Anda di halaman 1dari 6

Hipertensi sekunder[sunting 

| sunting sumber]
Beberapa tanda dan gejala tambahan dapat menunjukkan hipertensi sekunder, yaitu hipertensi
akibat penyebab yang jelas seperti penyakit ginjal atau penyakit endokrin. Contohnya, obesitas
pada dada dan perut, intoleransi glukosa, wajah bulat seperti bulan (moon facies), "punuk
kerbau" (buffalo hump), dan striae ungu menandakan Sindrom Cushing.[11] Penyakit
tiroid dan akromegali juga dapat menyebabkan hipertensi dan mempunyai gejala dan tanda yang
khas.[11] Bising perut mungkin mengindikasikan stenosis arteri renalis (penyempitan arteri yang
mengedarkan darah ke ginjal). Berkurangnya tekanan darah di kaki atau lambatnya atau
hilangnya denyut arteri femoralis mungkin menandakan koarktasio aorta (penyempitan aorta
sesaat setelah meninggalkan jantung). Hipertensi yang sangat bervariasi dengan sakit kepala,
palpitasi, pucat, dan berkeringat harus segera menimbulkan kecurigaan ke arah feokromositoma.
[11]

Krisis hipertensi[sunting | sunting sumber]


Peningkatan tekanan darah yang sangat tinggi (sistolik lebih atau sama dengan 180 atau
diastolik lebih atau sama dengan 110, kadang disebut hipertensi maligna atau akselerasi) sering
disebut sebagai "krisis hipertensi." Tekanan darah di atas tingkat ini memiliki risiko yang tinggi
untuk terjadinya komplikasi. Orang dengan tekanan darah pada kisaran ini mungkin tidak
memiliki gejala, tetapi lebih cenderung melaporkan sakit kepala (22% dari kasus)[12] dan pusing
dibandingkan dengan populasi umum.[9] Gejala lain krisis hipertensi mencakup berkurangnya
penglihatan atau sesak napas karena gagal jantung atau rasa lesu karena gagal ginjal.
[11]
 Kebanyakan orang dengan krisis hipertensi diketahui memiliki tekanan darah tinggi, tetapi
pemicu tambahan mungkin menyebabkan peningkatan secara tiba-tiba.[13]
"Hipertensi emergensi", sebelumnya disebut sebagai "hipertensi maligna", terjadi saat terdapat
bukti kerusakan langsung pada satu organ atau lebih sebagai akibat meningkatnya tekanan
darah. Kerusakan ini bisa mencakup ensefalopati hipertensi, disebabkan oleh pembengkakan
dan gangguan fungsi otak, dan ditandai oleh sakit kepala dan gangguan
kesadaran (kebingungan atau rasa kantuk). Papiledema retina dan perdarahan fundus
serta eksudat adalah tanda lain kerusakan organ target. Nyeri dada dapat merupakan tanda
kerusakan otot jantung (yang bisa berlanjut menjadi serangan jantung) atau kadang diseksi
aorta, robeknya dinding dalam aorta. Sesak napas, batuk, dan ekspektorasi dahak bernoda
darah adalah ciri khas edema paru. Kondisi ini adalah pembengkakan jaringan paru akibat gagal
ventrikel kiri, ketidakmampuan ventrikel kiri jantung untuk memompa cukup darah dari paru-paru
ke sistem arteri.[13] Penurunan fungsi ginjal secara cepat (cedera ginjal akut/acute kidney injury)
dan anemia hemolitik mikroangiopati (penghancuran sel-sel darah) juga mungkin terjadi.[13] Pada
situasi ini, harus dilakukan penurunan tekanan darah secara cepat untuk menghentikan
kerusakan organ yang sedang terjadi.[13] Sebaliknya, tidak ada bukti bahwa tekanan darah perlu
diturunkan secara cepat dalam keadaan hipertensi emergensi bila tidak ada bukti kerusakan
organ target. Penurunan tekanan darah yang terlalu agresif bukan berarti tidak ada risiko.
[11]
 Penggunaan obat-obatan oral untuk menurunkan tekanan darah secara bertahap selama 24
sampai 48 jam dianjurkan dalam kedaruratan hipertensi.[13]

