Anda di halaman 1dari 13

TUGAS 2 BPS

Nama : Aulia Rahma Dilla


Nim : 19003007

KONSEP DASAR EMOSI

A. Teori-teori Emosi
Kata emosi berasal dari bahasa Prancis emotion, dari kata emouvoir,
yang berarti kegembiraan. Selain itu emosi berasal dari bahasa Latin emovere
yang berarti “luar ” dan movere yang berate “bergerak”. Lahey (2003)
mengatakan emosi merupakan suatu hal yang dihasilkan oleh fisiologis yang
menyebabkan munculnya reaksi emosi. Reaksi ini tidak dapat dibaca namun
hanya dapat dilihat dari ekspresinya dan perilaku saja.
Menurut Soergada Poerbakawatja, Emosi ialah respons terhadap suatu
perangsang yang menyebabkan perubahan fisiologis disertai perasaan yang
kuat dan biasanya mengandung kemungkinan untuk meletus. Respons
demikian terjadi baik terhadap perasaan-perasaan eksternal maupun internal.
Dengan pengertian emosi menurut Soergada ini terlihat jelas perbedaan antara
perasaan dengan emosi, bahkan terlihat jelas bahwa perasaan termasuk ke
dalam emosi atau menjadi bagian dari emosi.
Menurut Prezz dalam Syukur (2011) emosi merupakan reaksi tubuh
saat menghadapi situasi tertentu. Sifat dan intensitas emosi sangat berkaitan
erat dengan aktivitas kognitif (berfikir) manusia sebagai hasil persepsi
terhadap situasi yang dialaminya. Reaksi manusia terhadap hadirnya emosi,
disadari atau tidak memiliki dampak yang bersifat membangun atau merusak.
Dengan demikian bisa dikatakan emosi tidak hanya merupakan reaksi
terhadap kondisi diri sendiri maupun luar diri sendiri, tetapi juga upaya
pencapaian ke arah pembentukan diri menuju hidup yang transendental
(spiritual).
Sementara itu, menurut Lazarus (dalam Gross, 2002) menyatakan
bahwa emotions represent the ‘wisdom of the ages” – emosi-emosi
mengambarkan “kebijaksanaan usia”, membutuhkan respon-respon yang telah
teruji waktu terhadap masalah-masalah adaptif yang berulang. Hal yang
penting, bagaimanapun, emosi-emosi tidak memaksa kita untuk berespon
dalam suatu cara tertentu, emosi-emosi hanya membuat kita lebih
berkemungkinan untuk mengambil tindakan tertentu. Hal inilah yang
membuat kita mampu untuk mengatur emosi kita. Saat merasa takut, kita bisa
saja lari, namun tidak selalu akan berlari. Saat marah, kita bisa saja
menghantam sesuatu, tetapi juga tidak selalu. Bagaimana kita meregulasi
emosi kita merupakan suatu persoalan dari bagaimana kesejahteraan (well-
being) tidak mungkin dipisahkan dari kaitannya dengan emosi kita.
Menurut Frijda (dalam Nyklicek, Vingerhoets, Zeelenberg, 2011)
emosi adalah fenomena dasar dari fungsi manusia, secara normalnya memiliki
nilai adaptif untuk meningkatkan keefektifan kita dalam hal mencapai tujuan
kita dalam arti yang lebih luas. Pada level antar individu, emosi membantu
menginformasikan kepada orang lain mengenai emosi yang mendasari dan
maksud suatu perilaku. Pertukaran informasi antar masing-masing orang
merupakan hal yang penting bagi suatu hubungan antar manusia, hal yang
menentukan dari kesejahteraan sosial dan psikologis. Selain itu juga berfungsi
sebagai intrapersonal atau hubungan dengan dirinya sendiri. Seperti dalam hal
memperoleh insight kedalam nilai personal seseorang yang penting untuk
mengambil suatu keputusan.
1. Teori Emosi Dua-Faktor (SchacherSinger), berorientasi pada rangsangan
ex: kita tidak merasa marah karena ketegangan otot kita, rahang kita
berderak, denyut nadi kita menjadi cepat, dsb, tetapi karena kita secara
umum jengkel dan kita mempunyai berbagai kognisi tertentu ttg sifat
kejengkelan kita yg membentuk suatu emosional.
2. Teori emosi James-Lange, emosi timbul setelah terjadinya reaksi
psikologik. ex: kita senang krn kita meloncat-loncat setelah melihat
pengumuman, dan takut karena kita lari setelah melihat ular.
3. Teori “Emergency” Cannon, gejolak emosi itu menyiapkan seseorang
untuk mengatasi keadaan yg genting, orang-orang primitif yg membuat
respon semacam in bisa survive dlm hidupnya. emosi (sebagai
pengalaman subjektif psikologik) timbul bersama-sama dgn reaksi
fisiologik (hati berdebar, tekanan darah naik, nafas bertambah cepat, dsb).
4. Teori Kepribadian emosi merupakan suatu aktifitas pribadi, dimana
pribadi tidak dapat dipisahkan dalam jasmani dan psikis sebagai dua
substansi yg terpisah dikemukakan oleh J. Linchoten.

