samudra dibanding
dekat pantai dangkal.[18] Karena itu, waktu tempuh sebelum
tsunami mencapai suatu titik tergantung pada karakteristik
dasar laut maupun jarak dari pusat tsunami. Contohnya,
Tsunami Samudra Hindia 2004 mulai menghantam Indonesia
setelah 15 menit, Sri Lanka setelah 2 jam, dan Kenya (di sisi
lain Samudra Hindia) setelah 9 jam.[19]
Perbedaan lainnya antara tsunami dan ombak biasa adalah
gelombang tsunami melibatkan air di seluruh area vertikal,
baik bagian dalam dan dangkal. Tak seperti ombak biasa yang
dalamnya jarang melebihi 20 m, gelombang tsunami
mencapai dasar laut sehingga memiliki total energi yang jauh
lebih besar. Saat merambat di laut dalam, gangguan yang
terjadi di permukaan hanyalah sebagian kecil dari total energi
yang dimiliki oleh tsunami tersebut.[5]
Saat mendekati pantai[sunting | sunting sumber]
Karena berkurangnya kedalaman, gelombang tsunami
memendek dan meninggi saat mendekati pantai.

Saat gelombang tsunami mendekati pantai, kecepatan


gelombang menurun akibat gesekan dengan dasar laut.
[20] Pada frekuensi tetap, panjang gelombang berbanding
lurus dengan kecepatan sehingga gelombang tsunami
memendek. Selain itu, karena tsunami menjangkau hingga
dasar laut, saat laut menjadi dangkal, energi yang sebelumnya
tersebar jauh hingga ke bawah mulai berpindah ke atas.
Berpindahnya energi ini meningkatkan amplitudo atau tinggi
gelombang.[21] Alhasil, saat mendekati pantai, energi
tsunami menjadi jauh lebih padat baik secara horizontal
(akibat berkurangnya panjang gelombang) dan secara vertikal
(akibat berkurangnya kedalaman air dan meningkatnya
amplitudo).[22] Akibat yang lain adalah gradien atau
kemiringan air menjadi jauh lebih curam.[18]
Surutnya air laut sering dilaporkan terjadi sebelum datangnya
tsunami, dalam kasus tertentu air laut dapat bergerak hingga
ratusan meter menjauhi daratan. Hal ini sering memancing
datangnya penduduk yang tidak tahu bahwa tsunami akan
terjadi, karena dalam keadaan ini ikan mudah ditangkap dan
sering terlihat karang atau makhluk laut lainnya yang
biasanya tidak terlihat.[23] Tidak semua tsunami didahului
oleh surutnya air, tsunami juga dapat langsung dimulai
dengan naiknya permukaan air. Hal ini karena tsunami
berbentuk gelombang, dengan puncak dan lembah. Jika
lembah gelombang yang sampai lebih dahulu, permukaan air
laut akan turun. Sebaliknya, puncak gelombang menghasilkan
naiknya air laut. Kedua hal ini dapat terjadi dengan peluang
yang sama.[24]
Mencapai daratan[sunting | sunting sumber]
Tsunami sering digambarkan secara ikonik sebagai dinding
air raksasa yang bergerak menghantam daratan, seperti ombak
yang ditunggangi peselancar.[25] Fenomena ini memang
terjadi, tetapi hanya pada tsunami-tsunami yang sangat besar,
seperti pada Tsunami Samudra Hindia 2004.[18] Pada
sebagian besar kasus, tsunami tidak menyebabkan dinding air
raksasa, tetapi terjadi dengan naiknya permukaan laut secara
tiba-tiba (terkadang didahului surut).[5][18] Air dapat naik
dan surut selama berjam-jam, sesuai bukit dan lembah
gelombang.[9] Tsunami yang mencapai daratan bukan hanya
sebuah gelombang tetapi terdiri dari rangkaian gelombang
yang memiliki amplitudo dan frekuensi berbeda dan
dapat saling memperkuat. Saat ini, tidak mungkin
memperkirakan jumlah puncak besar yang ada dalam suatu
tsunami, atau puncak mana yang paling berbahaya. Karena
itu, daerah pantai masih dianggap berbahaya walaupun
beberapa gelombang besar telah lewat.[9]

Diagram yang menunjukkan ukuran yang berkaitan dengan


besar tsunami, termasuk inundasi (inundation) dan
kenaikan ('run-up).