Kehamilan[sunting | sunting sumber]
Hipertensi atau tekanan darah tinggi terjadi pada sekitar 8-10% kehamilan.[11] Kebanyakan wanita
hamil yang mengalami hipertensi memiliki kondisi hipertensi primer yang sudah ada sebelumnya.
Tekanan darah tinggi dalam kehamilan dapat merupakan tanda awal dari pre-eklampsia, suatu
kondisi serius yang muncul setelah melewati pertengahan masa kehamilan, dan dalam beberapa
minggu setelah melahirkan.[11] Diagnosa preeklampsia termasuk peningkatan tekanan darah dan
adanya protein di dalam urin.[11] Preeklampsia muncul pada sekitar 5% kehamilan dan
bertanggung jawab atas sekitar 16% dari semua kematian ibu secara global.[11] Preeklampsia
juga menyebabkan risiko kematian bayi meningkat hingga dua kali lipat.[11] Biasanya
preeklampsia tidak menunjukkan gejala dan keadaan ini terdeteksi pada pemeriksaan rutin. Bila
terjadi preeklampsia, gejala yang paling umum adalah sakit kepala, gangguan penglihatan
(sering dalam bentuk “kilatan cahaya”), muntah, nyeri epigastrium, dan edema (bengkak).
Terkadang preeklampsia bisa berkembang menjadi kondisi yang mengancam nyawa yang
disebut eklampsia. Eklampsia adalah suatu hipertensi emergensi dan menyebabkan beberapa
komplikasi berat, seperti hilangnya penglihatan, pembengkakan otak, kejang tonik-
klonik atau konvulsi, gagal ginjal, edema paru, dan koagulasi intravaskular
diseminata (gangguan pembekuan darah).[11][14]

Bayi dan anak[sunting | sunting sumber]


Gagal tumbuh, kejang, iritabilitas, kurang energi, dan kesulitan bernafas[15] bisa dikaitkan dengan
hipertensi pada bayi baru lahir dan bayi usia muda. Pada bayi yang lebih besar dan anak,
hipertensi bisa menyebabkan sakit kepala, iritabilitas tanpa penyebab yang jelas, lesu, gagal
tumbuh, pandangan kabur, mimisan, dan kelumpuhan wajah.[6][15]

Komplikasi[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Komplikasi hipertensi

Diagram menggambarkan komplikasi utama tekanan darah tinggi persisten.

Hipertensi merupakan faktor risiko yang bisa dicegah yang terpenting bagi kematian prematur di
seluruh dunia.[16] Hipertensi meningkatkan risiko penyakit jantung iskemik[17] stroke,[11] penyakit
periferal vaskular,[18] dan penyakit kardiovaskular lain, termasuk gagal jantung, aneurisma
aorta, aterosklerosis difus, dan emboli paru.[11] Hipertensi juga merupakan faktor risiko
terjadinya gangguan kognitif, demensia, dan penyakit ginjal kronik.[11] Komplikasi lain di
antaranya:

 Retinopati hipertensi
 Nefropati hipertensi[19]

Penyebab[sunting | sunting sumber]
Hipertensi primer[sunting | sunting sumber]
Hipertensi primer (esensial) adalah jenis hipertensi yang paling umum, meliputi sebanyak 90–
95% dari seluruh kasus hipertensi.[1] Dalam hampir semua masyarakat kontemporer, tekanan
darah meningkat seiring penuaan dan risiko untuk menjadi hipertensi di kemudian hari cukup
tinggi.[20] Hipertensi diakibatkan oleh interaksi gen yang kompleks dan faktor lingkungan.
Berbagai gen yang sering ditemukan sedikit berpengaruh pada tekanan darah, sudah
diidentifikasi [21], demikian juga beberapa gen yang jarang yang berpengaruh besar pada tekanan
darah [22] tetapi dasar genetik dari hipertensi masih belum sepenuhnya dimengerti. Beberapa
faktor lingkungan mempengaruhi tekanan darah. Faktor gaya hidup yang menurunkan tekanan
darah di antaranya mengurangi asupan garam dalam makanan,[23] meningkatkan konsumsi buah-
buahan dan produk rendah lemak (Pendekatan Diet untuk Menghentikan Hipertensi (diet
DASH)). Olah Raga,[24] penurunan berat badan[25] dan menurunkan asupan alkohol juga
membantu menurunkan tekanan darah.[26] Kemungkinan peranan faktor lain seperti stres,
[24]
 konsumsi kafeina,[27] dan defisiensi Vitamin D[28] kurang begitu jelas. Resistensi insulin, yang
umum ditemukan pada obesitas dan merupakan komponen dari sindrom X (atau sindrom
metabolik), juga diduga ikut berperan dalam mengakibatkan hipertensi.[29] Studi terbaru juga
memasukkan kejadian-kejadian pada awal kehidupan (contohnya, berat lahir rendah, ibu
merokok, dan kurangnya air susu ibu) sebagai faktor risiko bagi hipertensi esensial dewasa.
[30]
 Namun, mekanisme yang menghubungkan paparan ini dengan hipertensi dewasa tetap tidak
jelas.[30]

