BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
tepat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan membandingkan
daya dukung pondasi tiang tunggal secara analitis dan numeris dengan pengujian
dinamik tes di lapangan atau PDA (pile driving analyzer) dan CAPWAP. Secara
analitis, perhitungan dilakukan dengan analisis manual menggunakan metode
Bagemann, deRuiter dan Beringen, Mayerhof (1976), Mayerhof (1956), α ,
Tomlinson (1977) yang dilakukan dengan menghitung kapasitas daya dukung
pondasi tiang pancang berdasarkan data-data dari lapangan yang didapat dari
pengujian CPT (sondir) dan SPT, sedangkan numeris yaitu menghitung dengan
menggunakan metode elemen hingga menggunakan program Plaxis 2D V.8.
Perhitungan dilakukan pada dua titik pengujian dilapangan yaitu titik S1, S2 untuk
pengujian CPT sedangkan pengujian SPT yaitu titik BH1, BH2 yang akan
diverifikasi dengan pengujian PDA dan CAPWAP pada Proyek Pembangunan
Gedung Kantor Bank Sumsel Babel di Pangkalpinang. Dari hasil analisis secara
manual dan program, dapat disimpulkan bahwa metode Mayerhof (1956)
memiliki nilai rentang paling kecil dibandingkan dengan metode-metode lainya
yang diverifikasi dengan pengujian PDA dan CAPWAP. Nilai Qu sebesar
128,298 ton berbanding 118 ton, dan 102 ton pada titik BH1. Sedangkan pada titik
BH2 Qu sebesar 118,679 ton berbanding 165 ton, dan 163 ton.
Penelitian Gunawan (2014) tentang rasio hubungan nilai daya dukung
tiang pancang berdasarkan pengujian sondir, kalendering dan test PDA pada
Jembatan Pelawa Kabupaten Parigi Moutong yang menyatakan bahwa Daya
dukung pondasi tiang pancang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain, besar
beban yang dipikul dan karakteristik tanah yang tidak homogen. Untuk
menentukan daya dukung pondasi tiang pancang tunggal digunakan metode statis
yang didasarkan pada data sondir dan metode dinamis melalui uji kalendering dan
uji PDA. Pondasi tiang pancang yang digunakan dalam penelitian ini berlokasi di
Kabupaten Parigi-Moutong tepatnya pada Jembatan Pelawa. Studi literatur dan
data sekunder seperti data alat pancang, tiang pancang, sondir, kalendering , dan
tes PDA digunakan untuk menganalisis daya dukung tiang. Metode Mayerhof ,
Aoki de Alencar, LCPC, Price dan Waldre, dan Schmertmann digunakan untuk
menentukan kapasitas daya dukung tiang berdasarkan data sondir. Data
11
bahwa metode dinamis dan metode statis beban rencana. Sehingga pada
perencanaan pondasi tersebut perlu penambahan mutu tiang pancang, agar tiang
pancang dapat bekerja secara maksimal.
kuat atau keras lalu diangkat dan dipancangkan. Tiang pancang beton ini dapat
memikul beban lebih besar dari 50 ton untuk setiap tiang, tetapi tergantung pada
demensinya. Penampang precast reinforced concrete pile dapat berupa lingkaran,
segi empat dan segi delapan.
4) Bila panjang tiang kurang dan karena panjang tiang tergantung pada alat
pancang (pile driving) yang tersedia, maka akan sukar untuk melakukan
penyambungan dan memerlukan alat penyambung khusus;
5) Apabila dipancang di sungai atau laut tiang akan bekerja sebagai kolom
terhadap beban vertikal dan dalam hal ini akan ada tekuk sedangkan
terhadap beban horizontal akan bekerja sebagai cantilever.
b. Precast prestressed concrete pile
Precast prestressed concrete pile adalah tiang pancang dari beton
prategang yang menggunakan baja dan kabel kawat sebagai gaya prategangnya.
2.6 Kapasitas Daya Dukung Ultimate Cara Statis dan Cara Dinamis
Kapasitas daya dukung ultimate cara statis dihitung dengan menggunakan
teori-teori mekanika tanah, yaitu dengan mempelajari sifat-sifat teknis tanah,
sedangkan kapasitas daya dukung dinamis dihitung berdasarkan data lapangan,
yaitu uji skala pembebanan seperti data calendering dan PDA (pile driving
analyzer) yang diperoleh saat pemancangan. Hasil hitungan kapasitas dukung
tiang yang didasarkan pada teori mekanika tanah, kadang-kadang masih perlu
dicek dengan mengadakan pengujian tiang untuk menyakinkan hasilnya.
