TUGAS 2 Bps Aulia Rahma Dilla
TUGAS 2 Bps Aulia Rahma Dilla
A. Teori-teori Emosi
Kata emosi berasal dari bahasa Prancis emotion, dari kata emouvoir,
yang berarti kegembiraan. Selain itu emosi berasal dari bahasa Latin emovere
yang berarti “luar ” dan movere yang berate “bergerak”. Lahey (2003)
mengatakan emosi merupakan suatu hal yang dihasilkan oleh fisiologis yang
menyebabkan munculnya reaksi emosi. Reaksi ini tidak dapat dibaca namun
hanya dapat dilihat dari ekspresinya dan perilaku saja.
Menurut Soergada Poerbakawatja, Emosi ialah respons terhadap suatu
perangsang yang menyebabkan perubahan fisiologis disertai perasaan yang
kuat dan biasanya mengandung kemungkinan untuk meletus. Respons
demikian terjadi baik terhadap perasaan-perasaan eksternal maupun internal.
Dengan pengertian emosi menurut Soergada ini terlihat jelas perbedaan antara
perasaan dengan emosi, bahkan terlihat jelas bahwa perasaan termasuk ke
dalam emosi atau menjadi bagian dari emosi.
Menurut Prezz dalam Syukur (2011) emosi merupakan reaksi tubuh
saat menghadapi situasi tertentu. Sifat dan intensitas emosi sangat berkaitan
erat dengan aktivitas kognitif (berfikir) manusia sebagai hasil persepsi
terhadap situasi yang dialaminya. Reaksi manusia terhadap hadirnya emosi,
disadari atau tidak memiliki dampak yang bersifat membangun atau merusak.
Dengan demikian bisa dikatakan emosi tidak hanya merupakan reaksi
terhadap kondisi diri sendiri maupun luar diri sendiri, tetapi juga upaya
pencapaian ke arah pembentukan diri menuju hidup yang transendental
(spiritual).
Sementara itu, menurut Lazarus (dalam Gross, 2002) menyatakan
bahwa emotions represent the ‘wisdom of the ages” – emosi-emosi
mengambarkan “kebijaksanaan usia”, membutuhkan respon-respon yang telah
teruji waktu terhadap masalah-masalah adaptif yang berulang. Hal yang
penting, bagaimanapun, emosi-emosi tidak memaksa kita untuk berespon
dalam suatu cara tertentu, emosi-emosi hanya membuat kita lebih
berkemungkinan untuk mengambil tindakan tertentu. Hal inilah yang
membuat kita mampu untuk mengatur emosi kita. Saat merasa takut, kita bisa
saja lari, namun tidak selalu akan berlari. Saat marah, kita bisa saja
menghantam sesuatu, tetapi juga tidak selalu. Bagaimana kita meregulasi
emosi kita merupakan suatu persoalan dari bagaimana kesejahteraan (well-
being) tidak mungkin dipisahkan dari kaitannya dengan emosi kita.
Menurut Frijda (dalam Nyklicek, Vingerhoets, Zeelenberg, 2011)
emosi adalah fenomena dasar dari fungsi manusia, secara normalnya memiliki
nilai adaptif untuk meningkatkan keefektifan kita dalam hal mencapai tujuan
kita dalam arti yang lebih luas. Pada level antar individu, emosi membantu
menginformasikan kepada orang lain mengenai emosi yang mendasari dan
maksud suatu perilaku. Pertukaran informasi antar masing-masing orang
merupakan hal yang penting bagi suatu hubungan antar manusia, hal yang
menentukan dari kesejahteraan sosial dan psikologis. Selain itu juga berfungsi
sebagai intrapersonal atau hubungan dengan dirinya sendiri. Seperti dalam hal
memperoleh insight kedalam nilai personal seseorang yang penting untuk
mengambil suatu keputusan.
1. Teori Emosi Dua-Faktor (SchacherSinger), berorientasi pada rangsangan
ex: kita tidak merasa marah karena ketegangan otot kita, rahang kita
berderak, denyut nadi kita menjadi cepat, dsb, tetapi karena kita secara
umum jengkel dan kita mempunyai berbagai kognisi tertentu ttg sifat
kejengkelan kita yg membentuk suatu emosional.
2. Teori emosi James-Lange, emosi timbul setelah terjadinya reaksi
psikologik. ex: kita senang krn kita meloncat-loncat setelah melihat
pengumuman, dan takut karena kita lari setelah melihat ular.