Tsunami yang mencapai daratan dapat menyebabkan


kenaikan permukaan air hingga 15–30 meter.[19] Banjir yang
dihasilkan dapat bergerak cepat hingga 90 km/jam,[9] dan
menjangkau hingga beberapa kilometer dari pantai.
[19] Aliran air ini mampu menghancurkan bangunan dan
tanaman, menghanyutkan kendaraan atau benda-benda
bergerak lainnya.[26] Kerusakan akibat arus yang
berkecepatan tinggi dan dipenuhi puing serta benda hanyut ini
sering kali lebih besar daripada kerusakan akibat hantaman
awal tsunami.[27] Banjir yang diakibatkan tsunami ini sering
diukur dengan dua besaran: inundasi atau penggenangan
(inundation) dan kenaikan (run-up). Inundasi adalah jarak
maksimal yang ditempuh tsunami secara horizontal ke dalam
daratan. Kenaikan adalah ketinggian maksimum yang
digenangi banjir dibandingkan dengan ketinggian normal air
laut.[19]
Saat banjir tsunami mulai surut, arus balik air ke laut juga
dapat menimbukan kerusakan besar.[27] Air dapat mengalir
dengan cepat dan bergejolak, menyebabkan erosi dan
merusak fondasi bangunan.[28][26] Air dapat bergerak bolak
balik hingga beberapa hari.[26]
Penanggulangan[sunting | sunting sumber]
Sistem peringatan dini[sunting | sunting sumber]
Petugas sistem peringatan dini tsunami di Indonesia,
memantau data dari Gempa bumi Tōhoku 2011.

Diagram DART II, salah satu komponen deteksi tsunami


yang dimiliki Pacific Tsunami Warning Center.

Artikel utama: Sistem peringatan dini tsunami


Sistem peringatan dini tsunami berfungsi untuk mendeteksi
risiko tsunami, memperkirakan daerah-daerah yang akan
terkena, dan mengeluarkan pengumuman agar publik dapat
mengambil tindakan untuk mengurangi korban jiwa dan
kerusakan.[29] Peringatan dini tsunami biasanya berawal dari
terjadinya gempa berkekuatan besar (magnitudo 7,0 atau
lebih).[30][31] Saat gempa seperti ini terjadi, penduduk
daerah terdekat dapat langsung diberi peringatan dini disertai
perkiraan kasar ukuran atau waktu kedatangan tsunami.
Sementara itu, pusat sistem peringatan dini mengumpulkan
data-data lain, seperti perubahan pada permukaan laut, serta
kedalaman dan karakteristik dasar laut setempat.[32]
[33] Perubahan ketinggian air laut dapat diukur dengan alat
seperti alat pengukur pasang surut yang sebelumnya telah
ditempatkan di berbagai lokasi.[34] Data-data ini kemudian
diolah untuk mengeluarkan perkiraan yang lebih rinci.
Dengan data yang cukup, dapat dideteksi apakah ada tsunami,
dan jika ada, perkiraan juga dapat meliputi peta pergerakan,
daerah yang mungkin terkena, waktu kedatangan, maupun
ukuran tsunami. Jika dideteksi tidak ada tsunami, peringatan
dini dapat dibatalkan. Jika tsunami terdeteksi, pihak
berwenang di daerah yang dianggap berisiko dapat
mengambil tindakan penanggulangan, termasuk
memerintahkan evakuasi daerah pesisir. Waktu respons yang
dimiliki tiap lokasi berbeda-beda tergantung jaraknya dari
pusat tsunami. Daerah yang cukup jauh bisa jadi memiliki
waktu berjam-jam untuk bersiap dan melakukan evakuasi.[32]
[33]
Selain deteksi dan perkiraan bahaya tsunami, efektivitas
sistem peringatan dini juga tergantung kepada adanya rencana
tindakan yang matang. Dalam rencana seperti ini, lembaga
pemerintah terkait harus sudah mengenal dan terlatih dalam
tindakan-tindakan yang perlu dilakukan, di antaranya
menafsirkan sumber-sumber ilmiah maupun menyebarkan
informasi dan instruksi kepada masyarakat melalui jalur
komunikasi yang efektif. Karena rentang waktu sebelum
datangnya tsunami bisa jadi sangat singkat, faktor kecepatan
amat penting. Dengan adanya persiapan dan rencana yang
matang, keputusan dan tindakan dapat diambil dengan lebih
cepat.[35]
Upaya deteksi tsunami melalui pemantauan gempa bumi
bermagnitudo besar telah dilakukan sekurangnya sejak awal
1900-an oleh vulkanolog Amerika Serikat Thomas A.
Jaggar di Hawaii.[31] Namun, metode peringatan pada awal
abad ke-20 masih belum formal dan kurang efektif karena
tidak akurat (sering mengeluarkan peringatan ketika
sebenarnya tidak ada tsunami), dan tidak adanya jalur
komunikasi resmi.[36] Pusat peringatan dini formal pertama
adalah Pacific Tsunami Warning Center (PTWC), yang
didirikan di Hawaii pada 1949, sebagai tanggapan atas
tsunami yang diakibatkan oleh Gempa bumi Kepulauan Aleut
1946.[31] Sejak 1965, negara-negara Samudra Pasifik lainnya
ikut berpartisipasi dalam sistem ini, dan kini telah
beranggotakan 46 negara.[33] Selain PTWC, Amerika Serikat
juga memiliki satu sistem lain yang disebut West Coast and
Alaska Tsunami Warning Center.[33] Setelah tsunami
Samudra Hindia 2004, negara-negara Samudra Hindia
membentuk Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation
System, lembaga kerja sama pemantauan dan penyebaran
informasi risiko tsunami.[37] Banyak negara di kawasan
rentan tsunami memiliki lembaga yang bertugas mengatur
sistem peringatan dini nasional, seperti Badan Meteorologi
Jepang di Jepang, dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG) di Indonesia.[33][38]
Rancangan tahan tsunami[sunting | sunting sumber]