B. Perkembangan Emosi
Dodge dan Garber (1991) menyatakan bahwa regulasi dari sistem-
sistem respon sering dianggap sebagai suatu prestasi perkembangan karena
hal ini merupakan koordinasi yang tidak diperoleh langsung saat kita
dilahirkan sehingga biasanya diperoleh pada masa-masa awal kehidupan.
Kopp (1989) menyatakan bahwa regulasi awalnya diperoleh dari lingkungan
eksternal (pengasuh) dan tugas perkembangan hubungan antara bayi dan
pengasuh adalah untuk mentransfer kontrol tersebut pada bayi. Pada bulan
pertama kehidupan, peristiwa-peristiwa yang terjadi tanpa disadari, seperti
mengisap, memutar kepala, dan pergerakan tangan ke mulut merupakan hasil
pembelajaran terhadap adanya stimulus negatif (negative arousal states).
Cicchetti, Ganiban, dan Barnett (dalam Dodge dan Garber, 1991) memandang
adanya kontribusi dari sistem-sistem saraf pada bulan- bulan pertama
kehidupan, yang membuat bayi mampu memiliki kendali atas respon-respon
motorik dan fisiologis. Selain itu, menurut Malatesta dan Walden adanya
fungsi pengaturan dari interaksi antara bayi dan pengasuh, yang kemudian
nantinya akan menjadi sumber informasi yang akan menjadi kontrol perilaku
yang tidak nampak terutama pada hal-hal yang negatif.
Pada saat bayi mulai matang, kemampuan kognitifnya mulai
berkembang (seperti diskriminasi, perencanaan, dan selective attention)
membuat mereka sudah mulai bisa untuk melakukan regulasi emosi. Seluruh
kegiatan ini didukung dan dimonitor oleh pengasuh. Diantara yang paling
penting pada pencapaian perkembangan dikaitkan dengan munculnya regulasi
emosi adalah pencapaian kemampuan berbahasa dan berkomunikasi.
Menangis menjadi sangat komunikatif, membuat bayi mampu untuk
menunjukkan isyarat kepada pengasuh saat regulasi eksternal diperlukan. Dan
menangis berubah menjadi sinyal-sinyal nonverbal, seperti melihat kepada
ibunya saat dipaparkan stimulus yang baru atau ambigu, kemudian dengan
munculnya bahasa.
Dalam fase perkembangan anak itulah orang tua perlu mencermati
dengan baik, bagaimana perkembangan anak-anaknya. Sehingga jika ada
gejala-gejala yang kurang baik pada masa perkembangannya, maka perlu
suatu perhatian dalam membantu mengembangkan mereka mengembangkan
fase-fase dalam tahapan perkembangannya. Semakin baik orang tua
memperhatikan dan memelihara masa perkembangan anaknya, maka seorang
anak akan mampu melewati fase-fase perkembangan berikutnya dengan
sempurna.
Masalah kesehatan jiwa anak sama pentingnya dengan kesehatan
fisiknya. Sampai saat ini kesehatan fisik anak meupakan prioritas Departemen
Kesehatan. Tidak dapat dipungkiri bahwa tercapainya kesehatan fisik, bebas
dari penyakit menular akan menghasilkan manusia yang baik dan mengurangi
angka kematian anak.
Besarnya permasalahan penyakit menular pada anak membuat
keadaan kesehatan mental anak kurang diprioritaskan. Namun dengan adanya
konsep bahwa kesehatan meliputi pula keadaan mental anak, maka perlu
diperhatikan perkembangan kesehatan jiwa anak. Anak dengan gangguan
emosi dan perilaku memiliki karakteristik yang komplek dan seringkali ciri-
ciri perilakunya juga dilakukan oleh anak-anak sebaya lain, seperti banyak
bergerak, mengganggu teman sepermainan, perilaku melawan, dan
adakalanya perilaku menyendiri. Anak dengan gangguan emosi dan perilaku
dapat ditemukan di berbagai komunitas anakanak, seperti play group, sekolah
dasar, dan lingkungan bermain.
Bagi orang tua dan guru pada umumnya, perilaku-perilaku tersebut
dianggap wajar dan hanya perlu untuk diberi label nakal atau pembangkang,
dan perlu memperingatkan teman-teman sebayanya untuk berhati-hati bahkan
menjauhinya. Pada akhirnya kesulitan-kesulitan perkembangan yang dialami
oleh anak dengan gangguan emosi dan perilaku yang tidak teridentifikasi,
tidak akan teratasi dan semakin parah, bahkan akan menjadi perilaku menetap
hingga mereka dewasa.