3. Teori “Emergency” Cannon, gejolak emosi itu menyiapkan seseorang
untuk mengatasi keadaan yg genting, orang-orang primitif yg membuat
respon semacam in bisa survive dlm hidupnya. emosi (sebagai
pengalaman subjektif psikologik) timbul bersama-sama dgn reaksi
fisiologik (hati berdebar, tekanan darah naik, nafas bertambah cepat, dsb).
4. Teori Kepribadian emosi merupakan suatu aktifitas pribadi, dimana
pribadi tidak dapat dipisahkan dalam jasmani dan psikis sebagai dua
substansi yg terpisah dikemukakan oleh J. Linchoten.
B. Perkembangan Emosi
Dodge dan Garber (1991) menyatakan bahwa regulasi dari sistem-
sistem respon sering dianggap sebagai suatu prestasi perkembangan karena
hal ini merupakan koordinasi yang tidak diperoleh langsung saat kita
dilahirkan sehingga biasanya diperoleh pada masa-masa awal kehidupan.
Kopp (1989) menyatakan bahwa regulasi awalnya diperoleh dari lingkungan
eksternal (pengasuh) dan tugas perkembangan hubungan antara bayi dan
pengasuh adalah untuk mentransfer kontrol tersebut pada bayi. Pada bulan
pertama kehidupan, peristiwa-peristiwa yang terjadi tanpa disadari, seperti
mengisap, memutar kepala, dan pergerakan tangan ke mulut merupakan hasil
pembelajaran terhadap adanya stimulus negatif (negative arousal states).
Cicchetti, Ganiban, dan Barnett (dalam Dodge dan Garber, 1991) memandang
adanya kontribusi dari sistem-sistem saraf pada bulan- bulan pertama
kehidupan, yang membuat bayi mampu memiliki kendali atas respon-respon
motorik dan fisiologis. Selain itu, menurut Malatesta dan Walden adanya
fungsi pengaturan dari interaksi antara bayi dan pengasuh, yang kemudian
nantinya akan menjadi sumber informasi yang akan menjadi kontrol perilaku
yang tidak nampak terutama pada hal-hal yang negatif.
Pada saat bayi mulai matang, kemampuan kognitifnya mulai
berkembang (seperti diskriminasi, perencanaan, dan selective attention)
membuat mereka sudah mulai bisa untuk melakukan regulasi emosi. Seluruh
kegiatan ini didukung dan dimonitor oleh pengasuh. Diantara yang paling
penting pada pencapaian perkembangan dikaitkan dengan munculnya regulasi
emosi adalah pencapaian kemampuan berbahasa dan berkomunikasi.
Menangis menjadi sangat komunikatif, membuat bayi mampu untuk
menunjukkan isyarat kepada pengasuh saat regulasi eksternal diperlukan. Dan
menangis berubah menjadi sinyal-sinyal nonverbal, seperti melihat kepada
ibunya saat dipaparkan stimulus yang baru atau ambigu, kemudian dengan
munculnya bahasa.
Dalam fase perkembangan anak itulah orang tua perlu mencermati
dengan baik, bagaimana perkembangan anak-anaknya. Sehingga jika ada
gejala-gejala yang kurang baik pada masa perkembangannya, maka perlu
suatu perhatian dalam membantu mengembangkan mereka mengembangkan
fase-fase dalam tahapan perkembangannya. Semakin baik orang tua
memperhatikan dan memelihara masa perkembangan anaknya, maka seorang
anak akan mampu melewati fase-fase perkembangan berikutnya dengan
sempurna.
Masalah kesehatan jiwa anak sama pentingnya dengan kesehatan
fisiknya. Sampai saat ini kesehatan fisik anak meupakan prioritas Departemen
Kesehatan. Tidak dapat dipungkiri bahwa tercapainya kesehatan fisik, bebas
dari penyakit menular akan menghasilkan manusia yang baik dan mengurangi
angka kematian anak.
Besarnya permasalahan penyakit menular pada anak membuat
keadaan kesehatan mental anak kurang diprioritaskan. Namun dengan adanya
konsep bahwa kesehatan meliputi pula keadaan mental anak, maka perlu
diperhatikan perkembangan kesehatan jiwa anak. Anak dengan gangguan
emosi dan perilaku memiliki karakteristik yang komplek dan seringkali ciri-
ciri perilakunya juga dilakukan oleh anak-anak sebaya lain, seperti banyak
bergerak, mengganggu teman sepermainan, perilaku melawan, dan
adakalanya perilaku menyendiri. Anak dengan gangguan emosi dan perilaku
dapat ditemukan di berbagai komunitas anakanak, seperti play group, sekolah
dasar, dan lingkungan bermain.