Sebuah masjid di pesisir Banda Aceh di tengah puing-


puing pasca tsunami 2004. Kemungkinan, masjid ini dapat
bertahan karena memiliki ruang terbuka yang luas.[39]

Sebuah rancangan bendungan tsunami, bertujuan


membendung tsunami kecil dan mengurangi kerusakan
akibat tsunami besar.

Dengan kecepatan tinggi dan hanyutnya benda-benda yang


berat, arus tsunami memiliki energi tinggi yang dapat
menghancurkan atau merusak bangunan-bangunan di daerah
pesisir.[40] Namun, berdasarkan pengamatan, bangunan-
bangunan dengan rancangan tertentu memiliki peluang lebih
besar untuk bertahan. Bangunan dengan ruangan terbuka yang
luas, yang bisa dilewati oleh air tanpa banyak benturan sering
mampu bertahan saat diterjang tsunami.[28] Contohnya
adalah rumah-rumah panggung di Hawaii (air bisa mengalir
antara lantai dan tanah), dan masjid-masjid besar di Aceh
(yang umum memiliki ruangan luas terbuka).[28]
[39] Struktur beton bertulang juga sering tidak hancur dalam
tsunami, walaupun tembok-tembok bangunannya dapat
hancur.[28] Jika bangunan berkerangka seperti ini cukup
tinggi, lantai atasnya dapat dirancang sebagai zona evakuasi
darurat untuk penduduk yang tidak sempat mengungsi ke
tanah yang tinggi.[41][40]
Struktur khusus yang dibangun di tepi pantai, seperti pemecah
gelombang, tembok pantai dibangun di beberapa tempat yang
rawan tsunami, seperti Jepang dan Hawaii. Struktur-struktur
seperti ini tidak berkekuatan atau berketinggian yang cukup
untuk sepenuhnya menghentikan tsunami, namun dapat
mengurangi kekuatan arusnya.[28][42]
Perilaku individu[sunting | sunting sumber]
Beberapa lembaga nasional maupun internasional
menyarankan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
menyelamatkan diri dari tsunami. Komisi Oseanografi
Antarpemerintah menyarankan penduduk di daerah rawan
tsunami untuk menyiapkan rencana darurat jauh-jauh hari
(jika perlu melibatkan keluarga untuk memudahkan
koordinasi) dan mengikuti instruksi pihak berwenang
setempat. Lembaga ini juga menyarankan cepat mengungsi ke
daerah yang lebih tinggi jika merasakan gempa yang kuat di
daerah pantai, bahkan sebelum adanya peringatan resmi,
karena tsunami dapat terjadi dengan cepat di daerah yang
dekat dengan pusat gempa.[43] Gejala alam yang dapat
menandakan datangnya tsunami adalah naik atau surutnya
permukaan air laut secara tiba-tiba, ataupun bunyi deruan
keras berasal dari arah laut.[44][45]
Catatan kaki[sunting | sunting sumber]
1. ^ a b Gupta & Gahalaut 2014, hlm. 1.
2. ^ a b Rinard Hinga 2015, hlm. 338.
3. ^ Awate 2016, hlm. 114.
4. ^ Rinard Hinga 2015, hlm. 338–339.
5. ^ a b c Rinard Hinga 2015, hlm. 339.
6. ^ Ward 2011, hlm. 5–9.
7. ^ a b c d Margaritondo 2005, hlm. 402.
8. ^ Ward 2011, hlm. 5.
9. ^ a b c d e Rinard Hinga 2015, hlm. 340.
10. ^ Dudley & Lee 1988, hlm. 35.
11. ^ Rinard Hinga 2015, hlm. 340–341.
12. ^ a b Dudley & Lee 1988, hlm. 34.
13. ^ Rinard Hinga 2015, hlm. 341.
14. ^ Ward 2011, hlm. 9.
15. ^ Gupta & Gahalaut 2014, hlm. 5.
16. ^ a b c Ward 2011, hlm. 2.
17. ^ a b Ward 2011, hlm. 3.
18. ^ a b c d U.S. Geological Survey 2016.
19. ^ a b c d Intergovernmental Oceanographic Commission
2012, hlm. 5.
20. ^ Encyclopædia Britannica 2019, Origin and
development.
21. ^ Ward 2011, hlm. 12–13.
22. ^ Ward 2011, hlm. 13.
23. ^ Rinard Hinga 2015, hlm. 339–340.
24. ^ Dudley & Lee 1988, hlm. 37.
25. ^ Dudley & Lee 1988, hlm. 38.
26. ^ a b c Encyclopædia Britannica 2019, Origin and
Development.
27. ^ a b Dudley & Lee 1988, hlm. 41.
28. ^ a b c d e Dudley & Lee 1988, hlm. 42.