C. Kondisi Emosi yang Sehat


Menurut Gerungan (dalam Dewi, 2010) bahwa stabilitas emosi atau
kematangan emosi adalah kematangan atau kemantapan untuk
mengintegrasikan keinginan, cita-cita, kebutuhan atau perasaan ke dalam
kepribadian yang pada dasarnya bulat dan harmonis. Dijelaskan pula oleh
Hurlock (dalam Dewi, 2010) bahwa kematangan emosi adalah individu
mampu memiliki situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara
emosional, pada emosi yang malang memberikan reaksi emosional yang
stabil.

Stabilitas emosi merupakan keadaan emosi seseorang yang bila


mendapat- rangsangan-rangsang emosional dari luar tidak menuniukkan
gangguan emosional seperti depresi dan kecemasan Dengan kata lain
individu-tersebur tetap dapat mengendalikan dirinva dengan baik.

Menurut Sharma (2006) menjelaskan bahwa, kestabilan emosi berarti


kondisi yang benar-benar kokoh, tidak mudah berbalik atau terganggu,
memiliki keseimbangan yang baik dan mampu untuk menghadapi segala
sesuatu dengan kondisi emosi yang tetap atau sama. Menurut Smitson (dalam
Aleem, 2005), menyatakan bahwa kestabilan emosi merupakan proses dimana
kepribadian secara berkesinambungan berusaha mencapai kondisi emosi yang
sehat dan selaras dalam jiwa dan raga.

1. Memelihara emosi yg konstruktif


a. Bangkitkan rasa humor
b. Peliharalah selalu emosi-emosi yg positif, jauhkan emosi negatif
c. Berorientasi pada kenyataan
d. Kurangi dan hilangi emosi yg negatif
2. Beberapa cara marah yg sehat :
a. Marah pada orang yg tepat
b. Marah pada waktu yg tepat
c. Marah dgn kadar yg tepat
d. Marah dgn kesalahan yg tepat
3. Pengaruh emosi pada belajar
a. Emosi yg positif dpt mempercepat proses belajar dan mencapai hasil
belajar yg lebih baik. Sebaliknya, emosi yg negatif dpt memperlambat
belajar atau bahkan menghentikannya sama sekali.
b. Menciptakan emosi positif pd siswa dengann cara membentuk
lingkungan belajar yg menyenangkan, yaitu lingkungan fisik dan
psikologis. Lingkungan fisik mencakup penataan ruang kelas dan alat
bantu belajar, lingkungan psikologis mencakup penggunaan musik
untuk meningkatkan hasil belajar.