Bagi orang tua dan guru pada umumnya, perilaku-perilaku tersebut
dianggap wajar dan hanya perlu untuk diberi label nakal atau pembangkang,
dan perlu memperingatkan teman-teman sebayanya untuk berhati-hati bahkan
menjauhinya. Pada akhirnya kesulitan-kesulitan perkembangan yang dialami
oleh anak dengan gangguan emosi dan perilaku yang tidak teridentifikasi,
tidak akan teratasi dan semakin parah, bahkan akan menjadi perilaku menetap
hingga mereka dewasa.
D. Klasifikasi Emosi
Secara umum emosi yang terdapat di dalam diri manusia terdiri dari
dua bagian yaitu emosi positif dan emosi negatif. Hal-hal positif dan negatif
memang sellau datang silih berganti dalam kehidupan kita. Terkadang, kita
terlalu egois dalam menyikapi kondisi yang di alami, karena ingin semua hal
yang terjadi berjalan positif atau mungkin juga kita tidak mampu bersabar
menunggu waktu datangnya hal positif setelah terjebak sekian lama dalam
kondisi yang negatif.
1. Emosi Positif
Emosi positif adalah emosi yang mampu menghadirkan perasaan
positif terhadap seseorang yang mengalaminya. Hill (dalam Syukur, 2011)
mengatakan bahwa terdapat tujuh macam emosi yang masuk dalam emosi
positif, diantaranya adalah hasrat, keyakinan, cinta, seks, harapan,
romansa dan antusiasme. Ketujuh emosi tersebut merupakan bentuk emosi
yang paling dominan, kuat, dan paling umum digunakan dalam usaha
kreatif. Jenis emosi ini dapat menunjang keberhasilan karir dan dianggap
tidak merugikan orang lain. Seberapa besar keberhasilan dari emosi positif
ini tergantung dari batas kewajaran yang digunakannya.
Dari kenyataan yang sering terjadi, energi emosi positif lebih baik
digunakan dalam proses mengingat jika dibandingkan dengan energi
emosi negatif. Emosi yang positif akan menghadirkan perasaan senang,
sebab emosi ini dapat membuat otak ingin mengenang kembali bayangan
tersebut. selain itu emosi positif juga dapat menumbulkan sebuah motivasi
karena memang memiliki unsur motivasi yang luar biasa kuat. Untuk
menumbuhkan emosi positif ini kita harus mampu mengalahkan energi
yang terkandung dalam muatan emosi negatif.
2. Emosi Negatif
Emosi negatif merupakan emosi yang selalu identik dengan perasaan
tidak menyenangkan dan dapat mengakibatkan perasaan negatif pada
orang yang mengalaminya. Biasanya emosi negatif ini berada di luar batas
kewajaran, seperti marah-marah yang tidak terkendali, berkelahi,
menangis meraung-raung, tertawa keras dan terbahak-bahak bahkan
timbulnya tindakan kriminal. Umumnya, emosi negatif menimbulkan
permasalahan yang dapat menganggu orang yang mengalaminya, bahkan
berdampak pada orang lain dan masyarakat secara luas. Biasanya, orang
yang mengalami emosi negatif cenderung lebih memperhatikan emosi-
emosi yang bernilai negatif, seperti sedih, marah, cemas, tersinggung,
benci, jijik, prasangka, takut, curiga dan lain sebagainya. Emosi semacam
itu akan berdampak buruk bagi yang mengalaminya dan orang lain.
Sumber:
Fatimah. (2018). Sistem Pakar Pendeteksi Dini Gangguan Emosional Dan Perilaku
Pada Anak Berbasis Android.
Ke-, P. (n.d.). Emosi & perasaan.
Soares, A. P. (2013). Teori Emosi. Journal of Chemical Information and Modeling,
53(9), 1689–1699.
Tin Suharmini, M. S. (2000). Pemahaman Tentang Gangg Emosi.Pdf. In Identifikasi
Anak Berkelainan (pp. 1–8).
Setiawan A. konsep anak hambatan emosi dansosial. 2009. :1–65.
T H. Model Berkebutuhan Khusus Bahan Ajar. 2019;
Mahabbati, Aini. (2012). Karakteristik Pribadi Dan Sosial Anak Tunalaras, Bina
Diri Dan Sosial (1-7). Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri
Yogyakarata.
Mahabbati, Aini 2012. Konsep dasar Bina Diri Dan Sosial (8-36). Fakultas Ilmu
Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarata.
Marlina. 2015. Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus. Padang: UNP Press.