29. ^ Intergovernmental Oceanographic Commission
2012, hlm. 7–8.
30. ^ Encyclopædia Britannica 2019, Tsunami Warning
Systems.
31. ^ a b c Rinard Hinga 2015, hlm. 342.
32. ^ a b Rinard Hinga 2015, hlm. 343.
33. ^ a b c d e Intergovernmental Oceanographic
Commission 2012, hlm. 7.
34. ^ Dudley & Lee 1988, hlm. 51.
35. ^ Intergovernmental Oceanographic Commission
2012, hlm. 8.
36. ^ Rinard Hinga 2015, hlm. 342–343.
37. ^ Hettiarachchi 2018, hlm. 1340.
38. ^ Indian Ocean Tsunami Information Center 2018.
39. ^ a b U.S. Geological Survey 2005.
40. ^ a b Intergovernmental Oceanographic Commission
2012, hlm. 10.
41. ^ Chock et al. 2011, hlm. 14.
42. ^ Chock et al. 2011, hlm. 5.
43. ^ Intergovernmental Oceanographic Commission
2012, hlm. 10–12.
44. ^ Intergovernmental Oceanographic Commission
2012, hlm. 12.
45. ^ National Tsunami Hazard Mitigation Program 2015,
hlm. 1.
Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]
 Awate, S.J. (2016). Environmental Geography. Raleigh:
Lulu Publication. ISBN 978-1-365-64482-5.
 Chock, Gary; Robertson, Ian; Kriebel, David; Nistor, Ioan;
Francis, Mathew; Cox, Daniel; Yim, Solomon (2011). The
Tohoku, Japan, Tsunami of March 11, 2011: Effects on
Structures (PDF) (Laporan). Oakland, California:
Earthquake Engineering Research Institute.
 Dudley, Walter C.; Lee, Min (1988). Tsunami!. Honolulu:
University of Hawaii Press. ISBN 978-0-8248-1125-9.
 Gupta, Harsh K.; Gahalaut, Vineet K. (2014). Three Great
Tsunamis: Lisbon (1755), Sumatra-Andaman (2004) and
Japan (2011). Springer Science & Business
Media. ISBN 978-94-007-6576-4.
 Margaritondo, Giorgio (2005). "Explaining the physics of
tsunamis to undergraduate and non-physics
students". European Journal of Physics. IOP Publishing
Ltd. 26 (3). doi:10.1088/0143-0807/26/3/007.
 Hettiarachchi, Samantha (2018). "Establishing the Indian
Ocean Tsunami Warning and Mitigation System for
human and environmental security". Procedia
Engineering. Elsevier. 212: 1339–
1346. doi:10.1016/j.proeng.2018.01.173. ISSN 1877-
7058.
 Indian Ocean Tsunami Information Center
(2018). "National Tsunami Warning Centres" (dalam
bahasa Inggris). UNESCO. Diarsipkan dari versi asli
tanggal 2018-01-28. Diakses tanggal 2019-02-01.
 Intergovernmental Oceanographic Commission
(2012). Tsunami, The Great Waves, Second Revised
Edition (PDF) (dalam bahasa Inggris). Paris: UNESCO.
 National Tsunami Hazard Mitigation Program
(2015). "Tsunami Awareness & Safety" (PDF). National
Weather Service Amerika Serikat.
 Rinard Hinga, Bethany D. (2015). Ring of Fire: An
Encyclopedia of the Pacific Rim's Earthquakes, Tsunamis,
and Volcanoes: An Encyclopedia of the Pacific Rim's
Earthquakes, Tsunamis, and Volcanoes. Santa Barbara:
ABC-CLIO. ISBN 978-1-61069-297-7. Diakses
tanggal 2019-01-14.
 Tim Penyunting Encyclopædia Britannica
(2019). "Tsunami". Encyclopædia Britannica.
Encyclopædia Britannica, inc. Diakses tanggal 2019-01-
14.
 U.S. Geological Survey (2005). "Photo Gallery of
Northwestern Sumatra: 21 January 2005, Banda
Aceh" (dalam bahasa Inggris). Diarsipkandari versi asli
tanggal 2019-02-05. Diakses tanggal 2019-02-05.
 U.S. Geological Survey (2016). "Life of a
Tsunami" (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi
asli tanggal 2019-01-10. Diakses tanggal 2019-01-28.
 Ward, Steven N. (2011) [naskah 2010]. "Tsunami" (PDF).
Dalam Gupta, Harsh K. Encyclopedia of Solid Earth
Geophysics. Dordrecht: Springer. doi:10.1007/978-90-
481-8702-7_2. Diakses tanggal 14 Januari 2019.