Hipertensi sekunder[sunting | sunting sumber]


Hipertensi sekunder terjadi akibat suatu penyebab yang diketahui. Penyakit ginjal adalah jenis
penyebab sekunder yang umum berasal dari hipertensi.[11] Hipertensi juga bisa disebabkan oleh
kondisi endokrin, seperti sindrom Cushing, hipertiroidisme, hipotiroidisme, akromegali, sindrom
Conn atau hiperaldosteronisme, hiperparatiroidisme, dan feokromositoma.[11][31] Penyebab lain dari
hipertensi sekunder di antaranya obesitas, henti nafas saat tidur, kehamilan, koarktasio aorta,
konsumsi akar manis (licorice) yang berlebihan, serta obat resep, obat herbal, dan obat-obat
terlarang.[11][32]

Patofisiologi[sunting | sunting sumber]

Suatu diagram yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan arteri.

Bagi kebanyakan orang dengan hipertensi esensial (primer), peningkatan resistensi terhadap
aliran darah (resistensi perifer total) bertanggung jawab atas tekanan yang tinggi itu
sementara curah jantung tetap normal.[33] Ada bukti bahwa beberapa orang muda yang
menderita prahipertensi atau “hipertensi perbatasan” memiliki curah jantung yang tinggi, denyut
jantung meningkat, dan resistensi perifer yang normal. Kondisi ini disebut sebagai hipertensi
perbatasan hiperkinetik .[34] Para penderita ini mengembangkan fitur yang khas dari hipertensi
esensial tetap di kemudian hari saat curah jantung menurun dan resistensi perifer meningkat
seiring bertambahnya usia.[34] Masih diperdebatkan apakah pola ini biasa dialami oleh semua
orang yang pada akhirnya mengalami hipertensi.[35] Peningkatan resistensi perifer pada hipertensi
tetap terutama disebabkan oleh penyempitan struktur arteri dan arteriol kecil.[36] Penurunan
jumlah atau kepadatan pembuluh kapiler juga bisa ikut berperan dalam resistensi perifer.
[37]
 Hipertensi juga dikaitkan dengan penurunan kelenturan vena perifer,[38] yang bisa
meningkatkan venous return (volume darah yang kembali ke jantung),
meningkatkan preload jantung, dan akhirnya menyebabkan disfungsi diastolik. Masih belum jelas
apakah peningkatan konstriksi aktif pembuluh darah memegang peranan dalam hipertensi
esensial.[39]
Tekanan nadi (perbedaan antara tekanan darah sistolik dan diastolik) sering meningkat pada
orang lanjut usia dengan hipertensi. Pada keadaan ini dapat terjadi tekanan sistolik sangat tinggi
di atas normal, tetapi tekanan diastolik mungkin normal atau rendah. Kondisi ini
disebut hipertensi sistolik terisolasi.[40] Tekanan nadi yang tinggi pada orang lanjut usia dengan
hipertensi atau hipertensi sistolik terisolasi disebabkan karena peningkatan kekakuan arteri, yang
biasanya menyertai penuaan dan dapat diperberat oleh tekanan darah tinggi.[41]
Banyak mekanisme yang sudah diajukan sebagai penyebab peningkatan resistensi yang
ditemukan dalam sistem arteri pada hipertensi. Sebagian besar bukti menunjukkan keterlibatan
salah satu atau kedua penyebab berikut:
 Gangguan dalam penanganan garam dan air pada ginjal, khususnya
gangguan sistem renin-angiotensin intrarenal[42]
 Abnormalitas sistem saraf simpatis[43]
Mekanisme tersebut tidak berdiri sendiri dan tampaknya keduanya ikut berperan sampai batas
tertentu dalam kebanyakan kasus hipertensi esensial. Juga diduga bahwa disfungsi
endotel (gangguan fungsi dinding pembuluh darah) dan peradangan vaskular juga ikut berperan
dalam meningkatkan resistensi perifer dan kerusakan pembuluh darah pada hipertensi.[44][45]