25
2.7 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dari Hasil Data N-SPT
Kapasitas dukung tiang adalah kemampuan atau kapasitas tiang dalam
mendukung beban. Jika dalam kapasitas dukung pondasi dangkal satuannya
adalah satuan tekanan (kPa) maka dalam kapasitas dukung tiang pancang
satuannya adalah satuan gaya (kN). Kapasitas dukung ultimit tiang (Qu), dihitung
dengan persamaan umum, yaitu :
= + .......................................................................................(2.1)
= . ...........................................................................................(2.2)
= . ............................................................................................(2.3)
Dengan,
Qu = Kapasitas daya dukung ultimit tiang (kN)
Qb = Tahanan ujung tiang (kN)
Qs = Tahanan gesek tiang (kN)
Ab = Luas ujung bawah tiang (m2)
As = Luas selimut tiang (m2)
N60 ' = N-SPT yang dikoreksi terhadap pengaruh prosedur lapangan dan tekanan
overburden.
Nilai maksimum dari persamaan 2.6 diberikan , bila ≥ 7,5.
Dalam menghitung tahanan gesek satuan (fs), Metode Mayerhof 1976
menyarankan persamaan (Hardiyatmo, 2010) :
a) untuk tiang perpindahan besar (tiang pancang) pada tanah tidak kohesif
(pasir) digunakan persamaan :
1
fs r N 60
50 ........................................................................................(2.7)
b) untuk tiang perpindahan kecil (bor) pada tanah tidak kohesif (pasir)
digunakan persamaan :
1
fs r N 60
100 ......................................................................................(2.8)
Dengan,
N60 = N-SPT yang koreksi terhadap pengaruh prosedur lapangan saja.
σr = Tegangan referensi = 100 kN/m²
fs = Tahanan gesek satuan tiang (kN/m²)
27
Dengan,
σr = Tegangan referensi = 100 kN/m2
N60’ = N-SPT yang dikoreksi terhadap pengaruh prosedur lapangan dan
tekanan overburden
Untuk menghitung daya dukung ultimit persamaan yang digunakan adalah
sebagai berikut ini :
= . + . ..........................................................................(2.11)
Dengan,
Qu = Daya dukung ultimit
Ab = Luas ujung tiang
As = Luas selimut tiang
Tabel 2.1 Nilai koefisien tergantung dari jenis tanah (Decourt. L, 1987)
Nilai k
Jenis Tanah K (t/m2)
Lempung 12
Lanau Lempung 20
Lanau Berpasir 25
Pasir 40
Sumber : jurnal Wardani, 2016
= + .....................................................................(2.19)
= ²....................................................................................(2.20)
= ....................................................................................(2.21)
Dengan,
qc = tahanan ujung sondir (kg/cm²),
Ab = luas penampang tiang (cm³),
JHL = jumlah hambatan lekat/total fuction (kg/cm),
As = keliling tiang (cm),
L = kedalaman tiang (m) dan
D = diameter tiang (m)
Dari hasil uji sondir ditunjukkan bahwa tahanan ujung sondir (harga tekan
Konus) bervariasi terhadap kedalaman. Oleh sebab itu pengambilan harga qc
untuk daya dukung diujung tiang kurang tepat. Suatu rentang disekitar ujung tiang
perlu dipertimbangkan dalam menentukan daya dukungnya.
Menurut Mayerhorf :
qp = qc untuk keperluan praktis.
qp = (2/3 -3/2) qc..................................................................................(2.22)
Dengan,
qp = Tahanan ujung ultimate
qc = Harga rat-rata tahanan ujung konus dalam daerah 2D dibawah ujung
tiang.
31
= ......................................................................................(2.27)
= .......................................................................................(2.28)
= ..............................................................................................(2.29)
Dengan,
Dengan,
Qu = kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang,
Qb = kapasitas tahanan di ujung tiang,
Qs = kapsitas tahanan kulit,
qb = kapasitas daya dukung di ujung tiang persatuan luas,
Ab = luas di ujung tiang,
fb = satuan tahanan kulit persatuan luas,
As = luas kulit tiang pancang.