D. Klasifikasi Emosi
Secara umum emosi yang terdapat di dalam diri manusia terdiri dari
dua bagian yaitu emosi positif dan emosi negatif. Hal-hal positif dan negatif
memang sellau datang silih berganti dalam kehidupan kita. Terkadang, kita
terlalu egois dalam menyikapi kondisi yang di alami, karena ingin semua hal
yang terjadi berjalan positif atau mungkin juga kita tidak mampu bersabar
menunggu waktu datangnya hal positif setelah terjebak sekian lama dalam
kondisi yang negatif.

1. Emosi Positif
Emosi positif adalah emosi yang mampu menghadirkan perasaan
positif terhadap seseorang yang mengalaminya. Hill (dalam Syukur, 2011)
mengatakan bahwa terdapat tujuh macam emosi yang masuk dalam emosi
positif, diantaranya adalah hasrat, keyakinan, cinta, seks, harapan,
romansa dan antusiasme. Ketujuh emosi tersebut merupakan bentuk emosi
yang paling dominan, kuat, dan paling umum digunakan dalam usaha
kreatif. Jenis emosi ini dapat menunjang keberhasilan karir dan dianggap
tidak merugikan orang lain. Seberapa besar keberhasilan dari emosi positif
ini tergantung dari batas kewajaran yang digunakannya.
Dari kenyataan yang sering terjadi, energi emosi positif lebih baik
digunakan dalam proses mengingat jika dibandingkan dengan energi
emosi negatif. Emosi yang positif akan menghadirkan perasaan senang,
sebab emosi ini dapat membuat otak ingin mengenang kembali bayangan
tersebut. selain itu emosi positif juga dapat menumbulkan sebuah motivasi
karena memang memiliki unsur motivasi yang luar biasa kuat. Untuk
menumbuhkan emosi positif ini kita harus mampu mengalahkan energi
yang terkandung dalam muatan emosi negatif.
2. Emosi Negatif
Emosi negatif merupakan emosi yang selalu identik dengan perasaan
tidak menyenangkan dan dapat mengakibatkan perasaan negatif pada
orang yang mengalaminya. Biasanya emosi negatif ini berada di luar batas
kewajaran, seperti marah-marah yang tidak terkendali, berkelahi,
menangis meraung-raung, tertawa keras dan terbahak-bahak bahkan
timbulnya tindakan kriminal. Umumnya, emosi negatif menimbulkan
permasalahan yang dapat menganggu orang yang mengalaminya, bahkan
berdampak pada orang lain dan masyarakat secara luas. Biasanya, orang
yang mengalami emosi negatif cenderung lebih memperhatikan emosi-
emosi yang bernilai negatif, seperti sedih, marah, cemas, tersinggung,
benci, jijik, prasangka, takut, curiga dan lain sebagainya. Emosi semacam
itu akan berdampak buruk bagi yang mengalaminya dan orang lain.

Bentuk emosi lainnya, yaitu:

1. Emosi yg menyenangkan, ex: cinta,sayang, gembira, kagum, dsb


2. Emosi yg tidak menyenangkan, ex:sedih, marah, benci, takut, dsb

E. Jenis-jenis Gangguan Emosi


Jenis Gangguan Emosional pada Anak yaitu sebagai berikut :