Diagnosis[sunting | sunting sumber]
Pemeriksaan yang dilakukan pada hipertensi

Sistem Pemeriksaan

Renal Urinalisis mikroskopik, proteinuria, darah BUN (ureum) dan/atau kreatinin

Endokrin Darah natrium, kalium, kalsium, TSH (thyroid-stimulating hormone).

Metaboli
Glukosa darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL dan LDL, trigliserida
k

Lain-lain Hematokrit, elektrokardiogram, dan foto Röntgen dada

Sources: Harrison's principles of internal medicine[46] others[47][48][49][50][51]

Diagnosis hipertensi ditegakkan saat pasien menderita tekanan darah tinggi secara persisten.
Biasanya,[3] untuk menegakkan diagnosis diperlukan tiga kali pengukuran sfigmomanometer
yang berbeda dengan interval satu bulan.[52] Pemeriksaan awal pasien dengan hipertensi
mencakup anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap. Dengan tersedianya pemantauan tekanan
darah ambulatori 24 jam dan alat pengukur tekanan darah di rumah, demi menghindari
kekeliruan diagnosis pada pasien dengan hipertensi white coat (jenis hipertensi yang disebabkan
oleh stres saat bertemu dokter atau berada dalam suasana medis) telah dihasilkan suatu
perubahan protokol. Di Inggris, praktik terbaik yang dianjurkan saat ini adalah dengan
melakukan follow-up satu kali hasil pengukuran tekanan darah yang tinggi di klinik dengan
pengukuran ambulatori. Follow-up juga dapat dilakukan, walaupun kurang ideal, dengan
memonitor tekanan darah di rumah selama kurun waktu tujuh hari.[3]
Sekali diagnosis telah ditegakkan, dokter berusaha mengindentifikasi penyebabnya berdasarkan
faktor risiko dan gejala lainnya, bila ada. Hipertensi sekunder lebih sering ditemukan pada anak
usia prapubertas dan sebagian besar kasus disebabkan oleh penyakit ginjal. Hipertensi primer
atau esensial lebih umum pada orang dewasa dan memiliki berbagai faktor risiko, di antaranya
obesitas dan riwayat hipertensi dalam keluarga.[53] Pemeriksaan laboratorium juga dapat
dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan penyebab hipertensi sekunder, dan untuk
menentukan apakah hipertensi menyebabkan kerusakan pada jantung, mata, dan ginjal.
Pemeriksaan tambahan untuk diabetes dan kadar kolesterol tinggi dilakukan karena kondisi ini
merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung dan mungkin memerlukan penanganan.[1]
Kadar kreatinin darah diukur untuk menilai adanya gangguan ginjal, yang mungkin merupakan
penyebab atau akibat dari hipertensi. Kadar kreatinin darah saja dapat memberikan dugaan
yang terlalu tinggi untuk laju filtrasi glomerulus. Panduan terkini menganjurkan penggunaan
rumus prediktif seperti formula Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) untuk
memperkirakan laju filtrasi glomerulus (eGFR).[2] eGFR juga dapat memberikan nilai awal/dasar
fungsi ginjal yang dapat digunakan untuk memonitor efek samping obat antihipertensi tertentu
pada fungsi ginjal. Pemeriksaan protein pada sampel urin digunakan juga sebagai indikator
sekunder penyakit ginjal. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG/ECG) dilakukan untuk
memeriksa tanda-tanda adanya beban yang berlebihan pada jantung akibat tekanan darah
tinggi. Pemeriksaan ini juga dapat menunjukkan adanya penebalan dinding jantung (hipertrofi
ventrikel kiri) atau tanda bahwa jantung pernah mengalami gangguan ringan seperti serangan
jantung tanpa gejala (silent heart attack). Pemeriksaan foto Röntgen
dada atau ekokardiogram juga dapat dilakukan untuk melihat tanda pembesaran atau kerusakan
pada jantung.[11]