Kategori: 
 Tsunami
 Kata dan frasa Jepang
 Bencana alam
Menu navigasi
 Belum masuk log
 Pembicaraan
 Kontribusi
 Buat akun baru
 Masuk log
 Halaman
 Pembicaraan
 Baca
 Sunting
 Sunting sumber
 Versi terdahulu

Pencarian

 Halaman Utama
 Daftar isi
 Perubahan terbaru
 Artikel pilihan
 Peristiwa terkini
 Halaman baru
 Halaman sembarang
Komunitas
 Warung Kopi
 Portal komunitas
 Bantuan
Wikipedia
 Tentang Wikipedia
 Pancapilar
 Kebijakan
 Menyumbang
 Hubungi kami
 Bak pasir
Bagikan
 Facebook
 Twitter
Perkakas
 Pranala balik
 Perubahan terkait
 Halaman istimewa
 Pranala permanen
 Informasi halaman
 Kutip halaman ini
 Butir di Wikidata
 Pranala menurut ID
Cetak/ekspor
 Buat buku
 Unduh versi PDF
 Versi cetak
Dalam proyek lain
 Wikimedia Commons
 Wikisumber
Bahasa lain
 Acèh
 Afrikaans
 English
 日本語
 Jawa
 Minangkabau
 Bahasa Melayu
 Sunda
 中文
131 lagi
Sunting interwiki
 Halaman ini terakhir diubah pada 11 Maret 2021, pukul 09.09.
 Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi-BerbagiSerupa Creative Commons; ketentuan
tambahan mungkin berlaku. Dengan menggunakan situs ini, anda
menyetujui Ketentuan Penggunaan dan Kebijakan Privasi. Wikipedia® adalah merek
dagang terdaftar dari Wikimedia Foundation, Inc., sebuah organisasi nirlaba.
 Kebijakan privasi
 Tentang Wikipedia
 Penyangkalan
 Tampilan seluler
 Pengembang
 Statistik
 Pernyataan kuki