1. Hubungan dengan Sosial dan Lingkungan


a. Kurang mampu untuk menunjukkan tingkah laku yang tepat dalam
situasi tertentu
b. Kurang mampu untuk membangun hubungan peranakan dengan anak
sebaya
c. Mudah merasa deperesi atau cemas hanya sebab sebab sebab kecil
d. Ada jenis gangguan emosional pada anak tanda tertentu saat
mengahadapi
2. Tidak Mampu Belajar
Yang bukan disebabkan oleh faktor kesehatan ialah cacat indera atau
fisik lainnya. Anak ini, pada dasar fisiknya baik baik saja, yang
menghambat ialah keadaan psikologisnya.
3. Kurang Mampu Menjalin Hubungan
Yakni dengan anak sebaya, bahkan individutua dan gurunya di
sekolah. Sebab tindakannya yang labil, emosional, dan berubah ubah,
anak menjadi individualis sebab lingkungannya kurang mampu menerima
keadaan anak tersebut.
4. Perasannya Suka Tidak Normal
5. Mood Mudah Terganggu
6. Cenderung Takut Sendiri
Sebab kendala pribadi dan di sekolah, maka akan mengeluarkan emosi
dan tindakan ialah, menangis dan mengamuk. Jika ditanyakan sebabnya,
akan menyinggung perihal kendala pribadi dan hal di sekolahnya.
7. Masalah Emosional Kecemasan
Jenis gangguan emosional pada anak kecemasan atau Anxiety
Disorders ialah sekelompok jenis gangguan emosional pada anak mental
ditandai oleh jiwa cemas dan ketakutan yang signifikan. Kecemasan ialah
kekhawatiran tentang peristiwa masa depan dan ketakutan merupakan
reaksi terhadap peristiwa saat ini. Jiwa ini bisa menyebabkan tanda fisik,
ialah denyut jantung cepat dan goncangan.
Contoh dari jenis gangguan emosional pada anak kecemasan (Anxiety
Disorders), ialah:
a. Kecemasan umum
b. Fobia spesifik merupakan rasa cemas dengan terus menerus sebab
takut terhadap objek atau situasi.
c. Kecemasan social, secara psikologi jenis gangguan emosional pada
anak, kecemasan sosial ialah ketakutan akan situasi sosial yang
melibatkan interaksi dengan individu lain. Jenis gangguan emosional
pada anak kecemasan pemisahan
d. Agorafobia, pada umumnya mengacu pada ketakutan akan tempat
dimana pelarian mungkin sulit, termasuk ruang terbuka besar atau
keramaian, serta berbagai cara perjalanan.
e. Panik, kelainan panik ditandai dengan episode kepanikan dan
ketakutan berulang yang tak terkendali yang memuncak dalam
hitungan menit. Serangan panik disertai manifestasi fisik, ialah jantung
berdebar debar, berkeringat, dan pusing sekaligus takut mati atau
menjadi gila.
f. Mutisme selektif, jenis gangguan emosional pada anak kecemasan di
mana seseindividu yang biasanya mampu berbicara tidak dapat
berbicara dalam situasi tertentu atau kepada individu individu tertentu.
Mutasi selektif biasanya disertai dengan rasa malu atau kecemasan
sosial
8. Jenis Gangguan Emosional pada Anak
Berupa Tindakan Conduct Disorder atau Jenis gangguan emosional
pada anak tindakan ialah jenis gangguan emosional pada anak mental
yang didiagnosis pada masa kanak kanak yang muncul dengan sendirinya
melalui pola tindakan berulang dan terus menerus di mana hak hak dasar
individu lain atau norma norma usia yang sesuai telah dilanggar.
9. Jenis Gangguan Emosional pada Anak Obsesif Kompulsif
Merupakan jenis gangguan emosional pada anak kecemasan di mana
individu ada pikiran, jiwa, gambar, dan sensasi yang tidak diinginkan serta
berulang (obsesi) juga terlibat dalam tindakan atau tindakan mental dalam
menanggapi pemikiran atau obsesi ini.