Pencegahan[sunting | sunting sumber]
Cukup banyak orang yang mengalami hipertensi tetapi tidak menyadarinya.[54] Diperlukan
tindakan yang mencakup seluruh populasi untuk mengurangi akibat tekanan darah tinggi dan
meminimalkan kebutuhan terapi dengan obat antihipertensi. Dianjurkan perubahan gaya hidup
untuk menurunkan tekanan darah, sebelum memulai terapi obat. Pedoman British Hypertension
Society 2004 [54] mengajukan perubahan gaya hidup yang konsisten dengan pedoman dari US
National High BP Education Program tahun 2002[55] untuk pencegahan utama bagi hipertensi
sebagai berikut:

 Menjaga berat badan normal (misalnya, indeks massa tubuh 20–25 kg/m2).


 Mengurangi asupan diet yang mengandung natrium sampai <100 mmol/ hari (<6 g
natrium klorida atau <2,4 g natrium per hari). Banyak yang tidak menyadari
bahwa makanan ringan dan juga mie instan banyak mengandung garam, demikian
juga vetsin yang sebenarnya adalah monosodium glutamate,
karena sodium sebenarnya adalah nama lain dari natrium.
 Melakukan aktivitas fisik aerobik secara teratur, misalnya jalan cepat (≥30 menit per
hari, pada hampir setiap hari dalam seminggu).
 Batasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 3 unit/hari pada laki-laki dan tidak lebih dari
2 unit/hari pada perempuan.
 Mengonsumsi makanan yang kaya buah dan sayuran (misalnya, sedikitnya lima
porsi per hari).
Perubahan gaya hidup yang efektif dapat menurunkan tekanan darah setara dengan masing-
masing obat antihipertensi. Kombinasi dari dua atau lebih perubahan gaya hidup dapat
memberikan hasil lebih baik.[54]

Penatalaksanaan hipertensi[sunting | sunting sumber]


Penatalaksanaan hipertensi dibedakan menjadi dua. Pada hipertensi ringan tanpa faktor risiko
atau kerusakan organ, penatalaksanaannya adalah dengan perubahan gaya hidup dan
memantau pasien selama 6-12 bulan. Pada hipertensi berat yang disertai dengan faktor risiko
dan kerusakan organ, penatalaksanaannya menggunakan terapi farmakologi (obat).[56]

Perubahan gaya hidup[sunting | sunting sumber]


Penanganan tipe pertama untuk hipertensi identik dengan menganjurkan perubahan gaya hidup
yang bersifat pencegahan[57] dan meliputi perubahan diet[58], olahraga, dan penurunan berat
badan. Semua perubahan ini telah terbukti menurunkan tekanan darah secara bermakna pada
orang dengan hipertensi.[59] Jika hipertensi cukup tinggi dan memerlukan pemberian obat segera,
perubahan gaya hidup tetap disarankan. Berbagai program diiklankan dapat mengurangi
hipertensi dan dirancang untuk mengurangi tekanan psikologis misalnya biofeedback, relaksasi,
atau meditasi. Namun, secara umum belum ada penelitian yang secara ilmiah mendukung
efektivitas program ini, karena penelitian yang ada masih berkualitas rendah.[60][61][62]
Perubahan asupan diet seperti diet rendah natrium sangat bermanfaat. Diet rendah natrium
jangka panjang (lebih dari 4 minggu) pada Kaukasia efektif menurunkan tekanan darah, baik
pada penderita hipertensi maupun pada orang dengan tekanan darah normal.[63] Selain itu, diet
DASH, suatu diet kaya kacang-kacangan, biji-bijian, ikan, unggas, buah, dan sayuran, yang
dipromosikan oleh National Heart, Lung, and Blood Institute, menurunkan tekanan darah.
Keistimewaan utama dari program ini adalah membatasi asupan natrium, namun demikian diet
ini kaya kalium, magnesium, kalsium, dan protein.[64]

Anda mungkin juga menyukai