Anda mungkin juga menyukai

  • LEONARDO DA VINCI
    LEONARDO DA VINCI
    Dokumen7 halaman
    LEONARDO DA VINCI
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Tolak Peluru
    Tolak Peluru
    Dokumen11 halaman
    Tolak Peluru
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • KompetisiFoto
    KompetisiFoto
    Dokumen12 halaman
    KompetisiFoto
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Museum Louvre
    Museum Louvre
    Dokumen25 halaman
    Museum Louvre
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Kompetisi Fotografi Alam Internasional
    Kompetisi Fotografi Alam Internasional
    Dokumen13 halaman
    Kompetisi Fotografi Alam Internasional
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Timbangan
    Timbangan
    Dokumen18 halaman
    Timbangan
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Marie Antoinette
    Marie Antoinette
    Dokumen6 halaman
    Marie Antoinette
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • KOMPETISI FOTOGRAFI
    KOMPETISI FOTOGRAFI
    Dokumen9 halaman
    KOMPETISI FOTOGRAFI
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Ilusi Optik
    Ilusi Optik
    Dokumen6 halaman
    Ilusi Optik
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Sepeda Motor
    Sepeda Motor
    Dokumen16 halaman
    Sepeda Motor
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • KOMPETISI FOTOGRAFI
    KOMPETISI FOTOGRAFI
    Dokumen10 halaman
    KOMPETISI FOTOGRAFI
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Teknik Lempar Lembing
    Teknik Lempar Lembing
    Dokumen7 halaman
    Teknik Lempar Lembing
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Beha
    Beha
    Dokumen14 halaman
    Beha
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Majapahit
    Majapahit
    Dokumen50 halaman
    Majapahit
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • The Terminator
    The Terminator
    Dokumen5 halaman
    The Terminator
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Stadion
    Stadion
    Dokumen3 halaman
    Stadion
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • SAXOPHONE
    SAXOPHONE
    Dokumen4 halaman
    SAXOPHONE
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Bahasa Latin
    Bahasa Latin
    Dokumen5 halaman
    Bahasa Latin
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Jenis Drum Populer
    Jenis Drum Populer
    Dokumen6 halaman
    Jenis Drum Populer
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Mu Ammad Bin
    Mu Ammad Bin
    Dokumen9 halaman
    Mu Ammad Bin
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Atletik
    Atletik
    Dokumen11 halaman
    Atletik
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • BENDERA NASIONAL
    BENDERA NASIONAL
    Dokumen10 halaman
    BENDERA NASIONAL
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Thomas Alfa
    Thomas Alfa
    Dokumen9 halaman
    Thomas Alfa
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • BATMAN
    BATMAN
    Dokumen11 halaman
    BATMAN
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • D'masiv Band
    D'masiv Band
    Dokumen7 halaman
    D'masiv Band
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Samsons Band
    Samsons Band
    Dokumen8 halaman
    Samsons Band
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Asal Nidji Band
    Asal Nidji Band
    Dokumen9 halaman
    Asal Nidji Band
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • ANTROPOLOGI
    ANTROPOLOGI
    Dokumen21 halaman
    ANTROPOLOGI
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Asal Mula Noah
    Asal Mula Noah
    Dokumen32 halaman
    Asal Mula Noah
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • MONOKOTIL
    MONOKOTIL
    Dokumen6 halaman
    MONOKOTIL
    berak diaer
    Belum ada peringkat