Dengan,
Qc (side) = Perlawanan konus rata-rata pada masing lapisan sepanjang tiang,
Fs =Faktor empirik tahanan kulit yang tergantung pada tipe tiang,
Fb =Faktor empirik tahanan ujung tiang yang tergantung pada tipe
tiang.
Faktor Fb dan Fs diberikan pada tabel 2.4 dan nilai-nilai faktor empirik αs
diberikan pada tabel 2.5
Tabel 2.4 Faktor empirik Fb dan Fs
Tipe Tiang Pancang Fb Fs
Tiang Bor 3,5 7,0
Baja 1,75 3,5
34
Dengan,
Dcpt = 0.036 m,
Z = Kedalaman (m)
D = Diameter Tiang
fs = Bacaan gesek selimut konus
f
f f
Dengan,
Cp = Koefisien empiris dapat dilihat di tabel 2.6
qp = Tahanan ujung batas tiang
Dengan,
Sumber : Google.com
Gambar 2.14 Alat yang digunakan dalam proses test PDA
Pengujian tiang pancang cara dinamis dilakukan dengan menempatkan 2
pasang sensor secara berlawanan. Satu pasang sensor terdiri dari pengukur
regangan (strain transducer) dan pengukur percepatan (accelerometer) di pasang
dibawah kepala tiang (minimum jarak kepala tiang ke transducer 1,5D – 2D,
dimana D adalah diameter tiang) sehingga ada jarak bebas pada saat tumbukan.
Sumber : Google.com
Gambar 2.15 Tipikal penyusunan pengetesan PDA
Akibat tumbukan hammer pada kepala tiang, sensor akan menangkap
gerakan yang timbul dan mengubahnya menjadi sinyal listrik yang kemudian
direkam dan diproses dengan PDA (pile driving analyzer) model PAX. Hasil
pengukuran tersebut diperlukan untuk memperkirakan kapasitas dukung aksial
tiang dengan menggunakan case methode.
Pada pengujian PDA test terdapat beberapa dial bacaan atau parameter
yang dihasilkan dari alat tersebut, seperti dalam tabel 2.7.
40
Hasil keluaran (output) dari PDA (pile driving analyzer) antara lain :
1. Daya dukung aksial tiang (Ru-ton)
Penentuan daya dukung aksial tiang didasarkan pada karakteristik dari
pantulan gelombang yang diberikan oleh reaksi tanah (lengketan dan tahanan
ujung). Korelasi yang baik antara daya dukung tiang yang diberikan dari hasil
PDA dengan cara statis yang konvensional telah diakui, yang membawa pada
pengakuan PDA sebagai metode yang sah dalam ASTM D-4945-1996. Meski
demikian, harus dicatat korelasi yang ditunjukkan dalam grafik didasarkan pada
hasil pengujian jika daya dukung batas (ultimate) dicapai baik dengan PDA
maupun dengan pengujian statis yang konvensional.
2. Integritas tiang/keutuhan tiang (BTA_%) dan lokasi kerusakan
dibawah sensor (LTD-m)
Kerusakan pada pondasi tiang dapat terjadi karea beberapa hal antara lain
pada saat pengangkatan tiang atau selama pemancangan tiang. Untuk tiang bor,
pengecilan penampang dan longsornya tanah adalah kerusakan yang paling umum
dijumpai. Kerusakan ini dapat dideteksi dengan PDA. Berdasarkan F (gaya) dan
V (kecepatan) yang terekam dari gelombang selama perambatannya sepanjang
tiang, lokasi dari kerusakan dapat dideteksi dan luas penampang sisa dari tiang
41
dapat diperkirakan. Jika hanya keutuhan tiang saja yang dibutuhkan, sebuah sub-
sistem dari PDA yang disebut “pile integrity tester” lebih ekonomis untuk
digunakan.
3. Penurunan maksimum tiang (Dx-mm) dan penurunan permanen
(DFN-mm)
PDA mengukur energi pemancangan aktual yang ditransfer selama
pengujian. Karena berat palu pemancang dan tinggi jatuh palu dapat diketahui,
maka efisiensi energi yang ditransfer dapat dihitung. Hasil pengujian PDA angka
penurunan yang diambil sebagai hasil data immediate displacement (kapasitas
sesaat) sampai batas keamanan FK = 2 dan tidak menjelaskan tentang penurunan
konsolidasi. Angka penurunan permananen dari uji PDA tidak lebih besar dari ¼
penurunan maksimum tiang.