F. Gangguan Emosional yang Lain pada Anak


a. Gangguan kognitif
Perkembangan kognitif adalah perkembangan mengenai proses pikir,
mengamati sehingga remaja memperoleh pengertian tentang
lingkungan.31 Cara berpikir yang membedakan remaja dengan masa
sebelumnya terbagi menjadi 5 karakteristik, yaitu mampu berpikir tentang
kemungkinankemungkinan yang telah maupun yang akan terjadi, berpikir
dengan hipotesis, berpikir jauh ke depan, membuat rencana, dan strategi
yang tepat, berpikir tanpa batas dan bersifat abstrak, misalnya tentang
politik, agama, atau keyakinan moral maupun hubungan antar manusia.
Karakteristik lain yang ditemukan adalah metakognisi, yaitu suatu proses
berpikir, mampu mengukur kemampuan diri, pengetahuan, tujuan, serta
langkah-langkah untuk mencapainya, sehingga mampu membuat suatu
keputusan dan memilih strategi atau alternatif pemecahan masalah.
Berdasarkan karakteristik tersebut, terdapat perbedaan antara proses
berpikir pada masa remaja dan anak-anak. Cara berpikir dan bertindak
pada masa anak mempunyai pengaruh yang besar terhadap
perkembangannya di masa remaja. Remaja mampu berpikir secara
abstrak, menggunakan prinsip logika dalam berpikir teoritis, lebih
konseptis, dan mampu membuat generalisasi. Remaja menjadi semakin
yakin akan kemampuannya dalam mengambil keputusan sendiri dan tidak
selalu bergantung kepada orang lain. Hal ini pula yang sering memicu
konflik antara remaja dengan sekolah, keluarga, maupun lingkungannya.
b. Gangguan sosialisasi
Karakteristik sosial anak dengan gangguan perilaku, emosional, dan
social dipengaruhi karakteristik emosional. Karakter sosial biasanya
ditandai dengan menimbulkan gangguan bagi orang lain, dengan ciri-ciri:
perilaku tidak terima oleh lingkungannya dan biasanya melanggar norma
di keluarga, sekolah, teman sebaya, dan masyarakat. Karakter emosional
ditandai agresifitas yang menimbulkan gangguan terhadap temannya.
c. Gangguan emosi
d. Gangguan perilaku
Para guru di sekolah reguler perlu dibekali dengan berbagai
pengetahuan beserta karakteristik anak dengan gangguan emosi dan
perilaku agar mampu melakukan identifikasi terhadap mereka, baik yang
sudah menjadi terdaftar sebagai peserta didik pada sekolah yang
bersangkutan maupun yang belum masuk sekolah yang ada atau bertempat
tinggal di sekitar sekolah. Dengan identifikasi yang tepat guru dapat
memberikan bantuan pelayanan yang sesuai untuk mendukung layanan
pendidikan optimal bagi mereka.
Secara definitif anak dengan gangguan emosi dan perilaku adalah anak
yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak
sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia
maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun
orang lain, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus demi
kesejahteraan dirinya maupun lingkungannya (ditjenPLB.com, 2006).
Anak dengan gangguan emosi dan perilaku, menunjukkan perilaku
immature (tidak matang atau kekanak-kanakan) dan menarik diri. Mereka
mengalami keterasingan sosial, hanya mempunyai beberapa orang teman,
jarang bermain dengan anak seusianya, dan kurang memiliki ketrampilan
sosial yang dibutuhkan untuk bersenang-senang. Beberapa di antara mereka
mengasingkan diri untuk berkhayal atau melamun, merasakan ketakutan yang
melampaui keadaan sebenarnya, mengeluhkan rasa sakit yang sedikit dan
membiarkan “penyakit” mereka terlibat dalam aktivitas normal. Ada di antara
mereka mengalami regresi yaitu kembali pada tahap-tahap awal
perkembangan dan selalu meminta bantuan dan perhatian, bahkan beberapa di
antara mereka menjadi tertekan (depresi) tanpa alasan yang jelas.

Sumber:
Fatimah. (2018). Sistem Pakar Pendeteksi Dini Gangguan Emosional Dan Perilaku
Pada Anak Berbasis Android.
Ke-, P. (n.d.). Emosi & perasaan.
Soares, A. P. (2013). Teori Emosi. Journal of Chemical Information and Modeling,
53(9), 1689–1699.
Tin Suharmini, M. S. (2000). Pemahaman Tentang Gangg Emosi.Pdf. In Identifikasi
Anak Berkelainan (pp. 1–8).
Setiawan A. konsep anak hambatan emosi dansosial. 2009. :1–65.
T H. Model Berkebutuhan Khusus Bahan Ajar. 2019;

Nathan AJ, Scobell A. Konsep Dasar Tunalaras. Foreign Aff. 2012;91(5):1689–99.

Mahabbati, Aini. (2012). Karakteristik Pribadi Dan Sosial Anak Tunalaras, Bina
Diri Dan Sosial (1-7). Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri
Yogyakarata.
Mahabbati, Aini 2012. Konsep dasar Bina Diri Dan Sosial (8-36). Fakultas Ilmu
Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarata.
Marlina. 2015. Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus. Padang: UNP Press.

Anda mungkin juga menyukai